DI RUANG JANTUNG
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
RSUD H.ABDUL MANAP KOTA JAMBI
Disusun Oleh:
Lala Delva Santi
G1B119045
KELOMPOK I
Pembimbing Akademik :
Ns. Andika Sulistiawan, M.Kep
Pembimbing Klinik :
Ns. Julyana Situmorang, S.Kep
b. Etiologi
NSTEMI (Non-ST Elevation Myocardial) didapatkan kerusakan pada
plak lebih berat dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan
berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Pada kurang lebih ¼ pasien
NSTEMI, terjadi oklusi trombus yang berlangsung lebih dari 1 jam,
trombolisis terjadi spontan, resolusi vasokonstriksi dan koleteral
memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya STEMI,
sedangkan pada STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction) didapatkan
kerusakan plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan
terbentuknya trombus yang fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 (satu) jam
dan menyebabkan nekrosis miokard transmural. Non ST Elevation
Myocardial Infarction (NSTEMI), dan ST-Elevation Myocardial
Infarction (STEMI). Lebih dari 90% SKA diakibatkan oleh rupturnya plak
aterosklerosis, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan
thrombus. coroner.
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan
nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas
pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi
segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab. Infark miokard memiliki faktor resiko yaitu umur,
hipertensi, obesitas, merokok, dislipidemia, diabetes melitus, Riwayat PJK
dini dalam keluarga dan kolesterol.
c. Klasifikasi
Terdapat dua tipe dasar IMA yaitu:
a) Infark transmural
Berhubungan dengan aterosklerosis pada arteri koroner utama.
Infark transmural dapat diklasifikasikan menjadi infark anterior,
posterior, atau inferior. Infark transmural meluas ke seluruh ketebalan
otot jantung dan pada umumnya menyebabkan sumbatan total pada
area suplai pembuluh darah tersebut.
b) Infark subendokardial
Otot-otot subendokardium sering mengalami infark walaupun
tanpa adanya bukti terjadi infark di bagian permukaan luar jantung,
yang meliputi area yang kecil di dinding subendokardial ventrikel kiri,
septum interventrikel, atau otot papillaris. Hal ini disebabkan otot
subendokardium dalam keadaan normal lebih sulit untuk memperoleh
alirah darah yang adekuat karena pembuluh darah di subendokardium
terkompresi oleh kontraksi sistolik jantung. Oleh karena itu, setiap
kondisi yang mengganggu aliran darah ke jantung manapun,
menyebabkan kerusakan pertama kali di subendokrdium, dan
kemudian kerusakan tersebut menyebar keluar ke arah epikardium.
IMA diklasifikasikan berdasar EKG 12 sadapan menjadi :
- IMA ST-elevasi (STEMI) yaitu oklusi total dari arteri koroner
yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh
ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi
segmen ST pada EKG.9
- IMA non ST-elevasi (NSTEMI) yaitu oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga
tidak ada elevasi segmen ST pada EKG
d. Manisfestasi Klinis
a) Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir,
tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan
pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual,
sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b) Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c) Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung
akut.
d) Bisa atipik:
- Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
- Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal
jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
e. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan. Kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur
plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis
dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung
ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam
lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel
makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti IL-6.
Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati.
f. Pemeriksaan Penunjang
a) Biomarker Jantung:
Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai
peranan yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan
pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA).Troponin T
mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi
kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro
infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan
troponin T dengan troponin I:
- Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu
komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
- Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang
berfungsi mengikat tropomiosin.
b) EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted
dan ST depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri
koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi),
simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik).
Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai
dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun
troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil.
Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan
kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina
tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif,
oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang
dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik. NSTEMI
ditetapkan apabila nyeri dada disertai gambar Elektrokardiografi
(EKG) depresi ST dan T inversi yang disertai laboratorium positif.
c) Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
- Area Gangguan
- Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta.
Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir
diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir
diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi
ejeksi tidak normal.
d) Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner.
Apabila pasien mengalami derajat stenosis 50% padapasien dapat
diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih
dari 60% maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan
stent.
g. Penatalaksanaan
Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna
pemantauan segmen STdan irama jantung. Empat komponen utama terapi
yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu :
a) Terapi anti iskemia
b) Terapi anti platelet/antikoagulan
c) Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi)
d) Perawatan sebelum meninggalkan RS daDn sudah perawatan RS
h. Komplikasi
a) Disfungsi ventrikuler
Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan
serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang
mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling
ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
b) Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab
utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis
iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa
dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya.
Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai
kongesti paru.
c) Infark miokardium (IM)
Kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan
oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir
terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium
mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen.
Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara
aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.
d) Aritmia
Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering
didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah
jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran
darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.
e) Gagal Jantung
Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien
tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik.
Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung
sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama
(kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat
cedera pada ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik
atau compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan
yang melibatkan perusi sistem saraf pusat.
b) B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh
sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan.
Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh
kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan
tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan
peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan
kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis
dapat timbul pada saat istirahat
c) B2 (Blood)
Inspeks : adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya di daerah substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran
nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan
menggerakkan bahu dan tangan.
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa
komplikasi biasanya tidak ditemukan.
- Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan
akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa
komplikasi.
- Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
d) B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu
wajah meringis, menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang
merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat infark pada
miokardium. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardia,
dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
e) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan
IMA karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic
usus yang merupakan tanda utama IMA.
g) B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga teratur. perubahan postur tubuh.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokontriksi, iskemia miokard, hipertrofi ventricular
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen
d) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri
e) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
3. Rencana/Intervensi Keperawatan
Memelihara tekanan
· Monitor vital sign
vena sentral, tekanan
Montor indikasi retensi /
kapiler paru, output
kelebihan cairan
jantung dan vital sign
(cracles, CVP, edema,
dalam batas normal
distensi vena leher,
Terbebas dan asites)
kelelahan, Kaji lokasi dan luas
kecemasan atau edema
kebingungan Monitor masukan
Menjelaskan makanan / cairan dan
indikator kelebihan hitung intake kalori
cairan Monitor status nutrisi
Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai interuksi
Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130
mEq/l
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
Tentukan riwayat
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dan
ketidakseimbangan
cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll)
Monitor berat badan,
BP, HR, dan RR
Monitor serum dan
elektrolit urine
Monitor serum dan
osmilalitas urine
Monitor tekanan darah
orthostatik dan
perubahan irama jantung
Monitor parameter
hemodinamik infasif
Catat secara akurat
intake dan output
Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan
BB
Monitor tanda dan
gejala dari odema
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, D. (2022, January 26). NSTEMI, Jenis Serangan Jantung Ringan yang Patut
Diwaspadai. Retrieved from alodokter: https://www.alodokter.com/nstemi-
jenis-serangan-jantung-ringan-yang-patut-dicurigai