Anda di halaman 1dari 18

Laporan Individu November 2012

LAPORAN TUTORIAL MODUL 1 NYERI DADA INFARK MIOKARD AKUT BLOK KARDIOVASKULER

Disusun Oleh : Nama Stambuk Kelompok Pembimbing : Andi Ishak Iskandar : 11-777-006 : 6 (Enam) :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2013

MIND MAP

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Skenario

Seorang pengemudi bus umur 60 tahun dibawa keruang gawat darurat dengan keluhan nyeri yang melewati dinding dada yang berat dan menyebar ke lengan. Sebelumnya dia merasa sehat, walaupun dia merokok 10 batang tiap hari. Pada pemeriksaan nampak dia terlihat pucat, dengan kulit dingin dan berkeringat. Nadinya lemah, dengan sekali-kali ekstrasistole (denyut ventrikuler ektopik) . Tekanan darah arterial 90/75 mmHg. Bunyi jantung normal. Pada EKG diperoleh gelombang Q besar dan elevasi segmen ST. Dia dimasukkan ke RS dengan diagnosis kerja infark miokard karena trombosis arteri koroner. Analisa plasma memperlihatkan peningkatan enzim jantung (laktat dehidrogenase, kreatinin

fosfokinase, aspartartat aminotranferase).Dia telah diberikan oksigen dan morfin. Infus streptokinase telah disiapkan untuk melisiskan trombus koroner dan dia juga telah memulai reguler aspirin dosis rendah.

1.2

Kata Kunci Laki-laki 60 tahun Nyeri dada akut, menyebar ke lengan Merokok Pucat Kulit dingin Berkeringat Nadi lemah

Pada EKG diperoleh gelombang Q besar dan elevasi segmen ST Peningkatan enzim jantung Telah diberikan oksigen dan morfin

1.3

Pertanyaan

1. 2. 3. 4.

Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ yang terlibat? Apakah yang menjadi etiologi nyeri dada? Bagaimana patomekanisme nyeri dada yang berhubungan dengan skenario? Bagaimana hubungan merokok dengan nyeri dada dan apa kandungan rokok yang dapat menyebabkan nyeri dada?

5. 6. 7. 8. 9.

Mengapa nadi pasien melemah? Mengapa nyeri dada menyebar ke lengan? Apakah penyebab muka pasien pucat, kulit dingin, dan berkeringat? Bagaimana hubungan pekerjaan pasien dengan gejala yang diderita? Apakah diagnosis banding untuk skenario di atas?

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi Penyakit

Infark miokard adalah nekrosis miokardium besar yang disebabkan oleh interupsi aliran darah ke area itu, hampir selalu disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner, sering tumpang tindih dengan trombosus koroner. Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung.

2.2. Epidemiologi

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun dalam 2 dekade terakhir , sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.

IMA dengan elevasi ST (ST Elevation Myocardial Infarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris, IMA dengan elevasi ST, dan IMA tanpa elevasi ST.

2.3. Etiologi

Faktor penyebab infark miokard yaitu oklusi akibat plaque aterosklerosis koroner. Faktor-faktor resiko aterosklerosis koroner antara lain :

a.

Tidak dapat Diubah : usia (laki-laki 45 tahun, perempuan 55 tahun atau menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen dan riwayat CAD pada keluarga.

b.

Dapat Diubah : hiperlipidemia, HDL-C rendah, hipertensi, merokok sigaret, diabetes mellitus, obesitas terutama abdominal, ketidakaktifan fisik, dan hiperhomosisteinemia.

c.

Faktor Resiko Negatif : HDL-C tinggi.

2. 4. Patofisiologi

Infark miokard akut terjadi aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. IMA terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan bahwa plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI, gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, dan serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas yang tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factorpada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi dapat dilihat pada gambar di bawah. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.

2.5. Manifestasi Klinis Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan menetap (lebih dari 30 menit) tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin, sering disertai nausea, berkeringat, dan sangat menakutkan pasien. Pada pemeriksaan fisik ditemukan muka pucat, takikardi, bunyi jantung III (bila disertai gagal jantung kongestif). Distensi vena jugularis umumnya terjadi bila terdapat infark ventrikel kanan.

2.6. Komplikasi

Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi, supreventrikular takiaritmia, gangguan konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi, syok), infark ventrikel kanan, defek mekanik, ruptur miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan trombus mural.

2.7. Penegakan Diagnosis Diagnosis IMA dengan elevasi Stditegakkan berdasarkan anamnesisi nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2 mm, minimal pada 2 sandapan perikordial yang berdampingan atau 1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksan enzim jantung, terutama troponin C yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prisip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.

Anamnesis Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis dengan cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat IMA sebelumnya serta

faktor-faktor resiko seperti hipertensi, DM, dislipidemia, merokok, stres, serta riwayat penyakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi IMA, seperti aktivitas fisik yang berat, stres emosi, atau penyakit medis, atau bedah. Walaupun IMA bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Pemeriksaan Fisis Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya IMA. Sekitar seperempat pasien anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S3 dan S4 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca IMA.

Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai IMA. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang alkhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian besar pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa gelombang Q disebut infark non Q.

EKG menunjukkan STEMI anterior ekstensif

Laboratorium 1[1] Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik IMA, yaitu kreatinin fosfokinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase (LDH), alfa hidroksi butirat dehidrogenase (-HBDH), troponin T, dan isoenzim CPK MP atau CKMB. CK meningkat dalam 4-8 jam, kemudian kembali normal setelah 48-72 jam. Tetapi enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit muskular, hipotiroid, dan stroke. CKMB lebih spesifik, terutama bila rasio CKMB : CK > 2,5% namun nilai kedua-duanya harus meningkat dan penilaian dilakukan serial dalam 24 jam pertama. CKMB mencapai puncak 20 jam setelah infark. Yang lebih sensitif adalah penilaian rasio CKMB2 : CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 jam setelah kejadian. CKMB2 adalah enzim CKMB dari miokard, yang kemudian diproses oleh enzim karboksipeptidase menghasilkan isomernya CKMB1. Dicurigai bila

rasionya > 1,5 SGOT meningkat dalam 12 jam pertama, sedangkan LDH dalam 24 jam pertama. Cardiac Spesific Troponin T (cTnT) dan Cardiac Spesific Troponin I (cTnI) .

Biomarker Jantung pada Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST

2.8.

Penatalaksanaan

1. Istirahat total. 2. Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila ada gagal jantung). 3. Pasang infus dekstrosa 5% uantuk persiapan pemberian obat IV. 4. Atasi nyeri : a. Morfin 2,5-5 mg IV atau petidin 25-50 mg IM, bisa diulang-ulang.

b. Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta blocker. 5. Oksigen 2-4 liter/menit. 6. Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg. 7. Antikoagulan : a. Heparin 20.000-40.000 U/24 jam IV tiap 4-6 jam atau drip IV dilakukan atas indikasi.

b. Diteruskan asetakumarol atau warfarin. 8. Streptokinase/trombolitik; untuk memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebasar 40%.

Tindakan pra rumah sakit 1. Sebagai obat penghilang rasa sakit dan penenang, diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg IV perlahan-lahan. Hati-hati penggunaan morfin pada IMA inferior karena dapat menimbulkan bradikardi dan hipotensi, terutama pada pasien asma bronkial dan usia tua. Sebagai penenang dapat diberikan diazepam 5-10 mg. 2. Diberikan infus dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan oksigen 2-4 liter/ menit. Pasien dapat dibawa ke RS yang memiliki ICCU. Trombolisis dapat dilakukan. Pantau dan obati aritmia maligna yang timbul.

Tindakan perawatan di rumah sakit Pasien dimasukkan ke ICCU atau ruang gawat darurat dengan fasilitas penanganan aritmia (monitor). Lakukan tindakan di atas bila belum dikerjakan. Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, gula darah, BUN, kreatinin, CK, CKMB, SGPT, LDH, dan elektrolit terutama ion K serum. Pemeriksaan pembekuan meliputi trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, Prothrombin Time (PT), dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT). Pemantauan irama jantung dilakukan sampai kondisi stabil. Rekaman EKG dapat diulangi setiap hari selama 72 jam pertama infark. Nitrat sublingual atau transdermal digunaan untuk mengatasi angina, sedangkan nitrat IV diberikan bila sakit iskemia berulang kali atau berkepanjangan. Bila masih ada rasa sakit, diberikan morfin sulfat 2,5 mg IV dapat diulangi setiap 5-30 menit, atau petidin HCl 25-50 mg IV dapat diulangi setiap 5-30 menit sampai sakit hilang. Selama 8 jam pasien dipuasakan dan selanjutnya diberi makanan cair atau makanan lunak dalam 24 jam pertama lalu dilanjutkan dengan makanan lunak. Laksan diberikan untuk mencegah konstipasi.

Pengobatan Trombolitik

Obat trombolitik yaitu streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang dikombinasi, disebut rekombinan TPA (r-TPA), dan anisolylated plasminogen activator complex (ASPAC). Indikasi tromboliti adalah pasien di bawah usia 70 tahun, nyeri dada dalam 12 jam, elevasi ST > 1 mm pada sekurang-kurangnya 2 sandapan. Recombinant TPA sebaiknya diberikan pada infark niokard kurang dari 6 jam (window time). Kontraindikasi trombolitik adalah perdarahan organ dalam, diseksi aorta, resusitasi jantung paru yang traumatik dan berkepanjangan, trauma kepala yang baru, atau adanya neoplasma intrakranial, retinopati diabetik hemoragik, kehamilan, tekanan darah 200/120 mmHg, serta riwayat perdarahan otak. Heparin diberikan setelah streptokinase bila terdapat infark luas, tanda-tanda gagal jantung, atau bila diperkirakan pasien akan dirawat lama. Bila diberika r-TPA, heparin diberikan bersama-sama sejak awal. Cara pemberian heparin adalah bolus 5000 unit IV dilanjutkan dengan infus kurang lebih 1000 unit per jam selama 4-5 hari dengan menyesuaikan APTT 1,5-2 kali nilai normal.

2.9. Prognosis Tiga faktor penting yang menentukan indeks prognosis, yaitu potensi terjadinya aritmia yang gawat, potensi serangan iskemia lebih jauh, dan potensi pemburukan gangguan hemodinamik lebih jauh.

BAB III KESIMPULAN

Infark miokard adalah nekrosis miokardium besar yang disebabkan oleh interupsi aliran darah ke area itu, hampir selalu disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner, sering tumpang tindih dengan trombosus koroner. Infark miokard akut terjadi aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. IMA terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan bahwa plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI, gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, dan serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas yang tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factorpada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi dapat dilihat pada gambar di bawah. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Mansjoer, Arief, dkk., 2005, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2, Media Aesculapius, Penerbit FK UI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai