Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ACS NSTEMI DIRUANGAN

ICVCU UPTD RSUD UNDATA PROVINSI


SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH :

Magfira

PO71204222043

PRECEPTOR KLINIK PRECEPTOR INSTITUSI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU JURUSAN


KEPERAWATAN PALU PROGRAM STUDI
PROFESI NERS
2022/2023
A. Sindrom Koroner Akut

1. Anatomi.

Arteri koroner adalah pembuluh darah yang menyuplai otot

jantung, yang mempunyai kebutuhan met  jantung, yang mempunyai

kebutuhan metabolisme ting abolisme tinggi terhadap oksigen dan

nutrisi. Jantung mempunyai 70 sampai 80 % oksigen yang dihantarkan

melalui arteri koroner, sebagai pembandingan, bahwa organ lain

hanya menggunakan rata-rata seperempat oksigen yang dihantarkan.

Arteri koroner muncul dari aorta dekat hulu ventrikel (sering disebut

muara sinus valsava). Dinding sisi kiri jantung dengan yang lebih

banyak melalui arteri koroner utama kiri (Left main Coronary Artery),

yang kemudian terbagi menjadi dua cabang besar ke depan ( Left

Anterior DescendensLAD) dan kearah belakang (Left Circumflex-

LCx) sisi kiri jantung. kiri jantung.

Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis

eksterna, yaitu : sulkus atrioventrikuler yang melingkari jantung di

antara atrium dan ventrikel, dan sulkus interventrikuler yang

memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini disebut kruks

jantung, dan merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung.

Nodus Atrio Ventrikuler (AV Node) berlokasi pada titik pertemuan,

dan pembuluh darah yang melewati pembuluh darah yang melewati

kruks ini merupakan  pembuluh yang memasok nu  pembuluh yang

memasok nutrisi untuk AV Node. trisi untuk AV Node.


Arteri koroner kanan memberi nutrisi untuk jantung bagian

kanan ( atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam

ventrikel kiri), yang berjalan disisi kanan, pada sulkus atrio

ventrikuler kanan. (Juliawan. 2012).

2. Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan

yang diakibatkan oleh gangguan pada pembuluh darah Koroner yang

bersifat  progresif,  terjadi perubahan secara tiba-tiba dari stabil

menjadi tidak stabil.(Susilo., 2013; Oktavianus & Sari., 2014).

Sindrom Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat

jantung dengan manifestasi klinik berupa perasaan tidak enak didada

atau gejala- gejala lain sehingga akibat dari iskemia miokard. Sindrom

Koroner Akut adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan gejala

iskemia miokard: angina tidak stabil, non ST segmen elevasi infark

miokard, dan elevasi ST segmen infark myocard. Sindrom Koroner

Akut merupakan satu dari tiga penyakit pembuluh darah arteri

koroner, yaitu: STEMI, non STEMI dan unstable angina pectoris.

(mulyadi., 2015).

Acute coronary syndrome (ACS) mengacu pada spektrum

presentasi klinis mulai dari ST-I sampai elevasi miokard ST-segmen

sampai presentasi yang ditemukan pada infark miokard elevasi non-

ST-segmen (NSTEMI) atau angina yang tidak stabil. Dalam hal

patologi, ACS hampir selalu dikaitkan dengan ruptur plak


aterosklerotik dan trombosis parsial atau lengkap dari arteri terkait

infark.  Namun, dalam beberapa kasus, penyakit arteri koroner yang

stabil dapat mengakibatkan ACS jika tidak ada ruptur plak dan

trombosis, ketika stres fisiologis (misalnya trauma, kehilangan darah,

anemia, infeksi, takiaritmia) meningkatkan tuntutan pada jantung.

Diagnosis infark miokard akut dalam setting ini memerlukan temuan

kenaikan dan penurunan penanda  biokimia nekrosis miokard selain

minimal 1 dari yang berikut: berikut:

a. Gejala iskemik

b. Perkembangan gelombang Q patologis pada elektrokardiogram

(EKG)

c. Perubahan ST-segment-T wave (ST-T) yang signifikan atau blok

cabang bundel kiri yang baru (LBBB)

d. Bukti pencitraan hilangnya miokardium baru yang baru atau

kelainan gerak dinding regional yang baru

e. Trombus introsoroner diidentifikasi dengan angiografi atau otopsi

(Sumber: Coven. 2016).

3. Klasifikasi

a. STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)

b. NSTEMI (NON-ST Elevasi Miokard In  NSTEMI (NON-ST

Elevasi Miokard Infark)

c. Unstable Angina
B. NSTEMI (NON-ST Elevasi Miokard Infark)

1. Definisi

Non ST-Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) yang sering

disebut dengan istilah non Q-wave MI atau sub-endocardial MI. Pada

beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki memiliki resiko

tinggi untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah koroner, yang

dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih luas dan

aritmia yang dapat menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya

sumbatan dapat terjadi  pada beberapa jam pertama dan menghilang

seiring dengan waktu. (Juliawan, 2012).

Pada prinsipnya, gejala dan manifestasi klinis dari non STEMI

adalah sama dengan gejala pada unstable angina pectoris (UAP).

Diantara tandanya yaitu:

a. Biasanya pada gambaran EKG tampak normal, tetapi dijumpai

adanya T interved dan adanya gelombang ST depresi

b. Enzim jantung umumnya normal

c. Terjadi injuri pada bagian dari miokard

d. Dapat sedikit lega atau untuk sementara waktu dengan istirahat

dan nitrogliserin (Oktavianus & Sari., 2014).

Nyeri dada lebih dari 20 menit dengan lokasi khas substernal

substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di

peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa


penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di

temukan pada penderita NSTEMI.

Pada EKG ditemukan deviasi ST segmen depresi > 0,5mm ,

dapat disertai dengan gelombang T inverse. Biomarker miokard

ditandai dengan  peningkatan  CKMB > 25 µ/l dan Troponin T

positif > 0,03. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis,

sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga

terjadi dalam kelompok yang lebih  besar pada pasien-pasien berusia

lebih dari 65 tahun. (Muliadi. 2015)

2. Etiologi  

NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan

peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh

obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau

proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan

dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih

kecil,  biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan Keadaan ini

tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan

pelepasan  penanda nekrosis. Penyebab paling umum adalah

penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari penyempitan arteri

koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah

dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan

abnormal dari arteri koroner mungkin juga  bertanggung jawab.

(Apriliya. 2015  bertanggung jawab. (Apriliya. 2015).


3. Patofisiologi

Thrombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya

rupture plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini mempunyai

inti lipid l yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap

yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak

yang cenderung rupture mempunyai konsentrasi ester kolesterol

dengan proporsi asam lemak tak  jenuh yang tinggi. tinggi. Pada

lokasi ruptur plak dapat dijumpai dijumpai sel makrofag dan limfosit

T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan

mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti TNFα, dan IL-6 akan

merangsang pengeluaran hsCRF di hati (Anggraeni. 2 (Anggraeni.

2014).

4. Manifestasi Klinis

a. Nyeri Dada

Nyeri yang lama yaitu minimal minimal 30 menit,

sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada

angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi

pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa

disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut.

Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai

ke epigastrium, akan tetapi pada ora leher sampai ke

epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa


hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau

penderita DM berkaitan dengan neuropathy.

b. Sesak nafas

Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak

tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan

cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang

tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya

disfungsi ventrikel kiri yang  bermakna.

c. Gejala Gastrointestinal

Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan

muntah, dan  biasanya  lebih sering pada infark inferior, dan

stimulasi diafragma  pada infak inferior juga bisa menyebabkan

cegukan.

d. Gejala Lain

Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia

ventrikel, gelisah. (Sumber: Masturah. 2012; Risky.2014)

C. Unstable Angina Pectoris (UAP)

1. Definisi

Nyeri dada adalah gejala nonspesifik yang dapat menyebabkan

menyebabkan  penyakit  jantung atau noncardiac. Tidak stabil Angina

termasuk dalam spektrum presentasi klinis yang disebut secara kolektif

sebagai koroner akut Sindrom (ACSs), yang berkisar dari ST-segment

elevation myocardial infarction (STEMI) sampai Non-STEMI


(NSTEMI). Angina tidak stabil dianggap sebagai ACS dimana tidak

ada yang terdeteksi Pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard.

Istilah angina biasanya dicadangkan Untuk sindrom nyeri yang timbul

dari dugaan iskemia miokard. (Tan., 2015).

Unstable angina pectoris (UAP) adalah suatu sindromaklini

yang ditandai dengan episode atau paroksisma nyeri atau perasaan

tertekan di dada depan. Penyebabnya diperkirakan berkurangnya aliran

darah coroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat,

atau dengan kata lain suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.

Yang tegolong dalam unstable angina pectoris (UAP) adalah

nyeri dada yang munculnya tidak tentu, dapat terjadi pada saat

penderita sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan

istirahat dan gejalanya  bervariasi tergantung bentuk, besar kecil dan

keadaan thrombus. Beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk

mendiagnosis angina pectoris yang tidak stabil yaitu:

a. Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam

intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pectoris yang

dialami selama ini.

b. Angina at restnocturnal yang baru.

c. Angina pasca infark miokard.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan nyeri angina meliputi

hal-hal sebagai berikut:

a. Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan


oksigen jantung.

b. Pajanan terhadap dinding dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan

peningkatan tekanan darah disertai peningkatan kebutuhan oksigen.

oksigen.

c. Memakan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke

mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan

darah untuk suplai jantung. Pada jantung yang sudah parah

pintasan  darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin

semakin  buruk.

d. Stress atau emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan

frekuensi jantung meningkat akibat pelepasan adrenalin dan

meningkatkan tekanan darah, dengan demikian beban bekerja

jantung meningkat.

Perubahan EKG seperti segmen ST depresi elevasi segmen ST,

atau inversi glombang T mungkin terjadi selama angina tidak stabil

tetapi sementara. Antung spidol, CPK tidak ditinggikan tapi troponin I

atau T mungkin akan sedikit meningkat. Angina tidak stabil secara

klinis tmerupakan awal MI atau aritmia, atau lebih jarang terjadi

kepada kematian mendadak. Rasa sakit atau ketidaknyamanan angina

tidak stabil biasanya lebih kuat,berlangsung lama, yang dipicu oleh

kurang tenaga, terjadi spontan pada saat istirahat (sebagai angina

decubitus), adalah progresif (crescendo) di alam, atau melibatkan


kombinasi dari fitur ini. Angina pada umumnya dapat hilang dengan

istirahat dan nitrogliserin.(Oktavianus dan Febriana Sartika S., 2014).

2. Etiologi.

Penurunan suplai darah miokard akibat meningkatnya resistensi

koroner dalam jumlah besar dan Arteri koroner kecil. Peningkatan

kekuatan ekstravaskuler, seperti hipertrofi LV berat yang disebabkan

oleh hipertensi,Stenosis aorta, atau kardiomiopati hipertrofik, atau

peningkatan tekanan diastolik LV.

Pengurangan kapasitas pembawa oksigen darah, seperti

peningkatan karboksi hemoglobin atau Anemia berat (hemoglobin, <8

g/dL). Anomali kongenital dari asaldan atau jalur arteri koroner

epikardial mayor (Alaeddini., 2016)

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada

ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel miokardium yang

diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri

koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa

penyebab pasti ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor

tunggal yang bertanggungjawab atas  perkembangan ateriosklerosis.

Aterosklerosis (atherosclerosis) adalah kondisi dimana material

lemak menumpuk pada dinding pembuluh darah arteri. Material lemak

ini semakin tebal dan semkin keras (membentuk deposit kalsium), dan

akhirnya dapat menyumbat arteri. Aterosklerosis merupakan salah satu


jenis arteriosklerosis (arteriosclerosis), walaupun kedua istilah tersebut

seringkali disamakan penggunaannya. Aterosklerosis terjadi jika lemak,

kolesterol, dan bahan-bahan lainnya menumpuk di dinding arteri dan

membentuk struktur keras yang disebut plak (plaque). Akhirnya plak

dapat menjadikan arteri menyempit dan tidak lentur, sehingga darah

susah untuk mengalir. Hal ini dapat menyebabkan nyeri dada (stable

angina), sesak nafas, serangan jantung dan gejala-gejala lainnya.

Kepingan-kepingan plak  bisa pecah dan berpindah berpindah melalui

melalui arteri yang terserang menuju pembuluh darah yang lebih kecil,

menyumbatnya dan menyebabkan kerusakan  jaringan atau kematian

jaringan. Ini merupakan penyebab umum dari serangan jantung dan

stroke.

Penggumpalan atau pembekuan darah dapat terjadi di sekitar

celah retakan plak sehingga menyebabkan penyumbatan aliran darah.

Jika gumpalan berpindah dalam arteri di jantung, otak, atau paru-paru,

sehingga dapat menyebabkan, serangan jantung, stroke, atau

penyumbatan  paru-paru. Dalam beberapa kasus, plak aterosklerosis

berkaitan dengan melemahnya dinding arteri sehingga menyebabkan

pembengkakan  pembuluh darah (aneurysm).

3. Patofisiologi

Iskemia miokard berkembang ketika aliran darah koroner

menjadi tidak memadai untuk memenuhi miokard. Hal ini

menyebabkan sel miokard beralih dari metabolisme aerobik ke anaerob


dengan penurunan fungsi metabolisme, mekanik, dan listrik progresif.

Kejang jantung adalah manifestasi klinis yang paling umum dari

iskemia miokard. Hal ini disebabkan oleh kimia dan stimulasi mekanik

ujung saraf aferen sensorik pada pembuluh koroner dan miokardium.

Serabut saraf ini meluas dari nervus tulang belakang toraks ke-4 ke atas.

Melalui sumsum tulang belakang ke thalamus, dan dari sana ke

korteks serebral. Studi telah menunjukkan bahwa adenosin mungkin

merupakan mediator kimia utama nyeri angina. Selama Iskemia, ATP

terdegradasi  pada adenosin, yang setelah difusi ke ruang ekstraselular,

menyebabkan pelebaran arteriol dan nyeri angina. Adenosin

menginduksi angina terutama dengan merangsang A1 Reseptor pada

ujung saraf aferen  jantung. (ALaeddini.,2016).

4. Manifestasi Klinis

Gejala angina tidak stabil serupa dengan infark miokard (MI)

dan meliputi  berikut:

a. Nyeri dada atau tekanan

b. Berkeringat

c. Dispnea

d. Mual, muntah

e. Pusing atau kelemahan mendadak

f. Kelelahan

g. Nyeri atau tekanan tekanan di punggung, punggung, leher, rahang,

rahang, perut, atau bahu atau lengan.


h. Gejala yang terjadi saat istirahat; tiba-tiba lebih sering,  parah, atau

berkepanjangan berubah dari pola angina biasa; dan tidak

menanggapi beristirahat. (Sumber: Tan., 2015).

5. Pemeriksaan Diagnosa

a. Biomarker Jantung:

1) Troponin T dan Troponin I

Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai

peranan yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan

pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA). Troponin

T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam

mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal

sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai

normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan dengan troponin I:

a) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu

komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.

b) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang

berfungsi mengikat tropomiosin.

b. EKG (T Inverted dan ST Depresi)

Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T

Inverted dan ST Depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada

arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik

(inversi), simetris, dan  biasanya bersifat  sementara (saat pasien

simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan


miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-

myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya

adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T

menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan

diagnosisnya menjadi NSTEMI.

Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus

nonoklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau

oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.

Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus

nonoklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau

oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.

c. Echo Cardiografi ardiografi pada Pasien Non Stemi

1) Area Gangguan

2) Fraksi Ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke

aorta. Freksi  pada prinsipnya adalah presentase dari selisih

volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi

dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan

apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.

3) Angiografi koroner (Coronari angiografi) Untuk menentukan

derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami

derajat stenosis 50% pada pasien dapat diberikan obat-obatan.

Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka

pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent.


6. Penatalaksanaan

Non-medikamentosa:

a. Istirahat ditempat tidur

b. Monitoring EKG dngan memperhatikan deviasi segmen ST dan

irama  jantung.

Medikamentosa:

a. Obat anti-iskemia

1) Nitrat  Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena

dan arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan

volum akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen

miokardium berkurang. Nitrat  juga menambah oksigen suplay

dengan vasodilatasi pembuluh koroner yang mengalami

aterosklerosis. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid

dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intr infus

intravena.

2) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium

melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi

miokardium. Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol,

metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat


beta antra lain dengan asma bronkial,  bradiaritmia.

3) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner

dan menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada

antagonis kalsium :

a) Golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi

lebih kuat dan dapat mengurangi gejala bagi pasien yang

sudah mendapatkan terapi nitrat dan beta blocker.

(Contoh: nifedipin).

b) Golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat

memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien

dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal.

Rekomendasi pada pasien NSTEMI dengan kontraindikasi

terhadap beta blocker. (Contoh : verapamil dan diltiazem).

b. Obat anti-agregasi trombosit.

Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam

pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST

segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti

bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP IIb/IIIa.

1) Aspirin : semua pasien tanpa kontra indikasi dengan dosis

loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg

setiap harinya untuk jangka  panjang.

2) Tiklopidin merupakan suatu derivat tienopiridin yang

merupakan obat kedua dalam pengobatan angina tidak


stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian

tiklopidin harus diperhatikan efek samping

granulositopenia.

3) Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang dapat

menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil

dari tiklopidin. Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi

strok, infark dan kematian kardiovaskular. Dosis

klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.

4) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa merupakan Ikatan fibrinogen

dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan

terakhir pada proses agregasi  platelet. Karena inhibitor GP

IIb/IIIa menduduki reseptor maka ikatan platelet  dengan

fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak

terjadi.

c. Obat anti-trombin

1) Unfractionated Heparin : Heparin ialah suatu

glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida

yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang

berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin

akan bekerja menghambat thrombin dan faktor Xa. Heparin

juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang

mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga

diperlukan  pemeriksaan  trombosit untuk mendeteksi adanya


kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).

2) Low Molecular Molecular Weight Heparin Heparin (LMWH) :

LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai

polisakarida heparin. Dibandingkan dengan unfractionated

heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein  plasma

kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di

Indonesia ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan

fondaparinux. Keuntungan  pemberian  LMWH karena cara

pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan

tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.

3) Direct Thrombin Inhibitors, secara teoritis mempunyai

kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan

bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun

platelet factor 4 Hirudin dapat menurunkan angka kematian

dan infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah.

Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin pada

pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun

bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek samping

trombositopenia akibat heparin (HIT).

d. Revaskularisasi

Waktu yang dibutuhkan pada angiography dapat

diklasifikasi menjadi 4 kategori berdasarkan risiko dari

individunya yaitu :
1) Immediate invasive surgery (<2 jam) STEMI

2) Early invasive surgery (<24 jam) pada pasien yang respon

terhadap pengobatan inisial tapi risiko yang meningkat.

3) Invasive surgery (<72 jam) rekomendasi untuk menunda

angiography tanpa rekuren gejala.

4) Selective invasive strategy : pasien dengan tidak rekuren

dari nyeri dadanya, tidak ada gejala gagal jantung, tidak ada

abnormalitas dari EKG, tidak meningkatnya enzim jantung.

B. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian
Pengkajian primer
a.Airway
1) Kaji dan pertahankan jalan napas.
2) Lakukan head tilt, chin lift jika perlu.
3) Gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu.
4) Pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan
intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas.
b.Breathing
1) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter,
untuk mempertahankan saturasi >92%.
2) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breathing
mask.
3) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan
menggunakan bag-valve-mask ventilation.
4) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2
dan PaCO2.
5) Kaji jumlah pernapasan.
6) Lakukan pemeriksan system pernapasan.
7) Dengarkan adanya bunyi pleura.
8) Lakukan pemeriksaan foto thorak.
c. Circulation
1) Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengar suara gallop.
2) Kaji peningkatan JVP.
3) Catat tekanan darah.
4) Pemeriksaan EKG.
d.Disability
1) Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU atau
gasglow coma scale (GCS) .
2) Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk
kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera
dan membutuhkan perawatan di ICU/ICVCU.
e.Exposure
1) Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik lainnya.
2) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT.
Pengkajian Sekunder
a. Riwayat penyakit sekarang
Lama menderita hipertensi atau penyakit jantung lainnya, hal yang
menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari dan saat 
serangan.
b. Riwayat penyakit sebelumnya
c. Riwayat makanan.
d. Riwayat perawatan keluarga
Adakah riwayat penyakit hipertensi, stroke atau penyakit jantung
lainnya pada keluarga.
e. Riwayat sosial ekonomi
Jenis pekerjaan, kebiasaan seperti merokok atau minuman beralkohol
dan tingkat stressor.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas.
e. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

3. Intervensi keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung.
Definisi : Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan penurunan curah jantung dapat meningkat
Kriteria Hasil :
1) Kekuatan nadi perifer menjadi meningkat
2) Gambaran ekg aritmia menjadi menurun
3) Kelelahan menjadi menurun
Intervensi :
1) Kaji dan laporkan frekuensi, irama jantung
2) Catat bunyi jantung
3) Palpasi nadi perifer
4) Pantau tensi darah pada klien
5) Kaji kulit, pucat dan sianosis
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan
obat sesuai indikasi dan advice dokter.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Definisi : Tidak terpenuhinya kecukupan energy untuk melakukan
aktfitas sehari-hari.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan toleran si aktifitas menjadi meningkat.
Kriteria Hasil :
1) Saturasi oksigen menjadi meningkat
2) Keluhan lemah menjadi menurun
3) Tekanan darah membaik

Intervensi :
1) Periksa onset dan pemicu terjadinya aritma.
2) Anjurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen misalnya
mengejan saat defekasi.
3) Evaluasi tanda tanda vital saat kemajuan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas
c. Nyeri akut berhubungan dengam agen pencedera fisiologis.
Definisi : pengalaman sensorik /emosinal yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan kejadian
mendadak atau lambat dan berintegritas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan nyeri pada pasien dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Sikap protektif menurun
Intervensi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala pada nyeri klien
3) Identifikasi nyeri non-verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Kontrol lingkungan yang memperberat kualitas nyeri
6) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
7) Kolaborasi pemberian analgesic
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas.
Definisi : suatu pola nafas dimana insiprasi serta ekpirasi kasar O2
yang tidak memberikan vertilisasi yang adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan pola nafas menjadi membaik
Kriteria Hasil :
1) Vertilisasi semenit menjadi meningkat
2) Frekuensi nafas menjadi membaik
3) Kedalaman nafas membaik
Intervensi :
1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2) Monitor bunyi nafas tambahan (ronchi, wheezing, mengi)
3) Monitor sputum (jumlah, warna)
4) Posisikan semi fowler–fowler serta senyaman mungkin
5) Ajarkan batuk efektif pada klien
6) Pemberian terapi Oksigen pada klien
7) Kolaborasi pemberian obat ekspektoran
e. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Tujuan : Kecemasan menurun
Kriteria hasil :
a) Menyingkirkan tanda kecemasaan.
b) Tidak terdapat perilaku gelisah
c) Frekuensi napas menurun
d) Frekuensi nadi menurun
e) Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas
Intervensi
a) Monitor tanda-tanda ansietas
b) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
c) Pahami situasi yang membuat ansietas
d) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
dating
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Anjurkan keluarga untuk selalu disamping dan mendukung
pasien
g) Latih teknik relaksasi
3. Implementasi
Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan kegiatan atau tindakan
yang diberikan kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah ditetapkan, tetapi tidak menutup kemungkinan akan menyimpang
dari rencana yang ditetapkan pada situasi dan kondisi pasien
(Muttaqin, 2009).
4. Evaluasi
Dilaksanankan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan
yang telah diberikan atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada
tujuan yang ingin dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakah
perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga tercapai juga
sebagai atau timbul masalah baru (Muttaqin, 2009).
Daftar Pustaka

Perki, 2015, Pedoman tata laksana sindrom coroner akut edisi 3, Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Grundy, Scott, et all. 2018 ACC/ AHA/ AACVPR/ AAPA/ ABC/ ACPM/ ADA/
AGS/APhA/ASPC/NLA/PCNA guidelines on the management of
Blood Cholesterol. Journal of the American College of Cardiology
Perki, 2018.Pedoman tata laksana sindrom koroner akut edisi 4.Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
ESC, 2017.Guidelines for the management of acute myocardial infraction on
patients presenting with ST-segmen elevation.Europian Society of
Cardiology. ciety of Cardiology.
AHA. 2013. Guideline for the Management of ST-Elevation Myocardial
Infraction. American Heart Association.
Tan Walter, MD, MS. 2015. “Unstable Angina”. Medscape 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/159383-workup#showall 27
Mei 2017
Widya Josephine. 2014. “Sindrom Koroner Akut”. (online). April 2014.
https://josephinewidya.wordpress.com/2014/04/30/definisi-etiologi-
faktor-risikodan-klasifikasi-sindrom-koroner-akut/ 11 Mei 2017
Roffi Marco. (2016). “2015 ESC Guidelines for the management of acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-
segment elevation”. European Heart Journal, is a available on the ESC
website http://www.escardio.org/guidelines 27 maret 2017 hal: 273
Alaeddini Jamshid, MD, FACC, FHRS. 2016. “Angina Pectoris”. Medscape,
desember 2016. http://emedicine.medscape.com/article/150215-
differential 11 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai