PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan kumpulan gejala klinis yang
menggambarkan kondisi iskemik miokard akut. Iskemia miokard akut
biasanya disebabkan oleh plak aterosklerosis yang pecah (Daga LC et
al,2011). Nyeri dada adalah gejala utama yang dijumpai serta dijadikan
dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun klasifikasi selanjutnya
didasarkan pada gambaran elektrokardiografi (EKG). Terdapat dua
klasifikasi pasien SKA berdasarkan gambaran EKG yaitu infark miokard
dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI).
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan.
Menurut American Heart Association (AHA), setiap tahunnya di
Amerika Serikat hampir 1,4 juta pasien datang dengan SKA. 785.000
diantaranya mengalami infark miokard dan sisanya UA (Overbaugh, K.J.
2009). Secara global, lebih dari 3 juta orang pertahun diperkirakan
menderita STEMI dan lebih dari 4 juta orang menderita NSTEMI.
Anamnese, pemeriksaan fisik, EKG, pertanda biokimia, dan
ekokardiografi merupakan alat-alat yang sangat penting digunakan untuk
mendapatkan diagnosis yang tepat. Manajemen SKA harus berfokus pada
diagnosis yang cepat dan tepat, stratifikasi resiko, tindakan terapi yang
sesuai untuk mengembalikan aliran darah pembuluh koroner dan
mengurangi iskemik miokard.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1.3 Etiologi
Penelitian angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA
disebabkan oleh trombosis arteri koroner. Gangguan pada plak
aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan suatu
nidus untuk pembentukan trombus. Infark terjadi jika plak
aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner.
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain
emboli arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme
koronaria terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik.
2.1.4 Patofisiologi
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung
mengalami ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich
core). Gambaran patologis klasik pada STEMI terdiri atas fibrin rich
red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Berbagai agonis
(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit pada
lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain
itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap
sekuen asam amino pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti
faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda
secara simultan, menghasilkan ikatan platelet dan agregasi setelah
mengalami konversi fungsinya. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh
pajanan tissue activator pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X
diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas
agregat trombosit dan fibrin.
2.1.7 Diagnosis
Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung,
dan foto polos dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada
dapat dikelompokkan sebagai berikut: non kardiak, Angina Stabil,
Kemungkinan SKA, dan Definitif SKA.
a. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada
yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan
angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar
ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau
epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit
atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai
keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal,
sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering
dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa
gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan
atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)
atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat
muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina
ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien
dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan
angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap
diagnosis SKA. Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan
tersebut ditemukan pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner
(penyakit arteri perifer/karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard, bedah pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang
diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut
NCEP (National Cholesterol Education Program) Nyeri dengan
gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard (nyeri
dada nonkardiak) :
1) Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi
atau batuk)
2) Nyeri abdomen tengah atau bawah
3) Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di
daerah apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4) Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5) Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6) Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
Mengingat adanya kesulitan memprediksi angina ekuivalen sebagai
keluhan SKA, maka terminologi angina dalam dokumen ini lebih
mengarah pada keluhan nyeri dada tipikal. Selain untuk tujuan
penapisan diagnosis kerja, anamnesis juga ditujukan untuk menapis
indikasi kontra terapi fibrinolisis seperti hipertensi, kemungkinan
diseksi aorta (nyeri dada tajam dan berat yang menjalar ke
punggung disertai sesak napas atau sinkop), riwayat perdarahan,
atau riwayat penyakit serebrovaskular.
b. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan
menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut,
suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya
selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia.
Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi,
diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan
kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis,
kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat
diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang
tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis
banding SKA.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan elektrokardiogram
Tabel 1. Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG
Sadapan dengan Deviasi Segmen Lokasi Iskemia atau
ST infark
V1-V4 Anterior
V5-V6,I,aVL Lateral
II,III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R Ventrikel kanan
2) Biomarker
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam
diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung
tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan
troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan
kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit
melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam
menentukan kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya
mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan
angina.
Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar
troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam
darah perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2
minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang
dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas,
peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu (Gambar 2)
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang
sehat, nilai ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan
sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium
setempat.
Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI,
peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat:
1. Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2. Miokarditis
3. Dissecting aneurysm
4. Emboli paru
5. Gangguan ginjal akut atau kronik
6. Stroke atau perdarahan subarakhnoid
7. Penyakit kritis, terutama pada sepsis
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan
CKMB dapatdigunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4
hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap
sampai 2 hari.
3) Pemeriksaan laboratorium
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula
darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal,
dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda
terapi SKA.
b. Antiplatelet
1) Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi
kontra dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis
pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang,
tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan (Kelas I-
A).
2) Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin
sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali
ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-
A).
3) Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole)
diberikan bersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin
dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien
dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum,
dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko
seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta konsumsi
bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
4) Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen
dalam 12 bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali
ada indikasi klinis (Kelas I-C).
5) Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan
risiko kejadian iskemik sedang hingga tinggi (misalnya
peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg,
dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa
memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini juga
dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan clopidogrel
(pemberian clopidogrel kemudian dihentikan) (Kelas I-B).
6) Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300
mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari (Kelas I-A).
7) Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis
loading 300 mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP)
direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima
strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor (Kelas
I-B).
8) Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg
setiap hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada
pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko perdarahan yang
meningkat (Kelas IIa-B).
9) Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat
reseptor ADP yang perlu menjalani pembedahan mayor non-
emergensi (termasuk CABG), perlu dipertimbangkan
penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis
memungkinkan, kecuali bila terdapat risiko kejadian iskemik
yang tinggi (Kelas IIa-C).
10) Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk
diberikan (atau dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu
dianggap aman (Kelas IIa-B).
11) Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID
(penghambat COX- 2 selektif dan NSAID non-selektif ) (Kelas
III-C). Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12
bulan tanpa memperdulikan jenis stent.
Tabel 4. Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA
d. Antikogulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet
secepat mungkin:
1) Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A).
2) Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan
dan iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen
tersebut. (Kelas I-C).
3) Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan
berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan
adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A).
4) Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks,
penambahan bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT,
atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat
reseptor GP IIb/IIIa) perlu diberikan saat IKP (Kelas I-B).
5) Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien
dengan risiko perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak
tersedia (Kelas I-B).
6) Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik
atau heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan
dosis yang direkomendasikan) diindaksikan apabila
fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).
7) Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian
antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan
dari rumah sakit (Kelas I-A).
8) Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas
III-B).
Tabel 5. Jenis dan dosis antikoagulan untuk IMA
e. Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan
1) Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel
meningkatkan risiko perdarahan dan oleh karena itu harus
dipantau ketat (Kelas I-A).
2) Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika
terdapat indikasi dapat diberikan bersama-sama dalam waktu
sesingkat mungkin dan dipilih targen INR terendah yang masih
efektif. (Kelas IIa-C).
3) Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel,
terutama pada penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan,
target INR 2- 2,5 lebih terpilih (Kelas IIb-B).
g. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor
hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus
diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka
yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya
dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi
untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL (Kelas I-A).
Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin
untuk dicapai.
2.1.11 Prognosis
Terdapat beberapasistemuntuk menentukan prognosis paskaIMA
1. KlasifikasiKillipberdasarkanpemeriksaanfisikbedsidesederhana,S3
gallop, kongestiparu dan syok kardiogenik
Tabel7. Klasifikasi Killip pada InfarkMiokardAkut
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tak adatandagagal jantungkongestif 6
II +S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
2. KlasifikasiForresterberdasarkanmonitoringhemodinamikindeksjant
ungdan pulmonary capillary wedgepressure(PCWP).
Tabel8. Klasifikasi ForresteruntukInfarkMiokardAkut
Klas Index PCWP (mmHg) Mortalitas %
cardiac
2
(L/min/m )
3. TIMIriskscoreadalahsistemprognostikpalingakhiryangmenggabung
kan
anamnesissederhanadanpemeriksaanfisikyangdinilaipadapasienST
EMI yangmendapat terapifibrinolitik.
Tabel 9. TIMIRiskScore untukSTEMI
Faktor resiko Bobot (poin) Skor Resiko/
mortalitas 30 hari (%)
Diabetes 1 2 (2,2)
mellitus/hipertens
i atau angina
Klasifikasi 2 5 (12,4)
KillipII-IV
Elevasi 1 7 (23,4)
STanterior
atauLBBB
Waktu ke 1 8
reperfusi >4 jam ( 26,8)
3.2 Anamnesa
1. Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
2. Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak ± 2 hari sebelum
masuk Rumah Sakit disertai nyeri dada kiri sejak 1 minggu yang lalu
dirasakan hilang timbul. Nyeri dada dirasakan saat beraktifitas dan
hilang saat beristirahat
- Durasi > 30 menit
- Skala nyeri SMRS 10/10, saat di IGD 22-09-2021
- Faktor memperingan : Saat pasien beristirahat
- Faktor memperberat : DOE (+), PND (+), OP (+)
- Selain nyeri pasien juga mengeluhkan saat tidur malam hari pasien
mengaku sering terbangun karena sesak, sesak juga dirasakan saat
beraktivitas, dan berbaring. Saat tidur juga pasien harus menggunakan
2 buah bantal. 1 hari SMRS juga pasien merasakan mual tetapi tidak
sampai muntah.
Faktor resiko CAD:
- DMT2
- Dislipidemia
- Smoker
- Alcohol
5. Riwayat Psikososial
- Pekerjaan : Swasta
- Perkawinan : Menikah
- Kebiasaan : Merokok (+) usia 20 tahun , minum alkohol (+)
25 September 2021
Troponin I 0,47 ng/ml 0-0,3
3.5 Pemeriksaan Ekokardiografi dan Radiologi
Pemeriksaan Ekokardigrafi tanggal 22-09-2021
Interpretasi:
Irama: Sinus, ST ↑ di III, AVF, V7-V9, ST↓ di I,A, AVL, Q patologis di III,
AVF, V4-V6
3.7 Terapi
(22 September 2021- 14.30)
- Maintenance Aspilet + Clopidogrel
- Diviti 2,5 mg
- Atorvastatin 40 mg
- ISDN 2x5mg
- Alprazolam 1x0,5mg
- Ramipril 1x5mg
- Sansulin 1x10 IU
- Laxadin 1xI Cth
- CXR, EKG Posterior, Rontgen Thorax, cek HbA1C
- Rawat ICU
3.8 Prognosis
- Ad Vitam :Dubia ad Bonam
- Ad Functionam :Dubia ad Bonam
- Ad Sanationam :Dubia ad Bonam
3.9 Follow Up
23-09-2021
S Sesak (+) sehingga sulit tidur, OP (+) posisi duduk, batuk (+), Nyeri
dada (-)
O Ku: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TTV:
TD: 105/71 R:24x/m SpO2: 98%
N: 88x/m , SB: 36,7°c
K/L: Ca (+/+), SI (-), OC (-) P>KGB (–), JVP 5+2 cmH2O
Thorax: simetris, ikut gerak nafas, snves +/+, Rho -/-,
whez(-/-)
Cor: BJl – BJll Reguler, gallop (–), mur-mur (-)
Abd: datar, supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2”, Edema (-/-)
A - STEMI inferior
-DMT2
-Dislipidemia
-Hiponatremia
- CAP dd Susp. C-19
P -Tr Aspilet 1x80 mg
-CPG 1x75mg
-Diviti 1x2,5mg SC (d2)
-Atorvastatin 1x40mg
-Laxadine 1x1 C
-Alprazolam 1x0,5mg
-ISDN 3x5mg
-Ramipril 1x5mg
-Cek HbA1C
-Rawat ICU
25-09-2021
S Nyeri dada 2 hari SMRS di dada kiri, Sesak 1 hari SMRS, DOE (+),
OP (+), PND (+), FR CAD : DMT2, DL, Smoke
O Ku: TSS
Kes: CM
TD: 108/66 mmHg, N:86x/m
K/L: Ca (+/+), SI (-), OC (-) P>KGB (–), JVP 5+2 cmH2O
Thorax: simetris, ikut gerak nafas, snves +/+, Rho +/+, whez(-/-)
Cor: BJl – BJll Reguler, gallop (–), mur-mur (-)
Abd: cembung, supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2”, Edema (-/-)
EKG; ST elevasi di III, aVF, ST Depresi di V5-V6, T inversi di II,
III, aVF, V5-V6
CXR: ±50%, Sp Aorta (N), Sp Po (N), pinggang jantung mendatar,
Apex, Infiltrate (+)
A - Acute STEMI inferior Killip II
-Acute Heart Failure
-DMT2
-Dislipidemia
-CAP
P - Tr Aspilet 1x80 mg
-CPG 1x75mg
-Diviti 1x2,5mg SC (d3)
-Atorvastatin 1x40mg
-Laxadine 1x1 C
-Alprazolam 1x0,5mg
-ISDN 5mg K/P
-Ramipril 1x2,5mg
-Sansulin 1x10 UI
-KIE CAG / Cath Standvy PCI
-Furosemide 2x1 ampul
-Saran : PCR ulang, Cek Troponin
-Rawat ICU, EKG tiap Pagi
27-09-2021
S Nyeri dada ↓
O Ku: TSS
Kesadaran: Composmentis
TD: 117/64 mmHg, N:90x/m
K/L: Ca (-/-), SI (-), OC (-) P>KGB (–), JVP 5+2 cmH2O
Thorax: simetris, ikut gerak nafas, snves +/+, Rho -/-kasar,
whez(-/-)
Cor: BJl – BJll Reguler, gallop (–), murmur (-)
Abd: datar, supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2”, Edema (-/-)
A - Acute STEMI inferior Killip II
-AHF
-DMT2
-Dislipidemia
-CAP
P -Diviti 1x2,5mg SC (d4)
-Sansulin 1x14 UI
-Novorapid 3x10UI (ac)
-Diet Jantung II DM, RG 1500kkal/hr
-Bisoprolol 1x1,25
-Lain-lain lanjut
-KIE CAG / Cath Standvy PCI
-Total Cairan 1800ml/hari
28-09-2021
S Nyeri dada (-)
O Ku: TSS Kesadaran:Composmentis
TD: 95/59mmHg, N:67x/m, R: 29 x/m, SB: 36,1C,
SpO2: 99%
K/L: Ca (+/+), SI (-), OC (-) P>KGB (–), JVP 5+2 cmH2O
Thorax: simetris, ikut gerak nafas, snves +/+, Rho-/-,
whez(-/-)
Cor: BJl – BJll Reguler, gallop (–), murmur (-)
Abd: datar, supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2”, Edema (-/-)
A - Acute STEMI inferior Killip II
-AHF
-DMT2
-Dislipidemia
-CAP
P -Diviti 1x2,5mg (d6)
-Sansulin ↑1x18 UI
-Novorapid ↑ 3x14 UI (ac)
-Dysolf 3x1 tab
-Lain-lain lanjut
-Pindah ruangan
29-09-2021
S Nyeri dada (-), batuk (+), nyeri kepala sebelah kanan (+), mual (+),
sulit tidur (+)
O Ku: Tampak Sakit Sedang
Input: 4200cc Kesadaran:Compo Mentis,
Output: 1200cc TD: 80/60mmHg, N: 97x/m, R: 24 x/m, SB: 36,5C,
BC: +2000cc/hr SpO2: 99%
K/L: Ca (+/+), SI (-), OC (-) P>KGB (–), JVP 5+2 cmH2O
Thorax: simetris, ikut gerak nafas, snves +/+, Rho -/- kasar,
whez(-/-)
Cor: BJl – BJll Reguler, gallop (–), murmur (-)
Abd: datar, supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2”, Edema (-/-)
A - Acute STEMI inferior Killip II
-AHF
-DMT2
-Dislipidemia
-Hiponatremia
P -Diviti 1x2,5mg (d7)
-Sansulin 1x18 UI
-Novorapid 3x14 UI (ac)
-Dysolf 3x1 tab
-Lain-lain lanjut
30-09-2021
S Sesak (+), nyeri kepala (+), nyeri dada (-),muntah (+) 1x
O Ku: Tampak Sakit Sedang
Input: 2100cc Kesadaran:Compo Mentis,
Output: 900cc TD: 100/70mmHg, N: 71x/m, R: 22 x/m, SB: 36,7C,
BC: +1200cc/hr SpO2: 97%
K/L: Ca (+/+), SI (-), OC (-) P>KGB (–), JVP 5+2 cmH2O
Thorax: simetris, ikut gerak nafas, snves +/+, Rho -/- , whez(-/-)
Cor: BJl – BJll Reguler, gallop (–), murmur (-)
Abd: datar, supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2”, Edema (-/-)
A - Acute STEMI inferior Killip II
-AHF
-DMT2
-Dislipidemia
-CAP
P -Sansulin 1x24 UI
-Novorapid 3x16 UI
-lain-lain lanjut
-Rawat jalan
3.10 Resume
Pasien datang dengan keluhan Nyeri ulu hati yang dirasakan pasien sejak
kurang lebih 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk menjalar
sampai ke dada kiri dan bertahan hingga lebih dari 30 menit. Pasien mengaku
nyeri mulai muncul saat pasien melakukan aktivitas ringan. Selain nyeri
pasien juga mengeluhkan saat tidur malam hari pasien mengaku sering
terbangun karena sesak, sesak juga dirasakan saat beraktivitas, dan berbaring.
Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit Jantung dan sempat kontrol di
praktek dokter spesialis Jantung dan diberikan obat satu bulan yang lalu.
Pasien juga memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus sejak 2017.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran pasien composmentis, GCS
E4V5M6, tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 98x/menit, respirasi 20x/menit,
suhu badan 36,5oC, SpO2 98%. Pada pemeriksaan thoraks bunyi nafas
vesikuler, terdapat rhonki basah kasar, tidak terdapat wheezing. Tidak
tampak ictus cordis, pada palpasi batas jantung dalam batas normal tidak
terdapat pembesaran, aukultasi Cor S1-S2 reguler, tidak terdapat gallop
maupun murmur. Pada pemeriksaan Abdomen dalam batas normal. Pada
pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udem pada ekstremitas atas
maupun bawah.
Pemeriksaan penunjang laboratorium nilai leukosit, HB 14,0 g/dl, LDL
219 mg/dL. Pemeriksaangula darah GDP 328 mg/dL dan G2PP 418 mg/dL.
Untuk serologi didapatkan hasil Troponin I 0,47mg/ml. Interpretasi
EKG:Irama Sinus, ST ↑ di III, AVF, ST↓ di V5-V6, T inversi di II, III aVF,
V5-V6. Hasil CXR kesan : CTR = ± 50%, Sp Ao & Po Normal, Pinggang
Jantung mendatar.
Untuk penanganan awal tanggal 22 Septmber 2021 pasien diberikan
terapi Maintenance Aspilet + Clopidogrel, Diviti 2,5 mg, Atorvastatin 40 mg,
ISDN 2x5mg, Alprazolam 1x0,5mg, Ramipril 1x5mg, Sansulin 1x10 IU,
Laxadine 1x C I. Rencana CXR, EKG Posterior, Rontgen Thorax, cek
HbA1C, Rawat ICU.
BAB IV
PEMBAHASAN