Anda di halaman 1dari 143

PRAKTIK PROFESI NERS

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


TAHUN AKADEMIK 2021 / 2022

Nama Preceptee : Karina Lestari

NPM : 20210940100082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022

Jl. Cempaka Putih Tengah I/1 Jakarta Pusat, Kode Pos 10510
LAPORAN PENDAHULUAN
ICCU
LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM KORONER AKUT

A. Konsep Sindrom Koroner Akut


1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah
koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris
Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard Akut dengan non ST elevasi
(NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang
terjadi karena adanya thrombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tidak
stabil. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari
beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard
non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca
infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut (SKA)
merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada
atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. Sindrom Koroner Akut (SKA)
merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka
perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi (PERKI, 2015).

2. Klasifikasi Acute Coronary Syndrome (ACS)


Nyeri dada iskemik (angina) pada saat istirahat atau dengan aktivitas fisik
minimal atau emosi (lama 2 x 5 menit > 10 menit). Sindrom Koroner Akut (LeMone,
2016) adalah kondisi iskemia jantung yang tidak stabil. SKA mencakup angina
tidak stabil dan iskemia miokardium akut dengan atau tanpa cedera signifikan pada
jaringan miokardium. SKA adalah keadaa dinamis saat aliran darah koroner
menurun secara akut, tetapi tidak tersumbat seluruhnya. SKA dipicu oleh satu atau
lebih proses berikut: 1) ruptur atau pengikisan plak ateroskleoris dengan
pembentukan bekuan darah yang tidak sepenuhnya menyumbat pembuluh; 2) spasme
arteri koroner; 3) obstruksi pembuluh yang progresif oleh plak aterosklerosis atau
restnosis setelah prosedur revaskularisasi perkutan; 4) inflamasi arteri koroner; atau
5) peningkatan kebutuhan oksigen dan penurunan suplai oksiegn miokardium.
ACS dibagi menjadi 3, yaitu :
1) Unstable Angina Pectoris (UAP) atau Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS)
Menurut Trisnohadi (2015) angina pektoris tidak stabil adalah 1) pasien
dengan angina yang berlangsung dalam dua bulan, dimana angina cukup berat
dan frekuensi yang sering, lebih dari 3 kali perhari; 2) pasien dengan angina yang
bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih
sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi lebih ringan;
3) pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat. APTS meskipun hampir
sama namun ada perbedaan pada sifat nyeri dan patofisiologi dengan APS. Sifat
nyeri yang timbul semakin lebih berat dari sebelumnya atau semakin sering
muncul pada saat istirahat, nyeri pada dada yang timbul pertama kalinya, angina
piktoris dan prinzmental angina setelah serangan jantung(myocard infaction).
Kadang akan terdapat kelainan dan kadang juga tidak pada gambaran EKG
penderita.

Patogenesis terjadinya angina pektoris tidak stabil dapat terjadi beberapa


cara, yakni :
a) Ruptur Plak. Akibat dari rupturnya plak aterosklerosis sehingga tiba-tiba
terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya
suda terjadi penyempitan. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan tunika intima normal atau timbunan lemak, ruptur
juga bisa terjadi akibat keretakan dinding plak yang disebabkan oleh enzim
protease yang dihasilkan makrofag. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi,
adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya
trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi
infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak
menyumbar 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang derat dengan
manifestasi angina tidak stabil.
b) Trombosis dan agregasi trombosis. Terjadinya trombosis setelah plak
terganggu disebabkan oleh interaksi antara lemak, sel otot polos,
makrofag dan kolagen serta faktor VIIa yang menghasilkan trombin dan
fibrin. Faktor sistemik dan inflamasi juga ikut berperan dalam terjadinya
hemostase, koagulasi dan pembentukan trombosis.
c) Vasospasme. Terjadinya vasokontriksi juga berperan penting pada angina
pektoris tak stabil. Disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang ihasilkan
platelet merubah tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Adanya
spasme sering terjadi pada plak yang tidak stabil dan mempunyai peran
dalam pembentukan trombus.
d) Erosi pada plak tanpa ruptur. Perubahan bentuk dan lesi karena
bertambahnya sel otot polos akibat priloferasi dan migrasi otot polos akan
menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.

2) Acute Non ST Elevasi Myocardial Infarction (NSTEMI)


Ditandai dengan sel otot jantung seperti CKMB, CK, Trop T, dan lain-lain
yang didalamnya terdapat enzim yang keluar yangmerupakan tanda terdapat
kerusakan pada sel otot jantung. Mungkin tidak ada keainan dan yang paling jelas
tidak ada penguatan ST elevasi yang baru pada gambran EKG.

3) Acute ST Elevasi Myocardial Infarction (STEMI)


Sudah ada kelainan pada gambaran EKG berupa timbulnya Bundle Branch
Block yang baru atau ST elevasi baru. Kelainan ini hampir sama denagn
NSTEMI. Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi
segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.

Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika


terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan. Sedangkan Angina Pektoris
tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang
ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim
digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia
marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark
Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak
meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal
atas (upper limits of normal, ULN).

Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau


menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung,
maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap
menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif
SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap
terjadi angina berulang.

3. Etiologi
Penyebab terjadinya pada perinsipnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis paling sering ditemukan sebagai sebab terjadinya penyakit
arteri koroneria. Salah satu yang diakibatkan Aterosklerosis adalah penimbunan
jaringan fibrosa dan lipid didalam arteri koronari, sehingga mempersempit lumen
pembuluh darah secara progresif. Akan membahayakan aliran darah miokardium
jika lumen menyempit karena resistensi terhadap aliran darah meningkat.
2. Trombosis
Gumpalan darah pada mulanya berguna untuk pencegah pendarahan
berlanjut pada saat terjadi luka karena merupakan bagian dari mekanisme
pertahanan tubuh. Lama kelamaan dinding pembuluh darah akan robek akibat dari
pengerasan pembuluh darah yang terganggu dan endapan lemak. Berkumpulnya
gumpalan darah dibagian robek tersebut yang bersatu dengan kepingan-kepingan
darah menjadi trombus. Trombosis dapat menyebabkan serangan jantung
mendadak dan stroke.

4. Faktor Resiko
Faktor resiko dapat dibagi dua. Pertama faktor resiko yang tidak dapat diubah
(non-modifiable) yaitu : usia, jenis kelamin,dan riwayat keluarga (genetik). Kedua
foktor resiko yang dapat diubah (modifiable) yaitu : hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes melitus, merokok, obesitas, stress, dan kurang aktifitas fisik.
a. Faktor yang tidak bisa diubah
1) Usia. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun
dan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, terutama setelah umur 40
tahun. Pada laki-laki dan perempuan kadar kolestrol mulai meningkat usia 20
tahun. Sebelum mengalami menopause kadar kolestrol pada perempuan lebih
rendah daripada laki-laki yang memiki usia yang hampir sama. Kadar kolestrol
perempuan setelah mengalami menopausebiasanya akan meningkat lebih tinggi
dari laki-laki. Semakin tua umur maka semakin besar kemungkinan timbulnya
plak yangmenempel di dinding arteri koroner.
2) Jenis Kelamin. Penyakit jantung koroner pada laki-laki resikonya 2 sampai3 kali
lebih besar dari perempuan. Tetapi pada perempuan yang menoupose cenderung
memiliki resiko terkena PJK secara cepat sebanding dengan laki-laki. Adanya
hormon esterogen endogen pada perempuan yang bersifat protektif membuat
risiko terserangpenyakit jantung bisa lebih rendah.
3) Riwayat keluarga (genetik). Orang tua yang mengalami PJK kemungkinan
anaknyajuga bersiko memiliki penyakit ini. Jika seorang ayah terkena serangan
jantung sebelum usia 60 tahun atau ibu terkena sebelum 65 tahun, keturunannya
akan beresiko tinggiterkena PJK.Riwayat keturunan mempunyai risiko lebih
besar untuk terkena PJK dibandingkan yang tidak mempunyai riwayat penyakit
PJK dalam keluarga.

b. Faktor yang dapat diubah (dikendalikan):


1) Hipertensi
Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya penyakit
jantung koroner. Tekanan darah tinggi secara terus menerus menyebabkan
kerusakan sistem pembuluh darah dengan perlahan-lahan. Komplikasi yang
terdapat pada hipertensiesensial biasanya terjadi akibat perubahan struktur arteri
danarterial sistemik, utamanya pada kasus yang tak terobati. Pada awalnya
terjadi hipertropi dari tunika media lalu hialinisasi setempat serta penebalan
fibrosis dari tunika intima lalu berakhir dengan terjadinya penyemepitan
pembuluh darah.
2) Hiperlipidemia
Kolestrol, fosfolipid, trigliserida, dan asam lemak yang merupakan bagian
dari lipid plasma berasal endogen dari sintesislemak dan eksogen dari makanan.
Triglserida dan kolestrol merupakan 2 jenis lipid yang relatif mempunyai makna
klinis yang penting sehubungan dengan arteriogenesis. Lipid terikat pada
protein sabagai mekanisme transport dalam serum. Meningkatnya kolestrol
LDL sehubungan dengan peningkatan resiko koronaria, sementara tingginya
kadar kolestrol HDL berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri
koronaria.
3) Diabetes Melitus
Diabetes dapat meningkatkan resiko gangguan dalam peredaran
darah,termasuk PJK. Disebabkan oleh resistensi atau kekurangan hormon
insulin yang mengontrol penyebaran glukosa melalui aliran darah ke sel-sel
diseluruh tubuh. Diabetesmeningkatkan kadar lemak dalam darah, termasuk
kolesterol tinggi. Pada diabetes melitus timbul proses penebalan membran
kapiler dan arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke
jantung. Penelitian menunjukkan penderita penyakit diabetes militus pada laki-
laki mempunyai resiko penyakit jantung koroner 50% lebih tinggi dari pada
orang normal, dan resikonya menjadi 2 kali lipat pada perempuan.
4) Merokok
Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi
karbondioksida, menyebabkan takikardi, vasokonstruksi pembuluh darah
(elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan pengerasan
pembuluh darah arteri), dan membuat sel-sel darah yang disebutplatelet menjadi
lebih lengket sehingga mempermudah terbentuknya gumpalan. Orang yang
merokok lebih dari satu bungkus perhari beresiko mengalami masalah kesehatan
khususnya gangguan jantung 2x lebih besar daripada mereka yang tidak
merokok.
5) Obesitas
Obesitas merupakan kelebihan jumlah lemak pada tubuh lebih dari 19%
pada laki-laki dan lebih dari 21% pada perempuan.Obesitas sering bebarengan
dengan diabetes melitus, dan hipertensi. Obesitas juga bisa meningkatkan kadar
kolesterol dan LDL kolesterol. Penyakit jantung koroner resikonya akan
meningkat jika berat badan sudah tidak ideal. Kolesterol tinggi pada penderita
gemuk dapat ditrunkan dengan diet dan olahraga.
6) Stres
Berdasarakan penelitian terdapat hubungan antara faktor stress psikologik
dengn penyakit jantung. Stress yang berkepanjangan akan meningkatkan
tekanan darah dan katekolamin dan dapat mengakibatkan terajdinya
penyempitan pembuluh darah arteri koroner.
7) Kurang aktifitas fisik
Latihan Kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolestrol dapat
ditingkatkan dan kolesterol koroner dapat diperbaiki dengan latihan fisik
(exercise) sehingga resiko penyakit jantungkoroner dapat diturunkan. Latihan
fisik bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen
menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang
bersama-sama dengan menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol,
membantu menurunkan tekanan darah,dan meningkatkan kesegaran jasmani.

5. Manifestasi Klinis
Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda: (PERKI, 2015)
a. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya
tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
b. EKG normal atau nondiagnostik, dan
c. Marka jantung normal

Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda: (PERKI, 2015)


a. Angina tipikal
b. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST atau
inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB
baru/persangkaan baru
c. Peningkatan marka jantung

Manifestasi utama SKA adalah nyeri dada, biasanya substernal atau


epigastrik. Nyeri seringkali menjalar ke leher, bahu kiri, dan lengan kiri. Nyeri dapat
terjadi pada saat istirahat dan biasanya berlangsung selama lebih dari 10 menit
hingga 20 menit. Dispnea, diaforesis, pucat, dan kulit dingin mungkin muncul.
Takikardi dan hipotensi mungkin terjadi. Pasien mungkin mual atau merasa
berkunang-kunang
a. Dada terasa tidak nyaman (digambarkan sebagai rasa terbakar, berat,mati rasa,
dapat menjalar kepundak kiri, leher, lengan, punggung atau rahang)
b. Denyut jantung lebih cepat
c. Pusing
d. Sesak nafas
e. Mual
f. Berdebar-debar
g. Kelemahan yang luar biasa

6. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak
dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti
oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus
yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh
darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu
disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai
vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis
jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan
kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia
hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di
atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme
maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam,
anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA
pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis (PERKI, 2015).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Data laboratorium, yang harus dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah
tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi
ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.

b. Elektrokardiogram (EKG)
Pada hasil pemeriksaan EKG yaitu terjadinya perubahan segmen ST yang
diakibatkan oleh plak aterosklerosis maka memicu terjadinya repolarisasi dini
pada daerahyang terkena infark atau iskemik. Hal tersebut mengakibatkan oklusi
arteri koroner yang mengambarkan ST elevasi pada jantung sehingga disebut
STEMI. Penurunan oksigen di jaringan jantung juga menghasilkan perubahan
EKG termasuk depresi segmen ST. dimana gelombang T menggalami
peningkatan, dan amplitudo gelombang ST atau T yang menyamai atau melebihi
amplitude gelombang QRS.

Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R,
serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga
harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien
dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB
(Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang
persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversi gelombang T.

c. Pemeriksaan marka jantung


Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.

Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T


menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan
hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah
pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah)
dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,
CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang)
maupun infark periprosedural. (lihat gambar 2). Pemeriksaan marka jantung
sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral. Pemeriksaan di ruang darurat atau
ruang rawat intensif jantung (point of care testing) pada umumnya berupa tes
kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitif.
Point of care testing sebagai alat diagnostik rutin SKA hanya dianjurkan jika
waktu pemeriksaan di laboratorium sentral memerlukan waktu >1 jam. Jika marka
jantung secara point of care testing menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan
harus diulang di laboratorium sentral (PERKI, 2015).

d. Foto rontgen dada


Foto rontgen dada dapat melihatada tidaknya pembesaran (kardiomegali),
menilai ukuran jantung dan dapat meliat gambaran paru. Yang tidak dapat dilihat
adalah kelainan pada koroner. Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan
meninggalkan ruang gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos
dada harus dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan
pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi komplikasi
dan penyakit penyerta.
e. Echocardiography
Untuk mengambil gambar dari jantung memerlukan pemeriksaan scanner
menggunakan pancaran suara. Untuk melihat jantung berkontraksi serta melihat
bagian area mana saja yang berkontraksi lemah akibat suplai darahnya berhenti
(sumbatan arteri koroner).
f. Katerisasi Jantung
Pemeriksaan katerisasi jantung dilakukan dengam memasukan semacam
selang seukuran lidi yang disebut kateter. Selang ini langsung dimasukkan ke
pembuluh nadi (arteri). Kemudian cairan kontras disuntikan sehingga akan
mengisi pembuluh koroner. Kemudian dapat dilihat adanya penyempitan atau
bahkan penyumbatan. Hasil katerisasi ini akan dapat ditentukan untuk
penanganan lebih lanjut, yaitu cukup menggunakan obat saja atau intervensi yang
dikenal dengan balon.
g. Angiography
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rutin dan aman. Cara
langsung memeriksa keadaan jantung yaitu dengan sinar-X terhadap arteri koroner
yang dimasukan zat pewarna (dye) yang bisa direkam dengan sinar-X. Karena
jantung terus bergerak (berdenyut) maka dilakukan pengambilan gambar dengan
video.Untuk pengambilan gambar ini melakukan tindakan katerisasi jantung.

8. Penatalaksanaan
a. Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST
Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi adalah
angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik
untuk STEMI. Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka
jantung, sehingga berlanjut menjadi infark miokard dengan elevasi segmen ST
(ST-Elevation Myocardial Infarction, STEMI). Oleh karena itu pasien dengan
EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi
sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
Perawatan Gawat Darurat
Penatalaksanaan STEMI dimulai sejak kontak medis pertama, baik untuk
diagnosis dan pengobatan. Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat
berdasarkan riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih
yang tidak membaik dengan pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan
penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan kanan memperkuat dugaan
ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan dugaan STEMI.
Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan
interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba
untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran EKG yang atipikal
pada pasien dengan tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang berlangsung
menunjukkan perlunya tindakan segera.

b. Pengobatan farmakologi
1) Nitrat
Nitrat termasuk nitrogliserin dan preparat nitrat kerja lama, digunakan
untuk mengatasi serangan angina dan mencegah angina. Karena nitrat
mengurangi kerja miokardium dankebutuhan oksigen melalui dilatasi vena dan
arteri yang pada akhirnya mengurangi preload dan afterload. Selain itu juga dapat
memperbaiki suplai oksigen miokardium dengan mendilatasipembuluh darah
kolateral dan mengurangi stenosis.
2) Aspirin
Aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) seringkali diprogramkan untuk
mengurangi risiko agregasi trombosit dan pembenukan trombus.
3) Penyekat beta (bloker)
Obat ini menghambat efek perangsang jantung norepinefrin danepinefrin,
mencegah serangan angina dengan menurunkan frekuensi jantung,
kontraktilitas miokardium, dan tekanan darahsehingga menurunkan kebutuhan
oksigen miokardium.
4) Antagonis kalsium
Obat ini mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan meningkatkan
suplai darah dan oksigen miokardium. Selain itu juga merupakan vasodilator
koroner kuat, secara efektif meningkatkan suplai oksigen.
5) Anti kolesterol Statin dapat menurunkan resiko komplikasi aterosklerosis
sebesar 30% yang terjadi pada pasien angina. Statin juga dapat berperan
sebagai anti trombotik, anti inflamasi.
6) Revaskularisasi miokardium
Aliran darah yang menuju miokardium setelah suatu lesi arterosklerotis
pada arteri koroner bisa diperbaiki dengan operasi untuk mengalihkan aliran
dan bagian yang tersumbat dengan suatu cangkok pintas atau dengan cara
meningkatkan aliran di dalam pembuluh yang mengalami sakit melalui
pemisahan mekanik serta kompresi atau pemakaian obat yang dapat
merilisiskan lesi. Cangkok pintas ini disebut dengan Coronary Artery Bypass
Grafting (CABG). Pembedahan untuk penyakit jantung koroner melibatkan
pembukaan vena atau arteri untuk menciptakan sambungan antara aorta dan
arteri koroner melewati obstruksi. Kemudian memungkinkan darah untuk
mengaliri bagian iskemik jantung.

Balon arteri koroner merupakan suatu teknik untuk membuka daerah


sempit di dalam lumen arteri coroner menggunakan sebuah balon halus yang
dirancang khusus. Apabila pada katerisasi jantung ditemukan adanya
penyempitan yang cukup signifikan misalnya sekitar 80%, maka dokter
jantung biasanya menawarkandilakukannya balonisasi dan pemasangan stent.
PercutaneousTransluminal Coronary Angioplasty (PTCA) merupakan istilah
dari balon arteri koroner yang digunakan para kedokteran.

c. Non Farmakologi
1) Memodifikasi pola hidup yang sehat dengan cara olahragaringan
2) Mengontrol faktor resiko yang menyebabkan terjadinya PJK,seperti pola
makan,dll.
3) Melakukan teknik distraksi dengan cara mendengarkan musikdan relaksasi
dengan cara nafas dalam
4) Membatasi aktivitas yang memperberat aktivitas jantung

9. Komplikasi
a. Gagal Jantung
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti pada sistem sirkulasi
miokardium. Gagal jantung kongestif merupakan suatu keadaan dimana jantung
tidak dapat memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi
miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau trombolisis,
perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas
transmural dan/atau obstruksi mikrovaskular, terutama pada dinding anterior, dapat
terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling patologis
disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang dapat berakhir dengan
gagal jantung kronik. Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai konsekuensi dari
aritmia yang berkelanjutan atau sebagai komplikasi mekanis. Diagnosis gagal
jantung secara klinis pada fase akut dan subakut STEMI didasari oleh gejala-gejala
khas seperti dispnea, tanda seperti sinus takikardi, suara jantung ketiga atau ronkhi
pulmonal, dan bukti-bukti objektif disfungsi kardiak seperti dilatasi ventrikel kiri
dan berkurangnya fraksi ejeksi.
b. Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah 90
mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat juga
disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi mekanis. Bila
berlanjut, hipotensi dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular necrosis
dan berkurangnya urine output.
c. Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,
berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada Roentgen dada dan
perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator.
d. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini ditandai oleh adanya gangguan fungsi pada ventrikel
kiri yang di sebabkan oleh infark miokardiummengakibatkan gangguan berat pada
perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas. Kriteria
hemodinamik syok kardiogenik adalah indeks jantung < 2,2 L/menit/m2 dan
peningkatan wedge pressure >18 mmHg. Selain itu, diuresis biasanya<20 mL/jam.
e. Edema Paru
Edema paru merupakan suatu cairan abnormal yang tertimbun pada paru baik
dalam alveoli atau dirongga intersitial. Paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang karena tertimbun cairan, sehingga udara tidak bisa masuk maka
terjadi hipoksia berat.
f. Pericarditis Akut
Pericarditis akut adalah penyakit yang biasa di sebut dengan peradangan pada
pericardium yang bersifat jinak dan terbatas sendiridan dapat terjadi manifestasi
dari penyakit sistemik. Efek yang ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi
prikardinal yang memicu tamponade jantung.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan melakukan
serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada pasien secara PQRST (Provoking,
Quality, Region, Severity, Time).
• Provoking dan Time: Tanyakan pertanyaan untuk menentukan permulaan
serangan, durasi, dan rangkaian nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan? Berapa
lama nyeri telah berlangsung? Apakah nyeri terjadi pada waktu yang sama
setiap hari? Berapa sering nyeri tersebut muncul?
• Quality: Pengkajian terhadap karakteristik nyeri yang lazim membantu perawat
untuk memperoleh suatu pemahaman terhadap jenis nyeri, pola nyeri, serta jenis
intervensi yang dapat memberikan pertolongan terhadap nyeri.
• Region: untuk mengkaji lokasi nyeri, minta pasien untuk mengatakan atau
menunjukkan semua area dimana pasien merasa tidak nyaman.
• Severity: Variasi skala nyeri telah tersedia bagi pasien untuk mengomunikasikan
intensitas nyeri mereka. Ketika menggunakan skala angka, skala 0-3
mengindikasikan nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, dan 7-10 nyeri hebat, dianggap
sebagai keadaan darurat pada nyeri (Miaskwoski dalam Potter Perry, 2014).
• Time: sifat mula timbunya (onset). Biasanya gejala nyeri timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan lebih dari 15 menit.

2) Riwayat Penyakit Dahulu


Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji
apakah sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien
pada masa lalu yang masih relevan.
3) Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga
serta bila ada anggota keluarga yang meninggal maka penyebab kematian juga
ditanyakan.
4) Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial ditanyakan dengan menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya
minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok juga dikaji dengan
menanyakan tentang kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa batang per
hari, dan jenis rokok.
5) Psikologis
Pasien dengan nyeri akan mengalami kecemasan berat sampai ketakutan
akan kematian. Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan
stresor yang dapat menurunkan sistem imunitas tubuh.

2. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing : Klien terlihat sesak, frekuensi nafas melebihi normal dan mengeluh
sesak napas seperti tercekik. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan
curah jantung oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik.
2) Blood
a) Inspeksi : Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran nyeri
dapat meluas didada
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada AMI tanpa komplikasi
bisanya tidak ditemukan.
c) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Terdapat bunyi tambahan
d) Perkusi : Batar jantung tidak mengalami pergeseran
3) Brain : Kesadaran umum klien biasanya CM. Tidak ditemukan sianosis perifer.
Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh,
menangis, merintih, menegang adanya nyeri dada
4) Bladder: Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien.
Oleh karena itu perawat perlu monitor adanya oliguria pada klien karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
5) Bowel : Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada kepada keempat kuadran
6) Bone : Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering ,erasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olah raga
tak teratur. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardi, dipsnea pada saat
istirahat maupun saat beraktifitas.

a) Aktivitas/Istirahat
• Gejala: Kelemahan, kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, olahraga
tidak teratur.
• Tanda: takikardia, dispnea, pada istirahat/aktivitas
b) Sirkulasi
• Gejala: riwayat sebelumnya, penyakit arteri coroner, gagal jantung kongestif,
masalah tekanan darah dan diabetes melitus.
• Tanda:
− Tekanan darah dapat normal atau naik turun: perubahan dicatat dari posisi
tidur hingga duduk atau berdiri.
− Nadi: dapat normal; penuh/tidak adekuat, atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat: tidak teratur (distrimia) mungkin terjadi.
− Bunyi jantung: S3/S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurunan
kontraktilitas atau keluhan ventrikel.
− Murmur: bila ada menunjukan gagal katup atau disfungsi otot papilaris
− Edema: distensi vena jugular, edema dependen/perifer, edema umum,
cracklesmungkin ada dengan gagal jantung, atau ventrikel.
− Warna: pucat atau sianosis atau kulit abu-abu, kuku datar, pada membrane
mukosa atau bibir.
− Irama jantung: dapat teratur atau tidak teratur.
c) Integritas ego
• Gejala: Menyangkal, takut mati, marah pada penyakit atau perawatan yang “tak
perlu”, khawatir tentang keluarga,karier, dan keuangan.
• Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri/nyeri.
d) Eliminasi
• Tanda: normal atau bunyi usus menurun.
e) Makanan/cairan
• Gejala: mual, kehilangan nafsu makan nyeri ulu hati, bersendawa.
• Tanda: penurunan turgor kulit; kulit kering/berkeringat, muntah, perubahan
berat badan.
f) Hygiene
• Gejala/tanda: kesulitan melakukan tugas perawatan.
g) Neurosensori
• Gejala: pusing
• Tanda: perubahan mental dan kelemahan.
h) Nyeri/ketidaknyamanan (focus pengkajian tentang nyeri)
Nyeri adalah perasaan tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut
• Gejala:
− Nyeri yang timbul mendadak, nyeri tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin, biasanya membutuhkan narkotik analgetik (morfin)
− Lokasi pada dada anterior dan substernal
− Penyebaran: menyebar ke tangan i, leher, bahu kiri, wajah, rahang, abdomen,
punggung, dan nyeri juga dapat dijumpai pada daerah epigastrium,
− Sifat nyeri : seperti ditekan, rasa terbakar, rasa tertindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
− Lama nyeri (≥30 menit)
− Intensitas: nilai nyeri biasanya 10 pada skala 0-10; mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami.
• Tanda:
− Wajah meringis
− Perubahan postur tubuh
− Menangis, merintih, meregang, menggeliat,menarik diri, dan kehilangan
kontak mata.
• Respon otomatik: Perubahan frekuensi/irama jantung, TD, penapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.
i) Pernafasan
• Gejala: dispnea, dispnea nocturnal, batuk dengan/ tanpa produsi sputum,
riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
• Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, pucat atau sianosis, bunyi
nafas bersih atau crackle atau mengi.

2. Diagnosa
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis., iskemia)
c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi dan perubahan membran alveolus-kalpiler.
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
3. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Penurunan curah jantung Curah jantung Perawatan Jantung
berhubungan dengan Ekspektasi : Tindakan :
perubahan kontraktilitas Meningkat Observasi
Gejala dan Tanda Mayor Setelah dilakukan - Identifikasi tanda/gejala primer
DS: tindakan keperawatan penurunan curah jantung
- Paroxymal nocturnal selama ...x24 jam (meliputi dispnea, kelelahan,
dyspnea (PND) diharapkan curah edema, ortopnea, PND)\
- Ortopnea jantung pada pasien - Identifikasi
- Batuk meningkat dengan tanda/gejalanpenurunan curah
DO: kriteria hasil: jantung sekunder (meliputi
- Terdengar suara jantung - Kekuatan nadi peningkatan berat badan,
S3 dan/atau S4 perifer meningkat hepatomegali, DVJ, palpitasi,
- Ejection fraction (EF) skor 5 ronkhi basah, oliguria, batuk,
menurun - Palptasi menurun kulit pucat).
Gejala dan Tanda Minor skor 5 - Monitor tekanan darah
DS: - - Bradikardi - Monitor intake dan output
DO: menurun skor 5 cairan
- Cardia index menurun - Takikardi menurun - Monitor keluhan nyeri dada
- Left ventricular stroke skor 5 - Monitor EKG sandapan
work index menurun - Gambaran EKG - Monitor aritmia
- Stroke volume index aritmia menurun - Monitor saturasi oksigen
menurun skor 5 - Monitor nilai laboratorium
- Lelah menurun jantung (elektrolit, enzim
skor 5 jantung (CK, CK-MB, Troponin
- Edema menurun T, Troponin I), BNP)
skor 5 - Periksa tekanan darah dan
- Dispnea menurun frekuensi nadi sebelum dan
skor 5 sesudah pemberian obat (mis.,
- Pucat/sianosis beta blocker, ACE inhibitor,
menurun calcium channel blocker,
- Suara jantung S3 digoksin.
menurun skor 5 Terapeutik
- Suara jantung S4 - Posisikan pasien dengan posisi
menurun skor 5 semi fowler atau fowler
- Mur mur jantung - Berikan diet jantung yang sesuai
menurun skor 5 (mis., batasi asupan kafein,
- Hepatomegali natrium, kolesterol, dan
menurun skor 5 makanan tinggi lemak)
- Tekanan darah - Pasang akses IV
membaik skor 5 - Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
- Berikan dukungan emosional
dan spiritual
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi :
- Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
antiangina (mis., noitrogliserin,
beta blocker), jika perlu
- Olaborasi pemberian morfin,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian
inotropik, jika perlu
- Kolaborasi pemberian obat
untuk mencegah manuver
valsava (mis, pelunak tinja,
antiemetik)
- Kolaborasi pencegahan
thrombus dengan antikoagulan,
jika perlu
- Kolaborasi pemeriksaan X-ray
dada, jika perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
Gangguan pertukaran Pertukaran gas Pemantauan Respirasi
gas berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi
ketidakseimbangan tindakan keperawatan - Monitor frekuensi, irama,
ventilasi-perfusi dan selama ...x24 jam kedalaman, dan upaya napas
diharapkan
perubahan membran karbondioksida pada - Monitor pola napas (seperti
alveolus-kalpiler. membran alveolus- bradipnea, takipnea,
Definisi: Gangguan kapiler dalam batas hiperventilasi, kussmaul,
pertukaran gas adalah normal. cheyne-strokes, biot, dan
keadaan dimana seseorang Dengan Kriteria hasil: ataksik)
mengalami penurunan - Tingkat kesadaran - Monitor kemampuan batuk
pertukaran oksigen meningkat, efektif
dan/atau karbon dioksida - Dyspnea menurun, - Monitor adanya produksi
antara alveoli paru dan - Diaforesis sputum
sistem vaskular. menurun - Monitor adanya sumbatan
Gejala dan Tanda Mayor - Gelisah menurun jalan napas
DS: - Bunyi nafas - Palpasi kesimetrisan ekspansi
- Dyspnea tambahan paru
DO: menurun, - Auskultasi bunyi napas
- PCO2 - PCO2 membaik, - Monitor saturasi oksigen
meningkat/menurun, PO2 membaik, - Monitor nilai AGD
PO2 menurun, - Takikardi - Monitor hasil x-ray thorax
- Takikardi, membaik, Terapeutik
- pH arteri - pH arteri membaik - Atur interval pemantauan
meningkat/menurun, respirasi sesuai kondisi pasien
- Bunyi napas tamabahan - Dokumentasikan hasil
pemantauan
Gejala dan Tanda Minor Edukasi
DS: - Jelaskan tujuan dan prosedur
- Pusing pemantauan
- Penglihatan kabur - Informasikan hasil
- Sianosis, pemantauan, jika itu perlu
- Diaphoresis
- Gelisah, Terapi oksigen
- Nafas cuping hidung, Observasi
- Pola napas abnormal - Monitor kecepatan aliran
[cepat/lambat, oksigen
regular/irregular, - Monitor posisi alat terapi
dalam/dangkal], oksigen
- Warna kulit abnormal - Monitor aliran oksigen secara
[mis., pucat, kebiruan], periodic dan pastikan fraksi
- Kesadaran menurun yang diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi
oksigen (misalnya: oksimetri,
analisa gas darah), jika itu
perlu
- Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
- Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut,
hidung, dan trakea, jika itu
perlu
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Berikan oksigen tambahan,
jika itu perlu
- Tetap berikan oksigen saat
pasien di transportasi
- Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan atau
tidur
Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan agen pencedera Ekspektasi : Tindakan :
fisiologis (mis., iskemia) Menurun Observasi
Gejala dan Tanda Mayor Setelah dilakukan - Identifikasi lokasi, karakteristik,
DS: tindakan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas,
- Mengeluh nyeri selama ...x24 jam intensitas nyeri
DO: diharapkan tingkat - Identifikasi skala nyeri
- Tampak meringis nyeri pada pasien - Identifikasi respons nyeri non
- Bersikap protektif (mis, menurun dengan verbal
waspada posisi kriteria hasil : - Identifikasi faktor yang
menghindari nyeri) - Keluhan nyeri memperberat dan memperingan
- Gelisah menurun skor 5 nyeri
- Frekuensi nadi - Gelisah menurun - Identifikasi pengetahuan dan
meningkat skor 5 keyakinan tentang nyeri
- Sulit tidur - Meringis menurun - Identifikasi pengaruh budaya
Gejala dan Tanda Minor skor 5 terhadap respon nyeri
DS: - - Kesulitan tidur - Monitor efek samping
DO: menurun skor 5 penggunaan analgetik
- Tekanan darah - Pola tidur membaik Terapeutik
meningkat skor 5 - Berikan teknik nonfarmakologis
- Pola nafas berubah untuk mengurangi rasa nyeri
- Nafsu makan berubah (mis. tarik napas dalam,
- Proses berpikir kompres hangat/dingin)
terganggu - Kontol lingkungan yang
- Menarik diri memperberat rasa nyeri
- Berfokus pada diri - Failitasi istirahat dan tidur
sendiri - Pertimbangkan jenis dan
- diaforesis sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Manajemen energi (I.05178
berhubungan dengan Ekspektasi : Hal.176)
ketidakseimbangan antara Meningkat Tindakan :
suplai dan kebutuhan Setelah dilakukan Observasi
oksigen tindakan keperawatan
Gejala dan Tanda Mayor selama ...x24 jam
DS: diharapkan toleransi - Identfikasi gangguan fungsi
- Mengeluh lelah aktivitas pada pasien tubuh yang mengakibatkan
DO: dapat meningkat kelelahan
- Frekuensi jantung dengan kriteria hasil : - Monitor kelelahan fisik
meningkat >20% dari - Frekuensi nadi - Monitor pola dan jam tidur
kondisi istirahat meningkat skor 5 - Monitor lokasi dan
Gejala dan Tanda Minor - Saturasi oksigen ketidaknyamanan selama
- Dispnea saat/setelah meningkat skor 5 melakukan aktivitas selama
aktivitas - Kemudahan dalam melakukan aktivitas
- Merasa tidak nyaman melakukan Terapeutik
setelah beraktivitas aktivitas sehari- - Sediakan lingkungan yang
- Merasa lemah hari meningkat nyaman dan rendah stimulus
- Tekanan darah berubah skor 5 (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
>20% dari kondisi - Kecepatan berjalan - Lakukan latihan rentang gerak
istirahat meningkat skor 5 pasif dan/atau aktif
- Gambaran EKG - Kekuatan tubuh - Berikan aktivas distraksi yang
menunjukkan aritmia bagian bawah menanangkan
saat/setelah aktivitas meningkat skor 5 - Fasilitasi duduk disisi tempat
- Gambaran EKG - Keluhan lelah tidur, jika tidak berpindah atau
menunjukkan iskemia menurun skor 5 berjalan
- Sianosis - Perasaan lemah Edukasi
menurun skor 5 - Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta: Salemba Medika
Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 12 Vol. 1. Jakarta :
EGC
Black, Joyce M., Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8 Buku 3. Singapura: Elsevier
LeMone, Pricilla, dkk., 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan
Kardiovaskular. Jakarta : EGC
Mutaqqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
PERKI. 2015. Pedoman tata laksana sindrom koroner akut, Ed. 3. Jakarta : Centra
Communications
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
Keperawatan, Edisi 1. Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1; Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
LAPORAN KASUS
ICCU
Lampiran 3

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DI RUANG ICU / ICCU

I. Identitas Klien
Nama : Tn. W Usia : 60 tahun
No RMK : 01503751 Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal pengkajian : 10-05-2022 Hari rawat ke : 2
Agama : Islam Status : Menikah
BB/TB : 93 kg / 168 cm
Alamat : Jl. H Muhi VIII A No.8 Pondok Pinang, Kebayoran lama
Diagnosa medis : Unstable Angina Pectoris (UAP) STEMI

II. Alasan masuk ICU/ICCU (termasuk riwayat sakit)

Pasien datang ke IGD pada tanggal 08-05-2022 pukul 21.10 WIB dengan keluhan nyeri
dada semakin memberat sejak 4 jam yang lalu smrs. Pasien mengatakan lebih terasa berat
saat 2 jam smrs. Masuk ICCU karena pasien mengatakan nyeri dada semakin berat dan
dirasakan saat tidak ada aktivitas, pasien mengatakan keringat dingin, nafas terasa sesak,
sesak dimalam hari. Keluarga mengatakan pasien rutin meminum obat-obatan seperti
furosemid 1 x 40 mg, ramipril 1 x 1. Kesadaran composmentis dengan GCS 15
(E4M6V5).

III. Pengkajian Fisik Umum

Pernafasan I: tidak ada sumbatan jalan nafas, pasien tampak sesak,


penggunaan otot bantu nafas (+), bentuk dada simetris, pasien
terpasang nasal kanul 3 lpm, RR 24 x/mnt, SpO2 97%
P: ekspansi paru simetris, taktil premitus simetris
P: sonor
A: suara nafas vesikuler

Kardiovaskuler I: bentuk dada simetris, denyut nadi apical tidak tampak


P: denyut nadi apical (iktus cordis) teraba di ICS 5
midklavikula kiri
P: dulness
A: BJ 1 dan BJ 2, disertai gallop
I: bentuk abdoment datar, simetris, pergerakan didnding
Gastrointestinal
abdomen normal
A: bising usus 10 x/mnt
P: tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa,
tidak ada asites
P: timpani

Neurologi kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5), tidak ada


refleks patologis, tidak ada gangguan 12 saraf kranial

Genito Urinaria Pasien terpasang kateter

Endokrin Kelenjar tiroid normal tidak teraba

Muskuloskeletal Kekuatan otot 5 pada seluruh ekstremitas, tidak ada kontraktur


5 5
5 5

Integumen Akral hangat, turgor kulit kurang elastis, tidak ada edema,
tidak ada lesi

Nutrisi Pasien makan hanya 2-3 sendok per porsi


BB : 93 kg
TB : 168 cm
IMT : 32,9

Cairan Pasien hanya minum 347 cc, terpasang infus Nacl 0,9%
500cc/24 jam
Intake/hari : 1200
Output: 1000
Balane cairan: -1453

Istirahat – tidur Pasien mengatakan tidurnya lumayan nyenyak

Psikososial Hubungan dengan keluarga baik

Spiritual Pasien beragama islam. Selama di RS pasien tidak pernah


beribadah

Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hasil Nilai Intepretasi


/diagnostik Rujukan
Tgl 08-05-
2022
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 13,1 g/dL 14,0 – 16,0 Rendah
Hematokrit 37,7 % 40,0 – 48,0 Rendah
Eritrosit 4,02 106/µL 4,60 – 6,20 Rendah
Leukosit 13,81 5,00 – 10,00 Tinggi
Trombosit 103/µL 150 – 400 Normal
MCV 283 103/µL 82,0 – 92,0 Tinggi
MCH 93,8 fL 27,0 – 31,0 Tinggi
MCHC 32,6 pg 32,0 – 37,0 Normal
34,7 g/dL
Fungsi
Ginjal
Ureum 75 mg/dL 19 – 44 Tinggi
Kreatinin 2,0 mg/dL 0,6-1.3 Tinggi
Tgl 26-03-
2022
Elektrolit
Natrium 132 mEq/L 135 – 150 Rendah
Kalium 4,8 mEq/L 3,6 – 5,5 Normal
Klorida 103 mEq/L 94 - 111 Normal
Analisa Gas
Darah
pH 7,598 7,350 – 7,450 Tinggi
p CO2 31,4 mmHg 35,0 – 45,0 Rendah
p O2 169,0 mmHg 83 – 108 Tinggi
SO2 99,7 % 85 – 99 Tinggi
BE-ecf 9,2 mmol/L -2 – 3 Tinggi
BE-b 10.0 mmol/L
SBC 33,8 mmol/L
HCO3 30,9 mmol/L 21,0 – 28,0 Tinggi
TCO2 31,9 mmol/L 23 – 27 Tinggi
A 110,1 mmHg 128 - 229 Rendah
a/A 1,5 mmHg
PO2/FIO2 808,6

Pemeriksaan EKG: sinus takikardi, anterior septal


myocardial infarction

Program Terapi IVFD:


- Ring As 1000 cc/24 jam
- Vascon 0,1 mcg/kg BB/menit
- Dobutamin 7 mcg/ kg BB/menit
Parenteral
- Lovenox 2 x 0,6 ml
- Lasix 2 x 40 mg
- Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Lefofloxacin 1 x 750 ml
- OMZ 1 x 40 mg

Oral:
- Aspilet 1 x 80 mg
- CPG 1 x 75 mg
- Atorvastatin 1 x 20 mg
- Spironolactone 1 x 25 mg
- Asam folat 3 x 1 tab
- Acetylsistein 3 x 200 mg
- Curcuma 3 x 1 tab
- INH (isoniazid) 1 x 300 mg
- PZA (pirazinamide) 1 x 1000 mg
- ETH (ethambutol) 1 x 1000 mg
- Amiodaron 3 x 200 mg
- B6 2 x 10 mg

IV. Analisa Data


Data Fokus Problem Etiologi
DS:
- Pasien mengatakan merasa
sesak
- Pasien mengatakan merasa
nyeri dada walaupun sedang
istirahat seperti tertimpa benda
berat dengan skala 4
DO: Perubahan
Penurunan curah jantung
- Keadaan umum lemah kontraktilitas jantung
- Kesadaran composmentis
- GCS 15 (E4M6V5)
- Pasien tampak meringis
kesakitan
- TD 111/74 mmHg, Nadi 111
x/mnt
- Auskultasi: S3 gallop
- Peningkatan enzim jantung
CKMB 20,8 U/L
DS:
- Pasien mengatakan sesak nafas
masih terasa
- Sesak lebih dirasakan jika
sedang nyeri dada, dan banyak
berbicara Hambatan upaya nafas
Pola nafas tidak efektif
DO: (nyeri saat bernafas)
- RR 24 x/menit, SpO2 97 %
- Pola nafas kussmaul
- Penggunaan otot bantu nafas
(+)
- Nafas cuping hidup (+)
DS:
- Pasien mengatakan merasa
sesak nafas lebih terasa saat
banyak bicara dan posisi kepala
tempat tidur yang rendah
DO: Ketidakseimbangan
Gangguan pertukaran gas
- RR 24 x/menit ventilasi-perfusi
- SpO2 97%
- pH 7,59
- p CO2 ↓ 31,4 mmHg
- p O2 ↑ 169 mmHg
- HCO3 ↑ 30,9 mmHg

V. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (nyeri saat
bernafas)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimabngan ventilasi-perfusi
VI. Diagnosa dan Perencanaan
Diagnosa Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung
keperawatan pada Tn. R Observasi
selama 3x24 jam diharapkan - Identifikasi tanda/gejala primer
ketidakadekuatan jantung penurunan curah jantung (meliputi
memompa darah meningkat dispnea, kelelahan)
dengan kriteria hasil: - Monitor tekanan darah
- Sesak berkurang - Monitor intake dan output cairan
- Nyeri dada berkurang - Monitor keluhan nyeri dada
- Tekanan darah dalam - Monitor EKG sandapan
rentang normal - Monitor saturasi oksigen
- Frekuensi nadi dalam - Monitor nilai laboratorium jantung
rentang normal 60-100 (elektrolit, enzim jantung (CK, CK-
x/menit MB, Troponin T, Troponin I)
Terapeutik
- Posisikan pasien dengan posisi semi
fowler atau fowler
- Berikan diet jantung yang sesuai
(mis., batasi asupan kafein, natrium,
Penurunan
kolesterol, dan makanan tinggi
curah jantung
lemak)
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94% (nasal kanul 4 lpm)
Edukasi :
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
Kolaborasi
- Lanjutkan pemberian terapi vascon
0,1 mcg/kg BB/menit
- Lanjutkan pemberian terapi
dobutamin 7 mcg/ kg BB/menit
- Lanjutkan pemberian terapi Lovenox
2 x 0,6 ml
- Lanjutkan pemberian terapi Aspilet 1
x 80 mg
- Lanjutkan pemberian terapi aritmia:
Amiodaron 3 x 200 mg
Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Pola nafas tidak
keperawatan pada Tn. R Observasi
efektif
selama 3x24 jam diharapkan
inspirasi dan ekspirasi - Monitor frekuensi, irama,
memberikan ventilasi yang kedalaman, dan upaya napas
adekuat dengan kriteria hasil: - Monitor pola napas (seperti
- Sesak nafas berkurang bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
- Penggunaan otot bantu kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan
nafas dan nafas cuping ataksik)
hidung berkurang - Auskultasi bunyi napas
- Frekuensi nafas dalam - Monitor saturasi oksigen
renatng normal 16-20 - Monitor nilai AGD
x/menit Terapeutik
- Pola nafas perlahan - Beri oksigen sesuai order 4 lpm nasal
normal kanul Posisikan semi fowler atau
fowler
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika itu perlu
Kolaborasi
- Lanjutkan pemberian terapi Lovenox
2 x 0,6 ml
- Lanjutkan pemberian terapi Aspilet 1
x 80 mg
- Lanjutkan pemberian terapi
Acetylsistein 3 x 200 mg
Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan pada Tn. R Observasi
selama 3x24 jam diharapkan - Monitor frekuensi, irama,
karbondioksida pada kedalaman, dan upaya napas
membran kapiler alveolus - Monitor pola napas
dalam batas normal dengan - Auskultasi bunyi napas
Gangguan kriteria hasil: - Monitor efektifitas terapi oksigen
pertukaran gas - Sesak nafas berkurang (misalnya: oksimetri, analisa gas
- P CO2 dalam batas darah)
normal (32 – 45 mmHg) - Monitor saturasi oksigen
- p O2 dalam rentang - Monitor nilai AGD
normal (83 – 108 mmHg) Terapeutik
- Beri oksigen sesuai order 4 lpm
nasal kanul
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
itu perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
VII. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Observasi S:
- Mengidentifikasi - Pasien mengatakan
tanda/gejala primer merasa sesak mulai
penurunan curah berkurang
jantung (meliputi - Pasien mengatakan
dispnea, kelelahan) merasa nyeri dada
- Memonitor tekanan walaupun sedang
darah istirahat seperti
- Memonitor intake dan tertimpa benda
output cairan berat dengan skala
- Memonitor keluhan 3
nyeri dada DO:
- Memonitor EKG - Keadaan umum
sandapan lemah
- Memonitor saturasi - Kesadaran
oksigen composmentis
- Memonitor nilai - GCS 15 (E4M6V5)
laboratorium jantung - Pasien tampak
(elektrolit, enzim meringis kesakitan
jantung (CK, CK-MB, - TD 115/70 mmHg,
10-05-2022
1 Troponin T, Troponin Nadi 105 x/mnt
10.00
I) - Auskultasi: S3
Terapeutik gallop
- Memposisikan pasien - Peningkatan enzim
dengan posisi semi jantung CKMB 20,8
fowler atau fowler U/L
- Memberikan diet A: Penurunan curaha
jantung yang sesuai jantung teratasi
(mis., batasi asupan sebagian
kafein, natrium, P:
kolesterol, dan - Monitor tekanan
makanan tinggi lemak) darah
- Memberikan oksigen - Monitor intake dan
untuk mempertahankan output cairan
saturasi oksigen >94% - Monitor keluhan
(nasal kanul 4 lpm) nyeri dada
Edukasi : - Monitor EKG
- Menganjurkan sandapan
beraktivitas fisik sesuai - Monitor saturasi
toleransi oksigen
Kolaborasi - Monitor nilai
- Melanjutkan pemberian laboratorium
terapi vascon 0,1 jantung (elektrolit,
mcg/kg BB/menit enzim jantung (CK,
- Melanjutkan pemberian CK-MB, Troponin
terapi dobutamin 7 T, Troponin I)
mcg/ kg BB/menit - Posisikan pasien
- Melanjutkan dengan posisi semi
pemberian terapi fowler atau fowler
Lovenox 2 x 0,6 ml - Berikan diet
- Melanjutkan jantung yang sesuai
pemberian terapi (mis., batasi asupan
Aspilet 1 x 80 mg kafein, natrium,
- Melanjutkan pemberian kolesterol, dan
terapi aritmia: makanan tinggi
Amiodaron 3 x 200 mg lemak)
- Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94% (nasal kanul
4 lpm)
- Lanjutkan
pemberian terapi
vascon 0,1 mcg/kg
BB/menit
- Lanjutkan
pemberian terapi
dobutamin 7 mcg/
kg BB/menit
- Lanjutkan
pemberian terapi
Lovenox 2 x 0,6 ml
- Lanjutkan
pemberian terapi
Aspilet 1 x 80 mg
- Lanjutkan
pemberian terapi
aritmia: Amiodaron
3 x 200 mg
Observasi S:
10-05-2022 - Memonitor frekuensi, - Pasien mengatakan
2
11.30 irama, kedalaman, dan sesak nafas mulai
upaya napas berkurang
- Memonitor pola napas - Sesak lebih
(seperti bradipnea, dirasakan jika
takipnea, sedang nyeri dada,
hiperventilasi, dan banyak
kussmaul, cheyne- berbicara
strokes, biot, dan O:
ataksik) - Keadaan umum:
- Mengauskultasi bunyi lemah
napas - Kesadaran
- Memonitor saturasi composmentis
oksigen - RR 22 x/menit,
- Memonitor nilai AGD SpO2 98 %
Terapeutik - Pola nafas kussmaul
- Memberi oksigen - Penggunaan otot
sesuai order 4 lpm nasal bantu nafas (+)
kanul Posisikan semi - Nafas cuping hidup
fowler atau fowler (-)
- Mengatur interval A: Pola nafas tidak
pemantauan respirasi efektif teratasi sebagian
sesuai kondisi pasien P:
- Mendokumentasikan - Monitor frekuensi,
hasil pemantauan irama, kedalaman,
Edukasi dan upaya napas
- Menjelaskan tujuan - Monitor pola
dan prosedur napas (seperti
pemantauan bradipnea,
- Menginformasikan takipnea,
hasil pemantauan, hiperventilasi,
jika itu perlu kussmaul, cheyne-
Kolaborasi strokes, biot, dan
- Melanjutkan pemberian ataksik)
terapi Lovenox 2 x 0,6 - Auskultasi bunyi
ml napas
- Melanjutkan pemberian - Monitor saturasi
terapi Aspilet 1 x 80 mg oksigen
- Melanjutkan pemberian - Monitor nilai
terapi Acetylsistein 3 x AGD
200 mg - Beri oksigen sesuai
order 4 lpm nasal
kanul Posisikan
semi fowler atau
fowler
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
- Lanjutkan
pemberian terapi
Lovenox 2 x 0,6 ml
- Lanjutkan
pemberian terapi
Aspilet 1 x 80 mg
- Lanjutkan
pemberian terapi
Acetylsistein 3 x
200 mg
Observasi S:
- Memonitor frekuensi, - Pasien mengatakan
irama, kedalaman, dan merasa sesak nafas
upaya napas mulai berkurang
- Memonitor pola napas DO:
- Mengauskultasi bunyi - Keadaan umum
napas lemah
- Memonitor efektifitas - Kesadaran
terapi oksigen comosmentis
(misalnya: oksimetri, - RR 22 x/menit
analisa gas darah) - SpO2 98%
- Memonitor saturasi - pH 7,59
oksigen - p CO2 ↓ 31,4
10-05-2022
3 - Memonitor nilai AGD mmHg
13.00
Terapeutik - p O2 ↑ 169 mmHg
- Memberi oksigen - HCO3 ↑ 30,9
sesuai order 4 lpm mmHg
nasal kanul A: Gangguan
- Mengatur interval pertukaran gas teratasi
pemantauan respirasi sebagian
sesuai kondisi pasien P:
Edukasi - Monitor frekuensi,
- Menjelaskan tujuan irama, kedalaman,
dan prosedur dan upaya napas
pemantasuan - Monitor pola napas
- Auskultasi bunyi
napas
- Menginformasikan - Monitor efektifitas
hasil pemantauan, jika terapi oksigen
itu perlu (misalnya:
Kolaborasi oksimetri, analisa
- Kolaborasi penentuan gas darah)
dosis oksigen - Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
- Beri oksigen sesuai
order 4 lpm nasal
kanul
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen

Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Paraf


Observasi S:
- Memonitor tekanan - Pasien mengatakan
darah merasa sesak mulai
- Memonitor intake dan berkurang
output cairan - Pasien mengatakan
- Memonitor keluhan sudah tidak
nyeri dada terlalumerasakan
- Memonitor EKG nyeri dada
sandapan DO:
11-05-2022
1 - Memonitor saturasi - Keadaan umum
14.00
oksigen lemah
- Memonitor nilai - Kesadaran
laboratorium jantung composmentis
(elektrolit, enzim - GCS 15 (E4M6V5)
jantung (CK, CK-MB, - Pasien tampak
Troponin T, Troponin meringis kesakitan
I) - TD 121/78 mmHg,
Terapeutik Nadi 105 x/mnt
- Memposisikan pasien
dengan posisi semi - Auskultasi: S3
fowler atau fowler gallop
- Memberikan diet - Peningkatan enzim
jantung yang sesuai jantung CKMB 20,8
(mis., batasi asupan U/L
kafein, natrium, A: Penurunan curah
kolesterol, dan jantung teratasi
makanan tinggi lemak) sebagian
- Memberikan oksigen P:
untuk mempertahankan - Monitor tekanan
saturasi oksigen >94% darah
(nasal kanul 4 lpm) - Monitor intake dan
Kolaborasi output cairan
- Melanjutkan pemberian - Monitor keluhan
terapi vascon 0,1 nyeri dada
mcg/kg BB/menit - Monitor EKG
- Melanjutkan pemberian sandapan
terapi dobutamin 7 - Monitor saturasi
mcg/ kg BB/menit oksigen
- Melanjutkan - Monitor nilai
pemberian terapi laboratorium
Lovenox 2 x 0,6 ml jantung (elektrolit,
- Melanjutkan enzim jantung (CK,
pemberian terapi CK-MB, Troponin
Aspilet 1 x 80 mg T, Troponin I)
- Melanjutkan pemberian - Posisikan pasien
terapi aritmia: dengan posisi semi
Amiodaron 3 x 200 mg fowler atau fowler
- Berikan diet
jantung yang sesuai
(mis., batasi asupan
kafein, natrium,
kolesterol, dan
makanan tinggi
lemak)
- Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94% (nasal kanul
4 lpm)
- Lanjutkan
pemberian terapi
vascon 0,1 mcg/kg
BB/menit
- Lanjutkan
pemberian terapi
dobutamin 7 mcg/
kg BB/menit
- Lanjutkan
pemberian terapi
Lovenox 2 x 0,6 ml
- Lanjutkan
pemberian terapi
Aspilet 1 x 80 mg
- Lanjutkan
pemberian terapi
aritmia: Amiodaron
3 x 200 mg
Observasi S:
- Memonitor frekuensi, - Pasien mengatakan
irama, kedalaman, dan sesak nafas mulai
upaya napas berkurang
- Memonitor pola napas O:
(seperti bradipnea, - Keadaan umum:
takipnea, lemah
hiperventilasi, - Kesadaran
kussmaul, cheyne- composmentis
strokes, biot, dan - RR 20 x/menit,
ataksik) SpO2 98 %
- Mengauskultasi bunyi - Pola nafas kussmaul
napas - Penggunaan otot
11-05-2022
2 - Memonitor saturasi bantu nafas (-)
15.30
oksigen - Nafas cuping hidup
- Memonitor nilai AGD (-)
Terapeutik A: Pola nafas tidak
- Memberi oksigen efektif teratasi sebagian
sesuai order 4 lpm nasal P:
kanul Posisikan semi - Monitor frekuensi,
fowler atau fowler irama, kedalaman,
- Mengatur interval dan upaya napas
pemantauan respirasi - Monitor pola
sesuai kondisi pasien napas (seperti
- Mendokumentasikan bradipnea,
hasil pemantauan takipnea,
Kolaborasi hiperventilasi,
- Melanjutkan pemberian kussmaul, cheyne-
terapi Lovenox 2 x 0,6 strokes, biot, dan
ml ataksik)
- Melanjutkan pemberian - Auskultasi bunyi
terapi Aspilet 1 x 80 mg napas
- Melanjutkan pemberian - Monitor saturasi
terapi Acetylsistein 3 x oksigen
200 mg - Monitor nilai
AGD
- Beri oksigen sesuai
order 4 lpm nasal
kanul Posisikan
semi fowler atau
fowler
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
- Lanjutkan
pemberian terapi
Lovenox 2 x 0,6 ml
- Lanjutkan
pemberian terapi
Aspilet 1 x 80 mg
- Lanjutkan
pemberian terapi
Acetylsistein 3 x
200 mg
Observasi S:
- Memonitor frekuensi, - Pasien mengatakan
irama, kedalaman, dan merasa sesak nafas
upaya napas mulai berkurang
- Memonitor pola napas DO:
- Mengauskultasi bunyi - Keadaan umum
11-05-2022
3 napas lemah
16.40
- Memonitor efektifitas - Kesadaran
terapi oksigen comosmentis
(misalnya: oksimetri, - RR 20 x/menit
analisa gas darah) - SpO2 98%
- Memonitor saturasi - pH 7,59
oksigen
- Memonitor nilai AGD - p CO2 ↓ 31,4
Terapeutik mmHg
- Memberi oksigen - p O2 ↑ 169 mmHg
sesuai order 4 lpm - HCO3 ↑ 30,9
nasal kanul mmHg
- Mengatur interval A: Gangguan
pemantauan respirasi pertukaran gas teratasi
sesuai kondisi pasien sebagian
Kolaborasi P:
- Kolaborasi penentuan - Monitor frekuensi,
dosis oksigen irama, kedalaman,
dan upaya napas
- Monitor pola napas
- Auskultasi bunyi
napas
- Monitor efektifitas
terapi oksigen
(misalnya:
oksimetri, analisa
gas darah)
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
- Beri oksigen sesuai
order 4 lpm nasal
kanul
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Observasi S:
- Memonitor tekanan - Pasien mengatakan
darah merasa sesak mulai
- Memonitor intake dan berkurang
output cairan - Pasien mengatakan
- Memonitor keluhan sudah tidak terlalu
nyeri dada merasakan nyeri
- Memonitor EKG dada
sandapan DO:
- Memonitor saturasi - Keadaan umum
oksigen lemah
- Memonitor nilai - Kesadaran
laboratorium jantung composmentis
(elektrolit, enzim - GCS 15 (E4M6V5)
jantung (CK, CK-MB, - Pasien tampak
Troponin T, Troponin meringis kesakitan
I) - TD 118/80 mmHg,
Terapeutik Nadi 107 x/mnt
- Memposisikan pasien - Auskultasi: S3
dengan posisi semi gallop
12-05-2022
1 fowler atau fowler - Peningkatan enzim
14.00
- Memberikan diet jantung CKMB 20,8
jantung yang sesuai U/L
(mis., batasi asupan A: Penurunan curah
kafein, natrium, jantung teratasi
kolesterol, dan sebagian
makanan tinggi lemak) P:
- Memberikan oksigen - Monitor tekanan
untuk mempertahankan darah
saturasi oksigen >94% - Monitor intake dan
(nasal kanul 4 lpm) output cairan
Kolaborasi - Monitor keluhan
- Melanjutkan pemberian nyeri dada
terapi vascon 0,1 - Monitor EKG
mcg/kg BB/menit sandapan
- Melanjutkan pemberian - Monitor saturasi
terapi dobutamin 7 oksigen
mcg/ kg BB/menit - Monitor nilai
- Melanjutkan laboratorium
pemberian terapi jantung (elektrolit,
Lovenox 2 x 0,6 ml enzim jantung (CK,
- Melanjutkan CK-MB, Troponin
pemberian terapi T, Troponin I)
Aspilet 1 x 80 mg - Posisikan pasien
- Melanjutkan pemberian dengan posisi semi
terapi aritmia: fowler atau fowler
Amiodaron 3 x 200 mg - Berikan diet
jantung yang sesuai
(mis., batasi asupan
kafein, natrium,
kolesterol, dan
makanan tinggi
lemak)
- Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94% (nasal kanul
4 lpm)
- Lanjutkan
pemberian terapi
vascon 0,1 mcg/kg
BB/menit
- Lanjutkan
pemberian terapi
dobutamin 7 mcg/
kg BB/menit
- Lanjutkan
pemberian terapi
Lovenox 2 x 0,6 ml
- Lanjutkan
pemberian terapi
Aspilet 1 x 80 mg
- Lanjutkan
pemberian terapi
aritmia: Amiodaron
3 x 200 mg
Observasi S:
- Memonitor frekuensi, - Pasien mengatakan
irama, kedalaman, dan sesak nafas mulai
12-05-2022
2 upaya napas berkurang
14.30
- Memonitor pola napas O:
(seperti bradipnea, - Keadaan umum:
takipnea, lemah
hiperventilasi, - Kesadaran
kussmaul, cheyne- composmentis
strokes, biot, dan - RR 20 x/menit,
ataksik) SpO2 98 %
- Mengauskultasi bunyi - Penggunaan otot
napas bantu nafas (-)
- Memonitor saturasi - Nafas cuping hidup
oksigen (-)
- Memonitor nilai AGD A: Pola nafas tidak
Terapeutik efektif teratasi sebagian
- Memberi oksigen P:
sesuai order 4 lpm nasal - Monitor frekuensi,
kanul Posisikan semi irama, kedalaman,
fowler atau fowler dan upaya napas
- Mengatur interval - Monitor pola
pemantauan respirasi napas (seperti
sesuai kondisi pasien bradipnea,
- Mendokumentasikan takipnea,
hasil pemantauan hiperventilasi,
Kolaborasi kussmaul, cheyne-
- Melanjutkan pemberian strokes, biot, dan
terapi Lovenox 2 x 0,6 ataksik)
ml - Auskultasi bunyi
- Melanjutkan pemberian napas
terapi Aspilet 1 x 80 mg - Monitor saturasi
- Melanjutkan pemberian oksigen
terapi Acetylsistein 3 x - Monitor nilai
200 mg AGD
- Beri oksigen sesuai
order 4 lpm nasal
kanul Posisikan
semi fowler atau
fowler
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
- Lanjutkan
pemberian terapi
Lovenox 2 x 0,6 ml
- Lanjutkan
pemberian terapi
Aspilet 1 x 80 mg
- Lanjutkan
pemberian terapi
Acetylsistein 3 x
200 mg
Observasi S:
- Memonitor frekuensi, - Pasien mengatakan
irama, kedalaman, dan merasa sesak nafas
upaya napas mulai berkurang
- Memonitor pola napas DO:
- Mengauskultasi bunyi - Keadaan umum
napas lemah
- Memonitor efektifitas - Kesadaran
terapi oksigen comosmentis
(misalnya: oksimetri, - RR 20 x/menit
analisa gas darah) - SpO2 98%
- Memonitor saturasi - pH 7,59
oksigen - p CO2 ↓ 31,4
- Memonitor nilai AGD mmHg
Terapeutik - p O2 ↑ 169 mmHg
- Memberi oksigen - HCO3 ↑ 30,9
sesuai order 4 lpm mmHg
12-03-2022
3 nasal kanul A: Gangguan
15.40
- Mengatur interval pertukaran gas teratasi
pemantauan respirasi sebagian
sesuai kondisi pasien P:
Kolaborasi - Monitor frekuensi,
- Kolaborasi penentuan irama, kedalaman,
dosis oksigen dan upaya napas
- Monitor pola napas
- Auskultasi bunyi
napas
- Monitor efektifitas
terapi oksigen
(misalnya:
oksimetri, analisa
gas darah)
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
- Beri oksigen sesuai
order 4 lpm nasal
kanul
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
LAPORAN PENDAHULUAN
ICU
3. Etiologi
Penyebab gagal nafas berdasarkan tipe gagal nafas (Arifputera, 2014):
Gagal nafas tipe 1 Gagal nafas tipe 2
Asma akut Kelainan paru Kelainan SSP
ARDS Asma akut berat Koma
Pneumonia Obstruksi saluran napas akut Peningkatan TIK
Emboli paru PPOK Cedera kepala
Fibrosis paru Obstructive sleep apnea (OSA) Opioid dan obat sedasi
Edema paru Bronkiektasis Kelainan neuromuscular
PPOK Kelainan dinding dada Lesi medula spinalis
(trauma, polio atau
tumor)
Emfisema Flail chest Gangguan nervus perifer
(sindrom guillan barre)
Ruptur diafragma Gangguan
neuromuscular junction
(miastemia gravis,
botulisme, pelemas otot),
Kifoskoliosis Distrofi muscular
Distensi abdomen (asites,
hemoperioneum)
Obesitas

Penyebab dari gagal nafas menurut morton 2012 diantaranya:


a. Depresi sistem saraf pusat: Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak
adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernafasan, terletak dibawah otak
(pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer: Akan mempengaruhi fungsi pernapasan menjalar
melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke spinal ke reseptor pada
otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-
otot pernafasan atau pertemuan neuromuscular yang terjadi pada pernafasan akan
sangat mempengaruhi ventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumotoraks: Merupakan kondisi yang mengganggu
ventilasi melalui pengahambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan
penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma: Disebabkan oleh kendaraan motor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan
dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstuksi jalan nafas atas dan depresi
pernafasan. Hemothoraks, pneumotoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin menyebabkan gagal nafas.
e. Penyakit akut paru: Pneumonia disebabkan oleh bakteri atau virus. Pneumoni
kimiawi atau pneumoni diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan
materi lambung yang bersifat asam. Asma bronchial, embolisme paru dan edema
paru adalah beberapa kondisi lain yang menyebabkan gagal nafas.

Penyebab gagal nafas berdasarkan lokasi adalah :


a. Penyebab sentral
• Trauma kepala : contusio cerebri
• Radang otak : encephaliti
• Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
• Obat-obatan : narkotika, anestesi

b. Penyebab perifer
• Kelainan neuromuskuler: GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
• Kelainan jalan nafas: obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
• Kelainan di paru: edema paru, atelektasis, ARDS
• Kelainan tulang iga / thoraks: fraktur costae, pneumothorax, haematothoraks
• Kelainan jantung: kegagalan jantung kiri

Mekansime timbulnya gagal napas pada beberapa penyakit:


a. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma. Kerusakan jaringan paru pada
PPOK seperti penyempitan saluran napas, fibrosis, destruksi parenkim membuat
area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2 (Sundari, 2013).
b. Pneumonia. Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan toksin dan memicu
reaksi inflamasi dan mensekresikan mucus. Mucus membuat area permukaan
alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu menurun,
membuat terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2 (Sundari, 2013).
c. TB Pulmonal. Pelepasan besar mycobacteria ke sirkulasi pulmonal menyebabkan
terjadi peradangan, endarteritis obliteratif dan kerusakan membran alveolokapiler,
sehingga menyebabkan pertukaran gas terganggu (Raina et al., 2013).
d. Tumor paru. Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas membuat
ventilasi dan perfusi tidak adekuat (American Association for Respiratory Care,
www.aarc.org American Lung Association, 2009).
e. Pneumotoraks. Pneumotoraks adalah keadaan darurat medis dan terjadi ketika
tekanan intrapleural melebihi tekanan atmosfi. Pada respirasi normal, ruang pleura
memiliki tekanan negatif. Saat dinding dada mengembang ke luar, ketegangan
permukaan antara pleura parietal dan viseral menyebabkan paru-paru mengembang
keluar. Penumpukan tekanan di dalam ruang pleura pada akhirnya menyebabkan
hipoksemia dan gagal napas akibat kompresi paru-paru (BMJ Best Practice, 2017).
f. Efusi Pleura. Efusi pleura dapat menyebabkan dispnea yang dikarenakan penurunan
compliance dinding dada.sehingga pertukaran udara tidak adekuat (Steven A. Sahn,
2012).

4. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam, yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik,
dimana masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah
gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara structural maupun
fungsional sebelum penyakit timbul. Sedangkan Gagal nafas kronik adalah adalah yang
terjadi pada pasien yang memiliki penyakit paru kronik seperti bronchitis kronik,
emfisema. Indicator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital.
Frekuensi pernafasan normal ialah 16-20 x/menit. Bila lebih dari 20 x/menit tindakan
yang dilakukan adalah memberikan bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi
lebih tinggi sehingga timbul kelelahan. Gagal nafas penyebab terpenting adalah
ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas. Pneumonia atau
dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut (Ester, 2010).
a. Gagal nafas tipe 1
Kegagalan pernapasan tipe I dapat diakibatkan oleh fraksi oksigen terinspirasi
yang rendah. Konsentrasi O2 alveolar (PaO2) akan turun jika konsentrasi O2 terinspirasi
(FIO2) turun. Hal ini dapat disebabkan oleh inhalasi gas penyebab hipoksia yang tidak
disengaja, putusnya rangkaian pernapasan selama ventilasi mekanis, atau peningkatan
dead space dan rebreathing gas yang diekshalasi. Selain itu jika tekanan barometrik
(Pb) turun (misalnya di ketinggian), tekanan parsial O2 terinspirasi (PiO2) turun dan
PaO2 akan turun. Pada 3000 m, PiO2 adalah 13,3 kPa (100 mmHg) dan PaO2 adalah 6,7
kPa (50 mmHg).

Hipoventilasi alveolar dapat menyebabkan hipoksia pada pasien dengan paru-


paru normal hanya pada kondisi hipoventilasi berat. Akan tetapi, untuk setiap kenaikan
unit PaCO2, PaO2 akan turun dengan jumlah konstan. Selain akibat hipoventilasi,
gangguan difusi juga dapat menyebabkan gagal nafa tipe I. Pertukaran gas yang efisien
tergantung pada interface antara alveoli dan aliran darah. Penyakit yang mempengaruhi
interface ini menyebabkan gangguan difusi. Semakin besar kelarutan gas, semakin
sedikit yang mengalami defisit difusi.

Hubungan ventilasi dengan perfusi paru yang baik menghasilkan pertukaran O2


optimal antara alveoli dan darah. Hipoksemia dapat terjadi bila terjadi ketidak
seimbangan ventilasi alveolar dan perfusi paru (V / Q mismatch). V / Q mismatch
adalah penyebab hipoksia yang paling umum pada pasien yang sakit kritis, dan
mungkin disebabkan oleh atelektasis, emboli paru, intubasi endobronkial, posisi pasien,
bronkospasm, tersumbatnya saluran udara, pneumonia, ARDS. Jika terdapat
atelektasis, tekanan ekspirasi akhir yang positif (PEEP) akan meningkatkan PaO2
(Gunning, 2003). Shunt kanan ke kiri terjadi ketika darah vena pulmonal melewati
ventilasi alveoli dan tidak beroksigen. Darah shunt ini mempertahankan saturasi O2
vena campuran (70-80% pada individu sehat). Kemudian dicampur dengan dan
mengurangi O2. Isi darah yang tidak shunted, menyebabkan jatuhnya PaO2 (Gunning,
2003).
b. Gagal nafas tipe 2
Kegagalan pernapasan tipe II dapat disebabkan oleh kelainan pada penggerak
pernapasan sentral. Berkurangnya pergerakan napas dari sentral akan mengurangi
ventilasi per menit. Hal ini sering merupakan akibat dari efek obat penenang dan dapat
diperparah oleh interaksi obat yang sinergis, metabolisme obat yang berubah (gagal hati
/ ginjal), overdosis obat yang disengaja atau iatrogenik.Penyebab lainnya meliputi
cedera kepala, peningkatan tekanan intrakranial dan infeksi sistem saraf pusat.
Hiperkalemia berat atau hipoksemia juga dapat menekan pusat pernapasan, yang
menyebabkan kemunduran klinis. Faktor-faktor yang menekan pusat pernapasan juga
cenderung menekan fungsi serebral secara keseluruhan, yang menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran, ketidakmampuan untuk melindungi saluran pernapasan dan risiko
penyumbatan pernapasan dan aspirasi paru (Gunning, 2003).

Kelainan pada sumsum tulang belakang seperti cedera pada sumsum tulang
belakang akan mempengaruhi persarafan diafragma dan otot interkostal toraks dan
menyebabkan hipoventilasi dan retensi sekresi. Kegagalan ventilasi yang parah akan
terjadi pada lesi serabut-serabut saraf diata saraf frenikus (C3, 4, 5), karena fungsi
diafragma hilang dan ventilasi bergantung pada otot pernapasan aksesori. Pasien-pasien
ini memerlukan ventilasi mekanis jangka panjang, meskipun beberapa fungsi serabut
saraf dapat kembali dan otot aksesori berkembang seiring berjalannya waktu.
Spastisitas dan atrofi otot yang disebabkan oleh penyakit motor neuron biasanya
menyebabkan kematian akibat gagal napas dan aspirasi dalam 5 tahun (Gunning, 2003).

Kelainan saraf motorik seperti polineuropati yang berasal dari sindrom Guillain-
Barré dapat menyebabkan kelemahan otot pernapasan dengan penurunan kapasitas vital
dan peningkatan laju pernapasan. Pasien mungkin mengalami disfungsi bulbar, dengan
risiko aspirasi. Hipoventilasi dan asidosis respiratorik terjadi secara tiba-tiba dan pasien
mungkin mengalami gangguan pernapasan karena kondisi mereka belum ditangani.
Kelemahan otot yang disebabkan oleh miopati kongenital (misalnya distrofi otot) pada
akhirnya dapat menyebabkan kegagalan ventilasi. Myasthenia gravis, gangguan
neuromuscular junction, menyebabkan kelemahan umum, dan kegagalan ventilasi
dapat terjadi pada krisis myasthenia. Eksaserbasi akut sering dikaitkan dengan infeksi,
dan krisis kolinergik dapat terjadi akibat overdosis pengobatan antikolinergik. Kondisi
lain yang mengakibatkan terganggunya transmisi pada neuromuscular junction juga
dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Toxin botulinum mengikat secara
ireversibel ke terminal presinaptik di neuromuscular junction dan mencegah pelepasan
asetilkolin (Gunning, 2003).
Kelainan dinding dada (misalnya kyphoscoliosis) mengganggu mekanisme
ventilasi, yang menyebabkan pasien mengalami risiko gagal napas. Pasien dengan
tulang rusuk retak atau patah akan mengalami hipoventilasi jika tidak diberi analgesik
yang memadai. Ini bersamaan dengan berkurangnya kemampuan batuk karena rasa
sakit, akan menyebabkan retensi dahak atau sekret dan menjadi faktor predisposisi pada
pneumonia. Hal ini diperburuk jika dinding dada tidak stabil karena segmen flail atau
kontusi paru yang mendasarinya. Pneumotoraks, haemotoraks dan efusi pleura dengan
ukuran yang cukup dapat menyebabkan kegagalan ventilasi dan oksigenasi (Gunning,
2003).

Penyakit parenkim paru-paru dan penyakit saluran napas obstruktif kronis


(PPOK) menyebabkan gagal napas tipe I. Hal ini dapat berlanjut menjadi kegagalan
pernapasan tipe II saat pasien memburuk, menyebabkan kegagalan pernapasan
campuran. Meningkatnya dead space akan mengurangi ventilasi alveolar per menit
yang efektif. Penyakit yang terkait dengan peningkatan dead space (misalnya emfisema,
pulmonary embolus) dapat menyebabkan hiperkapnia, namun biasanya terjadi
peningkatan kompensasi pada ventilasi permenit (Gunning, 2003).

Demam, peningkatan kerja pernapasan (mis, karena penyesuaian paruparu yang


buruk atau hambatan saluran udara yang tinggi), atau asupan karbohidrat yang
berlebihan akan meningkatkan PaCO2 selama ventilasi tertentu dan dapat memperburuk
kegagalan pernapasan hypercapnic (Gunning, 2003)
penyebab penyebab

Intrapulmon ari: sempit Gagal Map as £kstrapulm on ar: otak,


jalan nafas dan alveoli tulang belakang,
sirkulasi pulmonar, sistem n euromusku lar,
membran kapiier toraks, pleura,
alveolar pernapasan atas

MengeTu akan subtansi mediator vasoaktif

(serotonin, histamin, bradikinin)

Penn eabilitas membran alveolar meningkat

tebandin g Melangsir
intrapulmonari

Tipe 2: H i poks cmi a,


hip ertap n ue
norn›ocapnue
Kelemahan
pertukaran gas K/T Anaiisa gas darah
V/Qtidak sebanding F aO2 < 60 mmHg, FaCO2 > 45 mn›H g, pH < 7,3d
atau intraoulmonari

PuTmon arid I a#ipnue, sentral nexus


P engaturan dispnue, pem apasan Perfusi jaringan Teman, asidosis sistem:
svplai oksigen, pendek, pen ggun aan laktasis, multiple orga, sindrom kegelisah an, agrtasi,
sistem otot bantu nap as diJungsi (MOOS) kebin ngan
pen @antar,
posisikan
pasien dengan
paru lehih Pern apasan
tinggi spontan lemah
_ takikar di,
Volume ventilasi di
ketidakefektifan keluar, p 5p 5 kontrak sesu ai order
jalan nafay "'” ! besar,
nausea, g ۥredaran suplai
an oreksia ^* s4 8 ' n, hiperoksigenasi, Agen penghenti
I en a rn p ila n h a n ya a H ivitas suction, Control suhu n eutomuskular
esens ial, atur ivairt u ivt irah at, tu bud, fasilitas
a Pt ivit as fisit dituran gi, edu kas i pern apasan dalam,
terapi ok sigen dan pen yu Int an Analgesik sedatif
gunakan rangsangan
t ida k m erok ok spin ometer sesuai order
5. Manifestasi Klinis
a. Gagal napas hipoksemia
Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau rendah.
Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan,
antara lain:
• Dispneu (takipneu, hipeventilasi)
• Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat
• Sianosis di distal dan sentral (mukosa, bibir)
• Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi
• Hipotensi, bradikardia, iskemi miokard, infark, anemia, hingga gagal jantung
dapat terjadi pada hipoksia berat (Arifputera, 2014)

b. Gagal napas hiperkapnia


Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2 alveolus dari
arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di dinding dada, otot
pernapasan, atau batang otak. Contoh pada PPOK berat, asma berat, fibrosis paru
stadium akhir, ARDS berat, atau sindroma guillain barre. Gejala hiperkapnia antara
lain
• Penurunan kesadaran,
• Gelisah,
• Dispneu (takipneu, bradipneu),
• Tremor, bicara kacau, sakit kepala, dan papil edema (Arifputera, 2014)

c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak
ada pemngembangan dada pada inspirasi.
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
e. Terdengar suara nafas tambahan gargling
f. Ada retraksi dinding dada
g. Hiperkapneu yaitu perunan kesadaran
h. Hipoksemia yaitu takikardi, gelisah
6. Komplikasi
Oksigenasi ke organ lain yang buruk dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
Individu yang mengalami gagal nafas beresiko tinggi terhadap kematian. Infeksi paru
dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Adanya edema paru,
hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan paru terhadap
infeksi (Muttaqin, 2012).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Analisa gas darah: Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik.
Jika gejala klinis gagal napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus
dilakukan untuk memastikan diagnosis, membedakan gagal napass akut dan
kronik. Hal ini penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan
mempermudahkan peberian terapi. Analisa gas darah dilakukan untuk patokan
terapi oksigen dan penilian obyektif dalam berat-ringan gagal napas. Indikator
klinis yang paling sensitif untuk peningkatan kesulitan respirasi ialah
peningkatan laju pernapasan. Sedangkan kapasitas vital paru baik digunakan
menilai gangguan respirasi akibat neuromuscular, misalnya pada sindroma
guillain-barre, dimana kapasitas vital berkurang sejalan dengan peningkatan
kelemahan. Interpretasi hasil analisa gas darah meliputi 2 bagian, yaitu gangguan
keseimbangan asam-basa dan perubahan oksigenasi jaringan (Syarani, Dr. dr.
Fajrinur, M.Ked (Paru), 2017).
2) Pulse Oximetry: Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan
melalui aliran darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa
saturasi oksigen yang kontinyu dan non-invasif yang dapat diletakkan baik di
lobus bawah telinga atua jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi
perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dantekanan
oksigen dapat dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah
90%, dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan
saturasi oksigen (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked (Paru), 2017).
3) Capnography Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar
karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk
kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi apparatus serta gangguan
fungsi paru (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
4) Pemeriksaan apus darah untuk mendekteksi anemia yang menunjukakkan
terjadinya hipoksia jaringan. Adanya polisitemia menunjukkan gagal napas
kronik (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
5) Pemeriksaan kimia untuk menilai fungsi hati dan ginjal, karena hasil
pemeriksaan yang abnormal dapat menjadi petunjuk sebab-sebab terjadinya
gagal napas. Abnormalitas elektrolit seperti kalium, magnesium dan fosfat dapat
memperberat gejala gagal napas (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
6) Pemeriksaan kadar kreatinin serum dan troponin 1 dapat membedakan infark
miokard dengan gagal napas, kadar kreatinin serum yang meningkat dengan
kadar troponin 1 yang yang normal menunjukkan terjadinya miositosis yang
dapat menyebabkan gagal napas (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
7) Pada pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik, kadar TSH serum perlu
diperiksa untuk membedakan dengan hipotiroid, yang dapat menyebabkan gagal
napas reversibel (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
8) Pemeriksaan laboratorium untuk menilai status nutrisi adalah pengukuran kadar
albumin serum, prealbumim, transferin, total ironbinding protein, keseimbangan
nitrogen, indeks kreatinindan jumlah limfosit total (Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017).

b. Pemeriksaan radiologi
1) Radiografi dada: Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya
gagal napas tetapi kadang sulit untuk membedakan edema pulmoner kardiogenik
dan nonkardiogenik. (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
2) Ekokardiografi
• Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan pada
pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung.(Syarani, Dr.
dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017)
• Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang abnormal atau
regurgitasi mitral berat menunjukkan edema pulmoner kardiogenik (Syarani,
Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
• Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolik yang normal pada
pasien dengan edema pulmoner menunjukkan sindromdistress pernapasan
akut (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
• Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner
dengan tepat untuk pasien dengan gagal napas hiperkapnik kronik (Syarani,
Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).

3) Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik


• Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital capacity
(FVC) yang normal menunjukkan adanya gangguan di pusat control
pernapasan (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
• Penurunan rasio FEV1 dan FVC menunjukkan obstruksi jalan napas,
penurunan nilai FEV1 dan FVC serta rasio keduanya yang tetap menunjukkan
penyakit paru restriktif (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
• Gagal napas karena obstruksi jalan napas tidak terjadi jika nilai FEV1 lebih
dari 1 L dan gagal napas karena penyakit paru restriktif tidak terjadi bila nilai
FVC lebih dari 1 L (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017

8. Penatalaksanaan
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus diberikan untuk
meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai penyakit paru obstruktif,
fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada pasien yang sakit parah, walaupun
pengobatan medis telah maksimal, NIV (Non-invasive ventilation) dapat digunakan
untuk memperbaiki oksigenasi, mengurangi laju pernapasan dan mengurangi dyspnoea.
Selain itu, NIV dapat digunakan sebagai alternatif intubasi trakea jika pasien menjadi
hiperkapnia
a. Tahap I
1) Pemberian oksigen. Untuk mengatasi hipoksemia, cara pemberian oksigen
bergantung FiO2, yang dibutuhkan. Masker rebreathing dapat digunakan jika
hipoksemia desertai kadar PaCO2 rendah. Berikut nilai FiO2 tiap cara pemberian:
• Nasal kanul: FiO2 25-50% dengan oksigen 1-6 L/menit
• Simple mask : FiO2 30-50% dengan oksigen 6-8 L/menit
• Masker non rebreathing: FiO2 60-90% dengan oksigen 15 L/menit
2) Nebulisasi dengan bronkodilator. Terapi utama untuk PPOK dan asma
3) Humidifikasi
4) Pemberian antibiotic
b. Tahap II
1) Pemberian bronkodilator parenteral
2) Pemberian kortikosteroid
c. Tahap III
Mini trakeostomi dan intubasi trakeal dengan indikasi: diperlukan ventilasi mekanik
namun disertai retensi sputum dan dibutuhkan suction trakeobronkial; melindungi
dari aspirasi; mengatasi obstruksi saluran napas atas.
d. Tahap IV
Pemasangan ventilasi mekanik. Indikasi ventilasi mekanik: operasi mayor; gagal
napas; koma; pengendalian TIK; post-operatif; penurunan laju metabolik; keadaan
umum kritis (Arifputera, 2014).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
• Peningkatan sekresi pernapasan
• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2) Breathing
• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu retraksi
dinding dada
• Menggunakan otot aksesori pernapasan
• Kesulitan bernafas: diaforesis, sianosis
3) Circulation
• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
• Sakit kepala
• Gangguan tingkat kesadaran
• Papiledema
• Penurunan haluaran urine
4) Disability
• Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan
memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
5) Eksposure
• Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak
lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.

b. Secondary survey
1) Sistem kardiovaskuler
• Takikardia, irama ireguler
• S3, S4 / Irama gallop
• Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
• Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan
udara di mediastinum)
• TD : hipertensi/hipotensi
2) Sistem pernafasan
• Riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru, keganasan, “lapar
udara”, batuk
• Takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori,
penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di
atas area berisi udara (pneumothorax), dullnes di area berisi cairan
(hemothorax); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi
thorax.
3) Sistem integumen
• Cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
• Sistem musculoskeletal
• Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.

4) Sistem endokrin: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid


5) Sistem gastrointestinal: Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
6) Sistem neurologi: Sakit kepala
7) Sistem urologi: Penurunan haluaran urine
8) Sistem indera
• Penglihatan : penglihatan buram,diplopia, dengan atau tanpa kebutaan tiba-
tiba.
• Pendengaran : telinga berdengung
• Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
• Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
• Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin
tajam/tumpul baik.

2. Diagnosa
a. Pola nafas tidak efektif
• Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
• Batasan karakteristik:
- Mayor: subjektif (dyspnea), objektif (penggunaan otot bantu nafas, fase
ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal [mis., takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes])
- Minor: subjektif (ortopnea), objektif (pernapasan pursed-lip, pernapasan
cuping hidung, diameter thorax anterior-posterior meningkat, ventilasi
semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun,
tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah) (SDKI, 2017).
• Faktor yang berhubungan: depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas
(mis., nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding
dada, deformitas tulang dada, gangguan neuromuskular, penurunan energi,
posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi, kerusakan
inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), efek agen farmakologis
• Kondisi kinis terkait: depresi sistem saraf pusat, cedera kepala, trauma thorax,
gullian barre syndrome, stroke, kuadriplegia, sklerosis multiple

b. Gangguan pertukaran gas


• Definisi: Gangguan pertukaran gas adalah keadaan dimana seseorang
mengalami penurunan pertukaran oksigen dan/atau karbon dioksida antara
alveoli paru dan sistem vaskular.
• Batasan karakteristik
- Mayor: subjektif (dyspnea), objektif (PCO2 meningkat/menurun, PO2
menurun, takikardi, pH arteri meningkat/menurun, bunyi napas tamabahan).
- Minor: subjektif (pusing, penglihatan kabur), objektif (sianosis, diaphoresis,
gelisah, nafas cuping hidung, pola napas abnormal [cepat/lambat,
regular/irregular, dalam/dangkal], warna kulit abnormal [mis., pucat,
kebiruan], kesadaran menurun) (SDKI, 2017).
• Faktor yang berhubungan: ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan
membran alveolus-kapiler
• Kondisi klinis terkait: PPOK, CHF, asma, pneumonia, tuberculosis paru,
penyakit membrane hialin, asfiksia, persistent pulmonary, hypertension of
newborn (PPHN), prematuritas, infeksi saluran napas (SDKI, 2017).

c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas


• Definisi: Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah keadaan dimana
seseorang tidak mampu untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernapasan guna mempertahankan kepatenan jalan napas.
• Batasan karakteristik
- Mayor: Objektif (batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk, sputum
berlebih/obstruksi di jalan napas.
- Minor: Subjektif (dyspnea, sulit bicara, ortopnea), Objektif (gelisah, sianosis,
bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah (SDKI,
2017).
• Faktor yang berhubungan:
- Fisiologis: spasme jalan nafas, hipersekresi jalan nafas, disfungsi
neuromuskular, benda asing dalam jalan nafas, adanya jalan nafas buatan,
sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding jalan nafas, proses infeksi, respon
alergi, efek agen farmakologis (mis., anastesi)
- Situasional:
• Kondisi klinis terkait: Gullian barre syndrome, sclerosis multiple, myasthenia
gravis, prosedur diagnostic (mis., bronkoskopi, transesophageal
echocardiography [TEE]), depresi system saraf pusat, cedera kepala, stroke,
kuadriplegia, sindrom aspirasi meconium, infeksi saluran napas, asma (SDKI,
2017).
3. Intervensi
a. Pola nafas tidak efektif
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Management Jalan Napas
keperawatan diharapkan status Obeservasi
pernafasan: pola nafas membaik - Monitor pola napas (frekuensi,
- Kriteria hasil: tingkat kesadaran kedalaman, dan usaha napas)
meningkat, dyspnea menurun, bunyi - Monitor bunyi napas tambahan
nafas tambahan menurun, PCO2 (missalnya : gurgling, mengi,
membaik, PO2 mmebaik, takikardi wheezing, ronkhi kering)
membaik, pH arteri membaik - Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head tilt dan chin lift (jaw
thrust jika curiga adanya trauma
servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika itu
diperlukan
- Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forcep mcgill
- Berikan oksigen, jika itu perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika itu perlu

Manajemen jalan napas buatan


Observasi
- Monitor posisi selang endotrakeal
(ETT), terutama setelah mengubah
posisi
- Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8
jam
- Monitor kulit area stoma trakeostomi
(mis, kemerahan, drainase,
perdarahan)
Terapeutik
- Kurangi tekanan balon secara periodik
tiap shift
- Pasang OPA untuk mencegah ETT
tergigit
- Cegah ETT terlipat (kinking)
- Berikan pre-oksigenasi 100% selama
30 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum
dan setelah penghisapan
- Berikan volume pre-oksigenasi
(bagging atau ventilasi mekanik) 1,5
kali volume tidal
- Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik jika diperlukan (bukan
secara berkala/rutin)
- Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT secara bergantian
(kiri dan kanan) setiap 24 jam
- Lakukan perawatan mulut (mis,
dengan sikat gigi, kasa, pelembap
bibir)
- Lakukan perawatan stoma trakeostomi
Edukasi
- Jelaskan pada pasien dan/atau
keluarga tujuan dan prosedur
pemasangan jalan napas buatan
Kolaborasi
- Kolaborasi intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug yang tidak
dapat dilakukan penghisapan

Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thorax
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika itu perlu

Manajemen ventilasi mekanik


Observasi
- Periksa indikasi ventilator mekanik
(mis, kelelahan otot napas, disfungsi
neurologis, asidosis respiratorik)
- Monitor efek ventilator terhadap
status oksigenasi (mis, bunyi paru,
X ray paru, AGD, SaO2, SvO2,
ETCO2, respon subyektif pasien
- Monitor kriteria perlunya
penyapihan ventilator
- Monitor efek negatif ventilator
(deviasi trakea, barotrauma,
volutrauma, penurunan curah
jantung, distensi gaster, emfisema
subkutan)
- Monitor gejala peningkatan
pernapasa (mis, peningkatan denyut
jantung atau pernapasan,
peningkatan tekanan darah,
diaforesis, perubahan status mental)
- Monitor kondisi yang meningkatkan
konsumsi oksigenasi (mis, demam,
menggigil, kejang, dan nyeri)
- Monitor gangguan mukosa oral,
nasal, trakea, laring
Terapeutik
- Atur posisi 45-60° untuk mencegah
aspirasi
- Reposisi pasien setiap dua jam, jika
perlu
- Lakukan perawatan meulut secara
rutin, termasuk sikat gigi setiap 12
jam
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir sesuai
kebutuhan
- Ganti sirkuit ventilator setiap 24
jam atau sesuai protokol
- Siapkan BVM disamping tempat
tidur untuk antisipasi malfungsi
mesin
- Dokumentasikan respon terhadap
ventilator
Kolaborasi
- Kolaborasi pemilihan mode
ventilator (mis, kontrol volume,
kontrol tekanan atau gabungan)
- Kolaborasi pemberian agen
pelumpuh otot, sedatif, analgesik,
sesuai kebutuhan
- Kolaborasi penggunaan PS atau
PEEP untuk meminimalkan
hipoventilasi aleveolus

b. Gangguan pertukaran gas


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan diharapkan Observasi
karbondioksida pada membran - Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
alveolus-kapiler dalam batas normal. dan upaya napas
Kriteria hasil: - Monitor pola napas (seperti bradipnea,
- Tingkat kesadaran meningkat, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
- Dyspnea menurun, cheyne-strokes, biot, dan ataksik)
- Diaforesis menurun - Monitor kemampuan batuk efektif
- Gelisah menurun - Monitor adanya produksi sputum
- Bunyi nafas tambahan menurun, - Monitor adanya sumbatan jalan napas
- PCO2 membaik, PO2 membaik, - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Takikardi membaik, - Auskultasi bunyi napas
- pH arteri membaik - Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thorax
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
itu perlu

Terapi oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodic
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen
(misalnya: oksimetri, analisa gas
darah), jika itu perlu
- Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut, hidung,
dan trakea, jika itu perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan oksigen tambahan, jika itu
perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien di
transportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan atau tidur

c. bersihan jalan nafas tidak efektif


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Management Jalan Napas
keperawatan diharapkan status Obeservasi
pernafasan: bersihan jalan nafas - Monitor pola napas (frekuensi,
meningkat. kedalaman, dan usaha napas)
- Kriteria hasil: batuk efektif - Monitor bunyi napas tambahan
meningkat, produksi sputum (missalnya : gurgling, mengi,
menurun, mengi menurun, wheezing wheezing, ronkhi kering)
menurun, dyspnea menurun, ortopnea - Monitor sputum (jumlah, warna,
menurun, sulit biacara menurun, aroma)
sianosis menurun, gelisah menurun, Terapeutik
frekuensi nafas membaik, pola nafas - Pertahankan kepatenan jalan napas
membaik. dengan head tilt dan chin lift (jaw
thrust jika curiga adanya trauma
servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika itu
diperlukan
- Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forcep mcgill
- Berikan oksigen, jika itu perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika itu perlu

Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti :
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne- strokes, biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thorak
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
itu perlu

Manajemen jalan napas buatan


Observasi
- Monitor posisi selang endotrakeal
(ETT), terutama setelah mengubah
posisi
- Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8
jam
- Monitor kulit area stoma trakeostomi
(mis, kemerahan, drainase,
perdarahan)
Terapeutik
- Kurangi tekanan balon secara periodik
tiap shift
- Pasang OPA untuk mencegah ETT
tergigit
- Cegah ETT terlipat (kinking)
- Berikan pre-oksigenasi 100% selama
30 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum
dan setelah penghisapan
- Berikan volume pre-oksigenasi
(bagging atau ventilasi mekanik) 1,5
kali volume tidal
- Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik jika diperlukan (bukan
secara berkala/rutin)
- Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT secara bergantian
(kiri dan kanan) setiap 24 jam
- Lakukan perawatan mulut (mis,
dengan sikat gigi, kasa, pelembap
bibir)
- Lakukan perawatan stoma trakeostomi
Edukasi
- Jelaskan pada pasien dan/atau
keluarga tujuan dan prosedur
pemasangan jalan napas buatan
Kolaborasi
- Kolaborasi intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug yang tidak
dapat dilakukan penghisapan
DAFTAR PUSTAKA

American Association for Respiratory Care, www.aarc.org American Lung Association, W.


lungusa. or. (2009). Gas Exchange and Respiratory Function, pp. 484–516.
Arifputera, A. (2014) Kapita Selekta Kedokteran. IV. Jakarta.
Gunning, K. E. (2003) Pathophysiology of Respiratory Failure and Indications for
Respiratory Support, Surgery (Oxford), 21(3), pp. 72–76. doi:
http://dx.doi.org/10.1383/surg.21.3.72.14672.
National Heart, lung, and B. I. (NIH) (2011). What is respiratory failure?
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
Keperawatan, Edisi 1. Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1; Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Raina, A. H. et al. (2013). Pulmonary tuberculosis presenting with acute respiratory distress
syndrome (ARDS): A case report and review of literature
Steven A. Sahn, M. (2012). Malignant pleural effusions, Pakistan Journal of Chest
Medicine, 18(1), pp. 13–22.
LAPORAN KASUS
ICU
Lampiran 3

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DI RUANG ICU / ICCU

I. Identitas Klien
Nama : Tn. A Usia : 46 tahun
No RMK : 01500274 Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal pengkajian : 07-04-2022 Hari rawat ke : 5
Agama : Islam Status : Menikah
BB/TB :-
Alamat : Jl. Rawa Buaya Rt 007/02, Cengkareng, Jakarta Barat
Diagnosa medis : Gagal Napas, Penurunan Kesadaran, Pneumonia, TB Paru,
Sepsis, DM, CKD

II. Alasan masuk ICU/ICCU (termasuk riwayat sakit)

Pasien dirujuk pada tanggal 13 Mei 2022 ke IGD RSUD Tarakan datang dengan keluhan
tidak sadarkan diri. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Pesanggrahan dengan sudah
dalam kondisi terintubasi. Pasien sudah tidak sadarkan diri sejak 2 April smrs secara tiba-
tiba. Istri pasien mengatakan pasien ada riwayat demam 9 hari yang lalu, nyeri tulang
persendian, GDS saat masuk 526 mg/dL. Pasien sebelumnya merupakan perokok 2
bungkus/hari, minum kopi kurang lebih 3 gelas sehari. Pasien dipindahkan ke ICU pada
tanggal 15 Mei 2022 dengan diagnosa Gagal napas, penurunan kesadaran. Pasien
terpasang ventilator dengan pola PSIMV + PS, PS 6 PC 8 PEEP 5 FiO2 40%, terpasang
NGT dengan residu hijau pekat, terpasang CVC di femuralis dextra, cairan IVFD
Hydromal, mendapat lasix, terpasang insulin drip. TTV : TD 150/80 mmHg, HR 119
x/mnt, RR 17 x/mnt, Suhu 37,8°C.
III. Pengkajian Fisik Umum

Pernafasan I: tidak ada sumbatan jalan nafas, bentuk dada simetris, pasien
terpasang ETT dengan PEEP 5
P: ekspansi paru simetris, taktil premitus simetris
P: sonor
A: suara nafas ronchi

Kardiovaskuler I: bentuk dada simetris, denyut nadi apical tidak tampak


P: denyut nadi apical (iktus cordis) teraba di ICS 5
midklavikula kiri
P: dulness
A: BJ 1 dan BJ 2, disertai gallop

I: bentuk abdoment datar, simetris, pergerakan dinding


Gastrointestinal
abdomen normal
A: bising usus 10 x/mnt
P: tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa,
tidak ada asites
P: timpani

Neurologi kesadaran samnolen, GCS 5 (E2M2Vett), tidak ada refleks


patologis, tidak ada gangguan 12 saraf kranial

Genito Urinaria Pasien terpasang kateter

Endokrin Kelenjar tiroid normal tidak teraba

Muskuloskeletal Kekuatan otot 5 pada seluruh ekstremitas, tidak ada kontraktur


2 2
1 1

Integumen Akral hangat, turgor kulit kurang elastis, tidak ada edema,
tidak ada lesi

Nutrisi Diet cair 4 x 100 cc

Cairan terpasang hydromal : valamin 42 cc/jam, OMZ 8 mg/jam, lasix


10 mg/jam, fentanyl 400 µg/24 jam

Istirahat – tidur Tidak terkaji


Psikososial Hubungan dengan keluarga baik

Spiritual -

Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hasil Nilai Intepretasi


/diagnostik Rujukan
Tgl 19-05-2022
Fungsi Ginjal
Ureum 345 mg/dL 19 – 44 Tinggi
Kreatinin 13,5 mg/dL 0,6-1.3 Tinggi
Elektrolit
Kalsium total 6,1 mg/dL 8,6 – 10,3 Rendah
Natrium 133 mEq/L 135 – 150 Rendah
Kalium 7,3 mEq/L 3,6 – 5,5 Tinggi
Klorida 113 mEq/L 94 – 111 Tinggi
Diabetes
GDS 162 mg/dL < 140 Tinggi
Analisa Gas
Darah
pH 7,454 7,350 – 7,450 Tinggi
p CO2 29,0 mmHg 35,0 – 45,0 Rendah
p O2 119,2 mmHg 83 – 108 Tinggi
SO2 98,9 % 85 – 99 Normal
BE-ecf - 3,6 mmol/L -2 – 3 Rendah
BE-b - 1,6 mmol/L
SBC 23,1 mmol/L
HCO3 20,5 mmol/L 21,0 – 28,0 Rendah
TCO2 21,4 mmol/L 23 – 27 Rendah
A 113,0 mmHg 128 - 229 Rendah
a/A 1,1 mmHg
PO2/FIO2 570,3
Tgl 08-04-2022
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 9,0 g/dL 14,0 – 16,0 Rendah
Hematokrit 27,7 % 40,0 – 48,0 Rendah
Eritrosit 3,30 106/µL 4,60 – 6,20 Rendah
Leukosit 18,18 103/µL 5,00 – 10,00 Tinggi
Trombosit 433 103/µL 150 – 400 Normal
MCV 83,9 fL 82,0 – 92,0 Normal
MCH 27,3 pg 27,0 – 31,0 Normal
MCHC 32,5 g/dL 32,0 – 37,0 Normal
Fungsi Ginjal
Ureum 343 mg/dL 19 – 44 Tinggi
Kreatinin 13,7 mg/dL 0,6-1.3 Tinggi
Elektrolit
Magnesium 3,1 mg/dL 1.8 – 2.6 Tinggi
Kalsium total 7,8 mg/dL 8,6 – 10,3 Rendah
Natrium 142 mEq/L 135 – 150 Normal
Kalium 5,6 mEq/L 3,6 – 5,5 Tinggi
Klorida 113 mEq/L 94 – 111 Tinggi
Analisa Gas
Darah
pH 7,497 7,350 – 7,450 Tinggi
p CO2 26,9 mmHg 35,0 – 45,0 Rendah
p O2 70,6 mmHg 83 – 108 Rendah
SO2 95,6 % 85 – 99 Normal
BE-ecf - 2,4 mmol/L -2 – 3 Rendah
BE-b - 0,2 mmol/L
SBC 24,2 mmol/L
HCO3 21,0 mmol/L 21,0 – 28,0 Normal
TCO2 21,8 mmol/L 23 – 27 Rendah
A 115,6 mmHg 128 - 229 Rendah
a/A 0,6 mmHg
PO2/FIO2 337,6

Pemeriksaan foto thorax: pulmo tak tampak kelainan, besar


Cor dalam batas normal ( CTR < 0,56)
Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi

Program Terapi IVFD


- Hydromal
- Valamin
Parenteral
- Meropenem 3 x 1 gr
- Citicolin 2 x 500 mg
- OMZ drip
- Lasix drip
- Fentanyl
- Insulin drip
- Perdipin drip
- Asam folat 3 x 1
- Curcuma 3 x 1
- Rifampicin 1 x 450 mg
- INH 1 x 300 mg
- Candesartan 1 x 8 mg
- Pyraznamide 1 x 1000
- Acetylsistein 3 x 200 mg

IV. Analisa Data


Data Fokus Problem Etiologi
DS: -
DO:
- Keadaan umum lemah
- Kesadaran samnolen
- GCS 5 (E2M2Vett) Pola nafas tidak efektif Hambatan upaya nafas
- Pasien terpasang ventilator
dengan pola PSIMV + PS, PS 6
PC 8 PEEP 5 FiO2 40%
- RR 14 x/mnt
DS:
DO:
- Keadaan umum lemah
- Kesadaran samnolen
- GCS 5 (E2M2Vett) Bersihan jalan nafas tidak
Hipersekresi
- Pasien terpasang ventilator efektif
dengan pola PSIMV + PS, PS 6
PC 8 PEEP 5 FiO2 40%
- RR 14 x/mnt
- Terdengar stridor

V. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
VI. Diagnosa dan Perencanaan
Diagnosa Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan pada Tn. CM - Monitor frekuensi, irama,
selama 3x24 jam diharapkan kedalaman
inspirasi dan ekspirasi - Monitor pola napas (seperti
memberikan ventilasi yang bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
adekuat dengan kriteria hasil: kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan
- Frekuensi nafas dalam ataksik)
rentang normal 16-20 - Monitor posisi selang endotrakeal
x/menit (ETT), terutama setelah mengubah
- Pola nafas perlahan posisi
normal - Monitor tekanan balon ETT setiap 4-
- Penggunaan ventilator 8 jam
berkurang - Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
Pola nafas tidak - Monitor nilai AGD
efektif Terapeutik
- Kurangi tekanan balon secara
periodik tiap shift
- Pasang OPA untuk mencegah ETT
tergigit
- Cegah ETT terlipat (kinking)
- Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT secara bergantian
(kiri dan kanan) setiap 24 jam
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
- Lanjutkan pemberian terapi oksigen
on ventilator
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan pada Tn. CM - Monitor frekuensi, irama,
selama 3x24 jam diharapkan kedalaman, dan upaya napas
bersihan jalan nafas - Monitor pola napas
Berihan jalan
meningkat dengan kriteria - Auskultasi bunyi napas
nafas tidak
hasil: - Monitor efektifitas terapi oksigen
efektif
- Produksi sputum (misalnya: oksimetri, analisa gas
menurun darah)
- Gelisah menurun - Monitor saturasi oksigen
- Whezing menurun - Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Berikan pre-oksigenasi 100% selama
30 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum
dan setelah penghisapan
- Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik jika diperlukan (bukan
secara berkala/rutin)
Kolaborasi
- Lanjutkan pemberian bronkodilator
: ventolyn
VII. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Pemantauan Respirasi S: -
Observasi O:
- Memonitor frekuensi, - Keadaan umum
irama, kedalaman lemah
- Memonitor pola napas - Kesadaran samnolen
- Memonitor posisi - GCS 5 (E2M2Vett)
selang endotrakeal - Pasien terpasang
(ETT), terutama setelah ventilator dengan
mengubah posisi pola PSIMV + PS,
- Memonitor tekanan PS 6 PC 8 PEEP 5
balon ETT setiap 4-8 FiO2 40%
jam - RR 14 x/mnt
- Mengauskultasi bunyi - Terdengar ronchi
napas A: pola nafas tidak
- Memonitor saturasi efektif belum teratasi
oksigen P:
- Memonitor nilai AGD - Monitor frekuensi,
Terapeutik irama, kedalaman
- Mengurangi tekanan - Monitor pola
19-05-2022 balon secara periodik napas (seperti
1
09.00 tiap shift bradipnea,
- Memasang OPA untuk takipnea,
mencegah ETT tergigit hiperventilasi,
- Mencegah ETT terlipat kussmaul, cheyne-
(kinking) strokes, biot, dan
- Mengganti fiksasi ETT ataksik)
setiap 24 jam - Monitor posisi
- Mengubah posisi ETT selang endotrakeal
secara bergantian (kiri (ETT), terutama
dan kanan) setiap 24 setelah mengubah
jam posisi
- Mengatur interval - Monitor tekanan
pemantauan respirasi balon ETT setiap 4-
sesuai kondisi pasien 8 jam
- Mendokumentasikan - Auskultasi bunyi
hasil pemantauan napas
Kolaborasi - Monitor saturasi
- Melanjutkan pemberian oksigen
terapi oksigen on - Monitor nilai
ventilator AGD
- Kurangi tekanan
balon secara
periodik tiap shift
- Pasang OPA untuk
mencegah ETT
tergigit
- Cegah ETT terlipat
(kinking)
- Ganti fiksasi ETT
setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT
secara bergantian
(kiri dan kanan)
setiap 24 jam
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
- Lanjutkan
pemberian terapi
oksigen on
ventilator
Observasi S: -
- Memonitor frekuensi, O:
irama, kedalaman, dan - Keadaan umum
upaya napas lemah
- Memonitor pola napas - Kesadaran samnolen
- Mengauskultasi bunyi - GCS 5 (E2M2Vett)
napas - Pasien terpasang
- Memonitor efektifitas ventilator dengan
19-05-2022 terapi oksigen pola PSIMV + PS,
2
09.00 (misalnya: oksimetri, PS 6 PC 8 PEEP 5
analisa gas darah) FiO2 40%
- Memonitor saturasi - RR 14 x/mnt
oksigen - Terdengar ronchi
- Memonitor nilai AGD A: bersihan jalan nafas
Terapeutik tidak efektif belum
- Memberikan pre- teratasi
oksigenasi 100% selama P:
30 detik (3-6 kali
ventilasi) sebelum dan - Monitor frekuensi,
setelah penghisapan irama, kedalaman,
- Melakukan penghisapan dan upaya napas
lendir kurang dari 15 - Monitor pola napas
detik jika diperlukan - Auskultasi bunyi
(bukan secara napas
berkala/rutin) - Monitor efektifitas
Kolaborasi terapi oksigen
- Lanjutkan pemberian (misalnya:
bronkodilator : oksimetri, analisa
ventolyn gas darah)
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
- Berikan pre-
oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6
kali ventilasi)
sebelum dan setelah
penghisapan
- Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
jika diperlukan
(bukan secara
berkala/rutin)
- Lanjutkan
pemberian
bronkodilator :
ventolyn

Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Paraf


Pemantauan Respirasi S: -
Observasi O:
- Memonitor frekuensi, - Keadaan umum
irama, kedalaman lemah
20-04-2022
1 - Memonitor pola napas - Kesadaran samnolen
09.00
- Memonitor posisi - GCS 5 (E2M2Vett)
selang endotrakeal - Pasien terpasang
(ETT), terutama setelah ventilator dengan
mengubah posisi pola PSIMV + PS,
- Memonitor tekanan PS 6 PC 8 PEEP 5
balon ETT setiap 4-8 FiO2 40%
jam - RR 15 x/mnt
- Mengauskultasi bunyi - Terdengar ronchi
napas A: pola nafas tidak
- Memonitor saturasi efektif belum teratasi
oksigen P:
- Memonitor nilai AGD - Monitor frekuensi,
Terapeutik irama, kedalaman
- Mengurangi tekanan - Monitor pola
balon secara periodik napas (seperti
tiap shift bradipnea,
- Memasang OPA untuk takipnea,
mencegah ETT tergigit hiperventilasi,
- Mencegah ETT terlipat kussmaul, cheyne-
(kinking) strokes, biot, dan
- Mengganti fiksasi ETT ataksik)
setiap 24 jam - Monitor posisi
- Mengubah posisi ETT selang endotrakeal
secara bergantian (kiri (ETT), terutama
dan kanan) setiap 24 setelah mengubah
jam posisi
- Mengatur interval - Monitor tekanan
pemantauan respirasi balon ETT setiap 4-
sesuai kondisi pasien 8 jam
- Mendokumentasikan - Auskultasi bunyi
hasil pemantauan napas
Kolaborasi - Monitor saturasi
- Melanjutkan pemberian oksigen
terapi oksigen on - Monitor nilai
ventilator AGD
- Kurangi tekanan
balon secara
periodik tiap shift
- Pasang OPA untuk
mencegah ETT
tergigit
- Cegah ETT terlipat
(kinking)
- Ganti fiksasi ETT
setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT
secara bergantian
(kiri dan kanan)
setiap 24 jam
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
- Lanjutkan
pemberian terapi
oksigen on
ventilator
Observasi S: -
- Memonitor frekuensi, O:
irama, kedalaman, dan - Keadaan umum
upaya napas lemah
- Memonitor pola napas - Kesadaran samnolen
- Mengauskultasi bunyi - GCS 5 (E2M2Vett)
napas - Pasien terpasang
- Memonitor efektifitas ventilator dengan
terapi oksigen pola PSIMV + PS,
(misalnya: oksimetri, PS 6 PC 8 PEEP 5
analisa gas darah) FiO2 40%
- Memonitor saturasi - RR 15 x/mnt
oksigen A: bersihan jalan nafas
- Memonitor nilai AGD tidak efektif belum
20-05-2022 Terapeutik teratasi
2
09.00 - Memberikan pre- P:
oksigenasi 100% selama - Monitor frekuensi,
30 detik (3-6 kali irama, kedalaman,
ventilasi) sebelum dan dan upaya napas
setelah penghisapan - Monitor pola napas
- Melakukan penghisapan - Auskultasi bunyi
lendir kurang dari 15 napas
detik jika diperlukan - Monitor efektifitas
(bukan secara terapi oksigen
berkala/rutin) (misalnya:
Kolaborasi oksimetri, analisa
- Lanjutkan pemberian gas darah)
bronkodilator : - Monitor saturasi
ventolyn oksigen
- Monitor nilai AGD
- Berikan pre-
oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6
kali ventilasi)
sebelum dan setelah
penghisapan
- Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
jika diperlukan
(bukan secara
berkala/rutin)
- Lanjutkan
pemberian
bronkodilator :
ventolyn

Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Paraf


Pemantauan Respirasi S: -
Observasi O:
- Memonitor frekuensi, - Keadaan umum
irama, kedalaman lemah
- Memonitor pola napas - Kesadaran apatis
- Mengauskultasi bunyi - GCS 5 (E3M5V3)
napas - Pasien extubasi
- Memonitor saturasi dengan terpasang
oksigen nasal kanul 4 lpm
- Memonitor nilai AGD - RR 18 x/mnt
Terapeutik A: pola nafas tidak
23-05-2022 - Mengurangi tekanan efektif teratasi sebagian
1
14.00 balon secara periodik P:
tiap shift - Monitor frekuensi,
- Memasang OPA untuk irama, kedalaman
mencegah ETT tergigit - Monitor pola
- Mencegah ETT terlipat napas (seperti
(kinking) bradipnea,
- Mengganti fiksasi ETT takipnea,
setiap 24 jam hiperventilasi,
- Mengubah posisi ETT kussmaul, cheyne-
secara bergantian (kiri strokes, biot, dan
dan kanan) setiap 24 ataksik)
jam
- Mengatur interval - Auskultasi bunyi
pemantauan respirasi napas
sesuai kondisi pasien - Monitor saturasi
- Mendokumentasikan oksigen
hasil pemantauan - Monitor nilai
Kolaborasi AGD
- Melanjutkan pemberian - Atur interval
terapi oksigen on pemantauan
ventilator respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
- Lanjutkan
pemberian terapi
oksigen nasal kanul
4 lpm
Observasi S: -
- Memonitor frekuensi, O:
irama, kedalaman, dan - Keadaan umum
upaya napas lemah
- Memonitor pola napas - Kesadaran apatis
- Mengauskultasi bunyi - GCS 5 (E3M5V3)
napas - Pasien extubasi
- Memonitor efektifitas dengan terpasang
terapi oksigen nasal kanul 4 lpm
(misalnya: oksimetri, - RR 18 x/mnt
analisa gas darah) A: bersihan jalan nafas
- Memonitor saturasi tidak efektif teratasi
oksigen sebagian
23-05-2022
2 - Memonitor nilai AGD P:
16.00
Terapeutik - Monitor frekuensi,
- Atur interval irama, kedalaman,
pemantauan respirasi dan upaya napas
sesuai kondisi pasien - Monitor pola napas
- Dokumentasikan hasil - Auskultasi bunyi
pemantauan napas
Kolaborasi - Monitor efektifitas
- Lanjutkan pemberian terapi oksigen
bronkodilator : (misalnya:
ventolyn oksimetri, analisa
gas darah)
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
- Lanjutkan
pemberian
bronkodilator :
ventolyn
LAPORAN SOP
LAPORAN PENDAHULUAN
SATUAN OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TRIASE/TRIAGE

DEFINISI Triase (Triage) adalah Tindakan untuk


memilah/mengelompokkan korban berdasar beratnya cidera,
kemungkinan untuk hidup, dan keberhasilan tindakan
berdasar sumber daya (SDM dan sarana) yang tersedia
TUJUAN 1. Mengidentifikasi cidera/kelainan pengancam jiwa
memulai tindakan yang sesuai
2. Mencegah kematian dini karena trauma/kelainan
yang biasa terjadi beberapa menit hingga beberapa
jam kemudian
3. Mengatur kecepatan dan efisiensi
tindakan
definltif/transfer kefasilitas yang sesuai
KEBIJAKAN a. Memilah korban berdasar:
- Beratnya cidera
- Besarnya kemungkinan untuk hidup
- Fasilitas yang ada / kemungkinan keberhasilan
tindakan
b. Triase tidak disertai tindakan
Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap
pertolongan harus dilakukan sesegera mungkin
PERALATAN 1. Lembar form triage
2. Alat tulis
PERSIAPAN PASIEN 1. Beri penjelasan tentang dilakukannya triage
2. Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhannya
1. Petugas menerima pasien yang datang di UGD.
2. Petugas melakukan anamnese
3. Petugas memriksa pasien singkat dan cepat (selintas)
untuk menentukan derajat kegawatannya.
4. Petugas memeriksa pasiendi luar ruang triase (di
depan gedung UGD) apabila pasien lebih dari 10
orang.
5. Petugas memberikan kode warna menurut
kegawatnnya :
PROSEDUR a. Segera- Immediate (I)- MERAH. Pasien
mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong
segera. Misalnya : Tension pneumothorax,
distress pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan
internal vasa besar dsb.
b. Tunda-Delayed (II)-KUNING. Pasien
memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada
ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan
laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada
ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka
bakar <25% luas="" permukaan="" tubuh=""
dsb="" br="">
c. Minimal (III)-HIJAU. Pasien mendapat cedera
minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri
atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi
minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
Expextant (0)-HITAM. Pasien menglami cedera
mematikan dan akan meninggal meski mendapat
pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3
hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital,
dsb
6. Petugas memprioritas pelayanan sesuai dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.
7. Petugas langsung memberikan tindakan di ruang
tindakan UGD apabila triase merah
8. Petugas apabila memerlukan tindakan medis lebih
lanjut, pasien dirujuk ke rumah sakit lain.
9. Petugas memberikan tindakan pada pasien dengan
kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat menunggu giliran setelah
pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.
10. Petugas memindahkan pasien dengan kategori triase
hijau ke rawat jalan
11. Petugas memulangkan pasien yang sudah membaik.
a. Petugas memindah pasien kategori triase hitam ke
kamar jenazah
PENDOKUMENTASIAN 1. Catat tindakan yang dilakukan dan alat yang digunakan
2. Catat respon dan kondisi pasien selama dilakukannya
proses triase
KOMPLIKASI/BAHAYA Jika tidak dilakukan triase sesuai prioritas dan prosedur
YANG MUNGKIN maka dapat menyebabkan kecacatan hingga kematian
TERJADI karena ketidaksesuaian atau keterlambatan penanganan
akibat triase yang tidak sesuai.

DAFTAR PUSTAKA https://sop.tangerangkota.go.id/uploads/gallery/triase.pdf


LAPORAN PENDAHULUAN
SATUAN OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) GLASGOW COMA SCALE

Pengertian Pemeriksaan Glasgow Coma Scale adalah suatu tindakan


menilai secara kuantitaf tingkat kesadaran pada pasien dengan
gangguan neurologi
Tujuan Untuk mengetahui tingkat kesadaran pada pasien dengan
gangguan neurologi secara kuantitatif yang meliputi :
• Respon mata,
• Respon mootorik
• Respon verbal.
Indikasi Pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran
Alat • Reflex Hammer
• Penlight
• Ballpoint
• Kertas hasil pemeriksaan
Prosedur Prosedur Tindakan
A. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Menempatkan alat didekat pasien
3. Mencuci Tangan B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien
dan keluarga
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum
pemeriksaan dilakukan
C. Tahap Kerja
Melakukan uji :
1. Respon membuka mata
2. Respon verbal dengan mengajak bicara dan menilai
respon
3. Respon motorik dengan memberikan rangsang nyeri dan
menilai respon pasien D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Kontrak untuk tindakan selanjutnya
3. Berpamitan
4. Membereskan alat alat
5. Mencuci tangan
6. Mendokumentasikan dalam lembar pemeriksaan
Prosedur Tindakan - Petugas mencuci tangan
- Petugas membawa pasien ke tempat yang aman -
Petugas mengkaji respon pasien meliputi :
a. Eye ( respon membuka mata)
(4) Spontan
(3) Dengan rangsang suara ( suruh pasien membuka
mata)
(2) dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan
nyeri (misalnya menekan kuku jari)
(1) tidak ada respon

b. Verbal (respon verbal)


(5) : orientasi baik
(4) : bingung ; berbicara mengacau (sering
bertanya berulang ulang) disorientasi tempat
dan waktu
(3) :kata kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata
kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat, misalnya (aduh
..........................................................................
bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon c
Motorik (Respon Motorik)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau dan
menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)

(4) : withdraws (menghindar/menarik extrimitas


atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(3) : fleksi abnormal (tangan satu atau keduanya
posisi kaku diatas dada dan kaki ekstensi saat
diberi rangsang nyeri.
(2) : ekstensi abnormal (tangan satu atau
keduanya ekstensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal dan kaki ekstensi saat diberi rangsang
nyeri)
(1) : tidak ada respon
- hasil pemeriksaan tingkat kesadaran dengan
pemeriksaan GCS disajikan dengan simbol
E....V.....M......
- petugas mencuci tangan

- petugas mencatat hasil pemeriksaan Dengan kriteria


GCS :
14-15 : Normal
9-13 : CKR ( cedera kepala ringan)
3-8 : CKB (Cedera Kepala Berat)
Dibawah 8 : Berat
Referensi Black, J.M. & Matassarin-Jacobs, F. (1993). Luckmann and
Sorensen’s Medical-Surgical Nursing: a
psychophysiologic approach. (4th ed.). Philadelphia:
W.B. Saunders Company
Lewis, S.M., Heitkemper, M.M., & Dirksen, S.R.(2003.
Medical Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problems. (5th ed.). St. Louis:
Mosby.
Potter & Perry (1994) Clinical Nursing Skill & Practice, Mosby
Year Book
ST LAPO PENDAH ULUAN
ANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
TRIAGE

PfoSfls khusu9 memilah pasien (berdasarkan yang paling met


flfiglami pcrburukan klinis segera) untuk yyttdtan prioritas
perawatan gawai darurat media serta prioritas W^P° '
berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan.

1. Mengidentifikasi cidera / kelalaian pengancam jiw a d6tt


memulai tindakan yang sesuai
2. Mencegah kematian dini karena trauma / kelainan yang biasa
Tujuan tejadi beberapa menit hingga beberapa jam kemudian
3. Mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definltif/transfer
kefasilitas yang sesuai

1. Lembar form triagc


Peralatan 2. Alat tulis

1. Ben penjelasan tentang dilakukannya triage


Persiapan Pasien 2. Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan
1. Petugas triase (dokter atau perawat) melakukan triase primer
dengan menggunakan sistem ATS dan mengisi formulir
triase.
2. Keputusan tatalaksana respon dopat menjadi hak penuh
petugas triase setelah mempcriimban On aspek medis
maupun non-medis.
3. Pasien dengan krileria respon segera tasusitasi) dan 10
Prosedur menit (emergency masuk ke zona merab (ga at darura )
t
untuk selanjutnya ditalalaksana sesuai kebutuhanp o ti o, n
4. Pasien dengan Criteria respon 30 menit (urgency) m
asuk ke
Zona kuning (gawat tidaki t),
5. Pa da BSi n denJn Criteria resp on ›60 m
ni t a gp
non urgency dan fals e
°^ >•y. Pesien ke zona hijgtl ttidak
gawat tidak danuat)
1. Catat tindakan yang dilakukan dan alat yang digunakan

Pendokumentasian 2. Catat respon dan kondisi pasien selama dilakukannya proses


triase

Jika tidak dilakukan triase sesuai prioritas dan prosedur maka


dapat menyebabkan kecacatan hingga kematian karena
Komplikasi / Bahaya
yang mungkin terjadi ketidaksesuaian atau keterlambatan penanganan akibat triase
yang tidak sesuai.

Daftar Pustaka https://sop.tangerangkota.go.id/uploads/gallery/triase.pdf


LAPORAN RESUME
IGD
Lampiran 2

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Di Ruang Unit Gawat Darurat

Nama Tn. LB
Usia; Jenis Kelamin 63 tahun; Laki-laki
Tanggal masuk RS 13-05-2022
Diagnosa Medis Fraktur kompresi lumbal
Keluhan utama Pasien mengatakan kedua kaki tidak bisa digerakan karena nyeri pada
bagian punggung sudah sejak dua bulan yang lalu. Pasien tampak
meringis kesakitan jika punggung digerakan, skala nyeri 5.
Riwayat penyakit Pasien mengatakan sudah dua bulan didiagnosa mengalami fraktur
kompresi lumbal 1 – 2 tetapi awalnya pasien tidak mau operasi. Pasien
mengatakan nyeri ulu hati sehingga sering mual. Pasien mempunyai
riwayat hipertensi (+) dan mengonsumsi Amlodipin 10 mg.
Survey primer Airway:
- Tidak ada sumbatan jalan nafas

Breathing:
- Pergerakan dada simetris, retraksi dinding dada (-), nafas cuping
hidung (-)
- Frekuensi pernafasan 20 x/mnt, irama reguler
- Suara nafas vesikuler +/+
- Tidak ada krepitus dan deformitas

Circulation:
- Warna kulit normal
- Akral hangat
- CRT <2 detik

Disability:
- Kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5)
- Pupil isokor +/+, reaksi cahaya +/+

Exposure :
- Memar (-), laserasi (-), deformitas (-), warna kulit normal
Survey sekunder Kepala: bentuk kepala normal, tidak ada lesi dan benjolan, tidak ada
nyeri tekan, distribusi rambut merata, rambut lepek

Wajah: bentuk wajah oval simetris, tidak ada kelemahan otot wajah

Mata: palpebra normal, gerakan bola mata normal, sklera anikterik,


konjungtiva ananemis

Telinga: telinga simetris kiri/kanan, tidak ada tanda-tanda infeksi,


pendengaran normal

Hidung: simetris, tidak ada lesi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada sumbatan, tidak ada bengkak, penciuman normal

Mulut: mukosa bibir lembap, tidak ada lesi dan tidak ada stomatitis,
kebersihan (+), tidak ada karies gigi, gigi tidak lengkap

Leher: bentuk simetris, tidak ada pembesaran JVP, kemampuan


menelan normal

Dada: dada simetris, perkusi jantung dulness, terdengar BJ1 dan BJ2,
tidak ada bunyi tambahan, ekspansi paru simetris, perkusi paru sonor

Abdomen : simetris, tidak ada asites, bunyi abdomen timpani, bising


usus 10 x/mnt, tidak teraba tonjolan, tidak ada nyeri tekan,
Genitourinari: tidak terkaji
Ekstremitas: ekstremitas atas dan bawah simetris kri/kanan, tidak ada
deformitas, kekuatan otot normal pada kedua ekstremitas
Integumen: kulit normal, tidak sianosis, integritas kulit baik, tidak ada
lesi
Daftar masalah 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik (trauma)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3. Risiko defisit nutrisi berhubungan dnegan kurangnya asupan
makanan
Diagnosa keperawatan
Patoflow
prioritas:

Trauma Fraktur kompresi


torakal-lumbal lumbal 1-2

Nyeri Akut
berhubungan dengan Kerusakan badan
vertebra
agen pencendera fisik
(trauma)

Spasme otot
Nyeri akut Rasa nyeri pravertebralis,
iritasi serabut saraf

Intervensi Manajemen Nyeri


Observasi
- Identifikasi lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
intensitas, dan skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
- Melakukan teknik log roll dalam memindahkan pasien
Edukasi
- Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Menjelaskan strategi meredakan nyeri
- Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis (tarik nafas dalam) untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgesic
Evaluasi S:
- Pasien mengatakan masih merasa sakit pada punggung
- P: Nyeri saat punggung digerakan
Q: seperti terjepit
R: pada punggung
S: 5
T: 1-2 menit
O:
- Pasien tampak meringis kesakitan
- Pasien bersikap protektif saat ingin bergerak
- TTV: TD 119/84 mmHg, Nadi 117 x/mnt, RR 20 x/mnt, Suhu
36°C
A: Masalah belum teratasi
P:
- Observasi karakteristik nyeri
- Melakukan teknik log roll dalam memindahkan pasien
- Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis (tarik nafas dalam) untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi dalam pemberian analgesic dan pemeriksaan radiologis
Lampiran 2

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Di Ruang Unit Gawat Darurat

Nama Tn. S
Usia; Jenis Kelamin 55 tahun; Laki-laki
Tanggal masuk RS 16-05-2022
Diagnosa Medis TB Paru klinis, Emfisema Thorax kanan
Keluhan utama Pasien atas nama Ny. S diantar oleh anaknya dengan keluhan mual
muntah sejak 3 hari yang lalu SMRS, perut terasa panas, nyeri ulu hati,
nafas terasa sesak dan batuk dahak (+), keringat di malam hari, BB
turun sudah 5 kg dalam 3 bulan terakhir.
Riwayat penyakit Pasien mengatakan memiliki riwayat TB sudah sejak 1 tahun yang lalu
tetapi tidak rutin minum obat. Pasien memiliki riwayat DM, dan
merupakan perokok
Survey primer Airway:
- Sumbatan jalan nafas sebagian akibat penumpukan sekret

Breathing:
- Pergerakan dada simetris, retraksi dinding dada (+), nafas cuping
hidung (+)
- Frekuensi pernafasan 23 x/mnt, ireguler
- Suara nafas rochi

Circulation:
- Warna kulit normal
- Akral hangat
- CRT <2 detik

Disability:
- Kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5)
- Pupil isokor +/+, reaksi cahaya +/+

Exposure :
- Memar (-), laserasi (-), deformitas (-), warna kulit normal
Survey sekunder Kepala: bentuk kepala normal, tidak ada lesi dan benjolan, tidak ada
nyeri tekan, distribusi rambut merata, rambut lepek

Wajah: bentuk wajah oval simetris, tidak ada kelemahan otot wajah

Mata: palpebra normal, gerakan bola mata normal, sklera anikterik,


konjungtiva ananemis

Telinga: telinga simetris kiri/kanan, tidak ada tanda-tanda infeksi,


pendengaran normal

Hidung: simetris, tidak ada lesi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada sumbatan, tidak ada bengkak, penciuman normal, nafas cuping
hidung (+)

Mulut: mukosa bibir lembap, tidak ada lesi dan tidak ada stomatitis,
kebersihan (+), tidak ada karies gigi, gigi lengkap

Leher: bentuk simetris, tidak ada pembesaran JVP, kemampuan


menelan normal

Dada: dada simetris, perkusi jantung dulness, terdengar BJ1 dan BJ2,
tidak ada bunyi tambahan, ekspansi paru simetris, perkusi paru sonor

Abdomen : simetris, tidak ada asites, bunyi abdomen timpani, bising


usus 12 x/mnt, tidak teraba tonjolan, tidak ada nyeri tekan,
Genitourinari: tidak terkaji
Ekstremitas: ekstremitas atas dan bawah simetris kri/kanan, tidak ada
deformitas, kekuatan otot normal pada kedua ekstremitas

Integumen: kulit normal, tidak sianosis, integritas kulit baik, tidak ada
lesi
Daftar masalah 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus-kapiler
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
Diagnosa keperawatan
Patoflow
prioritas:

Gangguan
Asap rokok pembersihan paru

Gangguan pertukaran
gas berhubungan Hipoksemia Bersihan
jalan nafas Respon
dengan perubahan inflamasi
tidak efektif
membran alveolus-
Penurunan O2
kapiler
Lisis dinding
alveoli

Obstruksi pada
pertukaran O2 dan CO2
Emfisema Kerusakan alevolar

Intervensi Pemantauan Respirasi


Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
- Berikan oksigen 3 lpm
- Pertahankan kepatenan jalan napas
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
Evaluasi S:
- Pasien mengatakan masih merasa sesak dan dahak sudah berkurang
O:
- Sudah bisa batuk efektif
- Pasien bersikap protektif saat ingin bergerak
- TTV: TD 134/80 mmHg, Nadi 87 x/mnt, RR 23 x/mnt, Suhu
36,3°C
A: Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Monitor nilai AGD
- Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
- Berikan oksigen 3 lpm
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
Lampiran 2

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Di Ruang Unit Gawat Darurat
Nama Ny. DS
Usia; Jenis Kelamin 45 tahun; Perempuan
Tanggal masuk RS 17-05-2022
Diagnosa Medis Stroke infark
Keluhan utama Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan kesdaran sejak 3
hari terakhir, cenderung tidur. Keluarga mengatakan sebelumnya klien
sering batuk dan tersedak tiap masuk makanan via NGT sejak 2
minggu yang lalu. Klien bedrest sudah 1 minggu, terdapat luka
dekubitus di punggung
Riwayat penyakit Pasien memiliki riwayat CVD Infark sudah 3 kali, terakhir kali dirawat
bulan lalu di RS Mitra Keluarga. Klien mengonsumsi obat rutin
fordesia 5 mg, furosemid 40 mg, captopril 25 mg, bisoprolol 5 mg,
citicholine 500 mg.
Survey primer Airway:
- Tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing:
- Pergerakan dada simetris, retraksi dinding dada (+), nafas cuping
hidung (+)
- Frekuensi pernafasan 25 x/mnt, ireguler
- Suara nafas rochi

Circulation:
- Warna kulit normal
- Akral hangat
- CRT <2 detik

Disability:
- Kesadaran samnolen, GCS 8 (E2M4V2)
- Pupil isokor +/+, reaksi cahaya +/+

Exposure :
- Memar (-), laserasi (-), deformitas (-), warna kulit normal
Survey sekunder Kepala: bentuk kepala normal, tidak ada lesi dan benjolan, tidak ada
nyeri tekan, distribusi rambut (-)

Wajah: bentuk wajah oval simetris

Mata: palpebra normal, gerakan bola mata tidak terkaji, sklera


anikterik, konjungtiva ananemis

Telinga: telinga simetris kiri/kanan, tidak ada tanda-tanda infeksi

Hidung: simetris, tidak ada lesi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada sumbatan, tidak ada bengkak, nafas cuping hidung (+)

Mulut: mukosa bibir lembap, tidak ada lesi dan tidak ada stomatitis,
kebersihan (+), ada karies gigi, gigi tidak lengkap

Leher: bentuk simetris, tidak ada pembesaran JVP

Dada: dada simetris, perkusi jantung dulness, terdengar BJ1 dan BJ2,
tidak ada bunyi tambahan, ekspansi paru simetris, perkusi paru sonor

Abdomen : simetris, tidak ada asites, bunyi abdomen timpani, bising


usus 9 x/mnt, tidak teraba tonjolan, tidak ada nyeri tekan

Genitourinari: tidak terkaji

Ekstremitas: ekstremitas atas dan bawah simetris kri/kanan, kekuatan


otot tidak terkaji
Integumen: kulit normal, tidak sianosis, integritas kulit baik, terdapat
luka dekubitus di punggung
Daftar masalah 1. Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infark serebral
2. Gangguan intergritas jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
Diagnosa keperawatan
Patoflow
prioritas:

Trombus/emboli
Hipertensi
di cerebral

Perfusi serebral tidak


efektif berhubungan Suplai darah ke
jaringan cerebral
dengan infark serebral
tidak adekuat

Perfusi cerebral Asupan oksigen


tidak efektif tidak adekuat

Intervensi Pemantauan neurologis


Observasi:
- Monitor tingkat kesadaran
- Observasi TTV
Terapeutik:
- Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis, jika perlu
- Berikan klien posisi kepala 15-30 derajat
- Berikan oksigen nasal kanul 4 lpm
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian terapi amlodipine 1 x 5 mg, aspilet 1 x 80
mg
Evaluasi S: -
O:
- Keadaan umum lemah
- Kesadaran samnolen
- GCS 8 (E2M4V2)
- TTV: TD 130/79 mmHg, Nadi 87 x/menit, Pernapasan 23 x/menit,
Suhu 36,5°C, SpO2 97%
A: Perfusi serebral tidak efektif belum teratasi
P:
- Monitor tingkat kesadaran
- Observasi TTV
- Berikan oksigen nasal kanul 4 lpm
- Lanjutkan pemberian terapi
- Kolaborasi pemeriksaan radiologis
Lampiran 2

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Di Ruang Unit Gawat Darurat
Nama Tn. DN
Usia; Jenis Kelamin 30 tahun; Laki-laki
Tanggal masuk RS 18-05-2022
Diagnosa Medis UAP STEMI
Keluhan utama Pasien datang dengan keluhan sesak napas disertai nyeri dada
Riwayat penyakit Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yg lalu
Survey primer Airway:
- Tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing:
- Pergerakan dada simetris, retraksi dinding dada (+), nafas cuping
hidung (+)
- Frekuensi pernafasan 27 x/mnt, ireguler
- Suara nafas vesikuler

Circulation:
- Warna kulit normal
- Akral hangat
- CRT <2 detik

Disability:
- Kesadaran samnolen, GCS 15 (E4M6V5)
- Pupil isokor +/+, reaksi cahaya +/+

Exposure :
- Memar (-), laserasi (-), deformitas (-), warna kulit normal
Survey sekunder Kepala: bentuk kepala normal, tidak ada lesi dan benjolan, tidak ada
nyeri tekan, distribusi rambut merata
Wajah: bentuk wajah oval simetris

Mata: palpebra normal, gerakan bola mata normal, sklera anikterik,


konjungtiva ananemis

Telinga: telinga simetris kiri/kanan, tidak ada tanda-tanda infeksi,


penedengaran normal

Hidung: simetris, tidak ada lesi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada sumbatan, tidak ada bengkak, nafas cuping hidung (+)

Mulut: mukosa bibir lembap, tidak ada lesi dan tidak ada stomatitis,
kebersihan (+), ada karies gigi, gigi tidak lengkap

Leher: bentuk simetris, tidak ada pembesaran JVP

Dada: dada simetris, perkusi jantung dulness, terdengar BJ1 dan BJ2,
tidak ada bunyi tambahan, ekspansi paru simetris, perkusi paru sonor

Abdomen : simetris, tidak ada asites, bunyi abdomen timpani, bising


usus 9 x/mnt, tidak teraba tonjolan, tidak ada nyeri tekan

Genitourinari: tidak terkaji

Ekstremitas: ekstremitas atas dan bawah simetris kri/kanan, kekuatan


otot 5 pada semua ekstremitas

Integumen: kulit normal, tidak sianosis, integritas kulit baik, tidak ada
lesi
Daftar masalah 1. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(iskemia)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya napas (nyeri
saat bernapas)
Diagnosa keperawatan
Patoflow
prioritas:

Vasokontriksi Penurunan
Hipertensi
pembuluh darah aliran darah

Risiko penurunan
curah jantung Risiko penurunan O2 dan
curah jantung nutrisi ↓
berhubungan dengan
perubahan
kontraktilitas Kontraktilitas Jaringan
miokard iskemik

Integritas membran Seluler Suplai O2 ke


sel berubah hipoksia miocard ↓

Intervensi Perawatan Jantung


Observasi
- Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi
dispnea)
- Monitor tekanan darah
- Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG sandapan
- Monitor aritmia
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai laboratorium jantung (elektrolit, enzim jantung (CK,
CK-MB, Troponin T, Troponin I), BNP)
Terapeutik
- Posisikan pasien dengan posisi semi fowler atau fowler
- Pasang akses IV
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiangina (mis., noitrogliserin, beta
blocker)
- Kolaborasi pemeriksaan X-ray dada, jika perlu
Evaluasi S:
- Pasien mengatakan nyeri dada berkurang dengan skala 4
O:
- Keadaan umum lemah
- Kesadaran composmentis
- GCS 15 (E4M6V5)
- TTV: TD 130/90 mmHg, Nadi 110 x/menit, Pernapasan 23 x/menit,
Suhu 36,6°C, SpO2 97%
A: masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor tekanan darah
- Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG sandapan
- Monitor aritmia
- Monitor saturasi oksigen
- Posisikan pasien dengan posisi semi fowler atau fowler
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
- Kolaborasi pemberian antiangina (mis., noitrogliserin, beta
blocker)
- Kolaborasi pemeriksaan X-ray dada, jika perlu
LAMPIRAN ADL DAN
DAFTAR KOMPETENSI

Anda mungkin juga menyukai