Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS ACS NSTEMI

DI RUANGAN ICVCU RSUD UNDATA

OLEH:

KELOMPOK XII

SRI INDRIYANI (201901035)

CI INSTITUSI CI LAHAN

PROGRAM STUDI S1 NERS

UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA

2022
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN ACS NSTEMI


NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri
koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan
kerusakan ketebalan parsial otot jantung. NSTEMI adalah infark miokard akut
tanpa elevasi ST yang terjadi dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri
koroner kecil atau oklusi parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena
aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot jantung.
B. ETIOLOGI
Nurarif (2015) menyebutkan ACS dapat disebabkan oleh dua faktor, antara
lain :
1. Faktor Penyebab
a. Suplai oksigen ke miokard berkurang disebabkan oleh tiga faktor,
yaitu : faktor darah (hipoksemia, polisitemia, anemia), faktor
sirkulasi (hipotensi, stenosis aorta) dan faktor pembuluh darah
(spasme, artritis, aterosklerosis)
b. Curah jantung meningkat yang disebabkan oleh aktifitas
berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan hipertiroidisme. Kebutuhan
oksigen miokard meningkat pada keadaan kerusakan miokard,
hipertropi miokard dan hipertensi diastolik.
2. Faktor Predisposisi
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah : usia > 40 tahun, jenis
kelamin (pada pria tinggi, pada wanita meningkat setelah
menopause), hereditas serta ras.
b. Faktor resiko yang dapat diubah : mayor (seperti hiperlipidemia,
hipertensi, merokok, diabetes, obesitas) serta minor (seperti
inaktifitas fisik, emosional, stress psikologis berlebihan).
C. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan yang khas ialah nyeri dada bagian tengah, seperti diremas-
remas, ditusuk, panas, tertindih atau tertekan benda berat. Nyeri dapat
menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke
punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lama dan tak responsif
terhadap nitrogliserin, disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing,
keringat dingin dan berdebar. Pada pasien diabetes dan orangtua, tidak
ditemukan nyeri sama sekali. Bila di anamnesis lebih teliti sering sudah
didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau
epigastrium (Kasron, 2016).

Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat
normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama
gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan bendungan paru-paru. Nadi cepat,
kulit dingin dan pucat, serta hipotensi sering ditemukan pada kasus yang
relatif lebih berat, terkadang ditemukan pulsasi diskinetik yang berada
pada dinding dada IMA inferior (Kasron, 2016).

D. PATOFISIOLOGI
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI
dapat terjadi karena trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner.
Trombosis akut pada arteri koroner disebabkan dengan adanya ruptur plak
yang tidak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai lipid yang
besar,densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan
konsentrasifaktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh
yang tinggi. Pada daerah ruptur plak dijumpai sel makrofag dan limfosit T
yang menunjukkan adanya proses inflamasi.Sel-sel ini akan mengeluarkan
sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 merangsang
pengeluaran hsCRP di hati.(Sudoyono Aru W, 2010).
E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektrokardiogram (EKG)

Tes ini mengukur aktivitas listrik di jantung melalui elektroda yang


menempel pada kulit. Dorongan yang abnormal atau tidak teratur dapat
menunjukkan kurangnya oksigen ke jantung. Pola tertentu dalam sinyal
listrik dapat menunjukkan lokasi umum penyumbatan. Tes dapat diulang
beberapa kali.

Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T inverted dan


ST depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika
terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inverse), simetris, biasanya
bersifat sementara. Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan
mikardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-
myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah
angina tidak stabil. Namun jika inverse gelombang T menetap, biasanya
didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI.

Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu:Lead II, III,


aVF :infark inferior, Lead V1-V3 : infark anteroseptal, Lead V2-V4 :
infark anterior, Lead I, aVL, V5-V6 : infark anterolateral, Lead I,
aVL : infark high lateral, Lead II, III, aVF, V5-V6 : infark
inferolateral luas, Lead I, aVL, V1-V6 : infark inferolateral, Adanya Q
valve patologis pada sadapan tertentu.

2. Biomarker Jantung
Kardiak troponin (TnT dan TnI) memegang peranan penting dalam
diagnosis dan stratifikasi resiko, dan dapat membedakan NSTEMI dengan
UA. Troponin lebih spesifik dan sensitive dibandingkan enzim jantung
tradisional lainnya seperti creatine kinase (CK), isoenzim CK yaitu CKMB
dan mioglobin. Peningkatan troponin jantung menggambarkan kerusakan
selular miokard yang mungkin disebabkan oleh embolisasi distal oleh
thrombus kaya platelet dari plak yang rupture atau mengalami erosi.
Creatine kinase – MB (CKMB) yang merupakan protein karier
sitosolik untuk fospat energy tinggi telah lama dijadikan sebagai standar
diagnosis infark miokard. Namun CKMB kurang sensitive dan kurang
spesifik dibandingkan dengan troponin jantung dalam menilai infark
miokard. CKMB dalam jumlah yang kecil dapat ditemui pada darah orang
sehat dan meningkat seiring dengan kerusakan otot lurik.
3. Tes darah
Enzim tertentu dapat dideteksi dalam darah jika kematian sel telah
diproduksi dalam kerusakan jaringan jantung. Hasil positif menunjukkan
serangan jantung.

G. KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikuler Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami
perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang
mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler
dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark
2. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan fungsi. Ventrikel kiri yaitu mengakibatkn
gangguan berat pada perfusi jaringan dan pengantaran oksigen ke jaringan
yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium
akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan
nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium
3. Edema paru, Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema
dimana saja didalam tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan
intertisial paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif.

H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Farmakologi
a. Terapi Pendukung
Tidak hanya memberikan kenyamanan bagi pasien, mengurangi
rasa nyeri juga berhubungan dengan penurunan aktivasi simpatik yang
dapat menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja
jantung.
1) Morphine intravena merupakan analgesik yang paling sering
digunakan, namun penggunaannya dapat mengganggu penyerapan
dan mengurangi efek dari antiplatelet, seperti Clopidogrel,
Ticagrelor, dan Prasugrel yang berisiko menyebabkan kegagalan
pengobatan dini.
2) Oksigen umumnya diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
(SaO2)<90% atau pasien dengan distress respirasi. Akan tetapi,
ESC tidak merekomendasikan pemberian rutin pada pasien dengan
SaO2 >90%.
3) Obat penenang. Kecemasan merupakan respon alami terhadap rasa
sakit yang biasa terjadi pada pasien dengan infark miokard. Dokter
dapat mempertimbangkan pemberian obat penenang, seperti
golongan Benzodiazepine pada pasien yang sangat cemas.
b. Nitrat dan Beta Blockers
Pemberian Nitrat intravena (IV) lebih efektif daripada secara
sublingual untuk mengurangi gejala dan resolusi depresi segmen ST.
Dosis Nitrat disesuaikan hingga gejala membaik, dan pada pasien
hipertensi sampai tekanan darah normal, kecuali jika pasien mengalami
efek samping. Hentikan penggunaan Nitrat ketika gejala sudah
terkontrol.
Penggunaan beta blockers dapat mengurangi konsumsi oksigen
dengan menurunkan detak jantung, tekanan darah dan kontraktilitas
miokard. Obat ini direkomendasikan bagi pasien NSTEMI, khususnya
bila mengalami hipertensi dan/atau takhikardia, serta tidak terdapat
kontra indikasi.
Pasien dengan riwayat penggunaan beta blockers kronis tetap
melanjutkan penggunaan obat tersebut, kecuali bila termasuk kelas
Killip ≥III. Kelas Killip merupakan penentuan risiko berdasarkan
indikator klinis gagal jantung untuk memperkirakan tingkat mortalitas
dalam 30 hari.
c. Obat Antitrombotik
Antitrombotik merupakan pengobatan yang wajib untuk pasien
serangan jantung NSTEMI baik dengan atau tanpa manajemen invasif.
1) Antiplatelet
Dual Antiplatelet Therapy (DAPT) berupa kombinasi Aspirin dan
inhibitor P2Y12 merupakan terapi standar yang direkomendasikan
pada pasien yang mengalami NSTEMI.
2) Aspirin
Dosis muatan 150-300 mg PO, selanjutnya dosis pemeliharaan 75-
100 mg PO, 1 kali sehari. Semua pasien tanpa kontra indikasi dan
tanpa mempertimbangkan rencana strategi pengobatan harus
mendapatkan Aspirin.
3) Inhibitor Reseptor P2Y12
Pasien dapat menggunakan Inhibitor reseptor P2Y12 bersama
dengan Aspirin, serta tetap melanjutkan penggunaan selama 12
bulan, kecuali pada pasien yang memiliki kontra indikasi atau
risiko pendarahan yang tinggi.
(a) Prasugrel
Dosis muatan 60 mg PO, selanjutnya dengan dosis
pemeliharaan 10 mg/hari atau 5 mg/hari pada pasien dengan
berat badan (BB) <60 kg atau pasien usia ≥75 tahun. Pasien
dengan riwayat stroke merupakan kontra indikasi untuk
menerima Prasugrel. Meski demikian, Prasugrel lebih dipilih
daripada Ticagrelor pada pasien yang akan menjalani PCI.
Prasugrel masih belum tersedia di Indonesia.
(b) Ticagrelor
Baik pasien yang menjalani prosedur invasif maupun
konservatif dapat menggunakan Ticagrelor. Dosis muatan 180
mg PO, selanjutnya menggunakan dosis pemeliharaan 90 mg,
2 kali sehari.
(c) Clopidogrel
Dosis muatan 300-600 mg PO, selanjutnya dengan dosis
pemeliharaan 75 mg, 1 kali sehari. Clopidogrel memiliki
aktivitas inhibisi platelet yang kurang kuat, sehingga hanya
digunakan ketika Prasugrel atau Ticagrelor tidak tersedia,
kontra indikasi atau pasien tidak dapat menoleransi
penggunaannya.
(d) Cangrelor
Dosis awal IV bolus 30 mcg/kg, selanjutnya dengan infus 4
mcg/kg/menit setidaknya selama 2 jam atau selama prosedur
berlangsung. Pemberian Cangrelor pada pasien yang akan
menjalani PCI. Cangrelor masih belum tersedia di Indonesia.
Pasien dengan anatomi koroner yang belum pasti dan akan
menerima strategi invasif awal tidak perlu
mendapatkan inhibitor reseptor P2Y12 rutin.
4) Inhibitor GP IIb/IIIa
Dokter dapat mempertimbangkan penggunaan Inhibitor GP
IIb/IIIa jika terdapat bukti tidak adanya aliran (reflow) atau pasien
mengalami komplikasi trombotik.
(a) Eptifibatide, IV bolus pertama Eptifibatide 180 mcg/kg,
selanjutnya dengan dosis 2 mcg/kg/menit. Pemberian dosis
IV bolus kedua dengan jarak 10 menit dari pemberian IV
bolus pertama. Infus dapat diberikan selama 18 jam.
(b) Tirofiban, IV bolus 25 mcg/kg selama 3 menit, selanjutnya
menggunakan infus dengan dosis 0,15 mcg/kg/menit selama
18 jam. Namun, obat ini masih belum tersedia di Indonesia.
d. Antikoagulan
1) Unfractionated Heparin (UFH)
(a) Manajemen invasif. UFH merupakan terapi standar pada
pasien NSTEMI, karena memiliki profil risiko dan keuntungan
yang baik. Jika pasien tidak mendapatkan inhibitor GP IIb/IIIa,
dosis UFH 70-100 IU/kg IV bolus. Sedangkan jika
menggunakan inhibitor GP IIb/IIIa, dosis UFH 50-70 IU/kg IV
bolus.
(b) Manajemen konservatif. UFH 60 IU/kg, maksimum 5000 IU
IV bolus, selanjutnya dosis 12 IU/kg/jam, maksimum 1000
IU/jam. Sesuaikan laju obat hingga mencapai target. Pasien
dapat menerima UFH selama ≥48 jam atau hingga pelaksanaan
manajemen invasif.
2) Enoxaparin
(a) Manajemen invasif. Enoxaparin dengan dosis 0,5 mg/kg,
pemberian secara IV bolus.
(b) Manajemen konservatif. Dosis Enoxaparin 1 mg/kg SC tiap 12
jam selama di rumah sakit atau hingga pelaksanaan manajemen
invasif.
3) Bivalirudin

Dosis awal Bivalirudin 0,75 mg/kg IV bolus, selanjutnya


dengan infus 1,75 mg/kg/jam sampai 4 jam setelah prosedur
selesai. Namun, obat ini masih belum tersedia di Indonesia.

4) Fondaparinux
(a) Manajemen invasif. Fondaparinux dengan dosis 2,5 mg/hari
SC, penggunaan hanya sebelum prosedur PCI.
(b) Manajemen konservatif. Pemberian Fondaparinux 2,5 mg/hari
SC selama di rumah sakit atau hingga pelaksanaan manajemen
invasif.
(c) Rivaroxaban dengan dosis pemeliharaan 2,5 mg, 2 kali sehari
bersama dengan Aspirin untuk pengobatan jangka panjang
sebagai pencegahan sekunder penyakit kardiovaskular.

2. Melakukan pemasangan ring jantung


Salah satu cara untuk menangani serangan jantung ringan juga bisa
dilakukan dengan pemasangan ring jantung atau stent. Dalam prosedur ini,
dokter akan memasukkan kateter berukuran panjang ke dalam arteri di
paha bagian dalam atau pergelangan tangan menuju ke arteri yang
tersumbat di jantung.
Jika Anda mengalami serangan jantung ringan, prosedur ini biasanya
akan langsung dilakukan setelah katerisasi jantung, yaitu prosedur lain
yang dilakukan untuk menemukan letak penyumbatan. Kateter yang
dimasukkan ke dalam pembuluh darah arteri ini disertai dengan balon
khusus. Jika sudah menemukan letak pembuluh arteri yang tersumbat, ring
jantung atau stent yang terbuat dari metal akan dimasukkan ke dalam
arteri.
Tujuannya untuk menjaga arteri agar tetap terbuka, sehingga aliran darah
menuju jantung dapat kembali lancar. Bergantung pada kondisi Anda, ring
jantung yang dimasukkan ke dalam pembuluh arteri itu ada juga yang
dilengkpai dengan obat yang dilepaskan secara perlahan ke dalam darah.
Obat ini untuk membantu memaksimalkan fungsinya dalam
mempertahankan pembuluh agar tetap terbuka.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN:
1. Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama,umur,jeniskelamin, pendidikan,
pekerjaan,agama,suku/bangsa, waktu masuk rumah sakit, waktu
pengkajian, diagnosa medis, nomor MR dan alamat. Identitas penanggung
jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa,
alamat, hubungan dengan klien.
2. Pengkajian Primary
a. Airway
Proses jalan nafas yaitu pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya suara
nafas tambahan adanya benda asing
b. Breathing
Frekuensi nafas, apa ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada,
adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas,
kaji adanya suara nafas tambahan, adakah refleks muntah dan jenis batuk
serta karakteristiknya.
c. Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit,
nadi.
d. Disability
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis (E4M6V5) GCS
15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas dan bawah normal,
tidak ada gangguan menelan.
e. Exsposure
Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera yang
lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap dijaga
dalam kondisi hangat supaya untuk mencegah terjadinya hipotermi.
3. Pengkajian Survey Sekunder
a) Keluhan utama
Keluhan utama yaitu penyebab klien masuk rumah sakit yang
dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan
jelas. Keluhan klien pada gagal jantung bisa terjadi sesak nafas, sesak
nafas saat beraktivitas, badan terasa lemas, batuk tidak kunjung sembuh
berdahak sampai berdarah, nyeri pada dada, nafsu makan menurun,
bengkak pada kaki.
b) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan alasan dari awal klien merasakan keluhan sampai akhirnya
dibawa ke rumah sakit
c) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat penyakit
jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung, pernah
dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan katub jantung bawaan,
diabetes militus dan infark miokard kronis.
d) Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang menderita
penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal jantung,
hipertensi.
e) Pola Aktivitas Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari, kebiasaan makan-makanan
yang dikonsumsi dan kebiasaan minum klien sehari-hari, pasien
akibat gagal jantung akan mengalami penurunan nafsu makan,
meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.
2) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien akan berpengaruh terhadap
perubahan sistem tubuhnya.
3) Pola Istirahat Tidur Kebiasaan klien tidur sehari-hari, terjadi
perubahan saat gejala sesak nafas dan batuk muncul pada malam
hari. Semua klien akibar gagal jantung akan mengalami sesak
nafas, sehingga hal ini dapat menganggu tidur klien.
4) Personal Hygiene Yang perlu di kaji sebelum dan sesudah pada
psien yaitunya kebiasaan mandy, gosok gigi, cuci rambut, dan
memotong kuku.t.
5) Pola Aktivitas Sejauh mana kemampuan klien dalam beraktifitas
dengan konsdisi yang di alami pada saat ini.

4. Pengkajian Biologis
a) KU pasien
Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan Head to Toe
Kepala: Kesimetrisan wajah
Rambut : warna, distribusi, tekstur, tengkorak/kulit kepala
b) Sensori :
1) Mata : Inspeksi bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera,pupil,
reaksi pupil terhadap cahaya, lensa, tes singkat visus
2) Telinga : Letak, bentuk, serumen, kemampuan mendengar : uji
berbisik
3) Hidung : Deviasi septum nasi, kepatenan jalan napas lewat hidung
4) Mulut : Bibir sumbing, mukosa mulut, tonsil, gigi, gusi, lidah, bau
mulut
c) Leher
1) Deviasi/simetris, cidera cervical, kelenjar thyroid, kelenjar limfe,
Trakea, JVP
d) Dada
I : Sesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus sordis
P : Taktil fremitus, ada/tidaknya massa, ictus cordis teraba/tidak
P : Adanya cairan di paru, suara perkusi paru dan jantung
A : Suara paru dan jantung

e) Abdomen : IAPP
Elasitas, Kembung, Asites
Auskultasi bising usus
Palpasi : posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih, nyeri tekan
Perkusi : Suara abnormal
f) Ekstremitas/musculoskeletal
Rentang gerak, Kekuatan otot, Deformitas, Kontraktur, Edema
Nyeri, Krepitasi
g) Kulit/Integumen: Turgor Kulit, Mukosa kulit, Kelainan kulit

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan irama jantung (D.0008)
2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (D.0077)
3. Risiko intoleransi aktifitas
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Penurunan Curah Jantung Perawatan jantung(1.02075)


Curah Setelah dilakukan Tindakan :
jantung tindakan Observasi
keperawatan dalam a) Identifikasi tanda/gejala
waktu 3 x 24 jam primer penurunan curah
diharapkan curah jantung (melipti dispnea,
jantung cukup kelelahan, edema,
meningkat ortopnea, paroxymal
Kriteria hasil : nocturnal dyspnea,
- Kekuatan nadi peningkatan CVP)
perifer cukup b) Idektifikasi tanda/gejala
meningkat sekunder penurunan curah
- Cardiac index jantung (meliputi
cukup peningkatan berat badan,
meningkat hepatomegali, distensi
- Palpitasi cukup vena jugularis, palpitasi,
menurun ronkhi basah, oliguria,
- Suara jantung S3 batuk, kulit pucat)
sedang c) Monitor tekanan darah
- Suara jantung S4 (termasuk tekanan darah

sedang ortostatik, jika perlu)

- Tekanan darah d) Monitor intake dan output

cukup membaik cairan

- e) Monitor keluhan nyeri


dada (mis. Intensitas,
lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang
mengurangi nyeri)
f) Monitor EKG 12
sandapan
g) Monitor fungsi alat pacu
jantung
h) Monitor tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktivitas

Terapeutik
a. Berikan diet jantung
yang sesuai (mis.batasi
asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
b. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
c. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
setres, jika perlu
d. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
Edukasi
a. Anjurkan aktivitas fisik
sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
c. Anjurkan berhenti
merokok
d. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output cairan
harian

Kolaborasi
Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
2 Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (1.03119)
Setelah dilakukan
Observasi
tindakan
a. identifikasi lokasi,
keperawatan dalam
karakteristik,durasi,
waktu 3 x 24 jam frekuensi, kualitas, dan
diharapkan tingkat intensitas nyeri
nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
Kriteria hasil : c. Identifikasi respon nyeri
 Keluhan nyeri non verbal
menurun d. Identifikasi faktor yang
 Meringis memperberat dan
menurun memperingan nyeri
 Gelisah e. Identifikasi pengetahuan
menurun dan keyakinan tentang

 Perasaan takut nyeri

mengalami f. Monitor keberhasilan

cedera berulang terapi komplementer

menurun yang sudah diberikan


g. Monitor efek samping
penggunaan analgesik

Terapeutik
a. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresure, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan).
c. Fasilitasi istirahat dan
tidur
d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
a. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
a. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
b. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
c. Anjurkan menggunakan
analgesik yang tepat
d. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
3 Intoleransi Toleransi aktivitas Manajemen Energi (1.05178)
Setelah dilakukan
aktivitas Tindakan:
tindakan
Observasi
keperawatan dalam
a. identifikasi gangguan
waktu 3 x 24 jam
fungsi tubuh yang
diharapkan toleransi mengakibatkan kelelahan
aktivitas meningkat b. Monitor kelelahan fisik
dan emosional
Kriteria hasil : c. Monitor pola dan jam
- Kemudahan tidur
dalam d. Monitor lokasi dan
melakukan ketidaknyamanan selama
aktivitas sehari- melakukan aktivitas
hari cukup Terapeutik
meningkat a. Sediakan lingkungan
- Keluhan lelah nyaman dan rendah
cukup menurun stimulus (mis.cahaya
- Perasaan lemah suara, kunjungan)
cukup menurun b. Lakukan latihan rentang
- Warna kulit gerak pasif dan/atau aktif
cukup membaik c. Berikan aktivitas distraksi
- Tekanan darah yang menenangkan
cukup membaik d. Fasilitasi duduk di sisi
- Frekuensi napas tempat tidur, jika tidak

cukup membaik dapat berpindah atau


berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit NSTEMI disebabkan oleh obstruksi atau sumbatan yang
terjadi dikoroner sehingga akan terjadi penurunan supalai oksigen dan
memperberat kerja jantung. Obstruksi pada pasien NSTEMI disebakan
karena adanya trombosis akut dan proses vasokonstriksi koroner.
Terjadinya trombosis akut diawali dengan ruptur plak aterom yang tidak
stabil. Plak tersebut akan mnyebabkan proses inflamasi dilihat dari jumlah
makrofag dan limfosit T. Faktor risiko NSTEMI meliputi jenis kelamin,
usia, riwayat keluarga dengan kardiovaskuler serta adanya faktor risiko
yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi
hipertensi, hyperlipidemia, diabetes melitus, dan gaya hidup.
Selain terjadinya kelainan pada hasil EKG, Keluhan yang sering
muncul pada NSTEMI adalah perasaan tidak nyaman (nyeri) dada yang
biasanya nyeri ini akan menjalar ke punggung, leher, bahu dan epigastrium
dimana qualitas nyeri ini seperti ditusuk- tusuk,diremas- remas, ditekan
atau bahkan sampai seperti ditindih, untuk waktu biasanya nyeri yang
dirasakan berlangsung lebih lama. Selain perasaan nyeri klien atau pasien
biasanya akan mengeluh mual, muntah, sesak atau dyspnea, sakit kepala,
rasa berdebar- debar, cemas bahkan sampai keringat dingin. Pada saat
pasien dengan NSTEMI datang ke rumah sakit biasanya mereka banyak
ditemui dengan gejala nyeri dada yang sangat dan sesak nafas
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing

Hamm, C.W., Bassand, J.P., Agewall, S., et al. (2011) ESC guidelines for the
management of acute coronary syndromes in patients presenting without
persistent STsegment elevation: The task force for the management of
acute coronary syndromes (ACS) in patients presenting without persistent
ST-segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC).
European Heart Journal, 32, 2999-3054. doi:10.1093/eurheartj/ehr236

Kasron. (2016). Buku ajar keperawatan sistem kardiovaskuler. Jakarta: CV. Trans
Info Media.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Edisi Revisi Jilid 1.
Jogyakarta: Mediaction

PERKI. 2018. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut (4th ed.). Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


: Definisi dan Indikator DiagnostiK. Edisi 1. Cetakan Ketiga.
Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan kedua. Jakarta :
DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standa Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan kedua. Jakarta :
DPP PPNI

Williams & Wilkins. 2011. Nursing : Manifestasi Tanda Gejala Penyakit. Alih
Bahasa Gianto Widijanto ; Yasmin Scheiber. Jakarta : Indeks.

Anda mungkin juga menyukai