Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM KORONIA AKUT

STASE GADAR & KEPERAWATAN KRITIS RSKD KANUDJOSO

Disusun Oleh :

Danis Imfroatul Kusnia

NIM. P07220219084

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
PRODI PROFESI NERS TAHAP SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM KORONIA AKUT

A. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular
yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi. Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian
dan oleh karenanya diperlukan pedoman tatalaksana sebagai rangkuman
penelitian yang ada (PERKI, 2015).
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan istilah yang merujuk pada
penyakit jantung yang diakibatkan oleh menurunnya suplai darah ke otot
jantung. (Black & Hawk, 2009). Penurunan suplai darah ke otot jantung
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen. Pada akhirnya ketidakseimbangan ini akan menimbulkan gangguan
pompa jantung dan mempengaruhi tubuh secara sistemik (Rochmawati,
2011).
Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi dimana terjadi imbalans dari
suplly dan demand oksigen otot jantung yang paling sering disebabkan oleh
plak aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri-arteri koroner.
Selain itu sindrom koroner akut. dapat pula terjadi akibat spasme arteri yang
disebut dengan angina varian. Presentasi klinis yang dapat ditimbulkan dapat
bermacam-macam dan membentuk spektrum sindrom koroner akut., namun
manifestasi yang paling sering adalah angina pectoris (Young dan lLibby,
2007).
SKA merupakan suatu penyakit yang dinamis, dimana ada suatu proses
transisi dari spektrum penyakit akibat perubahan intralumen mulai dari oklusi
parsial sampai dengan total ataupun reperfusi.
Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi
menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)

2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST


segment elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

B. Penyebab dan Faktor Predisposisi


Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah
ke otot jantung yang sering ditandai dengan yeri. Dalam kondisi yang parah,
kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak
sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian
(Hermawatirisa, 2014).
Dari faktor risiko tersebut ada yang dikenal dengan faktor risiko mayor
dan minor. Faktor risiko mayor meliputi hipertensi, hiperlipidemia, merokok,
dan obesitas sedangkan faktor risko minor meliputi DM, stress, kurang
olahraga, riwayat keluarga, usia dan seks. Menurut D.wang (2005) faktor
risiko SKA pada wanita meliputi : Obesitas, riwayat keluarga, diabetes
mellitus, penggunaan kontrasepsi oral yang disertai dengan riwayat merokok,
kolesterol, merokok.

C. Manifestasi Klinik (tanda dan gejala)


Derajat oklusi arteri biasanya berkaitan dengan gejala yang muncul
dengan variasi di penanda kardiak dan penemuan EKG. Angina atau nyeri
ada merupakan gejala klasik suatu SKA. Pada angina tidak stabil, nyeri dada
muncul saat istirahat atau aktivitas berat sehingga menghambat aktivitas.
Nyeri dada yang berkaitan dengan NSTEMI biasanya lebih lama dalam hal
durasi dan lebih berat. Pada kedua keadaan ini, frekuensi dan intensitas dapat
meningkat bila tidak hilang dengan istirahat, nitrogliserin, atau keduanya dan
dapat bertahan selama lebih dari 15 menit. Nyeri dapat muncul dan menjalar
ke lengan, leher, dan punggung atau area epigastrium. Sebagai tambahan dari
angina, pasien SKA dapat muncul disertai sesak nafas, keringat dingin, mual,
atau kepala berkunang-kunang. Selain itu dapat terjadi perubahan tanda vital,
seperti takikardi, takipneu, hipertensi ataupun hipotensi, penurunan saturasi
oksigen (SaO2) dan abnormalitas irama jantung (Overbaugh, 2009).

D. Patofisiologi

Menurut saparina (2010), gambaran klinik adanya sindrom koroner akut


dapat berupa :

1. Angina pectoris

Merupakan gejala yang disertai kelainan morfologik yang permanen pada


miokardium. Gejala yang khas pada angina pectoris adalah nyeri dada
seperti tertekan benda berat atau terasa panas seperti diremas. Nyeri biasa
berlangsun 1-5 menit dan rasa nyeri hilang bila penderita istirahat.

2. Infark miokardium akut

Merupakan SKA yang sudah masuk dalam kondisi gawat. Pada kasus ini
disertai dengan nekrosis miokardium (kematian otot jantung) akibat
gangguan suplai darah yang kurang.

3. Payah jantung

Disebabkan oleh adanya beban volume atau tekanan darah yang


berlebihan atau adanya abnormalitas dari sebagain struktur jantung.
Payah jantung kebanyakan didahului oleh kondisi penyakit lain dan
akibat yang ditimbulkan termasuk SKA Pada kondisi payah jantung
fungsi ventrikel kiri mundul secara drastic sehingga mengakibatkan
gagalnya sistem sirkulasi darah

Sebagian besar SKA manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi pak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivisi jalur
koagulasi. Terbentuklah trobus yang seperti trombosit (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara
total maupun parsial, atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh
koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah
koroner.

Berkurangnya aliran darah karoner menyebabkan iskemia miokardium.


Infak miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Sebagian pasien SKA tidak mengalami plak. Mengalami SKA
karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmental). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trumbus, dapat disebabkan oleh progresi plak atau restenoasi setelah
intervensi koroner perkuat (IKP). Beberapa daktor ekstrinsik, seperti demam,
anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak ateroklorosis.
E. Pathway

Plak
atherom

Perubahan
komposisi

Proses
agregasi dan

White
trobus

Menyumbat mikroemboli
liang

Pelepasan Menyumbat pembuluh


zat vasoaktif coroner yang lebih distal

vasokontriks
i

Aliran darah
coroner

Iskemia
miokardium

F. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologis
a. Terapi anti iskemik : untuk mengurangi iskemia dan mencegah
terjadinya kemungkinan yang lebih buruk seperti, infarkmiokard atau
kematian.
b. Nitrat : mengurangi kebutuhan oksigen dan meningkatkan suplai
oksigen.
c. Antagonis kalsium mengurangi influlks kalsium yang melalui
membrane sel. Obat ini menghambat kontraksi miokard dan otot polos
pembuluh darah.
2. Terapi Non Farmakologis
a. Istirahat yang teratur untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Oksigenasi.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiogram (EKG)

Befungsi untuk merekam sinyal-sinyal listrik yang bergerak melalui


jantung di dalam tubuh. EKG seringkali dapat mendiagnosis bukti
serangan jantung sebelum kejadian atau yang sedan berlangsung.
2. Ekokardiogram
Tes untuk mendiagnosis kondisi penyakit jantung koroner. Alat ini
menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung.
3. CT scan jantung
Dapat melihat deposit kalsium di arteri. Kelebihan kalsium dapat
mempersempit arteri sehingga ini dapat menjadi pertanda kemungkinan
penyakit arteri koroner. Selain itu melakukan X-ray dan ultrasound untuk
menyimpulkan kondisi penyakit.

H. Proses Keperawatan
1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dalam proses keperawatan dengan
mengadakan kegiatan mengumpulkan data-data atau mendapatkan data
yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan
yang ada (Aziz Alimul Hidayat, 2021).
a. Identitas pasien
Mengkaji nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status
perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien
dengan penanggung jawab.
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah Nyeri dada, klien mengeluh nyeri ketika
beristirahat, terasa panas, di dada,retro sterna menyebar ke lengan kiri
dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung 10
menit).
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat, terasa panas dada retro sterna
menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri , skala nyeri 8 (skala 1-10)
nyeri berlangsung 10 menit ).
d. Riwayat penyakit sebelumnya
DM, Hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress. Dan riwayat
penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, kebiasaan merokok,
pekerjaan, stress) dan riwayat penyakit keluarga (DM, hipertensi,
ginjal).
e. Aktivitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dipsnea saat
istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat
beraktifitas .
f. Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung.
g. Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada
malam hari, diare/konstipasi.
h. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penurunan berat badan
signifikan, pembengkakan ekstremitas bawah, diet tinggi garam
penggunaan diuretic distensi abdomen, edema umum, dan sebagainya.
i. Hygine
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
j. Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan murah
tersinggung
k. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut/kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah.
l. Interaksi social
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.

Pemeriksaan Fisik
B1: Dispneu (+), diberikan O2 tambahan

B2: Suara jantung murmur (+), chest pain (+), CRT 2 detik, akral dingin,

B3: Pupil isokor, refleks cahaya (+), refleks fisiologis (+)

B4: Oliguri

B5: Penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)

B6: Merasa kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap,
dan jadwal olahraga teratur. perubahan postur tubuh.

Pemeriksaan Penunjang

a. Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/INSTEMI dengan atau


tanpa gelombang Q patologik)
b. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas normal,
terutama CKMB dan troponin-T/I, dimana troponin lebih spefisik
untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1-0,2 ng/dl, dan
dianggap positif bila >0,2, ng/dl).

2 Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2016)


Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. (SDKI,
2016). Diagnosa keperawatan yang muncul akibat SKA antara lain:
1. Penurunan Curah Jantung b.d kontraktilitas jantung D.0008
2. Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
D.0003
3. Nyeri Akut b.d adanya agen cedera biologis D.0077

3 Perencanaan (SIKI, 2018)

No Diagnosa SLKI SIKI


. Keperawatan
1 Dx 1: Penurunan Curah Curah Jantung Perawatan Jantung
Jantung b.d (L.02008) (1.02075)
kontraktilitas jantung Setelah dilakukan Observasi
D.0008 intervensi keperawatan 1.1 Identifikasi tanda atau
selama 1 × 24 jam, maka gejala primer penurunan
Curah Jantung curah jantung
Membaik, dengan 1.2 Identifikasi tanda atau
kriteria hasil: gejala penurunan curah
- Kekuatan nadi jantung sekunder
perifer meningkat 1.3 Monitor tekanan darah
- Ejection fraction 1.4 Monitor keluhan nyeri
(EF) meningkat dada
1.5 Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktivitas.
1.6 Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
pemberian obat.
1.7 Posisikan pasien semi
fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
Terapeutik
1.8 Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress
1.9 Berikan dukungan
emosional dan spiritual
Edukasi
1.10 Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai dengan
toleransi
Kolaborasi
1.11 Kolaborasi pemberian
antiaritmia
2 Dx 2: Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas b.d (L.01003) (1.01014)
ketidakseimbangan Setelah dilakukan Observasi
ventilasi-perfusi intervensi selama 1 × 24 2.1 Monitor frekuensi,
(D.0003) jam, maka Pertukaran irama, kedalaman, dan
Gas Meningkat, dengan upaya nafas
kriteria hasil: 2.2 Monitor pola nafas
- Dispnea menurn 2.3 Monitor adanya
- Bunyi napas sumbatan jalan nafas
tambahan menurun 2.4 Monitor saturasi
- Takikardia membaik oksigen
Terapeutik
2.5 Atur interval
pemantauan respirasi sesuai
dengan kondisi pasien
2.6 Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
2.7 Jelaskan tujuan dan
procedure pemantauan
2.8 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 Dx 3: Nyeri Akut b.d Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
adanya agen cedera (L.08066) (1.08238)
biologis Setelah dilakukan Observasi
D.0077 intervensi selama 1 × 24 3.1 Identifikasi lokasi,
jam, maka Tingkat Nyeri karakteristik, kualitas, dan
menurun, dengan kriteria intensitas nyeri
hasil: 3.2 Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri Terapeutik
menurn 3.3 Kontrol lingkungan
- Meringis menurun yang memperberat rasa
- Gelisah menurun nyeri
3.4 Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
3.5 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi
3.6 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

4 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dimana
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. (Padila, 2012).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan. (Setiadi, 2012).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan dan
mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat sebelumnya.
Evaluasi dilaksanakan setelah perawat selesai melaksanakan tindakan yang
telah direncanaan setiap harinya. (Supratti dan Ashriady, 2018)
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Menurut Hidayat (2021) evaluasi keperawatan dibagi
menjadi:
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif merupakan hasil observasi dan analisa perawat
terhadap respon segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari
observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis
pada catatan perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA

Joksan, Areas (2019). ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN AMAN NYAMAN PADA Tn. G.F
DENGAN SINDROM KORONER AKUT DI RUANGAN ICCU RSUD.
PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG. Dalam diploma thesis Poltekkes
Kupang

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai