NPM : 20210940100082
Jl. Cempaka Putih Tengah I/1 Jakarta Pusat, Kode Pos 10510
LAPORAN PENDAHULUAN
ICCU
LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM KORONER AKUT
3. Etiologi
Penyebab terjadinya pada perinsipnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis paling sering ditemukan sebagai sebab terjadinya penyakit
arteri koroneria. Salah satu yang diakibatkan Aterosklerosis adalah penimbunan
jaringan fibrosa dan lipid didalam arteri koronari, sehingga mempersempit lumen
pembuluh darah secara progresif. Akan membahayakan aliran darah miokardium
jika lumen menyempit karena resistensi terhadap aliran darah meningkat.
2. Trombosis
Gumpalan darah pada mulanya berguna untuk pencegah pendarahan
berlanjut pada saat terjadi luka karena merupakan bagian dari mekanisme
pertahanan tubuh. Lama kelamaan dinding pembuluh darah akan robek akibat dari
pengerasan pembuluh darah yang terganggu dan endapan lemak. Berkumpulnya
gumpalan darah dibagian robek tersebut yang bersatu dengan kepingan-kepingan
darah menjadi trombus. Trombosis dapat menyebabkan serangan jantung
mendadak dan stroke.
4. Faktor Resiko
Faktor resiko dapat dibagi dua. Pertama faktor resiko yang tidak dapat diubah
(non-modifiable) yaitu : usia, jenis kelamin,dan riwayat keluarga (genetik). Kedua
foktor resiko yang dapat diubah (modifiable) yaitu : hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes melitus, merokok, obesitas, stress, dan kurang aktifitas fisik.
a. Faktor yang tidak bisa diubah
1) Usia. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun
dan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, terutama setelah umur 40
tahun. Pada laki-laki dan perempuan kadar kolestrol mulai meningkat usia 20
tahun. Sebelum mengalami menopause kadar kolestrol pada perempuan lebih
rendah daripada laki-laki yang memiki usia yang hampir sama. Kadar kolestrol
perempuan setelah mengalami menopausebiasanya akan meningkat lebih tinggi
dari laki-laki. Semakin tua umur maka semakin besar kemungkinan timbulnya
plak yangmenempel di dinding arteri koroner.
2) Jenis Kelamin. Penyakit jantung koroner pada laki-laki resikonya 2 sampai3 kali
lebih besar dari perempuan. Tetapi pada perempuan yang menoupose cenderung
memiliki resiko terkena PJK secara cepat sebanding dengan laki-laki. Adanya
hormon esterogen endogen pada perempuan yang bersifat protektif membuat
risiko terserangpenyakit jantung bisa lebih rendah.
3) Riwayat keluarga (genetik). Orang tua yang mengalami PJK kemungkinan
anaknyajuga bersiko memiliki penyakit ini. Jika seorang ayah terkena serangan
jantung sebelum usia 60 tahun atau ibu terkena sebelum 65 tahun, keturunannya
akan beresiko tinggiterkena PJK.Riwayat keturunan mempunyai risiko lebih
besar untuk terkena PJK dibandingkan yang tidak mempunyai riwayat penyakit
PJK dalam keluarga.
5. Manifestasi Klinis
Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda: (PERKI, 2015)
a. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya
tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
b. EKG normal atau nondiagnostik, dan
c. Marka jantung normal
6. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak
dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti
oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus
yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh
darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu
disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai
vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis
jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan
kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia
hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di
atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme
maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam,
anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA
pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis (PERKI, 2015).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Data laboratorium, yang harus dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah
tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi
ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Pada hasil pemeriksaan EKG yaitu terjadinya perubahan segmen ST yang
diakibatkan oleh plak aterosklerosis maka memicu terjadinya repolarisasi dini
pada daerahyang terkena infark atau iskemik. Hal tersebut mengakibatkan oklusi
arteri koroner yang mengambarkan ST elevasi pada jantung sehingga disebut
STEMI. Penurunan oksigen di jaringan jantung juga menghasilkan perubahan
EKG termasuk depresi segmen ST. dimana gelombang T menggalami
peningkatan, dan amplitudo gelombang ST atau T yang menyamai atau melebihi
amplitude gelombang QRS.
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R,
serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga
harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien
dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB
(Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang
persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversi gelombang T.
8. Penatalaksanaan
a. Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST
Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi adalah
angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik
untuk STEMI. Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka
jantung, sehingga berlanjut menjadi infark miokard dengan elevasi segmen ST
(ST-Elevation Myocardial Infarction, STEMI). Oleh karena itu pasien dengan
EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi
sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
Perawatan Gawat Darurat
Penatalaksanaan STEMI dimulai sejak kontak medis pertama, baik untuk
diagnosis dan pengobatan. Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat
berdasarkan riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih
yang tidak membaik dengan pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan
penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan kanan memperkuat dugaan
ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan dugaan STEMI.
Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan
interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba
untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran EKG yang atipikal
pada pasien dengan tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang berlangsung
menunjukkan perlunya tindakan segera.
b. Pengobatan farmakologi
1) Nitrat
Nitrat termasuk nitrogliserin dan preparat nitrat kerja lama, digunakan
untuk mengatasi serangan angina dan mencegah angina. Karena nitrat
mengurangi kerja miokardium dankebutuhan oksigen melalui dilatasi vena dan
arteri yang pada akhirnya mengurangi preload dan afterload. Selain itu juga dapat
memperbaiki suplai oksigen miokardium dengan mendilatasipembuluh darah
kolateral dan mengurangi stenosis.
2) Aspirin
Aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) seringkali diprogramkan untuk
mengurangi risiko agregasi trombosit dan pembenukan trombus.
3) Penyekat beta (bloker)
Obat ini menghambat efek perangsang jantung norepinefrin danepinefrin,
mencegah serangan angina dengan menurunkan frekuensi jantung,
kontraktilitas miokardium, dan tekanan darahsehingga menurunkan kebutuhan
oksigen miokardium.
4) Antagonis kalsium
Obat ini mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan meningkatkan
suplai darah dan oksigen miokardium. Selain itu juga merupakan vasodilator
koroner kuat, secara efektif meningkatkan suplai oksigen.
5) Anti kolesterol Statin dapat menurunkan resiko komplikasi aterosklerosis
sebesar 30% yang terjadi pada pasien angina. Statin juga dapat berperan
sebagai anti trombotik, anti inflamasi.
6) Revaskularisasi miokardium
Aliran darah yang menuju miokardium setelah suatu lesi arterosklerotis
pada arteri koroner bisa diperbaiki dengan operasi untuk mengalihkan aliran
dan bagian yang tersumbat dengan suatu cangkok pintas atau dengan cara
meningkatkan aliran di dalam pembuluh yang mengalami sakit melalui
pemisahan mekanik serta kompresi atau pemakaian obat yang dapat
merilisiskan lesi. Cangkok pintas ini disebut dengan Coronary Artery Bypass
Grafting (CABG). Pembedahan untuk penyakit jantung koroner melibatkan
pembukaan vena atau arteri untuk menciptakan sambungan antara aorta dan
arteri koroner melewati obstruksi. Kemudian memungkinkan darah untuk
mengaliri bagian iskemik jantung.
c. Non Farmakologi
1) Memodifikasi pola hidup yang sehat dengan cara olahragaringan
2) Mengontrol faktor resiko yang menyebabkan terjadinya PJK,seperti pola
makan,dll.
3) Melakukan teknik distraksi dengan cara mendengarkan musikdan relaksasi
dengan cara nafas dalam
4) Membatasi aktivitas yang memperberat aktivitas jantung
9. Komplikasi
a. Gagal Jantung
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti pada sistem sirkulasi
miokardium. Gagal jantung kongestif merupakan suatu keadaan dimana jantung
tidak dapat memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi
miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau trombolisis,
perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas
transmural dan/atau obstruksi mikrovaskular, terutama pada dinding anterior, dapat
terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling patologis
disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang dapat berakhir dengan
gagal jantung kronik. Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai konsekuensi dari
aritmia yang berkelanjutan atau sebagai komplikasi mekanis. Diagnosis gagal
jantung secara klinis pada fase akut dan subakut STEMI didasari oleh gejala-gejala
khas seperti dispnea, tanda seperti sinus takikardi, suara jantung ketiga atau ronkhi
pulmonal, dan bukti-bukti objektif disfungsi kardiak seperti dilatasi ventrikel kiri
dan berkurangnya fraksi ejeksi.
b. Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah 90
mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat juga
disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi mekanis. Bila
berlanjut, hipotensi dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular necrosis
dan berkurangnya urine output.
c. Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,
berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada Roentgen dada dan
perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator.
d. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini ditandai oleh adanya gangguan fungsi pada ventrikel
kiri yang di sebabkan oleh infark miokardiummengakibatkan gangguan berat pada
perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas. Kriteria
hemodinamik syok kardiogenik adalah indeks jantung < 2,2 L/menit/m2 dan
peningkatan wedge pressure >18 mmHg. Selain itu, diuresis biasanya<20 mL/jam.
e. Edema Paru
Edema paru merupakan suatu cairan abnormal yang tertimbun pada paru baik
dalam alveoli atau dirongga intersitial. Paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang karena tertimbun cairan, sehingga udara tidak bisa masuk maka
terjadi hipoksia berat.
f. Pericarditis Akut
Pericarditis akut adalah penyakit yang biasa di sebut dengan peradangan pada
pericardium yang bersifat jinak dan terbatas sendiridan dapat terjadi manifestasi
dari penyakit sistemik. Efek yang ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi
prikardinal yang memicu tamponade jantung.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing : Klien terlihat sesak, frekuensi nafas melebihi normal dan mengeluh
sesak napas seperti tercekik. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan
curah jantung oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik.
2) Blood
a) Inspeksi : Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran nyeri
dapat meluas didada
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada AMI tanpa komplikasi
bisanya tidak ditemukan.
c) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Terdapat bunyi tambahan
d) Perkusi : Batar jantung tidak mengalami pergeseran
3) Brain : Kesadaran umum klien biasanya CM. Tidak ditemukan sianosis perifer.
Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh,
menangis, merintih, menegang adanya nyeri dada
4) Bladder: Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien.
Oleh karena itu perawat perlu monitor adanya oliguria pada klien karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
5) Bowel : Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada kepada keempat kuadran
6) Bone : Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering ,erasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olah raga
tak teratur. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardi, dipsnea pada saat
istirahat maupun saat beraktifitas.
a) Aktivitas/Istirahat
• Gejala: Kelemahan, kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, olahraga
tidak teratur.
• Tanda: takikardia, dispnea, pada istirahat/aktivitas
b) Sirkulasi
• Gejala: riwayat sebelumnya, penyakit arteri coroner, gagal jantung kongestif,
masalah tekanan darah dan diabetes melitus.
• Tanda:
− Tekanan darah dapat normal atau naik turun: perubahan dicatat dari posisi
tidur hingga duduk atau berdiri.
− Nadi: dapat normal; penuh/tidak adekuat, atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat: tidak teratur (distrimia) mungkin terjadi.
− Bunyi jantung: S3/S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurunan
kontraktilitas atau keluhan ventrikel.
− Murmur: bila ada menunjukan gagal katup atau disfungsi otot papilaris
− Edema: distensi vena jugular, edema dependen/perifer, edema umum,
cracklesmungkin ada dengan gagal jantung, atau ventrikel.
− Warna: pucat atau sianosis atau kulit abu-abu, kuku datar, pada membrane
mukosa atau bibir.
− Irama jantung: dapat teratur atau tidak teratur.
c) Integritas ego
• Gejala: Menyangkal, takut mati, marah pada penyakit atau perawatan yang “tak
perlu”, khawatir tentang keluarga,karier, dan keuangan.
• Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri/nyeri.
d) Eliminasi
• Tanda: normal atau bunyi usus menurun.
e) Makanan/cairan
• Gejala: mual, kehilangan nafsu makan nyeri ulu hati, bersendawa.
• Tanda: penurunan turgor kulit; kulit kering/berkeringat, muntah, perubahan
berat badan.
f) Hygiene
• Gejala/tanda: kesulitan melakukan tugas perawatan.
g) Neurosensori
• Gejala: pusing
• Tanda: perubahan mental dan kelemahan.
h) Nyeri/ketidaknyamanan (focus pengkajian tentang nyeri)
Nyeri adalah perasaan tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut
• Gejala:
− Nyeri yang timbul mendadak, nyeri tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin, biasanya membutuhkan narkotik analgetik (morfin)
− Lokasi pada dada anterior dan substernal
− Penyebaran: menyebar ke tangan i, leher, bahu kiri, wajah, rahang, abdomen,
punggung, dan nyeri juga dapat dijumpai pada daerah epigastrium,
− Sifat nyeri : seperti ditekan, rasa terbakar, rasa tertindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
− Lama nyeri (≥30 menit)
− Intensitas: nilai nyeri biasanya 10 pada skala 0-10; mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami.
• Tanda:
− Wajah meringis
− Perubahan postur tubuh
− Menangis, merintih, meregang, menggeliat,menarik diri, dan kehilangan
kontak mata.
• Respon otomatik: Perubahan frekuensi/irama jantung, TD, penapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.
i) Pernafasan
• Gejala: dispnea, dispnea nocturnal, batuk dengan/ tanpa produsi sputum,
riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
• Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, pucat atau sianosis, bunyi
nafas bersih atau crackle atau mengi.
2. Diagnosa
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis., iskemia)
c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi dan perubahan membran alveolus-kalpiler.
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
3. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Penurunan curah jantung Curah jantung Perawatan Jantung
berhubungan dengan Ekspektasi : Tindakan :
perubahan kontraktilitas Meningkat Observasi
Gejala dan Tanda Mayor Setelah dilakukan - Identifikasi tanda/gejala primer
DS: tindakan keperawatan penurunan curah jantung
- Paroxymal nocturnal selama ...x24 jam (meliputi dispnea, kelelahan,
dyspnea (PND) diharapkan curah edema, ortopnea, PND)\
- Ortopnea jantung pada pasien - Identifikasi
- Batuk meningkat dengan tanda/gejalanpenurunan curah
DO: kriteria hasil: jantung sekunder (meliputi
- Terdengar suara jantung - Kekuatan nadi peningkatan berat badan,
S3 dan/atau S4 perifer meningkat hepatomegali, DVJ, palpitasi,
- Ejection fraction (EF) skor 5 ronkhi basah, oliguria, batuk,
menurun - Palptasi menurun kulit pucat).
Gejala dan Tanda Minor skor 5 - Monitor tekanan darah
DS: - - Bradikardi - Monitor intake dan output
DO: menurun skor 5 cairan
- Cardia index menurun - Takikardi menurun - Monitor keluhan nyeri dada
- Left ventricular stroke skor 5 - Monitor EKG sandapan
work index menurun - Gambaran EKG - Monitor aritmia
- Stroke volume index aritmia menurun - Monitor saturasi oksigen
menurun skor 5 - Monitor nilai laboratorium
- Lelah menurun jantung (elektrolit, enzim
skor 5 jantung (CK, CK-MB, Troponin
- Edema menurun T, Troponin I), BNP)
skor 5 - Periksa tekanan darah dan
- Dispnea menurun frekuensi nadi sebelum dan
skor 5 sesudah pemberian obat (mis.,
- Pucat/sianosis beta blocker, ACE inhibitor,
menurun calcium channel blocker,
- Suara jantung S3 digoksin.
menurun skor 5 Terapeutik
- Suara jantung S4 - Posisikan pasien dengan posisi
menurun skor 5 semi fowler atau fowler
- Mur mur jantung - Berikan diet jantung yang sesuai
menurun skor 5 (mis., batasi asupan kafein,
- Hepatomegali natrium, kolesterol, dan
menurun skor 5 makanan tinggi lemak)
- Tekanan darah - Pasang akses IV
membaik skor 5 - Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
- Berikan dukungan emosional
dan spiritual
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi :
- Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
antiangina (mis., noitrogliserin,
beta blocker), jika perlu
- Olaborasi pemberian morfin,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian
inotropik, jika perlu
- Kolaborasi pemberian obat
untuk mencegah manuver
valsava (mis, pelunak tinja,
antiemetik)
- Kolaborasi pencegahan
thrombus dengan antikoagulan,
jika perlu
- Kolaborasi pemeriksaan X-ray
dada, jika perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
Gangguan pertukaran Pertukaran gas Pemantauan Respirasi
gas berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi
ketidakseimbangan tindakan keperawatan - Monitor frekuensi, irama,
ventilasi-perfusi dan selama ...x24 jam kedalaman, dan upaya napas
diharapkan
perubahan membran karbondioksida pada - Monitor pola napas (seperti
alveolus-kalpiler. membran alveolus- bradipnea, takipnea,
Definisi: Gangguan kapiler dalam batas hiperventilasi, kussmaul,
pertukaran gas adalah normal. cheyne-strokes, biot, dan
keadaan dimana seseorang Dengan Kriteria hasil: ataksik)
mengalami penurunan - Tingkat kesadaran - Monitor kemampuan batuk
pertukaran oksigen meningkat, efektif
dan/atau karbon dioksida - Dyspnea menurun, - Monitor adanya produksi
antara alveoli paru dan - Diaforesis sputum
sistem vaskular. menurun - Monitor adanya sumbatan
Gejala dan Tanda Mayor - Gelisah menurun jalan napas
DS: - Bunyi nafas - Palpasi kesimetrisan ekspansi
- Dyspnea tambahan paru
DO: menurun, - Auskultasi bunyi napas
- PCO2 - PCO2 membaik, - Monitor saturasi oksigen
meningkat/menurun, PO2 membaik, - Monitor nilai AGD
PO2 menurun, - Takikardi - Monitor hasil x-ray thorax
- Takikardi, membaik, Terapeutik
- pH arteri - pH arteri membaik - Atur interval pemantauan
meningkat/menurun, respirasi sesuai kondisi pasien
- Bunyi napas tamabahan - Dokumentasikan hasil
pemantauan
Gejala dan Tanda Minor Edukasi
DS: - Jelaskan tujuan dan prosedur
- Pusing pemantauan
- Penglihatan kabur - Informasikan hasil
- Sianosis, pemantauan, jika itu perlu
- Diaphoresis
- Gelisah, Terapi oksigen
- Nafas cuping hidung, Observasi
- Pola napas abnormal - Monitor kecepatan aliran
[cepat/lambat, oksigen
regular/irregular, - Monitor posisi alat terapi
dalam/dangkal], oksigen
- Warna kulit abnormal - Monitor aliran oksigen secara
[mis., pucat, kebiruan], periodic dan pastikan fraksi
- Kesadaran menurun yang diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi
oksigen (misalnya: oksimetri,
analisa gas darah), jika itu
perlu
- Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
- Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut,
hidung, dan trakea, jika itu
perlu
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Berikan oksigen tambahan,
jika itu perlu
- Tetap berikan oksigen saat
pasien di transportasi
- Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan atau
tidur
Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan agen pencedera Ekspektasi : Tindakan :
fisiologis (mis., iskemia) Menurun Observasi
Gejala dan Tanda Mayor Setelah dilakukan - Identifikasi lokasi, karakteristik,
DS: tindakan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas,
- Mengeluh nyeri selama ...x24 jam intensitas nyeri
DO: diharapkan tingkat - Identifikasi skala nyeri
- Tampak meringis nyeri pada pasien - Identifikasi respons nyeri non
- Bersikap protektif (mis, menurun dengan verbal
waspada posisi kriteria hasil : - Identifikasi faktor yang
menghindari nyeri) - Keluhan nyeri memperberat dan memperingan
- Gelisah menurun skor 5 nyeri
- Frekuensi nadi - Gelisah menurun - Identifikasi pengetahuan dan
meningkat skor 5 keyakinan tentang nyeri
- Sulit tidur - Meringis menurun - Identifikasi pengaruh budaya
Gejala dan Tanda Minor skor 5 terhadap respon nyeri
DS: - - Kesulitan tidur - Monitor efek samping
DO: menurun skor 5 penggunaan analgetik
- Tekanan darah - Pola tidur membaik Terapeutik
meningkat skor 5 - Berikan teknik nonfarmakologis
- Pola nafas berubah untuk mengurangi rasa nyeri
- Nafsu makan berubah (mis. tarik napas dalam,
- Proses berpikir kompres hangat/dingin)
terganggu - Kontol lingkungan yang
- Menarik diri memperberat rasa nyeri
- Berfokus pada diri - Failitasi istirahat dan tidur
sendiri - Pertimbangkan jenis dan
- diaforesis sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Manajemen energi (I.05178
berhubungan dengan Ekspektasi : Hal.176)
ketidakseimbangan antara Meningkat Tindakan :
suplai dan kebutuhan Setelah dilakukan Observasi
oksigen tindakan keperawatan
Gejala dan Tanda Mayor selama ...x24 jam
DS: diharapkan toleransi - Identfikasi gangguan fungsi
- Mengeluh lelah aktivitas pada pasien tubuh yang mengakibatkan
DO: dapat meningkat kelelahan
- Frekuensi jantung dengan kriteria hasil : - Monitor kelelahan fisik
meningkat >20% dari - Frekuensi nadi - Monitor pola dan jam tidur
kondisi istirahat meningkat skor 5 - Monitor lokasi dan
Gejala dan Tanda Minor - Saturasi oksigen ketidaknyamanan selama
- Dispnea saat/setelah meningkat skor 5 melakukan aktivitas selama
aktivitas - Kemudahan dalam melakukan aktivitas
- Merasa tidak nyaman melakukan Terapeutik
setelah beraktivitas aktivitas sehari- - Sediakan lingkungan yang
- Merasa lemah hari meningkat nyaman dan rendah stimulus
- Tekanan darah berubah skor 5 (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
>20% dari kondisi - Kecepatan berjalan - Lakukan latihan rentang gerak
istirahat meningkat skor 5 pasif dan/atau aktif
- Gambaran EKG - Kekuatan tubuh - Berikan aktivas distraksi yang
menunjukkan aritmia bagian bawah menanangkan
saat/setelah aktivitas meningkat skor 5 - Fasilitasi duduk disisi tempat
- Gambaran EKG - Keluhan lelah tidur, jika tidak berpindah atau
menunjukkan iskemia menurun skor 5 berjalan
- Sianosis - Perasaan lemah Edukasi
menurun skor 5 - Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta: Salemba Medika
Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 12 Vol. 1. Jakarta :
EGC
Black, Joyce M., Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8 Buku 3. Singapura: Elsevier
LeMone, Pricilla, dkk., 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan
Kardiovaskular. Jakarta : EGC
Mutaqqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
PERKI. 2015. Pedoman tata laksana sindrom koroner akut, Ed. 3. Jakarta : Centra
Communications
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
Keperawatan, Edisi 1. Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1; Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
LAPORAN KASUS
ICCU
Lampiran 3
I. Identitas Klien
Nama : Tn. W Usia : 60 tahun
No RMK : 01503751 Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal pengkajian : 10-05-2022 Hari rawat ke : 2
Agama : Islam Status : Menikah
BB/TB : 93 kg / 168 cm
Alamat : Jl. H Muhi VIII A No.8 Pondok Pinang, Kebayoran lama
Diagnosa medis : Unstable Angina Pectoris (UAP) STEMI
Pasien datang ke IGD pada tanggal 08-05-2022 pukul 21.10 WIB dengan keluhan nyeri
dada semakin memberat sejak 4 jam yang lalu smrs. Pasien mengatakan lebih terasa berat
saat 2 jam smrs. Masuk ICCU karena pasien mengatakan nyeri dada semakin berat dan
dirasakan saat tidak ada aktivitas, pasien mengatakan keringat dingin, nafas terasa sesak,
sesak dimalam hari. Keluarga mengatakan pasien rutin meminum obat-obatan seperti
furosemid 1 x 40 mg, ramipril 1 x 1. Kesadaran composmentis dengan GCS 15
(E4M6V5).
Integumen Akral hangat, turgor kulit kurang elastis, tidak ada edema,
tidak ada lesi
Cairan Pasien hanya minum 347 cc, terpasang infus Nacl 0,9%
500cc/24 jam
Intake/hari : 1200
Output: 1000
Balane cairan: -1453
Oral:
- Aspilet 1 x 80 mg
- CPG 1 x 75 mg
- Atorvastatin 1 x 20 mg
- Spironolactone 1 x 25 mg
- Asam folat 3 x 1 tab
- Acetylsistein 3 x 200 mg
- Curcuma 3 x 1 tab
- INH (isoniazid) 1 x 300 mg
- PZA (pirazinamide) 1 x 1000 mg
- ETH (ethambutol) 1 x 1000 mg
- Amiodaron 3 x 200 mg
- B6 2 x 10 mg
V. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (nyeri saat
bernafas)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimabngan ventilasi-perfusi
VI. Diagnosa dan Perencanaan
Diagnosa Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung
keperawatan pada Tn. R Observasi
selama 3x24 jam diharapkan - Identifikasi tanda/gejala primer
ketidakadekuatan jantung penurunan curah jantung (meliputi
memompa darah meningkat dispnea, kelelahan)
dengan kriteria hasil: - Monitor tekanan darah
- Sesak berkurang - Monitor intake dan output cairan
- Nyeri dada berkurang - Monitor keluhan nyeri dada
- Tekanan darah dalam - Monitor EKG sandapan
rentang normal - Monitor saturasi oksigen
- Frekuensi nadi dalam - Monitor nilai laboratorium jantung
rentang normal 60-100 (elektrolit, enzim jantung (CK, CK-
x/menit MB, Troponin T, Troponin I)
Terapeutik
- Posisikan pasien dengan posisi semi
fowler atau fowler
- Berikan diet jantung yang sesuai
(mis., batasi asupan kafein, natrium,
Penurunan
kolesterol, dan makanan tinggi
curah jantung
lemak)
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94% (nasal kanul 4 lpm)
Edukasi :
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
Kolaborasi
- Lanjutkan pemberian terapi vascon
0,1 mcg/kg BB/menit
- Lanjutkan pemberian terapi
dobutamin 7 mcg/ kg BB/menit
- Lanjutkan pemberian terapi Lovenox
2 x 0,6 ml
- Lanjutkan pemberian terapi Aspilet 1
x 80 mg
- Lanjutkan pemberian terapi aritmia:
Amiodaron 3 x 200 mg
Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Pola nafas tidak
keperawatan pada Tn. R Observasi
efektif
selama 3x24 jam diharapkan
inspirasi dan ekspirasi - Monitor frekuensi, irama,
memberikan ventilasi yang kedalaman, dan upaya napas
adekuat dengan kriteria hasil: - Monitor pola napas (seperti
- Sesak nafas berkurang bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
- Penggunaan otot bantu kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan
nafas dan nafas cuping ataksik)
hidung berkurang - Auskultasi bunyi napas
- Frekuensi nafas dalam - Monitor saturasi oksigen
renatng normal 16-20 - Monitor nilai AGD
x/menit Terapeutik
- Pola nafas perlahan - Beri oksigen sesuai order 4 lpm nasal
normal kanul Posisikan semi fowler atau
fowler
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika itu perlu
Kolaborasi
- Lanjutkan pemberian terapi Lovenox
2 x 0,6 ml
- Lanjutkan pemberian terapi Aspilet 1
x 80 mg
- Lanjutkan pemberian terapi
Acetylsistein 3 x 200 mg
Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan pada Tn. R Observasi
selama 3x24 jam diharapkan - Monitor frekuensi, irama,
karbondioksida pada kedalaman, dan upaya napas
membran kapiler alveolus - Monitor pola napas
dalam batas normal dengan - Auskultasi bunyi napas
Gangguan kriteria hasil: - Monitor efektifitas terapi oksigen
pertukaran gas - Sesak nafas berkurang (misalnya: oksimetri, analisa gas
- P CO2 dalam batas darah)
normal (32 – 45 mmHg) - Monitor saturasi oksigen
- p O2 dalam rentang - Monitor nilai AGD
normal (83 – 108 mmHg) Terapeutik
- Beri oksigen sesuai order 4 lpm
nasal kanul
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
itu perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
VII. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Observasi S:
- Mengidentifikasi - Pasien mengatakan
tanda/gejala primer merasa sesak mulai
penurunan curah berkurang
jantung (meliputi - Pasien mengatakan
dispnea, kelelahan) merasa nyeri dada
- Memonitor tekanan walaupun sedang
darah istirahat seperti
- Memonitor intake dan tertimpa benda
output cairan berat dengan skala
- Memonitor keluhan 3
nyeri dada DO:
- Memonitor EKG - Keadaan umum
sandapan lemah
- Memonitor saturasi - Kesadaran
oksigen composmentis
- Memonitor nilai - GCS 15 (E4M6V5)
laboratorium jantung - Pasien tampak
(elektrolit, enzim meringis kesakitan
jantung (CK, CK-MB, - TD 115/70 mmHg,
10-05-2022
1 Troponin T, Troponin Nadi 105 x/mnt
10.00
I) - Auskultasi: S3
Terapeutik gallop
- Memposisikan pasien - Peningkatan enzim
dengan posisi semi jantung CKMB 20,8
fowler atau fowler U/L
- Memberikan diet A: Penurunan curaha
jantung yang sesuai jantung teratasi
(mis., batasi asupan sebagian
kafein, natrium, P:
kolesterol, dan - Monitor tekanan
makanan tinggi lemak) darah
- Memberikan oksigen - Monitor intake dan
untuk mempertahankan output cairan
saturasi oksigen >94% - Monitor keluhan
(nasal kanul 4 lpm) nyeri dada
Edukasi : - Monitor EKG
- Menganjurkan sandapan
beraktivitas fisik sesuai - Monitor saturasi
toleransi oksigen
Kolaborasi - Monitor nilai
- Melanjutkan pemberian laboratorium
terapi vascon 0,1 jantung (elektrolit,
mcg/kg BB/menit enzim jantung (CK,
- Melanjutkan pemberian CK-MB, Troponin
terapi dobutamin 7 T, Troponin I)
mcg/ kg BB/menit - Posisikan pasien
- Melanjutkan dengan posisi semi
pemberian terapi fowler atau fowler
Lovenox 2 x 0,6 ml - Berikan diet
- Melanjutkan jantung yang sesuai
pemberian terapi (mis., batasi asupan
Aspilet 1 x 80 mg kafein, natrium,
- Melanjutkan pemberian kolesterol, dan
terapi aritmia: makanan tinggi
Amiodaron 3 x 200 mg lemak)
- Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94% (nasal kanul
4 lpm)
- Lanjutkan
pemberian terapi
vascon 0,1 mcg/kg
BB/menit
- Lanjutkan
pemberian terapi
dobutamin 7 mcg/
kg BB/menit
- Lanjutkan
pemberian terapi
Lovenox 2 x 0,6 ml
- Lanjutkan
pemberian terapi
Aspilet 1 x 80 mg
- Lanjutkan
pemberian terapi
aritmia: Amiodaron
3 x 200 mg
Observasi S:
10-05-2022 - Memonitor frekuensi, - Pasien mengatakan
2
11.30 irama, kedalaman, dan sesak nafas mulai
upaya napas berkurang
- Memonitor pola napas - Sesak lebih
(seperti bradipnea, dirasakan jika
takipnea, sedang nyeri dada,
hiperventilasi, dan banyak
kussmaul, cheyne- berbicara
strokes, biot, dan O:
ataksik) - Keadaan umum:
- Mengauskultasi bunyi lemah
napas - Kesadaran
- Memonitor saturasi composmentis
oksigen - RR 22 x/menit,
- Memonitor nilai AGD SpO2 98 %
Terapeutik - Pola nafas kussmaul
- Memberi oksigen - Penggunaan otot
sesuai order 4 lpm nasal bantu nafas (+)
kanul Posisikan semi - Nafas cuping hidup
fowler atau fowler (-)
- Mengatur interval A: Pola nafas tidak
pemantauan respirasi efektif teratasi sebagian
sesuai kondisi pasien P:
- Mendokumentasikan - Monitor frekuensi,
hasil pemantauan irama, kedalaman,
Edukasi dan upaya napas
- Menjelaskan tujuan - Monitor pola
dan prosedur napas (seperti
pemantauan bradipnea,
- Menginformasikan takipnea,
hasil pemantauan, hiperventilasi,
jika itu perlu kussmaul, cheyne-
Kolaborasi strokes, biot, dan
- Melanjutkan pemberian ataksik)
terapi Lovenox 2 x 0,6 - Auskultasi bunyi
ml napas
- Melanjutkan pemberian - Monitor saturasi
terapi Aspilet 1 x 80 mg oksigen
- Melanjutkan pemberian - Monitor nilai
terapi Acetylsistein 3 x AGD
200 mg - Beri oksigen sesuai
order 4 lpm nasal
kanul Posisikan
semi fowler atau
fowler
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
- Lanjutkan
pemberian terapi
Lovenox 2 x 0,6 ml
- Lanjutkan
pemberian terapi
Aspilet 1 x 80 mg
- Lanjutkan
pemberian terapi
Acetylsistein 3 x
200 mg
Observasi S:
- Memonitor frekuensi, - Pasien mengatakan
irama, kedalaman, dan merasa sesak nafas
upaya napas mulai berkurang
- Memonitor pola napas DO:
- Mengauskultasi bunyi - Keadaan umum
napas lemah
- Memonitor efektifitas - Kesadaran
terapi oksigen comosmentis
(misalnya: oksimetri, - RR 22 x/menit
analisa gas darah) - SpO2 98%
- Memonitor saturasi - pH 7,59
oksigen - p CO2 ↓ 31,4
10-05-2022
3 - Memonitor nilai AGD mmHg
13.00
Terapeutik - p O2 ↑ 169 mmHg
- Memberi oksigen - HCO3 ↑ 30,9
sesuai order 4 lpm mmHg
nasal kanul A: Gangguan
- Mengatur interval pertukaran gas teratasi
pemantauan respirasi sebagian
sesuai kondisi pasien P:
Edukasi - Monitor frekuensi,
- Menjelaskan tujuan irama, kedalaman,
dan prosedur dan upaya napas
pemantasuan - Monitor pola napas
- Auskultasi bunyi
napas
- Menginformasikan - Monitor efektifitas
hasil pemantauan, jika terapi oksigen
itu perlu (misalnya:
Kolaborasi oksimetri, analisa
- Kolaborasi penentuan gas darah)
dosis oksigen - Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
- Beri oksigen sesuai
order 4 lpm nasal
kanul
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
b. Penyebab perifer
• Kelainan neuromuskuler: GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
• Kelainan jalan nafas: obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
• Kelainan di paru: edema paru, atelektasis, ARDS
• Kelainan tulang iga / thoraks: fraktur costae, pneumothorax, haematothoraks
• Kelainan jantung: kegagalan jantung kiri
4. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam, yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik,
dimana masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah
gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara structural maupun
fungsional sebelum penyakit timbul. Sedangkan Gagal nafas kronik adalah adalah yang
terjadi pada pasien yang memiliki penyakit paru kronik seperti bronchitis kronik,
emfisema. Indicator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital.
Frekuensi pernafasan normal ialah 16-20 x/menit. Bila lebih dari 20 x/menit tindakan
yang dilakukan adalah memberikan bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi
lebih tinggi sehingga timbul kelelahan. Gagal nafas penyebab terpenting adalah
ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas. Pneumonia atau
dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut (Ester, 2010).
a. Gagal nafas tipe 1
Kegagalan pernapasan tipe I dapat diakibatkan oleh fraksi oksigen terinspirasi
yang rendah. Konsentrasi O2 alveolar (PaO2) akan turun jika konsentrasi O2 terinspirasi
(FIO2) turun. Hal ini dapat disebabkan oleh inhalasi gas penyebab hipoksia yang tidak
disengaja, putusnya rangkaian pernapasan selama ventilasi mekanis, atau peningkatan
dead space dan rebreathing gas yang diekshalasi. Selain itu jika tekanan barometrik
(Pb) turun (misalnya di ketinggian), tekanan parsial O2 terinspirasi (PiO2) turun dan
PaO2 akan turun. Pada 3000 m, PiO2 adalah 13,3 kPa (100 mmHg) dan PaO2 adalah 6,7
kPa (50 mmHg).
Kelainan pada sumsum tulang belakang seperti cedera pada sumsum tulang
belakang akan mempengaruhi persarafan diafragma dan otot interkostal toraks dan
menyebabkan hipoventilasi dan retensi sekresi. Kegagalan ventilasi yang parah akan
terjadi pada lesi serabut-serabut saraf diata saraf frenikus (C3, 4, 5), karena fungsi
diafragma hilang dan ventilasi bergantung pada otot pernapasan aksesori. Pasien-pasien
ini memerlukan ventilasi mekanis jangka panjang, meskipun beberapa fungsi serabut
saraf dapat kembali dan otot aksesori berkembang seiring berjalannya waktu.
Spastisitas dan atrofi otot yang disebabkan oleh penyakit motor neuron biasanya
menyebabkan kematian akibat gagal napas dan aspirasi dalam 5 tahun (Gunning, 2003).
Kelainan saraf motorik seperti polineuropati yang berasal dari sindrom Guillain-
Barré dapat menyebabkan kelemahan otot pernapasan dengan penurunan kapasitas vital
dan peningkatan laju pernapasan. Pasien mungkin mengalami disfungsi bulbar, dengan
risiko aspirasi. Hipoventilasi dan asidosis respiratorik terjadi secara tiba-tiba dan pasien
mungkin mengalami gangguan pernapasan karena kondisi mereka belum ditangani.
Kelemahan otot yang disebabkan oleh miopati kongenital (misalnya distrofi otot) pada
akhirnya dapat menyebabkan kegagalan ventilasi. Myasthenia gravis, gangguan
neuromuscular junction, menyebabkan kelemahan umum, dan kegagalan ventilasi
dapat terjadi pada krisis myasthenia. Eksaserbasi akut sering dikaitkan dengan infeksi,
dan krisis kolinergik dapat terjadi akibat overdosis pengobatan antikolinergik. Kondisi
lain yang mengakibatkan terganggunya transmisi pada neuromuscular junction juga
dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Toxin botulinum mengikat secara
ireversibel ke terminal presinaptik di neuromuscular junction dan mencegah pelepasan
asetilkolin (Gunning, 2003).
Kelainan dinding dada (misalnya kyphoscoliosis) mengganggu mekanisme
ventilasi, yang menyebabkan pasien mengalami risiko gagal napas. Pasien dengan
tulang rusuk retak atau patah akan mengalami hipoventilasi jika tidak diberi analgesik
yang memadai. Ini bersamaan dengan berkurangnya kemampuan batuk karena rasa
sakit, akan menyebabkan retensi dahak atau sekret dan menjadi faktor predisposisi pada
pneumonia. Hal ini diperburuk jika dinding dada tidak stabil karena segmen flail atau
kontusi paru yang mendasarinya. Pneumotoraks, haemotoraks dan efusi pleura dengan
ukuran yang cukup dapat menyebabkan kegagalan ventilasi dan oksigenasi (Gunning,
2003).
tebandin g Melangsir
intrapulmonari
c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak
ada pemngembangan dada pada inspirasi.
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
e. Terdengar suara nafas tambahan gargling
f. Ada retraksi dinding dada
g. Hiperkapneu yaitu perunan kesadaran
h. Hipoksemia yaitu takikardi, gelisah
6. Komplikasi
Oksigenasi ke organ lain yang buruk dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
Individu yang mengalami gagal nafas beresiko tinggi terhadap kematian. Infeksi paru
dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Adanya edema paru,
hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan paru terhadap
infeksi (Muttaqin, 2012).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Analisa gas darah: Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik.
Jika gejala klinis gagal napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus
dilakukan untuk memastikan diagnosis, membedakan gagal napass akut dan
kronik. Hal ini penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan
mempermudahkan peberian terapi. Analisa gas darah dilakukan untuk patokan
terapi oksigen dan penilian obyektif dalam berat-ringan gagal napas. Indikator
klinis yang paling sensitif untuk peningkatan kesulitan respirasi ialah
peningkatan laju pernapasan. Sedangkan kapasitas vital paru baik digunakan
menilai gangguan respirasi akibat neuromuscular, misalnya pada sindroma
guillain-barre, dimana kapasitas vital berkurang sejalan dengan peningkatan
kelemahan. Interpretasi hasil analisa gas darah meliputi 2 bagian, yaitu gangguan
keseimbangan asam-basa dan perubahan oksigenasi jaringan (Syarani, Dr. dr.
Fajrinur, M.Ked (Paru), 2017).
2) Pulse Oximetry: Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan
melalui aliran darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa
saturasi oksigen yang kontinyu dan non-invasif yang dapat diletakkan baik di
lobus bawah telinga atua jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi
perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dantekanan
oksigen dapat dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah
90%, dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan
saturasi oksigen (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked (Paru), 2017).
3) Capnography Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar
karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk
kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi apparatus serta gangguan
fungsi paru (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
4) Pemeriksaan apus darah untuk mendekteksi anemia yang menunjukakkan
terjadinya hipoksia jaringan. Adanya polisitemia menunjukkan gagal napas
kronik (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
5) Pemeriksaan kimia untuk menilai fungsi hati dan ginjal, karena hasil
pemeriksaan yang abnormal dapat menjadi petunjuk sebab-sebab terjadinya
gagal napas. Abnormalitas elektrolit seperti kalium, magnesium dan fosfat dapat
memperberat gejala gagal napas (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
6) Pemeriksaan kadar kreatinin serum dan troponin 1 dapat membedakan infark
miokard dengan gagal napas, kadar kreatinin serum yang meningkat dengan
kadar troponin 1 yang yang normal menunjukkan terjadinya miositosis yang
dapat menyebabkan gagal napas (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
7) Pada pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik, kadar TSH serum perlu
diperiksa untuk membedakan dengan hipotiroid, yang dapat menyebabkan gagal
napas reversibel (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
8) Pemeriksaan laboratorium untuk menilai status nutrisi adalah pengukuran kadar
albumin serum, prealbumim, transferin, total ironbinding protein, keseimbangan
nitrogen, indeks kreatinindan jumlah limfosit total (Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017).
b. Pemeriksaan radiologi
1) Radiografi dada: Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya
gagal napas tetapi kadang sulit untuk membedakan edema pulmoner kardiogenik
dan nonkardiogenik. (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
2) Ekokardiografi
• Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan pada
pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung.(Syarani, Dr.
dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017)
• Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang abnormal atau
regurgitasi mitral berat menunjukkan edema pulmoner kardiogenik (Syarani,
Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
• Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolik yang normal pada
pasien dengan edema pulmoner menunjukkan sindromdistress pernapasan
akut (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
• Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner
dengan tepat untuk pasien dengan gagal napas hiperkapnik kronik (Syarani,
Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
8. Penatalaksanaan
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus diberikan untuk
meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai penyakit paru obstruktif,
fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada pasien yang sakit parah, walaupun
pengobatan medis telah maksimal, NIV (Non-invasive ventilation) dapat digunakan
untuk memperbaiki oksigenasi, mengurangi laju pernapasan dan mengurangi dyspnoea.
Selain itu, NIV dapat digunakan sebagai alternatif intubasi trakea jika pasien menjadi
hiperkapnia
a. Tahap I
1) Pemberian oksigen. Untuk mengatasi hipoksemia, cara pemberian oksigen
bergantung FiO2, yang dibutuhkan. Masker rebreathing dapat digunakan jika
hipoksemia desertai kadar PaCO2 rendah. Berikut nilai FiO2 tiap cara pemberian:
• Nasal kanul: FiO2 25-50% dengan oksigen 1-6 L/menit
• Simple mask : FiO2 30-50% dengan oksigen 6-8 L/menit
• Masker non rebreathing: FiO2 60-90% dengan oksigen 15 L/menit
2) Nebulisasi dengan bronkodilator. Terapi utama untuk PPOK dan asma
3) Humidifikasi
4) Pemberian antibiotic
b. Tahap II
1) Pemberian bronkodilator parenteral
2) Pemberian kortikosteroid
c. Tahap III
Mini trakeostomi dan intubasi trakeal dengan indikasi: diperlukan ventilasi mekanik
namun disertai retensi sputum dan dibutuhkan suction trakeobronkial; melindungi
dari aspirasi; mengatasi obstruksi saluran napas atas.
d. Tahap IV
Pemasangan ventilasi mekanik. Indikasi ventilasi mekanik: operasi mayor; gagal
napas; koma; pengendalian TIK; post-operatif; penurunan laju metabolik; keadaan
umum kritis (Arifputera, 2014).
b. Secondary survey
1) Sistem kardiovaskuler
• Takikardia, irama ireguler
• S3, S4 / Irama gallop
• Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
• Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan
udara di mediastinum)
• TD : hipertensi/hipotensi
2) Sistem pernafasan
• Riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru, keganasan, “lapar
udara”, batuk
• Takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori,
penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di
atas area berisi udara (pneumothorax), dullnes di area berisi cairan
(hemothorax); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi
thorax.
3) Sistem integumen
• Cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
• Sistem musculoskeletal
• Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
2. Diagnosa
a. Pola nafas tidak efektif
• Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
• Batasan karakteristik:
- Mayor: subjektif (dyspnea), objektif (penggunaan otot bantu nafas, fase
ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal [mis., takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes])
- Minor: subjektif (ortopnea), objektif (pernapasan pursed-lip, pernapasan
cuping hidung, diameter thorax anterior-posterior meningkat, ventilasi
semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun,
tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah) (SDKI, 2017).
• Faktor yang berhubungan: depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas
(mis., nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding
dada, deformitas tulang dada, gangguan neuromuskular, penurunan energi,
posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi, kerusakan
inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), efek agen farmakologis
• Kondisi kinis terkait: depresi sistem saraf pusat, cedera kepala, trauma thorax,
gullian barre syndrome, stroke, kuadriplegia, sklerosis multiple
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thorax
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika itu perlu
Terapi oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodic
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen
(misalnya: oksimetri, analisa gas
darah), jika itu perlu
- Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut, hidung,
dan trakea, jika itu perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan oksigen tambahan, jika itu
perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien di
transportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan atau tidur
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti :
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne- strokes, biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thorak
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
itu perlu
I. Identitas Klien
Nama : Tn. A Usia : 46 tahun
No RMK : 01500274 Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal pengkajian : 07-04-2022 Hari rawat ke : 5
Agama : Islam Status : Menikah
BB/TB :-
Alamat : Jl. Rawa Buaya Rt 007/02, Cengkareng, Jakarta Barat
Diagnosa medis : Gagal Napas, Penurunan Kesadaran, Pneumonia, TB Paru,
Sepsis, DM, CKD
Pasien dirujuk pada tanggal 13 Mei 2022 ke IGD RSUD Tarakan datang dengan keluhan
tidak sadarkan diri. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Pesanggrahan dengan sudah
dalam kondisi terintubasi. Pasien sudah tidak sadarkan diri sejak 2 April smrs secara tiba-
tiba. Istri pasien mengatakan pasien ada riwayat demam 9 hari yang lalu, nyeri tulang
persendian, GDS saat masuk 526 mg/dL. Pasien sebelumnya merupakan perokok 2
bungkus/hari, minum kopi kurang lebih 3 gelas sehari. Pasien dipindahkan ke ICU pada
tanggal 15 Mei 2022 dengan diagnosa Gagal napas, penurunan kesadaran. Pasien
terpasang ventilator dengan pola PSIMV + PS, PS 6 PC 8 PEEP 5 FiO2 40%, terpasang
NGT dengan residu hijau pekat, terpasang CVC di femuralis dextra, cairan IVFD
Hydromal, mendapat lasix, terpasang insulin drip. TTV : TD 150/80 mmHg, HR 119
x/mnt, RR 17 x/mnt, Suhu 37,8°C.
III. Pengkajian Fisik Umum
Pernafasan I: tidak ada sumbatan jalan nafas, bentuk dada simetris, pasien
terpasang ETT dengan PEEP 5
P: ekspansi paru simetris, taktil premitus simetris
P: sonor
A: suara nafas ronchi
Integumen Akral hangat, turgor kulit kurang elastis, tidak ada edema,
tidak ada lesi
Spiritual -
V. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
VI. Diagnosa dan Perencanaan
Diagnosa Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan pada Tn. CM - Monitor frekuensi, irama,
selama 3x24 jam diharapkan kedalaman
inspirasi dan ekspirasi - Monitor pola napas (seperti
memberikan ventilasi yang bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
adekuat dengan kriteria hasil: kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan
- Frekuensi nafas dalam ataksik)
rentang normal 16-20 - Monitor posisi selang endotrakeal
x/menit (ETT), terutama setelah mengubah
- Pola nafas perlahan posisi
normal - Monitor tekanan balon ETT setiap 4-
- Penggunaan ventilator 8 jam
berkurang - Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
Pola nafas tidak - Monitor nilai AGD
efektif Terapeutik
- Kurangi tekanan balon secara
periodik tiap shift
- Pasang OPA untuk mencegah ETT
tergigit
- Cegah ETT terlipat (kinking)
- Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT secara bergantian
(kiri dan kanan) setiap 24 jam
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
- Lanjutkan pemberian terapi oksigen
on ventilator
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan pada Tn. CM - Monitor frekuensi, irama,
selama 3x24 jam diharapkan kedalaman, dan upaya napas
bersihan jalan nafas - Monitor pola napas
Berihan jalan
meningkat dengan kriteria - Auskultasi bunyi napas
nafas tidak
hasil: - Monitor efektifitas terapi oksigen
efektif
- Produksi sputum (misalnya: oksimetri, analisa gas
menurun darah)
- Gelisah menurun - Monitor saturasi oksigen
- Whezing menurun - Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Berikan pre-oksigenasi 100% selama
30 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum
dan setelah penghisapan
- Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik jika diperlukan (bukan
secara berkala/rutin)
Kolaborasi
- Lanjutkan pemberian bronkodilator
: ventolyn
VII. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Pemantauan Respirasi S: -
Observasi O:
- Memonitor frekuensi, - Keadaan umum
irama, kedalaman lemah
- Memonitor pola napas - Kesadaran samnolen
- Memonitor posisi - GCS 5 (E2M2Vett)
selang endotrakeal - Pasien terpasang
(ETT), terutama setelah ventilator dengan
mengubah posisi pola PSIMV + PS,
- Memonitor tekanan PS 6 PC 8 PEEP 5
balon ETT setiap 4-8 FiO2 40%
jam - RR 14 x/mnt
- Mengauskultasi bunyi - Terdengar ronchi
napas A: pola nafas tidak
- Memonitor saturasi efektif belum teratasi
oksigen P:
- Memonitor nilai AGD - Monitor frekuensi,
Terapeutik irama, kedalaman
- Mengurangi tekanan - Monitor pola
19-05-2022 balon secara periodik napas (seperti
1
09.00 tiap shift bradipnea,
- Memasang OPA untuk takipnea,
mencegah ETT tergigit hiperventilasi,
- Mencegah ETT terlipat kussmaul, cheyne-
(kinking) strokes, biot, dan
- Mengganti fiksasi ETT ataksik)
setiap 24 jam - Monitor posisi
- Mengubah posisi ETT selang endotrakeal
secara bergantian (kiri (ETT), terutama
dan kanan) setiap 24 setelah mengubah
jam posisi
- Mengatur interval - Monitor tekanan
pemantauan respirasi balon ETT setiap 4-
sesuai kondisi pasien 8 jam
- Mendokumentasikan - Auskultasi bunyi
hasil pemantauan napas
Kolaborasi - Monitor saturasi
- Melanjutkan pemberian oksigen
terapi oksigen on - Monitor nilai
ventilator AGD
- Kurangi tekanan
balon secara
periodik tiap shift
- Pasang OPA untuk
mencegah ETT
tergigit
- Cegah ETT terlipat
(kinking)
- Ganti fiksasi ETT
setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT
secara bergantian
(kiri dan kanan)
setiap 24 jam
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
- Lanjutkan
pemberian terapi
oksigen on
ventilator
Observasi S: -
- Memonitor frekuensi, O:
irama, kedalaman, dan - Keadaan umum
upaya napas lemah
- Memonitor pola napas - Kesadaran samnolen
- Mengauskultasi bunyi - GCS 5 (E2M2Vett)
napas - Pasien terpasang
- Memonitor efektifitas ventilator dengan
19-05-2022 terapi oksigen pola PSIMV + PS,
2
09.00 (misalnya: oksimetri, PS 6 PC 8 PEEP 5
analisa gas darah) FiO2 40%
- Memonitor saturasi - RR 14 x/mnt
oksigen - Terdengar ronchi
- Memonitor nilai AGD A: bersihan jalan nafas
Terapeutik tidak efektif belum
- Memberikan pre- teratasi
oksigenasi 100% selama P:
30 detik (3-6 kali
ventilasi) sebelum dan - Monitor frekuensi,
setelah penghisapan irama, kedalaman,
- Melakukan penghisapan dan upaya napas
lendir kurang dari 15 - Monitor pola napas
detik jika diperlukan - Auskultasi bunyi
(bukan secara napas
berkala/rutin) - Monitor efektifitas
Kolaborasi terapi oksigen
- Lanjutkan pemberian (misalnya:
bronkodilator : oksimetri, analisa
ventolyn gas darah)
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
- Berikan pre-
oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6
kali ventilasi)
sebelum dan setelah
penghisapan
- Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
jika diperlukan
(bukan secara
berkala/rutin)
- Lanjutkan
pemberian
bronkodilator :
ventolyn
Nama Tn. LB
Usia; Jenis Kelamin 63 tahun; Laki-laki
Tanggal masuk RS 13-05-2022
Diagnosa Medis Fraktur kompresi lumbal
Keluhan utama Pasien mengatakan kedua kaki tidak bisa digerakan karena nyeri pada
bagian punggung sudah sejak dua bulan yang lalu. Pasien tampak
meringis kesakitan jika punggung digerakan, skala nyeri 5.
Riwayat penyakit Pasien mengatakan sudah dua bulan didiagnosa mengalami fraktur
kompresi lumbal 1 – 2 tetapi awalnya pasien tidak mau operasi. Pasien
mengatakan nyeri ulu hati sehingga sering mual. Pasien mempunyai
riwayat hipertensi (+) dan mengonsumsi Amlodipin 10 mg.
Survey primer Airway:
- Tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing:
- Pergerakan dada simetris, retraksi dinding dada (-), nafas cuping
hidung (-)
- Frekuensi pernafasan 20 x/mnt, irama reguler
- Suara nafas vesikuler +/+
- Tidak ada krepitus dan deformitas
Circulation:
- Warna kulit normal
- Akral hangat
- CRT <2 detik
Disability:
- Kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5)
- Pupil isokor +/+, reaksi cahaya +/+
Exposure :
- Memar (-), laserasi (-), deformitas (-), warna kulit normal
Survey sekunder Kepala: bentuk kepala normal, tidak ada lesi dan benjolan, tidak ada
nyeri tekan, distribusi rambut merata, rambut lepek
Wajah: bentuk wajah oval simetris, tidak ada kelemahan otot wajah
Hidung: simetris, tidak ada lesi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada sumbatan, tidak ada bengkak, penciuman normal
Mulut: mukosa bibir lembap, tidak ada lesi dan tidak ada stomatitis,
kebersihan (+), tidak ada karies gigi, gigi tidak lengkap
Dada: dada simetris, perkusi jantung dulness, terdengar BJ1 dan BJ2,
tidak ada bunyi tambahan, ekspansi paru simetris, perkusi paru sonor
Nyeri Akut
berhubungan dengan Kerusakan badan
vertebra
agen pencendera fisik
(trauma)
Spasme otot
Nyeri akut Rasa nyeri pravertebralis,
iritasi serabut saraf
Nama Tn. S
Usia; Jenis Kelamin 55 tahun; Laki-laki
Tanggal masuk RS 16-05-2022
Diagnosa Medis TB Paru klinis, Emfisema Thorax kanan
Keluhan utama Pasien atas nama Ny. S diantar oleh anaknya dengan keluhan mual
muntah sejak 3 hari yang lalu SMRS, perut terasa panas, nyeri ulu hati,
nafas terasa sesak dan batuk dahak (+), keringat di malam hari, BB
turun sudah 5 kg dalam 3 bulan terakhir.
Riwayat penyakit Pasien mengatakan memiliki riwayat TB sudah sejak 1 tahun yang lalu
tetapi tidak rutin minum obat. Pasien memiliki riwayat DM, dan
merupakan perokok
Survey primer Airway:
- Sumbatan jalan nafas sebagian akibat penumpukan sekret
Breathing:
- Pergerakan dada simetris, retraksi dinding dada (+), nafas cuping
hidung (+)
- Frekuensi pernafasan 23 x/mnt, ireguler
- Suara nafas rochi
Circulation:
- Warna kulit normal
- Akral hangat
- CRT <2 detik
Disability:
- Kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5)
- Pupil isokor +/+, reaksi cahaya +/+
Exposure :
- Memar (-), laserasi (-), deformitas (-), warna kulit normal
Survey sekunder Kepala: bentuk kepala normal, tidak ada lesi dan benjolan, tidak ada
nyeri tekan, distribusi rambut merata, rambut lepek
Wajah: bentuk wajah oval simetris, tidak ada kelemahan otot wajah
Hidung: simetris, tidak ada lesi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada sumbatan, tidak ada bengkak, penciuman normal, nafas cuping
hidung (+)
Mulut: mukosa bibir lembap, tidak ada lesi dan tidak ada stomatitis,
kebersihan (+), tidak ada karies gigi, gigi lengkap
Dada: dada simetris, perkusi jantung dulness, terdengar BJ1 dan BJ2,
tidak ada bunyi tambahan, ekspansi paru simetris, perkusi paru sonor
Integumen: kulit normal, tidak sianosis, integritas kulit baik, tidak ada
lesi
Daftar masalah 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus-kapiler
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
Diagnosa keperawatan
Patoflow
prioritas:
Gangguan
Asap rokok pembersihan paru
Gangguan pertukaran
gas berhubungan Hipoksemia Bersihan
jalan nafas Respon
dengan perubahan inflamasi
tidak efektif
membran alveolus-
Penurunan O2
kapiler
Lisis dinding
alveoli
Obstruksi pada
pertukaran O2 dan CO2
Emfisema Kerusakan alevolar
Circulation:
- Warna kulit normal
- Akral hangat
- CRT <2 detik
Disability:
- Kesadaran samnolen, GCS 8 (E2M4V2)
- Pupil isokor +/+, reaksi cahaya +/+
Exposure :
- Memar (-), laserasi (-), deformitas (-), warna kulit normal
Survey sekunder Kepala: bentuk kepala normal, tidak ada lesi dan benjolan, tidak ada
nyeri tekan, distribusi rambut (-)
Hidung: simetris, tidak ada lesi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada sumbatan, tidak ada bengkak, nafas cuping hidung (+)
Mulut: mukosa bibir lembap, tidak ada lesi dan tidak ada stomatitis,
kebersihan (+), ada karies gigi, gigi tidak lengkap
Dada: dada simetris, perkusi jantung dulness, terdengar BJ1 dan BJ2,
tidak ada bunyi tambahan, ekspansi paru simetris, perkusi paru sonor
Trombus/emboli
Hipertensi
di cerebral
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian terapi amlodipine 1 x 5 mg, aspilet 1 x 80
mg
Evaluasi S: -
O:
- Keadaan umum lemah
- Kesadaran samnolen
- GCS 8 (E2M4V2)
- TTV: TD 130/79 mmHg, Nadi 87 x/menit, Pernapasan 23 x/menit,
Suhu 36,5°C, SpO2 97%
A: Perfusi serebral tidak efektif belum teratasi
P:
- Monitor tingkat kesadaran
- Observasi TTV
- Berikan oksigen nasal kanul 4 lpm
- Lanjutkan pemberian terapi
- Kolaborasi pemeriksaan radiologis
Lampiran 2
Circulation:
- Warna kulit normal
- Akral hangat
- CRT <2 detik
Disability:
- Kesadaran samnolen, GCS 15 (E4M6V5)
- Pupil isokor +/+, reaksi cahaya +/+
Exposure :
- Memar (-), laserasi (-), deformitas (-), warna kulit normal
Survey sekunder Kepala: bentuk kepala normal, tidak ada lesi dan benjolan, tidak ada
nyeri tekan, distribusi rambut merata
Wajah: bentuk wajah oval simetris
Hidung: simetris, tidak ada lesi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada sumbatan, tidak ada bengkak, nafas cuping hidung (+)
Mulut: mukosa bibir lembap, tidak ada lesi dan tidak ada stomatitis,
kebersihan (+), ada karies gigi, gigi tidak lengkap
Dada: dada simetris, perkusi jantung dulness, terdengar BJ1 dan BJ2,
tidak ada bunyi tambahan, ekspansi paru simetris, perkusi paru sonor
Integumen: kulit normal, tidak sianosis, integritas kulit baik, tidak ada
lesi
Daftar masalah 1. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(iskemia)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya napas (nyeri
saat bernapas)
Diagnosa keperawatan
Patoflow
prioritas:
Vasokontriksi Penurunan
Hipertensi
pembuluh darah aliran darah
Risiko penurunan
curah jantung Risiko penurunan O2 dan
curah jantung nutrisi ↓
berhubungan dengan
perubahan
kontraktilitas Kontraktilitas Jaringan
miokard iskemik