Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 SKENARIO
Tn. M (56 tahun) dirawat dengan diagnosis medis Acute Coronary Syndrome (ACS).
Mengeluh nyeri dada sejak 4 hari SMRS, selama 13 menit, keringat dingin (+), mual
muntah (-), jantung berdebar-debar (-), sesak napas (-), pasien mengatakan dadanya
seperti dihimpit benda berat, menyebar ke punggung, nyeri hilang timbul sejak 1
bulan yang lalu, 2-3 x perhari, timbul kadang saat istirahat lebih dari 15 menit, nyeri
tidak hilang dengan pemberian obat dibawah lidah, nyeri tidak berkurang dengan
istirahat. Dispnea nocturnal disease (DND) (+), riwayat kolesterol tinggi (+).
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan: Kesadaran compos mentis, TD 140/90 mmHg,
Nadi 90 x/mnt, RR 20 x/mnt, Suhu 37 derajat Celcius.
Kepala: Konjungtiva anemia -/-, pernapasan cuping hidung (PCH) (-), Wheezing (-).
Abdomen: datar, BU (+) normal. Ekstremitas: pitting edema (-), BB: 67 kg, urine
output 30 cc/jam.

1.2 ANALISA KASUS


1. Langkah 1 (Klarifikasi dan identifikasi istilah)
 ACS

 DND
 Kesadaran compos mentis

 Wheezing

 Konjungtiva anemia
 PCH
 Puting edema
 PCI
Jawab :

 ACS adalah Kondisi apa pun yang muncul akibat penurunan atau penyumbatan aliran
darah ke jantung secara mendadak. Sindrom koroner akut paling sering disebabkan oleh
ruptur plak atau pembentukan gumpalan di arteri jantung.
 DND adalah sebutan medis yang menunjuk pada napas yang pendek atau kesulitan
bernapas pada malam hari.
 Kesadaran compos mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
 Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di akhir
ekspirasi. Hal ini disebabkan penyempitan saluran respiratorik distal.

 Konjungtiva anemia adalah bagian kelopak mata yang terlihat pucat


 PCH adalah salah satu tanda desa napas atau meningkatnya suara bernapas.

 PCI (Percutaneous Coronary Intervention), atau yang dikenal juga dengan coronary
angioplasty, merupakan prosedur terapi untuk membuka penyempitan (stenotic)
pembuluh darah arteri jantung pada kasus penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh
terjadinya penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah.

2. Langkah 2 (Daftar Masalah)


1. Jelaskan pengertian Acute Coronary Syndrome (ACS)?

2. Apakah penyakit pada kasus?

3. Apakah manifestasi dan ciri khusus Acute Coronary Syndrome (ACS)?

4. Bagaimana patofisiologi dari Acute Coronary Syndrome (ACS)?

5. apa saja pemeriksaan untuk menegakkan diagnose kasus?

6. Bagaimana pathogenesis dan etiologi Acute Coronary Syndrome (ACS)?

7. Bagaimana penatalaksanaan Acute Coronary Syndrome (ACS)?

8. Apa saja tipe dan karakteristik Acute Coronary Syndrome (ACS)?

9. Bagaimana epidemiologi dari Acute Coronary Syndrome (ACS)?

10. Bagaimanakah prognosis dari Acute Coronary Syndrome (ACS)?

11. Bagaimana asuhan keperawatan pada Acute Coronary Syndrome (ACS)?

12. Bagaimanakah pencegahan dari Acute Coronary Syndrome (ACS)?


13. Bagaimanakah penatalaksanaan medis dan nonmedis pada Acute Coronary Syndrome
(ACS)?

14. Bagaimanakah discharge planning pasien denagn Acute Coronary Syndrome (ACS)?

15. Apakah kompliaksi dari Acute Coronary Syndrome (ACS)?

3. Langkah 3 (Analisa masalah)

1. ACS atau Sindrom koroner akut merupakan suatu kondisi gawat darurat yang terjadi
akibat berkurangnya atau berhentinya aliran darah yang menuju ke jantung secara tiba-
tiba. Kondisi ini ditandai dengan suatu nyeri dada yang khas, yang dirasakan seperti
tertindih benda berat. Oleh masyarakat awam, gejala ini sering disebut sebagai angin
duduk. Arteri koroner berfungsi untuk membawa darah yang kaya oksigen ke otot
jantung. Jika terjadi penyempitan atau penyumbatan pada arteri koroner, maka angina
atau yang umum disebut sebagai serangan jantung, akan terjadi.

2. Penyakit pada kasus ACE Diagnosisnya cukup dengan gejala nyeri dada yang khas
disertai dengan ST-elevasi pada EKG. Adapun yang dimaksud dengan ST-elevasi
pengertiannya adalah sebagai berikut:

 Setidak-tidaknya pada dua sadapan yang berdampingan ST ekevasi ≥2,5 mm pada


lelaki < 40 tahun, ≥2 mm pada laki-laki ≥40 tahun, atau ≥ 1,5 mm pada wanita di
sadapan V2-V3 atau ≥ 1 mm pada sadapan lainnya

 Ukuran di atas berlaku jika tidak ada hipertrofi ventrikel kiri atau LBBB

 Pada pasien dengan infark inferior, direkomendasikan dilakukan pemeriksaan


sadapan precordial kanan (V3R dan V4R) untuk mengidentifikasi kemungkinan infark
ventrikel kanan Begitu pula bila ada ST-depresi di V1-V3 juga harus melakukan
rekaman pada sadapan belakang atau posterior (V7-V9), melihat ST-elevasi di posterior
dengan abtas kebermaknaan ≥ 0,5 mm.

 Adanya gelombang Q tidak mengubah strategi referpusi.

 Dalam keadaan dimana terdapat LBBB, digunakan Sgarbossa criteria

ST-elevasi pada sadapan yang concordant ≥ 1 mm dengan defleksi QRS yang positif

ST-depresi concordant ≥ 1mm pada sadapan V1-V3

ST-elevasi discordant ≥ 5 mm pada depleksi QRS negatif

Temuan RBBB dapat berupa confounding dari diagnosis STEMI Pada keadaan dimana
dicurigai oklusi left main coronary artery (LMD) atau penyakit multivessels ST depresi ≥
1 mm pada 8 atau lebih sadapan permukaan ditambah ST-elebasi di aVR dan/atau V1
Apabila diperlukan, dapat dilakukan - CT corangiography untuk melihat pembuluh darah
koroner.

3. Ciri khas dari ACS adalah adanya elevasi pada segmen ST di lead yang sesuai dengan
tempat infark di miokardium.

4. Patofisiologi Pada penderita ACS, ruptur ateroma paling banyak ditemukan 60% jika


dibandingkan erosi ateroma (30%), sehingga menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyumbat arteri koroner. Pecahnya plak bertanggung jawab atas 60% pada ST
elevated myocardial infarction(STEMI) sedangkan erosi plak bertanggung jawab atas
30% jika STEMI dan sebaliknya untuk Non ST elevated myocardial infarction
(NSTEMI). Pada pecahnya plak, kandungan dari plak kaya lipid, miskin kolagen, dengan
inflamasi melimpah yang dominan makrofag , dan ditutupi dengan tutup fibrosa
tipis. Sedangkan pada erosi plak, plak kaya dengan matriks
ekstraseluler ,proteoglikan , glycoaminoglycan, tetapi tanpa fibrous caps, tidak ada sel
inflamasi, dan tidak ada inti lipid yang besar. Setelah arteri coroner dibuka, terdapat
risiko cedera reperfusi akibat penyebaran mediator inflamasi ke seluruh
tubuh. Investigasi masih dilakukan untuk mengetahui peran Chyclophilin D dalam
mengurangi cedera reperfusi. Penyebab lain dari sindrom koroner akut termasuk diseksi
arteri koroner spontan dan infark miokard tanpa adanya penyakit arteri koroner obstruktif
(MINOCA) , namun ini jauh lebih jarang.

5. Diagnosis sindrom koroner akut ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan factor risiko
yang dikombinasikan dengan hasil EKG dan enzim jantung. Walau demikian, dokter
harus mengingat bahwa pada unstable angina, hasil EKG dan enzim jantung dapat tetap
normal.

6. Pathogenesis dan etiologi

Pathogenesis Sindrom koroner akut terjadi akibat adanya penyempitan pembuluh darah
koroner yang berperan dalam mengalirkan darah yang kaya oksigen ke otot jantung. Kondisi
ini disebabkan oleh aterosklerosis, yaitu suatu plak kolesterol yang terbentuk pada dinding
bagian dalam arteri koroner, yang dapat menyumbat aliran darah. Plak ini terbentuk dalam
sebuah proses yang panjang selama bertahun-tahun.

Etiologi primer dari sindroma koroner akut adalah aterosklerosis. Aterosklerosis terjadi
akibat inflamasi kronis pada pembuluh darah yang dipicu akumulasi kolesterol pada kondisi
kelainan metabolisme lemak yaitu tingginya kadar kolesterol dalam darah. Plak
aterosklerosis dapat ruptur dan memicu pembentukan trombus sehingga terjadi oklusi pada
arteri koroner.

7. Penatalaksanaan ACS

Tujuan penatalaksanaan pada sindroma koroner akut adalah mencegah nekrosis sel-sel
miokardium dan mengupayakan terjadinya reperfusi ke jaringan miokardium. Perbedaan ST
elevation  myocardial infarction (STEMI) dengan sindroma koroner lainnya adalah STEMI
memerlukan penanganan segera berupa reperfusi baik dengan fibrinolisis maupun intervensi
dengan PCI (percutaneus coronary intervention) primer. Tata laksana awal adalah dengan
pemberian oksigen dan mengamankan jalan napas. Akses intravena dan pemeriksaan darah
juga harus dilakukan secepatnya. Semua pasien dengan gejala sindroma koroner akut harus
dipantau dengan pemasangan monitor tanda vital dan jantung. Bila terjadi henti jantung maka
lakukan resusitasi dan defibrilasi.
8. Acute Coronary Syndrome ( ACS ) adalah suatu sindrom klinis yang bervariasi, ACS ini
terbagi dalam 3 tipe yakni,

a. Unstable Angina ( UA ) atau Angina Pektoris Tidak Stabil ( APTS ). UA hampir sama
dengan APS namun mekanisme patofisiologinya dan sifat nyeri yang berbeda, Sifat Nyeri
UA adalah nyeri yang timbul saat istirahat dan semakin hari semakin sering muncul atau
lebih berat dari sebelumnya, nyeri dada yang timbul pertama kalinya, prinzmetals angina dan
angina pectoris setelah serangan jantung sebelumnya. Gambaran EKG untuk tipe ini kadang
terdapat kelainan, terkadang juga tidak

b. Acute Non ST Elevasi Myocardial Infarction ( Acute Nstemi ). Dalam keadaan ini sudah
terdapat kerusakan pada sel otot jantung yang ditandai dengan keluarnya enzim yang ada di
dalam sel otot jantung seperti enzim CK,CKMB, Trop T dan lainnya. Gambaran EKG untuk
tipe ini mungkin tidak ada kelainan, tetapi yang jelas tidak ada penguatan ST elevasi yang
baru.

c. Acute ST Elevasi Myocardial Infarction ( Acute Stemi ). Keadaan ini mirip dengan Acute
Nstemi, tetapi sudah terdapat kelainan EKG berupa ST Elevasi yang baru atau timbulnya
Bundle Branch Block yang baru yaitu adalah adanya blok atau hambatan pada cabang berkas
kanan ataupun kiri ventrikel yang menyebabkan terhambatnya aktivasi depolarisasi dari
ventrikel kanan ataupun bagian kiri

9. Sindrom koroner akut merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di seluruh
dunia berdasarkan data epidemiologi.

Data WHO menunjukkan akibat penyakit kardiovaskular, terjadi 4 juta kematian setiap
tahunnya pada 49 negara di benua Eropa dan Asia Utara. Data yang dikeluarkan oleh
American Heart Association (AHA) pada tahun 2016 menyebutkan 15,5 juta warga Amerika
memiliki penyakit kardiovaskular

10. Prognosis dari sindroma koroner akut, terutama grup NSTEMI dan angina tidak stabil,
bervariasi karena pasiennya juga heterogen. Untuk menilai prognosisnya maka yang
harus dilakukan adalah stratifikasi risiko. Stratifikasi risiko dapat dilakukan dengan
sistem skoring. Sistem skoring tersebut adalah:
a. TIMI (Trombolysis in Myocardial Infarction) Skoring menggunakan sistem skoring TIMI
adalah sebagai berikut:

*Risiko rendah (0-2 poin)

*Risiko sedang (3-5 poin)

*Risikotinggi(5-7poin)
b. GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events)

Sistem skoring GRACE juga dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko sindrom koroner
akut:

*Risiko rendah (0-133 poin)

*Risiko sedang (134-200 poin)

*Risiko tinggi (lebih dari 200 poin)

Penilaian skor GRACE, meliputi umur, laju denyut jantung, tekanan darah sistolik, kadar
kreatinin, Kelas Killip, riwayat henti jantung, peningkatan enzim jantung, dan deviasi
segmen ST. Pasien yang dengan cepat dilakukan revaskularisasi memiliki prognosis yang
lebih baik. Pasien dengan komplikasi gagal jantung atau kelas Killip yang tinggi memiliki
angka mortalitas yang tinggi.

11. Pengidap sindrom koroner akut juga perlu melakukan perubahan gaya hidup. Ada
beberapa cara yang bisa dilakukan, mulai dari pemeriksaan kesehatan rutin ke dokter,
hindari konsumsi minuman beralkohol secara berlebih, serta berhenti atau kurangi
merokok. Sindrom koroner akut juga bisa dihindari dengan mengelola stres. Pasalnya,
stres berlebihan bisa memicu naiknya tekanan darah dan akhirnya memicu penyakit
jantung.  Mengontrol tekanan darah bisa dilakukan dengan konsumsi makanan sehat serta
menjaga berat badan agar tetap ideal. Cara ini juga bisa membantu memperbaiki kadar
kolesterol dan gula darah yang bisa memicu penyakit jantung menyerang. Nyatanya,
menjaga kondisi tubuh secara keseluruhan menjadi kunci agar jantung tetap sehat dan
terhindar dari penyakit berbahaya, termasuk sindrom koroner akut. 
12. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya sindrom koroner akut,
antara lain:

 Melakukan olahraga dan aktivitas fisik lainnya secara teratur.

 Menghentikan kebiasaan merokok.

 Mengurangi makanan dan minuman yang kaya akan lemak dan gula.

13. Tujuan penatalaksanaan pada sindroma koroner akut adalah mencegah nekrosis sel-sel
miokardium dan mengupayakan terjadinya reperfusi ke jaringan miokardium. Perbedaan
ST elevation myocardial infarction (STEMI) dengan sindroma koroner lainnya adalah
STEMI memerlukan penanganan segera berupa reperfusi baik dengan fibrinolisis
maupun intervensi dengan PCI (percutaneus coronary intervention) primer.

Tata Laksana Awal :

Tata laksana awal adalah dengan pemberian oksigen dan mengamankan jalan napas. Akses
intravena dan pemeriksaan darah juga harus dilakukan secepatnya. Semua pasien dengan
gejala sindroma koroner akut harus dipantau dengan pemasangan monitor tanda vital dan
jantung. Bila terjadi henti jantung maka lakukan resusitasi dan defibrilasi.

non medis
Pengidap sindrom koroner akut juga perlu melakukan perubahan gaya hidup. Ada beberapa
cara yang bisa dilakukan, mulai dari pemeriksaan kesehatan rutin ke dokter, hindari
konsumsi minuman beralkohol secara berlebih, serta berhenti atau kurangi merokok.
Sindrom koroner akut juga bisa dihindari dengan mengelola stres. Pasalnya, stres berlebihan
bisa memicu naiknya tekanan darah dan akhirnya memicu penyakit jantung. 

Mengontrol tekanan darah bisa dilakukan dengan konsumsi makanan sehat serta menjaga
berat badan agar tetap ideal. Cara ini juga bisa membantu memperbaiki kadar kolesterol dan
gula darah yang bisa memicu penyakit jantung menyerang. Nyatanya, menjaga kondisi tubuh
secara keseluruhan menjadi kunci agar jantung tetap sehat dan terhindar dari penyakit
berbahaya, termasuk sindrom koroner akut. 

14. Sindrom koroner akut merupakan suatu kondisi gawat darurat yang harus segera
mendapatkan pertolongan serta perawatan intensif. Dokter harus segera memberikan
penanganan begitu pengidap sampai di rumah sakit. Penanganan awal yang diberikan
berupa pemberian oksigen. Selanjutnya, setelah diagnosis ditegakkan, dokter dapat
melakukan penanganan, seperti:

Pemberian obat-obatan:

Obat vasodilator, seperti Nitrogliserin untuk melebarkan pembuluh darah jantung,


memperbaiki aliran darah ke jantung, serta meredakan nyeri dada.

Obat antikoagulan, seperti Aspirin, Clopidogrel, dan antikoagulan lainnya untuk mencegah
pembekuan darah.

Obat golongan opioid, seperti Morfin atau Fentanil untuk meredakan nyeri dada yang parah.

Obat golongan beta blocker untuk mengurangi beban kerja jantung.

Obat antihipertensi untuk mengendalikan tekanan darah.

Obat penurun kolesterol untuk mencegah robeknya plak aterosklerosis, yang dapat
menyumbat pembuluh darah.

Prosedur operasi:

Operasi angioplasti koroner untuk memasang cincin (stenting) jantung.

Operasi bypass jantung untuk memperbaiki aliran darah ke jantung.

15. Sindroma koroner akut dapat menyebabkan nekrosis jaringan pada organ jantung
sehingga selain dapat menimbulkan kematian, dapat juga menyebabkan komplikasi
seperti:

* Aritmia, misalnya fibrilasi atrium, takikardi ventrikular, fibrilasi ventrikulartrombus


ventrikel kiri

fibrosis jantung

gagal jantung

syok kardiogenik
disfungsi katup mitral

aneurisma ventrikel[24]

Gagal jantung pada sindroma koroner akut diklasifikasikan menurut Klasifikasi Killip:

Killip Kelas I, tidak ada komplikasi

Killip Kelas II, terdapat:

Bunyi jantung S3

Tanda bendungan paru/ peningkatan tekanan vena jugular

Ronki pada kurang dari ½ lapangan paru posterior

Killip Kelas III, terdapat edema paru

Killip Kelas IV, syok kardiogenik

Semakin tinggi klasifikasi Killip, semakin tinggi angka mortalitasnya di rumah sakit.

4. Langkah 4 (Pohon Masalah/ Problem Tree)

5. Langkah 5 (Sasaran Belajar)

1.Bagaimana pathogenesis dan etiologi Acute Coronary Syndrome (ACS)?

2.Bagaimana penatalaksanaan Acute Coronary Syndrome (ACS)?

3.Apa saja tipe dan karakteristik Acute Coronary Syndrome (ACS)?

4.Bagaimana epidemiologi dari Acute Coronary Syndrome (ACS)?

5.Bagaimanakah prognosis dari Acute Coronary Syndrome (ACS)?


6.Bagaimana asuhan keperawatan pada Acute Coronary Syndrome (ACS)?

7.Bagaimanakah pencegahan dari Acute Coronary Syndrome (ACS)?

8.Bagaimanakah penatalaksanaan medis dan nonmedis Acute Coronary Syndrome


(ACS)?

9.Apakah kompliaksi dari Acute Coronary Syndrome (ACS)?

10.Bagaimanakah discharge planning pasien denagn Acute Coronary Syndrome (ACS)?

BAB II
ISI

1. Sindrom koroner akut terjadi akibat adanya penyempitan pembuluh darah koroner yang
berperan dalam mengalirkan darah yang kaya oksigen ke otot jantung. Kondisi ini disebabkan
oleh aterosklerosis, yaitu suatu plak kolesterol yang terbentuk pada dinding bagian dalam arteri
koroner, yang dapat menyumbat aliran darah. Plak ini terbentuk dalam sebuah proses yang
panjang selama bertahun-tahun.
Etiologi primer dari sindroma koroner akut adalah aterosklerosis. Aterosklerosis terjadi akibat
inflamasi kronis pada pembuluh darah yang dipicu akumulasi kolesterol pada kondisi kelainan
metabolisme lemak yaitu tingginya kadar kolesterol dalam darah. Plak aterosklerosis dapat
ruptur dan memicu pembentukan trombus sehingga terjadi oklusi pada arteri koroner.

2. Penatalaksanaan ACS

Tujuan penatalaksanaan pada sindroma koroner akut adalah mencegah nekrosis sel-sel
miokardium dan mengupayakan terjadinya reperfusi ke jaringan miokardium. Perbedaan ST
elevation  myocardial infarction (STEMI) dengan sindroma koroner lainnya adalah STEMI
memerlukan penanganan segera berupa reperfusi baik dengan fibrinolisis maupun intervensi
dengan PCI (percutaneus coronary intervention) primer. Tata laksana awal adalah dengan
pemberian oksigen dan mengamankan jalan napas. Akses intravena dan pemeriksaan darah juga
harus dilakukan secepatnya. Semua pasien dengan gejala sindroma koroner akut harus dipantau
dengan pemasangan monitor tanda vital dan jantung. Bila terjadi henti jantung maka lakukan
resusitasi dan defibrilasi.

3. Acute Coronary Syndrome ( ACS ) adalah suatu sindrom klinis yang bervariasi, ACS ini
terbagi dalam 3 tipe yakni,

a. Unstable Angina ( UA ) atau Angina Pektoris Tidak Stabil ( APTS ). UA hampir sama dengan
APS namun mekanisme patofisiologinya dan sifat nyeri yang berbeda, Sifat Nyeri UA adalah
nyeri yang timbul saat istirahat dan semakin hari semakin sering muncul atau lebih berat dari
sebelumnya, nyeri dada yang timbul pertama kalinya, prinzmetals angina dan angina pectoris
setelah serangan jantung sebelumnya. Gambaran EKG untuk tipe ini kadang terdapat kelainan,
terkadang juga tidak

b. Acute Non ST Elevasi Myocardial Infarction ( Acute Nstemi ). Dalam keadaan ini sudah
terdapat kerusakan pada sel otot jantung yang ditandai dengan keluarnya enzim yang ada di
dalam sel otot jantung seperti enzim CK,CKMB, Trop T dan lainnya. Gambaran EKG untuk tipe
ini mungkin tidak ada kelainan, tetapi yang jelas tidak ada penguatan ST elevasi yang baru.

c. Acute ST Elevasi Myocardial Infarction ( Acute Stemi ). Keadaan ini mirip dengan Acute
Nstemi, tetapi sudah terdapat kelainan EKG berupa ST Elevasi yang baru atau timbulnya Bundle
Branch Block yang baru yaitu adalah adanya blok atau hambatan pada cabang berkas kanan
ataupun kiri ventrikel yang menyebabkan terhambatnya aktivasi depolarisasi dari ventrikel kanan
ataupun bagian kiri

4. Sindrom koroner akut merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia
berdasarkan data epidemiologi.

Data WHO menunjukkan akibat penyakit kardiovaskular, terjadi 4 juta kematian setiap tahunnya
pada 49 negara di benua Eropa dan Asia Utara. Data yang dikeluarkan oleh American Heart
Association (AHA) pada tahun 2016 menyebutkan 15,5 juta warga Amerika memiliki penyakit
kardiovaskular

5. Prognosis dari sindroma koroner akut, terutama grup NSTEMI dan angina tidak stabil,
bervariasi karena pasiennya juga heterogen. Untuk menilai prognosisnya maka yang harus
dilakukan adalah stratifikasi risiko. Stratifikasi risiko dapat dilakukan dengan sistem skoring.
Sistem skoring tersebut adalah:

a. TIMI (Trombolysis in Myocardial Infarction) Skoring menggunakan sistem skoring TIMI


adalah sebagai berikut:

*Risiko rendah (0-2 poin)

*Risiko sedang (3-5 poin)

*Risikotinggi(5-7poin)
b. GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events)

Sistem skoring GRACE juga dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko sindrom koroner akut:

*Risiko rendah (0-133 poin)

*Risiko sedang (134-200 poin)

*Risiko tinggi (lebih dari 200 poin)

Penilaian skor GRACE, meliputi umur, laju denyut jantung, tekanan darah sistolik, kadar
kreatinin, Kelas Killip, riwayat henti jantung, peningkatan enzim jantung, dan deviasi segmen
ST. Pasien yang dengan cepat dilakukan revaskularisasi memiliki prognosis yang lebih baik.
Pasien dengan komplikasi gagal jantung atau kelas Killip yang tinggi memiliki angka mortalitas
yang tinggi.

6. Pengidap sindrom koroner akut juga perlu melakukan perubahan gaya hidup. Ada beberapa
cara yang bisa dilakukan, mulai dari pemeriksaan kesehatan rutin ke dokter, hindari konsumsi
minuman beralkohol secara berlebih, serta berhenti atau kurangi merokok. Sindrom koroner akut
juga bisa dihindari dengan mengelola stres. Pasalnya, stres berlebihan bisa memicu naiknya
tekanan darah dan akhirnya memicu penyakit jantung.  Mengontrol tekanan darah bisa dilakukan
dengan konsumsi makanan sehat serta menjaga berat badan agar tetap ideal. Cara ini juga bisa
membantu memperbaiki kadar kolesterol dan gula darah yang bisa memicu penyakit jantung
menyerang. Nyatanya, menjaga kondisi tubuh secara keseluruhan menjadi kunci agar jantung
tetap sehat dan terhindar dari penyakit berbahaya, termasuk sindrom koroner akut. 
7. . Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya sindrom koroner akut,
antara lain:

Melakukan olahraga dan aktivitas fisik lainnya secara teratur.

Menghentikan kebiasaan merokok.

Mengurangi makanan dan minuman yang kaya akan lemak dan gula.

8. Tujuan penatalaksanaan pada sindroma koroner akut adalah mencegah nekrosis sel-sel
miokardium dan mengupayakan terjadinya reperfusi ke jaringan miokardium. Perbedaan ST
elevation myocardial infarction (STEMI) dengan sindroma koroner lainnya adalah STEMI
memerlukan penanganan segera berupa reperfusi baik dengan fibrinolisis maupun intervensi
dengan PCI (percutaneus coronary intervention) primer.

Tata Laksana Awal :

Tata laksana awal adalah dengan pemberian oksigen dan mengamankan jalan napas. Akses
intravena dan pemeriksaan darah juga harus dilakukan secepatnya. Semua pasien dengan gejala
sindroma koroner akut harus dipantau dengan pemasangan monitor tanda vital dan jantung. Bila
terjadi henti jantung maka lakukan resusitasi dan defibrilasi.

non medis
Pengidap sindrom koroner akut juga perlu melakukan perubahan gaya hidup. Ada beberapa cara
yang bisa dilakukan, mulai dari pemeriksaan kesehatan rutin ke dokter, hindari konsumsi
minuman beralkohol secara berlebih, serta berhenti atau kurangi merokok. Sindrom koroner akut
juga bisa dihindari dengan mengelola stres. Pasalnya, stres berlebihan bisa memicu naiknya
tekanan darah dan akhirnya memicu penyakit jantung. 

Mengontrol tekanan darah bisa dilakukan dengan konsumsi makanan sehat serta menjaga berat
badan agar tetap ideal. Cara ini juga bisa membantu memperbaiki kadar kolesterol dan gula
darah yang bisa memicu penyakit jantung menyerang. Nyatanya, menjaga kondisi tubuh secara
keseluruhan menjadi kunci agar jantung tetap sehat dan terhindar dari penyakit berbahaya,
termasuk sindrom koroner akut. 

9. Sindroma koroner akut dapat menyebabkan nekrosis jaringan pada organ jantung sehingga
selain dapat menimbulkan kematian, dapat juga menyebabkan komplikasi seperti:

* Aritmia, misalnya fibrilasi atrium, takikardi ventrikular, fibrilasi ventrikulartrombus ventrikel


kiri
fibrosis jantung

gagal jantung

syok kardiogenik

disfungsi katup mitral

aneurisma ventrikel[24]

Gagal jantung pada sindroma koroner akut diklasifikasikan menurut Klasifikasi Killip:

Killip Kelas I, tidak ada komplikasi

Killip Kelas II, terdapat:

Bunyi jantung S3

Tanda bendungan paru/ peningkatan tekanan vena jugular

Ronki pada kurang dari ½ lapangan paru posterior

Killip Kelas III, terdapat edema paru

Killip Kelas IV, syok kardiogenik

Semakin tinggi klasifikasi Killip, semakin tinggi angka mortalitasnya di rumah sakit.

10. Sindrom koroner akut merupakan suatu kondisi gawat darurat yang harus segera
mendapatkan pertolongan serta perawatan intensif. Dokter harus segera memberikan penanganan
begitu pengidap sampai di rumah sakit. Penanganan awal yang diberikan berupa pemberian
oksigen. Selanjutnya, setelah diagnosis ditegakkan, dokter dapat melakukan penanganan, seperti:

Pemberian obat-obatan:

Obat vasodilator, seperti Nitrogliserin untuk melebarkan pembuluh darah jantung, memperbaiki
aliran darah ke jantung, serta meredakan nyeri dada.
Obat antikoagulan, seperti Aspirin, Clopidogrel, dan antikoagulan lainnya untuk mencegah
pembekuan darah.

Obat golongan opioid, seperti Morfin atau Fentanil untuk meredakan nyeri dada yang parah.

Obat golongan beta blocker untuk mengurangi beban kerja jantung.

Obat antihipertensi untuk mengendalikan tekanan darah.

Obat penurun kolesterol untuk mencegah robeknya plak aterosklerosis, yang dapat menyumbat
pembuluh darah.

Prosedur operasi:

Operasi angioplasti koroner untuk memasang cincin (stenting) jantung.

Operasi bypass jantung untuk memperbaiki aliran darah ke jantung.

Anda mungkin juga menyukai