Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

ACUTE CORONARY SYNDROME

Disusun Oleh :

Nama : ARENSY APRILLIA


Nim : 181440106

Memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu :Ns. Ade Sukarna, M. Kep.,Sp. Kep. MB

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN AKADEMIK 2020


LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE CORONARY SYNDROME

A. Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA)


Acute coronary syndrome adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan
gejala iskemia miokard: angina stabil, non-ST-segmen elevasi miokard
infark, dan elevasi ST-segmen infark miokard.
Sindrom koroner akut (SKA) adalah merupakan satu dari tiga penyakit
pembuluh darah arteri koroner, yaitu : ST-Elevasi infark miokard (30 %),
Non ST-Elevation infark miokard (25 %), dan Angina Pectoris Tidak Stabil
(25 %).
ACS Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan
keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara
kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah
B. Etiologi
1. Faktor penyebab
Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a. Faktor pembuluh darah :
a) Aterosklerosis.
b) Spasme
c) Arteritis
b. Faktor sirkulasi :
a) Hipotensi
b) Stenosis aorta
c) Insufisiensi
c. Faktor darah :
a) Anemia
b) Hipoksemia
c) Polisitemia
a. Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak

4) Hypertiroidisme
b. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan miocard
2) Hypertropi miocard
3) Hypertensi diastolik

2. Faktor predisposisi
Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia > 40 tahun
b. Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

3. Faktor resiko yang dapat diubah :


a. Mayor :
d. Hiperlipidemia
e. Hipertensi
f. Merokok
g. Diabetes
h. Obesitas
i. Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor:
j. Inaktifitas fisik
k. Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
l. Stress psikologis berlebihan.

C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri :
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan
terus-menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal
bawah dan abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar
ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan
nyeri epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau
hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama
jantung

D. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima
arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu
absorbs nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam
pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke
lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan
mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi
sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan
berdinding kasar, akan cebderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini
menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh
penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan
thrombus pada permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin,
perdarahan ke dalam plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa
pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran
darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang
pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan terhadap
ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok
saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk
terbentuknya atheroma.
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu
Iskemik dan Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang
bersifat sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan
meningkatkan mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat
menyebabkan kematian otot atau nekrosis.Keadaan nekrosis yang berlanjut
dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard).Ventrikel kiri
merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark,
hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk
berkontraksi.Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang
dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat
yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai
perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia,
menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu
fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang
mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya
menurun.Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah
jantung.Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam
laktat yang berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri dada yang
menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina),
angina pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina
prinzmetal). Angina Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil
adalah nyeri yang timbul saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih
dari 15 menit dan hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil
(UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung
lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian:
Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan olehspasme arteri koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan
sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang
mengalami nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen
(yang sering disebut infark).

E. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal Jantung ( Heart Failure)
5. Emboli Paru
6. Ruptur septum ventikuler
7. Ruptur muskulus papilaris
8. Aneurisma Ventrikel
F. Pemeriksaan diagnostik
1. EKG
a. STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :
hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q
pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru.
Perubahan EKG berupa elevasi segment ST > 1 mm pada 2 sadapan
yang berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi > 2 mm pada
2 sadapan chest lead.
b. NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST > 1 mm pada 2
sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi > 2
mm pada 2 sadapan chest lead.
c. Gambaran EKG
Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa
AKS. Pemeriksaan tyang sederhana, murah tapi mempunyai nilai klinis
yang tinggi. Pada APTS/ Non Q infark, perubahan berupa adanya ST
segmen depresi atau T inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda
hipertropi ventrikel kiri.
2. Enzim Jantung, yaitu :
a. CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada
24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
b.Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8
jam pasca infark
c. LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya
setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 - 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi
6. AGD
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
8. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
9. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
10. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokar misal
lokasi atau luasnya AMI.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
11. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding
regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
12. Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty
atau emergensi.
13. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan
bekuan darah.
14. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan

G. Penatalaksanaan Medik

Tujuan terapi pada penderita AKS, yaitu men-stabilkan angina (pada


APTS) dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada infark. Masa-masa kritis
pada
penderita infark adalah 2 jam pertama setelah serangan,dimana komplikasi
gangguan listrik jantung yang fatal VT-VF merupakan hal yang paling
sering sebagai penyebab suddent death.
Penatalaksanaan dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
1. Umum
a. Pasien dianjurkan istirahat total
b. Pasien puasa 4-6 jam, setelah pasien tidak ada keluhan nyeri dadadapat
diit cair
c. Segera pasang IV line
d. Oksigen
e. Nitral (cedocard) sublingual
f. Nitrogliserin oral atau infus (drip)
g. Aspirin 160 mg dikunyah
h. Pain killer (Morphine/Petidine)
i. Penderita dirawat di CVCU/ICCU, memerlukan monitor ketat
2. Khusus
a. B Bloker
Mengurangi konsumsi oksigen.Pilihan pada B Bloker non ISA.
KI pada AV blok,Asma Bronkial,Severe LHF. Pemberian B bloker
dapat menurunkan progresif AKS sekitar 13 %.
b. ACE Inhibitor
Hari pertama serangan, mampu menurunkan mortalitas fasca infark.
c. Lipid Lowering Terapi (atorvastatin )
d. Trombolitik Terapi
Pemberian Trombolitik terapi hanya pada Infrak dengan Gelombang Q
(ST elevasi),sedang pada infark non Q dan APTS tidak ada manfaat
pemberiantrombolitk.
e. Heparin
UFH (unfraksional heparin), risiko perdarahan memerlukan monitor
APTTT,dosis bolus 5000 IU,diikuti dengan infus 1000 IU/jam (2-2,5 x
nilai APTT baseline). Low Molucle Weight Heparin (LMWH) lebih
aman,risiko perdarahan kecil dan tidak memerlukan pemantauan
APTT. Dosis sesuai dengan berat badan, 1 mg/kgBB.
1) Platelet Gliko Protein (GP) lib/IIIa reseptor Bloker.
Digunakan untuk pencegahan pembekuan darah lebih
lanjut,fibrinolisis endogen dan mengurangi derajat stenosis.
2) Primary dan Rescue PTCA
Di senter-senter yang fasilitas cath-lab dan tenaga ahli yang lengkap
,jarang memberikan trombolitik biasanya penderita langsung
didorong ke kamar cateterisasi untuk dilakukan PTCA, dan pada
mereka yang gagal dalam pemberian trombolitk dilaukan rescue
PTCA.
3) CABG
H. Penyakit Yang Termasuk Dalam SKA
Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil,
miokard infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark
akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) (Bassand, 2007).
1. Angina Pektoris Tak Stabil
a. Definisi Angina Pektoris Tak Stabil
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan
oleh iskemia miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui
terbagi atas tiga varian utama angina pektoris: angina pektoris tipikal
(stabil), angina pektoris prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak
stabil. Pada pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada angina
pektoris tidak stabil (Kumar, 2007).
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang
frekuensi nya meningkat.Serangan cenderung di picu oleh olahraga
yang ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih
lama dari angina pektoris stabil.
Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang
lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut
angina pra infark.Pada sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh
perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial, embolisasi distal
trombus dan/ atau vasospasme.Perubahan morfologik pada jantung
adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).
b. Epidemiologi Angina Pektoris Tak Stabil
Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit
karena angina pek toris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen
kemudianmendapat serangan infark jantung yang tidak fatal atau
meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis di tegak kan
(Trisnohadi, 2006).
c. Patogenesis Penyakit
4) Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina
pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari
pembuluh koroner yang sebelunya mempunyai penyempitan yang
mininal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan
angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak
arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan
pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti
yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel
makrofag.Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan
intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak.Kadang-kadang
keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik
melemahkan dinding plak (fibrous cap).Terjadinya ruptur menyebabkan
aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi
terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan
terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak
menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan
terjadi angina tak stabil (Trisnohadi, 2006).
5) Trombosis dan agregasi trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil.Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
di sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan
sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi
faktor jaringan dalam plak tak stabil.Setelah berhubungan dengan darah,
faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade
reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin
(Trisnohadi, 2006).
a) Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina
tak stabil.Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif
yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam
tonuspembuluh darah dan menyebabkan spasme.Spasme yang
terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina
tak stabil.Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil
dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus (Trisnohadi,
2006).
6) Erosi pada plak tanpa rupture
Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel; adanya perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot
polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan
keluhan iskemia (Trisnohadi, 2006).
7) Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa.Nyeri dada pada angina biasa tapi lebih
berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul
karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak
nafas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada
pemeriksaan fisik sering kali tidak ada yang khas.
8) Pemeriksaan penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG)
b. Pemeriksan laboratorium
c. Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah di
terima sebagai pertanda paling penting.
d. Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil
1) Tindakan umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner,
pasien perlu di istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan oksigen;
pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan
nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin (Trisnohadi, 2006).
a) Terapi medikamentosa
 Obat anti iskemia
 Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.
 Obat anti agregasi trombosit
 Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa
 Obat anti trombin
Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin
b) Direct trombin inhibitors
2) Tindakan revaskularisasi pembuluh darah
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
iskemia berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien
dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh
darah, bila di sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi
bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan, kualitas hidup dan
mengurangi resiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah
darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk daripada bedah elektif.Pada
pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada
satu atau dua pembuluh darah atau bila ada kontra indikasi pembedahan,
PCI merupakan pilihan utama. Pada angina tak stabil perlunya dilakukan
tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari stratifikasi risiko
pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus- menerus, adanya depresi
segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang buruk, adanya
gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif
dini (Trisnohadi, 2006).
2. Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)
a. Definisi
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total.MI akut yang dikenal sebagai
"serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian
diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju (Kumar, 2007).
b. Epidemiologi STEMI
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30%
dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai
rumah sakitAngka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan
STEMI (Bassand, 2007).
c. Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah
ada sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di
cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi
lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis
mengalamifisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi
ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich
core).Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red
trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan
respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak,
berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein Nb/NIa.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana
keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet
yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan
agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada
sel endotel yang rusak.Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan
konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi
fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan
fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh
emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).
d. Diagnosis Dan Pemeriksaan
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri
dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan
nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus,
dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga.

I
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pada klien penderita Akut Miokard Infark ( AMI ) diantaranya
terjadi pada usia 35-55 tahun. Klien yang menderita Akut Miokard
Infark ( AMI ) umumnya adalah laki-laki.

2. Keluhan Utama Akut Miokard Infark ( AMI )


Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan Akut Miokard
Infark ( AMI ) yaitu nyeri dada yang khas ( seperti tertekan, berat
atau penuh ). Akut Miokard Infark ( AMI ) banyak ditemukan pada
pekerja swasta atau karyawan swasta.

3. Riwayat Keluhan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur.
2) Faktor perangsang nyeri yang spontan.
3) Kualitas nyeri : rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak
yang berat atau mencekik.
4) Lokasi nyeri : dibawah atau sekitar leher, dengan dagu
belakang, bahu atau lengan.
5) Beratnya nyeri : dapat dikurangi dengan istirahat atau
pemberian nitrat.
6) Waktu nyeri : berlangsung beberapa jam atau hari, selama
serangan pasien memegang dada atau menggosok lengan
kiri.
7) Diaforeasi, muntah, mual, kadang-kadang demam, dispnea.
8) Syndrom syock dalam berbagai tingkatan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat pembuluh darah arteri.
2) Riwayat merokok.
3) Kebiasaan olahraga yang tidak teratur .
4) Riwayat Diabetes Melitus, hipertensi, gagal jantung
kongesif.
5) Riwayat penyakit pernafasan kronis.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga penyakit jantung atau Akut Miokard Infark
( AMI ), Diabetes Melitus, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler
periver.
4. Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien Akut
Miokard Infark ( AMI

) biasanya baik atau kompos mentis ( CM ) dan akan berubah


sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
a. B1 ( Breathing )
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan
mengeluh sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak
biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat pengerahan
tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal
ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah
oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea
kardiak pada Akut Miokard Infark yang kronis dapat timbul
pada saat istirahat.
b. B2 ( Blood )
1) Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan
lokasi nyeri biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas
perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas didada. Dapat
terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan
tangan.
2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada Akut Miokard
Infark ( AMI ) tanpa komplikasi biasanya ditemukan.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup yang disebabkan Akut Miokard Infark
( AMI ). Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya tidak ditemukan pada Akut Miokard Infark
( AMI ) tanpa komplikasi.
4) Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
c. B3 ( Brain )
Kesadaran umum klien biasanya CM. Tidak ditemukan
.sianosi perifer. Pengkajian obyektif klien, yaitu wajah
d. B4 ( Bledder )
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan klien. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor
adanya oliguri pada klien dengan Akut Miokard Infark ( AMI )
karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
e. B5 ( Bowel )
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi
abdomen ditemukan nyeri tekan pada ke empat kuadran,
penurunan peristaltik usus yang merupakan tanda utama Akut
Miokard Infark ( AMI ) .
f. B6 ( Bone )
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien
sering merasa kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur. Tanda klinis
lain yang ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat
istirahat maupun saat beraktivitas.
Kaji personale hegiene klien dengan menanyakan apakah
klien mengalami kesulitan melakukan tugas perawatan diri.

B. Kemungkinan Diagnosa yang Muncul


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status
kesehatan atau masalah aktual atau resiko mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, mencegah atau
menghilangkan masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung
jawabnya (Tarwoto&Wartonah).
Dilihat dari status kesehatan klien, diagnosa dapat dibedakan menjadi
aktual, potensial, resiko dan kemungkinan.
1. Aktual : diagnose keperawatan menggambarkan menilaian klinik
yang harus di falidasi perawat karena ada batasnya mayor. Contoh :
jalan nafas tidak efektif karena adanya akumulasi secret.
2. Potensial : diagnose keperawatan yang menggambarkan kondisi
klien kearah yang lebih positif (atau kekuatan). Contoh : potensial
peningkatan status kesehatan klien berhubungan dengan intake
nutrisi yang adekuat.
3. Resiko : diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klinis
individu lebih rentan mengalami masalah. Contoh : resiko
ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang manajemen penyakit.
4. Kemungkinan : diagnosa keperawatan yang menggambarkan kodisi
klinik individu yang memperlakukan data tambahan sebagai faktor
pendukung yang lebih akurat.

Jadi yang dimaksud diagnose keperawatan adalah pernyataan yang


jelas yang berkaitan dengan masalah yang didapat pada pasien baik itu
secara aktual, potensial, resiko atau kemungkinan.

Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien Akut Miokard Infark (


AMI ) :

1. Nyeri berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan


oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari
penurunan suplai darah kemiokardium, peningkatan produksi asam
laktat.
2. Aktual/ resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan
dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.

C. Intervensi Keperawatan

Terdapat empat hal yang harus di perhatikan :

1. Menentukan prioritas masalah


a. Berdasarkan hirarki Maslow, yaitu: fiisiologis, keamanan atau
keselamatan, mencintai, harga diri, dan aktualisasi diri.
b. Berdasarkan Griffith-Kenney, dengan aturan

1) Ancaman kehidupan kesehatan.


2) Sumber daya dan dana tersedia.
3) Peran serta klien.
4) Prinsip ilmiah dan praktek keperawatan.
5) Menentukan tujuan.

2. Dalam menentukan tujuan


Digambarkan kondisi yang diharapkan diserftai jangka waktu
3. Menentukan kriteria hasil
Terdapat hal-hal berikut yang diperhatikan :
a. Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu.
b. Bersifat realistic, dalam menentukan tujuan harus di
pertimbangkan faktor fisiologi atau patologi.
c. Dapat diukur, pasien dapat menyebutkan tujuan dan
dapat mendemontrasikan.
d. Mempertimbangkan keinginan dan keadaan pasien.
4. Merumuskan intervensi
Dengan mengacu pada Nursing Intervention Clasification
(NIC) dan Nursing Outcome Clasificatin (NOC). Jadi yang
dimaksud dengan intervensi keperawatan adalah rencana tindakan
untuk menghilangkan atau mencegah permaslahan kesehatan yang
dihadapi klien dengan berdasarkan prioritas masalah, tujuan dan
criteria hasil degan acuan teori krbutuhan berdasarkan
manusia/hirarki Maslow.

Tabel 2.3 Diagnosa dan Intervensi (Tim Pokja, 2017)(Bulechek, 2013)

Dianosa keperawatan NOC ( NIC ( Nursing


Intervention
Nursing Classification)
Outecome
Classification)
Nyeri akut NOC : Manajemen nyeri :
berhubungan dengan
1. Control nyeri 1. Lakikan pengkajian nyeri
ketidakseimbangan
indicator: komprehensif yang meliputi
suplai darah dan
a. Mengenali lokasi, karakteristik, onset
oksigen dengan
kapan nyeri atau durasi, frekuensi,
kebutuhan terjadi. kwalitas, intensitas atau
miokardium b.Menggambark beratnya nyeri dan faktor
an faktor pencetus.
akibat seekunder dari penyebab. 2. Observasi adanya petunjuk
penurunan suplai c. Menggunakan non verbal mengenai
darah jemiokardium, jurnal harian Ketidak nyamanan terutama
peningkatan produksi untuk pada mereka yang tidak
asam laklat. memonitor dapat berkomunikasi secara
Definisi : pengalam gejala efektif.
sensori atau dari waktu ke
emosional yang waktu.
berkaitan dengan d.Mengunakan 3. Pastikan perawatan
kerusakan jaringan tindakan analgesic bagi pasien
actual atau pencegahan. dilakukan dengan
fungsional, dengan e.Mengunakan pemantauan yang ketat.
onset mendadak atau tindakan 4. Gunakan strategi
lambat dan pengurangan komunikasi terapeutik
berintensitas ringan (nyeri) tanpa untuk mengetahui
hingga berat yang analgesik. pengalaman nyeri dan
berlangsung kurang f. Mengunakan sampaikan penerimaan
dari 3 bulan. alagesik yang direkompasien terhadap nyeri.
endasikan. 5. Galin pengetahuan dan
Batasan karateristik : g. Melapor kepercayaan pasien
kan perubahan mengenali nyeri.
1. Bukti nyeri
terhadaap 6. Pertimbangkan
dengan
gejala nyeri pada
menggunakan pengaruh budaya terhadap
profesional
standart daftar respon nyeri.
kesehatan.
periksa nyeri 7. Tentukan akibat dari
h. Melapor
untuk pasien pengalaman nyeri
kan gejala yang
yang tidak terhadap kualitas hidup
tidak
dapat pasien (misalnya, tidur,
terkontrol pada
mengungkapk nafsu makan, pengertian,
professional
annya perasaan, hubungan,
kesehatan.
(misalnya, perfoma kerja dan
i. Menggunakan
Neonatal tanggung jawab peran).
sumber daya yang
Infant Pain 8. Gali bersama pasien
tersedia.
Scale, Pain faktor- faktor yang dapat
j. Mengenali apa
Assesment menurunkan atau
yang terkait
Checklist for memperberat nyeri.
dngan gejala
Senior with 9. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri.
Limited dimasa lalu yang
k. Melapor
Ability meliputi riwayat
kan nyeri yang
to nyeri kronik individu atau
terkontrol.
Communicate keluarga atau nyeri yang
). Skala : menyebabkan
2. Diaforesis. 1 = tidak disability/ketidakmampua
pernan n/kec atatan, dengan
3. Dilatasi pupil.
menunjukan. tepat.
4. Ekpresi wajah 2 = 10. Evaluasi bersama pasien
nyeri jarang dan tim kesehatan
lainnya,
(misalnya,
mengenai efektivitas
mata kurang
tindakan
bercahaya,
tampak
kacau,
gerakanmata
bepancar atau
tetap pada
satu fokus,
mmeringgis).
5. Fokus menunjukan. pengontrolan nyeri yang
menyempit pernah digunakan
3= kadang-
(misalnya, sebelumnya.
kadang
persepsi 11. Bantuan keluarga dalam
menunjukan.
waktu, mencari dan menyediakan
4=sering
proses dukungan.
menunjukan.
berpikir, 12. Gunakan metode penilaian
5 = secara
interaksi yang sesuai dengan
konsisten
dengan orang tahapan perkembangan yang
menunjukan
dan Memungkinkan untuk
2. Tanda-tanda
lingkungan). memonitor perubahan
Vital indikator:
6. Fokus pada nyeri dan akan dapat
a. Suhu tubuh.
diri sendiri. membantu meng
7. Keluhan b. Denyut identifikasi faktor
tentang jantung pencetus actual dan
intensitas apical. potensial (misalnya,
menggunakan c. Irama catatan perkembangan,
standar skala jantung harian).
nyeri apical. 13. Tentukan kebutuhan
(misalnya, skala d. Denyut nadi radikal.frekuensi untuk
Wong- e. Tingkat melakukan pengkajian
pernapasan. ketidaknyamanan pasien
Baker dan mengimplementasi
f. Irama kan rencana monitor.
FACES, skala analog
pernapasan. 14. Berikan informasi
visual, skala
penilaian g. Tekanan darah mengenai nyeri seperti
numerik). sistolik. penyebab, berapa lama
8. Keluhan h. Tekanan darah nyeri akan dirasakan, dan
tentang diastolic. antisipasi dari
karakteristik nyeri i. Tekanan ketidaknyamanan akibat
dengan nadi. prosedur.
menggunakan 15. Kendalikan faktor
j. Kedalam
standart lingkungan yang dapat
insirasi. Skala :
instrument mempengarui respon
1 = devisiasi
nyeri pasien terhadap ketidak
berat dari
(misalnya, nyamanan
kisaran normal.
McGillPain 16. Kurangi atau eliminasi
2 = devisi yang
Questionnaire fakto- faktor yang dapat
cukup besar dari
, Brief Pain mencetuskan
kisaran normal.
Inventory). 3 = devisiasi
9. Laporan sedang
tentang
perilaku
nyeri/perubah
an aktivitas
(misalnya,
anggota
keluarga,
pemberi
asuhan).
10. Mengekpresik
an
perilaku dari kisaran atau meningkatkan nyeri
(misalnya, normal. (misalnya, ketakutan,
gelisah, kelelahan, keadaan
4 = devisiasi
menoton, dan kurang
merengek, ringan dari
pengetahuan).
menangis, kisaran normal.
17. Pertimbangkan keinginan
waspada). 5 = tidak ada
pasien untuk ber
11. Perilaku devisiasi dari
partisipasi, kemampuan
dsitraksi. kisaran normal
berpartisipasi, kecender
12. Perubahan ungan, dukungan dari
3.
pada orang terdekat terhadap
parameter Kepuasan metode dan kontraindikasi
fisiologis klien: ketika memilih strategi
(misalnya, Manajemen nyeri penurunan nyeri.
tekanan darah, indikator : 18. Pilih dan implementasi
frekuensi a. Nyeri kan tindakan yang
jantung, terkontrol. beragam (misalnya,
frekuensi farmakologi, non farma
b. Tingkat nyeri kologi, interpersona l)
pernapasan,
saturasi dipantau untuk memfasilitasi
oksigen, dan penurunan nyeri, sesuai
end- tidal secara regular. denga kebutuhan.
karbon c. Efek samping 19. Ajarkan prinsip-
dioksida obat prinsip menejemen nyeri.
[CO2]). terpantau. 20. Pertimbangkan tipe dan
13. Perubahan d. Mengambik sumber nyeri ketika
posisi untuk tindakan untuk memilih strategi
menghindari mengurangi penurunan nyeri.
nyeri. nyeri. 21. Dorong pasien untuk
14. Perubahan e. Mengambil memonitor nyeri dan
selera makan. tindakan untuk menangani nyeri dengan
15. Putus asa. memberikan tepat.
kenyamanan. 22. Ajarkan penggunaan
16. Sikap f. Mengambil teknik non farmakologi
melindungi tindakan untuk (seperti biofeed- back,
area nyeri. mengelolah TENS, hypnotis, relaksasi,
17. Sikaptubuh obat- obatan. bimbingan antisipasi,
melindungi. g. Mempertimba terapi music, terapi
ngkan pilihan bermain, terapi aktivitas,
individu. acupressure,
h. Memberikan
pilihan-pihan
untuk
manejemen
nyeri.
i. Menejemen nyeri
Sesuai dengan pijatan,sebelum, sesudah dan
keyakinan jika memungkinkan, ketika
budaya. melakukan aktivitas yang
j. Pendekatan- menimbulkan nyeri; sebelum
pendekatan nyeri terjadi atau meningkat ;
preventif dan bersama dengan tindakan
digunakan penurunanrasa nyeri lainnya).
untuk 23. Gali pengunaan metode
menejemen farmakologi yang dipakai
nyeri. pasien saat ini untuk
k. Memberikan menurunkan nyeri.
informasi 24. Ajarkan metode
tentang farmakologi untuk
pembatasan menurunkan nyeri.
aktivititas. 25. Dorong pasien untuk
l. Informasi menggunakan obat-obatan
disediakan untuk penurun nyeri yang
mengurangi adekuat.
nyeri. 26. Kolabirasi dengan pasien,
m.Memberikan orang terdekat dan tim
pilihan- kesehatan lainnya untuk
pilihan memilih dan
untuk mengimplementasikan
menejemen tindakan penurunan nyeri
nyeri setelah non farmakologi, sesuai
kepulangan. kebutuhan.
n. Membuat 27. Berikan individu
rujukan penurunan nyeri yang
kepada optimal dengan
kelompok perespan analgersik
pendukung. Implementasikanpenggun
o. Layanan aan pasien – terkontrol
kesehatan analgesic (PCA) jika
ekerja sebagai sesuai.
salah satu tim 28. Gunakan tindakan
dalammengol pengontrol nyeri sebelum
ah nyeri. nyeri bertambah berat.
p. Membuat 29. Berikan obat sebelum
rujukan
melakukan aktivitas untuk
keprofesional
an
menejemen nyeri
sesuai
kebutuhan.
penggunaan obat Meningkatkan partisipasi,
nyeri. namun (lakukan) evaluasi
Skala : (mengenai) bahaya dari
sedasi.
1 = tidak puas. 2
30. Pastikan pemberian
= agak puas. 3 =
analgesic dan atau strategi
cukup puas. 4 =
non farmakologi sebelum
sangat puas
dilakukan prosedur yang
5 = sepenuhnya
menimbulkan nyeri.
puas.
Perik satingkat
ketidaknyamanan
bersama pasien,
informasikan petugas
kesehatan lain yang
merawat pasien.
31. Evaluasi keefektifan dari
tindakan pengontrol nyeri
yang dipakai selama
pengkajian nyeri di
lakukan.
32. Mulai dan modifiakasi
tindakan pengontrol nyeri
berdasarkan reson pasien.
33. Dukung istirahat atau
tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri.
34. Dorong pasien untuk
mendiskusikan
pengalaman nyerinya,
sesuai kebutuhan.
35. Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil
atau jika keluhan pasien
saat ini berubah signifikan
dari pengalaman nyeri
sebelumnya.
36. Informasikan tim
kesehatan lain atau
anggota keluarga
strategi non farmakologi
yang sedang digunakan
untuk mendorong
pendekatan prefentif
terkait denagan
manajemin nyeri.
37. Gunakan pendekatan
multi disiplin untuk
manajemen nyeri, jika
sesuai.
38. Pertimbangkan untuk
merujuk pasien, keluarga
dan orang terdekat pada
kelompok pendukung dan
sumber-sumber lainnya
sesuai kebutuhan.
39. Berikan informasi yang
akurat untuk
meningkatkan
pengetahuan dan respor
keluarga terhadap
pengalaman nyeri.
40. Libatkan keluarga dalam
modalitas penurunan
nyeri, jika
memungkinkan.
41. Monitor kepuasan pasien
terhadap manajemen nyeri
dalam interval yang
spesifik.
Monitor tanda-tanda vital :
1. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan status
pernapasan dengan tepat.
2. Catat gaya dan fluktuasi
yang luas pada tekanan
darah.
3. Monitor tekanan darah
saat pasien berbaring,
duduk, dan berdiri
.
4. Monitor tekanan darah
setelah pasien minum obat
jika memungkinkan.
5. Auskultasi tekanan darah
dikedua lengan dan
bandingkan.
6. Monitot tekanan darah,
denyut nadi, dan
pernafasan sebelum,
selama, dan setelah
beraktivitas dengan tepat.
7. Inisiasi dan pertahankan
perangkat pemantauan
suhu tubuh secara terus
menerus dengan tepat.
8. Monitor dan laporankan
tanda dan gejala
hipotermia dan
hipertermia.
9. Monitor keberadaan dan
kualitas nadi.
10. Ambil nadi apical dan
radikal secara simultan
dan perhatikan
pemberdayaan dengan
tepat.
11. Monitor terkait dengan
nadi paradoksus.
12. Monitor terkait dangan
nadi alternative.
13. Monitor tekanan nadi
yang melebar atau
menyempit.
14. Monitor irama dan
tekanan jantung.
15. Monitor nada jantung.
16. Monitor irama dan laju
pernapasan (misalnya,
kedalam
dan kesimetrian).
17. Monitor suara paru-paru.
18. Monitor oksimetri nadi.
19. Monitor pola pernapasan
abnormal (misalnya,
cheyne- stokes, kussmaul,
biot, apneustik, ataksia
dan bernafas).
20. Monitor warna kulit suhu
dan kelembaban.
21. Monitor sianosis sentral
dan perifer.
22. Monitor akan adanya kuku
(dengan bentuk) clubbing.
23. Monitor terkait dengan
adanya tiga tanda Chusing
reflex (misalnya, tekanan
nadi lebar, bradikardia,
dan peningkatan tekanan
darah sistolik).
24. Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda- tanda
vital.
25. Periksa secara berkala
keakuratan instrument
yang digunakan untuk
perolehan data pasien.
Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien.
2. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesik
yang
diresepkan.
3. Cek adanya riwayat alergi
obat.
4. Eavaluasi kemampuan
pasien untuk berperan
serta dalam pemilihan
analgetik, rute dan dosis
dan keterlibatan pasien,
sesuai kebutuhan.
5. Pilih analgesic atau
kombinasi analgesic yang
sesuai ketika lebih dari
satu diberikan.
6. Tentukan pilihan obat
analgesic ( narkotik, non
narkotik, atau NSAID ),
berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri.
7. Tentukan analgesic
sebelumnya, rute
pemberian, dan dosis
untuk mencapai hasil
pengurangan nyeri yang
optimal.
8. Pilih rute intravena
daripada rute
intramuscular, untuk
injeksi pengobatan nyeri
yang sering, jika
memungkinkan.
9. Tinggalkan narkotik dan
obat- obatan lain yang
dibatasi, sesuai dengan
aturan rumah sakit.
10. Monitor tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesic
narkotik pada pemberian
dosisi pertama kali atau
jika ditemukan tanda-tanda
yang tidak biasanya.
12. Berikan analgesic sesuai
waktu paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat.
13. Susun harapan yang
positif mengenai
keefektifan analgesic
untuk mengoptimalkan
respon pasien.
14. Berikan analgesic
tambahan dan / atau
pengobatan jika
diperlukan untuk
meningkatkan efek
pengurangan nyeri.
15. Pertimbangkan
penggunaan infuse terus-
menerus, baik sendiri atau
digabungkan dengan
opoid bolus, untuk
mempertahankan level
serum.
16. Jalankan tindakan
keselamatan pada pasien
yang menerima analgesic
narkotika, sesuai
kebutuhan
17. Mintakan pengobatan
nyeri PRN sebelum nyeri
menjadi parah.
18. Informasikan pasien yang
mendapatkan narkotika
bahwa rasa mengantuk
kadang terjadi selama 2-3
hari pertama pemberian
dan selanjutnya akan
menghilang.
19. Perbaiki kesalahan
pengertian/mitos yang
dimiliki pasien dan
anggota keluarga
20. Evaluasi keefektifan
analgesic dengan interval
yang teratur pada setiap
setelah pemberian
khususnya setelah
pemberian pertama kali,
juga observasi adanya
tanda dan gejala efek
samping ( misalnya,
depresi pernapasan, mual
dan muntah, mulut kering
dan konstipasi )
21. Dokumentasikan
respon terhadap analgesic
dan adanya efek samping.
22. Evaluasikan dan dokument
tingkat sedasi dari pasien
yang menerima opoid.
23. Lakukan tindakan-
tindakan untuk
menurunkan efek
samping analgesic
( misalnya konstipasi dan
iritasi lambung )
24. Kolaborasi dengan dokter
apakah obat, dosis, rute
pemberian atau perubahan
interval dibutuhkan, buat
rekomendasi
khusus berdasarkan
prinsip analgesic
25. Ajarkan tentang
penggunaan analgesic,
strategi untuk menurunkan
efek samping, dan harapan
terkait dengan keterlibatan
dalam keputusan
pengurangan nyeri.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan yang mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi.
1. Tindakan mandiri ( Independen )
Adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan dan
keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah
kesehatan lain.
2. Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan
bersama, seperti dokter atau petugas kesehatan lain .
Berdasarkan referensi diatas, implementasi merupakan tindakan
nyata yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan intervensi yang
telah dibuat baik itu secara mandiri atau kolaborasi.

E. Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawat
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi sebagai berikut :
1. Daftar tujuan-tujuan pasien.
2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
3. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.

Melihat bahasan diatas, yang dimaksud dengan evaluasi merupakan


hasil pencapaian yang telah dilakukan dengan berdasarkan kriteria.
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Fentia dkk. (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Tingkat
Kecemasan pada Pasien Infark miokard akut di Ruangan CVCU RSUP
Prof.DR.R.D.
Bullechek. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). Missouri :
Elsevier.
Bullechek. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri :
Elsevier.
Gustiyani, Risa dkk. (2016). Pengalaman Perawat dalam Penanganan Pasien
Penyakit
Kardiovaskuler dengan AMI ( Akut Miokard Infark )di IGD RSU dr. Soediran
Mangun.
Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi. Jakarta EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Banjarmasin : Salemba Medika.

45

Anda mungkin juga menyukai