Anda di halaman 1dari 11

SINDROM KORONER AKUT

DEFINISI
Sindrom koroner akut adalah keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga
total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil, gangguan aliran darah
ke miokard pada sindrom koroner akut bukan disebabkan oleh penyempitan yang statis
namun terutama akibat pembentukan trombus di arteri koroner yang sifatnya dinamis.
Sehingga gejala yang timbul berupa nyeri dada tiba-tiba dengan intensitas nyeri yang
dinamis sesuai dengan derajat penyempitan yang di pengaruhi oleh komponen vasopasme
arteri koroner dan terutama oleh ukuran trombusnya.1

ETIOLOGI
Penyakit jantung koroner terjadi akibat penyumbatan sebagian atau total pada satu
atau lebih pembuluh darah koroner. Akibat adanya penyumbatan ini, terjadi gangguan
pasokan suplai energi ke miokard, sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan.2

EPIDEMIOLOGI
Secara umum, masalah serebrovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi di
dunia. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun
2007, stroke merupakan penyebab kematian pertama (15,4%), disusul PJK (9,7%). Angka
tersebut diprediksi akan terus meningkat karena gaya hidup sedentary, hipertensi,
diabetes, dan kebiasaan merokok yang semakin marak.1

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko konvensional
dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis.
Faktor risiko yang sudah dikenal antara lain merokok, hipertensi, hyperlipidemia,
diabetes melitus, aktivitas fisik dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan
tekanan mental, depresi. Sedangkang beberapa faktor yang baru antara lain CRP,
Homocystein dan Lipoprotein.Diantara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko
biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Wanita
relatif lebih sulit terkena penyakit jantung koroner sampai masa menopause dan kemudia
menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan
estrogen. Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid
serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh,
kolestrol dan kalori.
Sindrom koroner akut umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun.
Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit
tersebut.

PENYAKIT YANG TERMASUK DALAM SINDROM KORONER AKUT


Sindrom koroner akut dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu; angina pektoris
tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), dan infark miokard
dengan elevasi segmen ST (STEMI).
1.Angina Pektoris Tak Stabil
Angina pektoris tidak stabil adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan
oleh iskemia miokardium yang reversible dan sementara. Ditandai dengan nyeri
angina yang frekuensinya meningkat. Serangan di picu oleh olahraga yang ringan
dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris
stabil. Angina tidak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih
serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark.

2. Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI)


Infark miokard tanpa elevasi segmen ST adalah nyeri dada dengan lokasi
khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di peras,
perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada penderita NSTEMI.
Gejala tidak khas seperti dyspnea, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri lengan,
epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. Gambaran EKG, secara spesifik berupa
deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien.
Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai,
karena lebih spesifik daripada enzim jantung seperti CK dan CK-MB. Pada pasien
dengan infark mikoard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer
setelah 3-4 jam dan dapan menetap sampai 2 minggu.

3. Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)


Infark miokard dengan elevasi ST adalah adanya manifestasi khas angina,
disertai dengan peningkatan enzim penanda jantung, dengan adanya gambar elevasi
segmen ST pada EKG. STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerosik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembanganya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury
vascular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.1,6

PATOFISIOLOGI
Iskemia miokard terbanyak terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke sebagian
miokardium akibat plak aterosklerosis pada arteri koronaria. Apabila terdapat stenosis
dibarengi dengan kebutuhan oksigen yang meningkat maka terjadi angina. Stenosis
pembuluh darah dapat terjadi karena proses atrerosklerosis. Aterosklerosis adalah kelainan
pada dinding pembuuh darah yang berkembang menjadi plak dimana dapat mengganggu
aliran pembuluh darah.
Ruptur plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil,
sehingga terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya
mempunyai penyempitan yang minimal. Terjadinya ruptur dan gangguan fungsi endotel
menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet serta menyebabkan terbentuknya
thrombus. Bila thrombus menurutup pembuluh darah seluruhnya akan terjadi infark dengan
elevasi segmen ST, sedangkan bila thrombus tidak menyumbat seluruhnya dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tidak stabil.
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tidak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah
dan menyebabkan spasme. Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena
terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel.
Berbagai kelainan metabolisme seperti hiperglikemia, dyslipidemia serta resistensi
insulin akan menyebabkan disfungsi endotel dan memicu terjadinya aterosklerosis.
Kerusakan endotel tidak hanya disebabkan oleh tingginya kadar gula. Tingginya kadar
radikal bebas yang terbentuk dari pemecahan asam lemak bebas, menurunnya ketersediaan
NO serta meningkatnya aktivasi berbagai faktor inflamasi akan menimbulkan kerusakan
endotel lebih jauh. Kelainan metabolisme tersebut juga mempengaruhi fungsi platelet, dan
gangguan pada jaras koagulasi, hemostasis dan proses fibrinolysis. Adanya
ketidakseimbangan faktor koagulasi dan vaskular akan meningkatkan risiko terjadinya
kejadian kardiovaskular. Selain itu, komposisi plak terutama pada penderita DM lebih
rapuh, sehingga kejadian ruptur plak yang memicu sindroma koroner akut akan lebih
mudah terjadi. Secara singkat pada penderita DM, berbagai kelainan metabolisme akan
memicu teraktivasinya berbagai faktor inflamasi serta penurunan NO. Hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, inflamasi, dan thrombosis yang kemudian akan
berakhir dengan kejadian kardiovaskular.3,6

DIAGNOSIS
Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada, diagnosis awal pasien
dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan sebagai berikut: non kardiak, Angina
Stabil, Kemungkinan SKA, dan Definitif SKA.
1. Anamnesis
Keluhan pasien dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal
(angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal,
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan
ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan
angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara
lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion),
sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia
lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia.
Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai
sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan
riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan angina setelah terapi nitrat
sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA. Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika
keluhan tersebut ditemukan pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri perifer
/ karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah
pintas koroner.
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko
sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education Program).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi
katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya
selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda
regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru
meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis,
kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu
dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.
3. Pemeriksaan elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada
iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di
ruang gawat darurat. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap
keluhan angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan
keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch
Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun
tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.
4. Pemeriksaan marka jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit
jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai marka
nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB.
Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat
dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak
nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T
adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi
pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I
memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada
keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih
tinggi dari troponin T. Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak
dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah
pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang
dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu
paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih
untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.
5. Pemeriksaan laboratorium
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus dikumpulkan di ruang
gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah,
tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi
SKA.
6. Pemeriksaan foto polos dada
Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat darurat
untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang gawat darurat
dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.7
DAFTAR PUSTAKA

1. Harun S. dan Alwi I. Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Dalam: Sudoyo A.W.,
Setiohadi B., Alwi I., Simadibrata M.K., Setiati S., 2009. Ilmu penyakit dalam: Edisi ke 5.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta,
1758-1761.
2. Rilantono L. 5 Rahasia penyakit kardiovaskular. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Unversitas Indonesia.2012
3. Hamm C.W., et al., 2011. Guideline for the management of acute coronary syndromes
in patients presenting without persistent ST-segment elevation. The task Force for the
management of of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-
segment elevation of the European Society of Cardiology. Eur Heart J 2011; 32:3004-3022.
4. Departemen Kesehatan Indonesia. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Departemen
Kesehatan Indonesia
5. Trisnohadi H.B., 2009. Angina Pektoris Tak Stabil. Dalam: Sudoyo A.W., Setiohadi B.,
Alwi I., Simadibrata M.K., Setiati S., 2009. Ilmu penyakit dalam: Edisi ke 5. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1729-1732
6. Myrtha R. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
7. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia. Ed 3. 2015
Identitas Pasien:
Nama: Tn. HA
Usia: 34 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki
No. MR: 10518600
Tanggal Masuk: 12-12-2019
Ruangan: UGD

S:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 5 hari yang lalu, dirasakan hilang timbul
sepanjang hari, nyeri dirasakan semakin lama semakin sering dan semakin memberat.
Keluhan disertai sesak. Keluhan mual disangkal.
RPD: belum pernah mengalami sakit seperti ini
RPK: (-)
Kebiasaan: merokok (+), alkohol (-)
Alergi: (-)
Usaha berobat: sudah berobat ke klinik dokter Sp.JP, membawa surat pengantar untuk
dilakukan coronary angiography dan angioplasty

O:
Kesadaran: Compos mentis
Keadaan umum: baik
Kesan sakit: sedang
T: 135/77 mmHg, N: 82 x/m, R: 18 x/m, S: 36,5 C
Kepala: dalam batas normal
Leher: dalam batas normal
Thoraks:
Cor: BJ S1-S1 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: VBS +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen: dalam batas normal
Ekstremitas: dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang
Hematologi Rutin
Hb : 14,9 gr %
Ht : 43,2 %
Eritrosit : 5,14 juta / mm3
Leukosit : 4,800 / mm3
Trombosit : 230.000/ mm3
Hitung Jenis : 1/2/-/57/32/8
LED : 2 mm /jam
MCV : 84 fL
MCH : 29 pg
MCHC : 34,5 g/L
Retikulosit : 1,39 %
SGOT/SGPT : 10/8 U/L
Trigliserida : 66 mg/dL
Kolesterol total : 218 mg/dL
Kolesterol HDL : 42 mg/dL
Kolesterol LDL : 157 mg/dL
Kreatinin : 0,87 mg/dL
eGFR : >90 mL/min/1,73m2
Homosistein 7,95 µmol/L
Troponin T : 41 ng/L
Natrium : 139 mEq/L
Kalium : 3,73 mEq/L
Klorida : 104,9 mEq/L
GDP : 102 mg/dL
HbA1C : 5,4 %
TSHs : 0,9196 µIU/mL
A:
Unstable angina pectoris

P:
- SC Lovenox 2x0,6cc
- PO Pladogrel 1x75mg
- PO Farmasal 1x100mg
- IV Fasorbid 1-5mg/jam
- PO Concor 2x2,5mg
- PO Pariet 1x20mg
- PO Atofar 1x40mg
- Konsul dokter Sp.JP

Anda mungkin juga menyukai