Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN KARDOVASKULER


SINDROM KORONER AKUT (SKA)
RUANG ELANG PUTRI 1 RSUP DR KARIADI SEMARANG

Disusun oleh:
SUKMA DIYANATUL FAIKHA
P1337420616052

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
Gangguan Sistem Kardiovaskuler
dengan Diagnosa Medik Sindrom Koroner Akut (SKA)

A. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah
koroner. SKA adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang
disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi
(NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi
karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil. Istilah
SKA banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada
pembuluh darah coroner. Sindrom coroner Akut merupakan satu sindrom yang terdiri
dari beberapa penyakit coroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard
non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark
atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan. Sindrom coroner Akut merupakan
keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain
sebagai akibat iskemia miokardium. (Corwin, Elisabeth J. 2007)

B. Etiologi
Sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan pembuluh darah
jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi:
1. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi
kolesterol tinggi.
2. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).
3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus
menerus.
4. Infeksi pada pembuluh darah. (Corwin, Elisabeth J. 2007)

Mulai terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:


1. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)
2. Stress emosi, terkejut
3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan
aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung
meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat. (Corwin, Elisabeth J. 2007)

C. Klasifikasi
Sindroma koroner akut sudah berperan sebagai terminologi operasional yang
bermanfaat sebagai rujukan dari segala bentuk gejala klinis, yang sesuai dengan iskemia
miokard akut. Terminologi baru ini lebih akurat membagi SKA sewaktu datang pertama
kali sebagai angina pectoris tidak stabil (APTS) atau unstable angina pectoris (UAP),
non ST elevation miocard infark (non STEMI) dan ST elevation miocard infark
(STEMI). (Davey, Patrick. 2005)
1. Unstable Angina Pectoris (UAP)
Angina pectoris adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan episode atau
paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan. Penyebabnya diperkirakan
berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak
adekuat, atau dengan kata lain suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
Angina Pektoris didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada (chest
discomfort) akibat iskemika miocard. Perasaan tidak enak di dada ini dapat berupa
nyeri, rasa terbakar, atau rasa tertekan. Kadang-kadang tidak dirasakan di dada
melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau di ulu hati.
Yang tergolong dalam Unstable Angina Pectoris (UAP) adalah nyeri dada yang
munculnya tidak tentu, dapat terjadi pada saat penderita sedang melakukan kegiatan
fisik atau dalam keadaan istirahat dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk, besar
kecil dan keadaan thrombus. Beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk
mendiagnosis angina pekoris tidak stabil yaitu :
a. Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas, fekuensi,
dan lamanya episode angina pectoris yang dialami selama ini.
b. Angina at rest/ nocturnal yang baru.
c. Angina pasca infark miokard.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan nyeri angina meliputi hal-hal
sebagai berikut (Brunner dan Suddarth, 2002) :
a. Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan oksigen jantung.
b. Pajanan terhadap dinding dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan
tekanan darah disertai peningkatan kebutuhan oksigen.
c. Memakan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke mesentrik untuk
pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung. Pada
jantung yang sudah parah pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri angina
semakin buruk.
d. Stress atau emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan frekuensi
jantung meningkat akibat pelepasan adrenalin dan meningkatkan tekanan darah,
dengan demikian beban kerja jantung juga meningkat.
Perubahan EKG seperti segmen ST depresi, elevasi segmen ST, atau inversi
gelombang T mungkin terjadi selama angina tidak stabil tetapi sementara. Jantung
spidol, CPK tidak ditinggikan tapi troponin I atau T mungkin akan sedikit meningkat.
Angina tidak stabil secara klinis tidak stabil dan sering merupakan awal MI atau
aritmia atau, lebih jarang terjadi, kepada kematian mendadak. Rasa sakit atau
ketidaknyamanan angina tidak stabil biasanya lebih kuat, berlangsung lama, yang
dipicu oleh kurang tenaga, terjadi secara spontan pada saat istirahat (sebagai angina
dekubitus), adalah progresif (crescendo) di alam, atau melibatkan kombinasi dari fitur
ini. Angina pada umumnya dapat hilang dengan istirahat dan nitrogliserin.
2. Non ST Elevation Miocard Infark (non STEMI)
Pada prinsipnya, gejala dan manifestasi klinis dari non STEMI adalah sama
dengan gejala pada unstable angina pectoris (UAP). Diantara tandanya yaitu ;
 Biasanya pada gambaran EKG tampak normal, tetapi dijumpai adanya T
inverted dan adanya gelombang ST depresi
 Enzim jantung umumnya normal
 Terjadi injuri pada bagian dari moikard
 Dapat sedikit lega atau untuk sementara waktu dengan istirahat dan
nitrogliserin
3. ST Elevation Miocard Infark (STEMI)
ST Elevation Miocard Infark (STEMI) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium
yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri
koroner yang ditandai dengan adanya segmen ST elevasi pada EKG. Sumbatan ini
sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak, ateroma pada arteri koroner yang
kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh
spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.
ST Elevation Miocard Infark (STEMI) adalah kerusakan jaringan miokard akibat
iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini erat hubungannya dengan
adanya penyempitan arteri koronaria oleh plak ateroma dan thrombus yang terbentuk
akibat rupturnya plak ateroma. Secara anatomi, arteri koronaria dibagi menjadi
cabang epikardial yang memperdarahi epikard dan bagian luar dari miokard dan
cabang profunda yang memperdarahi endokard dan miokard bagian dalam. Apabila
arteri koronaria yang utama tersumbat, maka akan terjadi infark miokard transmural
yang mana kerusakan jaringannya mengenai seluruh dinding miokard. EKG tampak
gelombang Q-patologis yang disebut Q-wave myocardial infarction.
Apabila hanya cabang profunda yang tersumbat, atau mungkin tidak tersumbat
namun tiba-tiba terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang hebat, maka kerusakan
miokard terjadi hanya sebatas pada subendokard sehingga disebut infark miokard
non-transmural atau non-Q-wave myocardial infarction, karena pada EKG tidak
tampak gelombang Q-patologis.
Trias Diagnostik Infark Miokardium menurut WHO, 1999 adalah:
1. Riwayat Nyeri dada yang khas
 Lokasi nyeri dada di bagian dada depan (bawah sternum) dengan/ tanpa
penjalaran, kadang berupa nyeri dagu, leher atau seperti sakit gigi. Penderita
tidak bisa menunjuk lokasi nyeri dengan satu jari, tetapi ditunjukkan dengan
telapak tangan.
 Kualitas nyeri: rasa berat seperti ditekan atau rasa panas seperti terbakar.
 Lama nyeri bisa lebih dari 15 – 30 menit.
 Penjalaran bisa ke dagu, leher, lengen kiri, punggung, epigastrum.
 Kadang disertai gejala penyerta berupa keringat dingin, mual, muntah, sesak,
berdebar-debar atau lemas.
 Sering didapatkan faktor pencetus berupa aktivitas fisik, emosi/ stress, atau
dingin.
 Nyeri tidak hilang dengan istirahat atau dengan pemberian nitrogliserin
sublingual.
2. Adanya perubahan EKG
Perubahan EKG pada infark miokardium inversi gelombang T, elevasi segmen
ST, dan gelombang Q (significant infark) atau Q patologis. Gelombang Q
menunjukkan nekrosis miokardium dan bersifat irreversible. Perubahan pada
segmen ST dan gelombang T diakibatkan karena iskemia dan akan menghilang
sesudah jangka waktu tertentu.
3. Kenaikan enzim otot jantung
 Creatine Kinase Myocardial Band (CKMB) merupakan enzim yang spesifik
untuk penanda kerusakan otot jantung, enzim ini meningkat 6-10 jam setelah
nyeri dada dan akan kembali normal dalam 48-72 jam.
 Walaupun kurang spesifik, aspartate amino transferase (AST) dapat membantu
bila penderita datang ke RS sesudah hari ke-3 nyeri dada atau laktat
dehidrogenase (LDH) akan meningkat sesudah hari ke-4 dan menjadi normal
sesudah hari ke-10.
Selain pemeriksaan tersebut akhir-akhir ini sudah berkembang dengan
pemeriksaan lain yang dapat dideteksi lebih awal adanya kerusakan otot jantung, yaitu
pemeriksaan Myoglobin (meningkat dalam 2-3 jam pertama), Troponin T dan I yang
meningkat 3-12 jam setelah infark. Penderita dengan perubahan ECG dan troponin T
+, merupakan risiko tinggi dibandingkan dengan Troponin T negatif. Nilai normal
troponin ialah 0,1 - 0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl.
D. Faktor Resiko
Banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses aterogenik. Telah
ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor resiko yang meningkatkan
kerentanan terhadap terjadinya arterosklerosis koroner (Widiastuti, 2001).

Yang dapat tak Yang dapat diubah


Mayor Minor
diubah
Peningkatan lipid serum Gaya hidup yang
Usia Hipertensi
kurang aktivitas
Merokok
Jenis kelamin Stress psikologis
Gangguan toleransi glukosa
Riwayat keluarga
Ras Diet lemak jenuh, kolesterol dan kalori Tipe kepribadian
1. Hiperlipidemia
Plasma lipid adalah asam lemak bebas yang berasal dari makanan eksogen dan
sintesis lemak endogen. Hal yang merupakan komponen plasma lipid, yaitu:
kolesterol, trigliserida dan fosfolipid. Kolesterol dan trigliserida merupakan dua jenis
lipid yang mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan arteosklerosis.
2. Hipertensi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor resiko yang paling membahayakan, karena
biasanya tidak menunjukan gejala sampai telah menjadi kronis. Peningkatan tekanan
darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri,
akibatnya beban kerja jantung bertambah. Terjadi hipertrofi ventrikel untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung sebagai kompensasi akirnya terlampaui, sehingga
terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila proses arterosklerosis berlanjut, maka suplai
oksigen miokardium berkurang.
Kebutuhan miokardium yang akan oksigen yang meningkat akibat hipertrofi
ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung akirnya menyebabkan angina atau
infark miokardium, sehingga sebagian akibat kematian karena hipertensi adalah infark
atau payah jantung.
3. Merokok
Merokok berperan dalam memperburuk kondisi penyakit arteri koroner melalui 3
cara yaitu:
 Menghirup asap akan meningkatkan kadar karbonmonoksida (CO) darah.
Hemoglobin sebagai komponen dalah yang mengangkut oksigen lebih mudah
terikat pada CO daripada O2. Oleh karena itu, oksigen yang disuplai ke jantung
menjadi sangat berkurang, sehingga membuat jantung bekerja lebih keras untuk
menghasilkan energy yang sama besarnya.
 Asam nikonat pada tembakau akan memicu pelepasan katekolamin yang
menyebabkan konstriksi arteri. Aliran darah dan oksigenasi jaringan menjadi
terganggu.
 Merokok meningkatkan adhesi trombosit, sehingga mengakibatkan kemungkinan
terjadinya peningkatan pembentukan thrombus.
4. Diabetes Mellitus
Penderita diabetes melitus cendrung memiliki prevalensi yang lebih tinggi,
demikian juga kasus atreoklerosis ini. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan
agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
5. Diet
Diet tinggi kalori, lemak jenuh, lemak total, gula dan garam merupakan salah satu
faktor yang berperan penting pada timbulnya penyakit hiperlipoproteinemia dan
obesitas. Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen.
6. Pola hidup
Pola hidup yang kurang aktivitas dan stressor psikososial juga berperan dalam
menimbulkan masalah pada jantung. Stress menyebabkan pelepasan katekolamin,
tetap masih dipertanyakan apakah stress bersifat aterogenik atau hanya bersifat
mempercepat serangan. Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah sebanyak
5-10 mmHg. Olahraga juga dapat meningkatkan cardiac output, dengan cara :
 Meningkatkan kontraktilitas dan otot-otot miokardium sehingga dapat dicapai
stroke volume yang maksimal.
 Meningkatkan jumlah kapiler-kapiler di miokard.
 Menurunkan denyut jantung saat istirahat.
 Menurunkan resistensi perifer saat istirahat.

E. Patofisiologi
Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur plak arter koroner,
aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah
coroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada pla coroner yang kaya lipid
dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption
‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor)
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin
yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan
trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosi akut’. Proses
inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin,
menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut
bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan
antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan
dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis
dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian coroner
akut(IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan
CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai peranan homeostasis
vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal.Jika
mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum
terjadinya plak).Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit
oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/
NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell
Nitric Oxide Synthase (eNOS).Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal
jantung.Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada
dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-
monooxygenases.Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten.
Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage
yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah
sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner akibat disfungsi
endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu.Pada keadaan disfungsi endotel,
faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin
H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara
langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel,
serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga
menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi coroner,
menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom coroner akut yang diteliti secara
angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai
dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya
fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik
stress mekanik. Adapun mulai terjadinya Sindrom coroner akut, khususnya IMA,
dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak
terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi
hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya
dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi
debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran coroner juga
meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan
dan terapi. (Sudoyo et al, 2009)
pathway
F. Manifestasi klinis
Gejala Sindrom Koroner Akut berupa keluhan nyeri ditengah dada, seperti:
rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu
hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa
merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik,
ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.
Gejala kliniknya meliputi:
1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot
jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama
lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu
dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini
dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal
ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola
serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.

3. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya
mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di
ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat
dingin. (Sudoyo et al, 2009)

G. Pemeriksaan Penunjang:
 EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik
diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan
mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada infark, miokard yang mati
tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal,
mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan
cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik
adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan
menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal
infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-
jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membaik. Sesuai dengan umur
infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark Perubahan EKG
 Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead II, III, aVF.
 Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal
(depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
 Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
 Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama
gelombang R pada V1 – V2.
 Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
 Tes Darah
1. Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-
protein tertentu keluar masuk aliran darah.
2. Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB
terdetekai setelah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali
menjadi normal setelah 24 jam berikutnya.
3. LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard
yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat
dideteksi sampai dengan 2 minggu.
4. Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi
penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama
Troponin T.
5. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun
LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot
skeletal.
6. Troponin T & I protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot
jantung, terutama Troponin T (TnT)
7. Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih
tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.
8. Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari
pertama;
9. peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.

 Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.
Kateter dimasukkan melalui arteri pada lengan atau paha menuju
jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari
angiografi koroner
Zat kontras yang terlihat melalui sinar X diinjeksikan melalui ujung kateter
pada aliran darah. Zat kontras itu pemeriksa dapat mempelajari aliran darah yang
melewati pembuluh darah dan jantung
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang
akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga
arteri tetap terbuka.

H. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan pada penyakit SKA meliputi :


1. Farmakologis
a. Obat anti trombolitik
Terapi anti trombolitik sangat penting dalam memperbaiki hasil menurunkan
resiko kematian, SKA berulang. Saat ini, kombinasi dari ASA, clopidogrel,
unfactionated heparin (UFH) atau Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
dan antagonis reseptor GPIIb/IIIa merupakan terapi yang paling efektif.
b. Obat anti iskemik
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi iskemia dan mencegah terjadinya
kemungkinan yang lebih buruk. Pada keadaan ini, obat-obat anti iskemik
mulai diberikan bersamaan sambil merencanakan strategi pengobatan
definitif. Misalnya : nitrat, Isosorbid dinitrat, dll
c. Obat. analgetik
Tujuan adalah mengurangi rasa sakit akibat nyeri yang hebat, misal morphin
sulfat.
d. Statin
Statin telah menunjukkan efek yang menguntungkan pada pasien SKA,
terutama terhadap kadar lipid serum. Sebaiknya statin diberikan segera
setelah onset SKA.
e. Revaskularisasi
Revaskularisasi koroner adalah proses memulihkan aliran oksigen dan nutrisi
ke jantung. Untuk mengembalikan aliran darah, pembedahan yang diperlukan
untuk melewati penyumbatan atau hambatan pada arteri koroner. Setelah
dilakukan pembedahan darah akan kembali beredar ke jantung.
f. Terapi oksigen
Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri. Oksigen yang dihirup akan
langsung meningkatkan saturasi darah. Efektifitas terapi oksigen ditentukan
dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan pasien
mampu bernapas dengan mudah.

2. Non farmakologis
a. Teknik relaksasi
Teknik relaksasi merupakan teknik untuk mengalihkan respon nyeri pada
klien. Ada berbagai macam cara, missal teknik napas dalam, masase, dll.
b. Pendidikan kesehatan
pendidikan kesehatan diperlukan untuk memberikan pemahaman pada pasien
dan keluarga serta untuk mengurangi kecemasan terhadap proses penyakit
yang diderita. Pendidikan kesehatan juga bisa termasuk upaya discharge
planning saat pasien akan pulang.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan
Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).
b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat SKA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah
tinggi, diabetes melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau
terlambatnya capilary refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan
terjadinya kegagalan jantung/ventrikel kehilangan kontraktilitasnya. Murmur
jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang
tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan
(takikardi atau bradikardi). Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.
Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul
dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak,
muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan
aktivitas.
f. Neurosensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
g. Kenyamanan
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan melakukan
serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada klien secara PQRST adalah sebagai
berikut.
1. Provoking incident
Nyeri setelah beraktifitas dan tidak berkurang dengan istirahat dan setelah
diberikan nitrogliserin.
2. Quality of pain
 Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien
 Sifat keluhan nyeri seperti tertekan
3. Region, radiation, relief
Lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas pericardium. Penyebaran
dapat meluas didada. Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan
tangan.
4. Severity (scale)of pain
Klien bisa ditanya menggunakan rentang 0-10 dan klien akan menilai
seberapa jauh rasa nyeri bekisar antara skala (0-5).
5. Time
Sifat mula timbulnya (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya
(durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark
miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan
berlangsung lebih lama.gejala-gejala yang menyertai infark miokardium
meliputi dispnea, berkeringat, ansietas, dan pingsan.
h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan
penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan
respirasi, pucat atau sianosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga
vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.
j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes,
stroke, hipertensi, perokok.
k. Studi diagnostik
ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dari iskemi,
gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan
gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan
mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan
mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan
konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah
serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru
yang kronis ata akut.
Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang
mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma
ventrikiler.
Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau
kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
Pemeriksaan Treadmill test: sebagai skrinning untuk mendeteksi adanya
penyempitan pembuluh darah koroner.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

Masalah Keperawatan Intervensi


1. Nyeri Dada b.d. 1. Anjurkan klien untuk istirahat
penurunan suplai
(R: istirahat akan memberikan ketenangan sebagai salah
oksigen ke miokard
satu relaksasi klien sehingga rasa nyeri yang dirasakan
berkurang, selain itu dengan beristirahat akan
Tujuan : mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak
berkontraksi melebihi kemampuannya)
Klien dapat beradaptasi
2. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam
dengan nyeri setelah
mendapat perawatan 1x24 (R: relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik relaks
jam dan distraksi, kondisi relaks akan menstimulus hormon
endorfin yang memicu mood ketenangan bagi klien)
Nyeri berkurang setelah
intervensi selama 10 3. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg
menit
(R: Analgesik akan mengeblok nosireseptor, sehingga
Kriteria hasil : respon nyeri klien berkurang)

a. Skala nyeri 4. Evaluasi perubahan klien: Nadi, TD, RR, skala


berkurang nyeri, dan klinis
b. Klien mengatakan
keluhan nyeri (R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan
berkurang

c. Klien tampak
lebih tenang
Masalah Keperawatan Intervensi
2. Penurunan curah 1. Berikan posisi kepala (> tinggi dari
jantung ekstrimitas)

Tujuan: Curah jantung R: posisi kepala lebih tinggi dari ekstremitas (30 o)
meningkat setelah memperlancar aliran darah balik ke jantung,
untervensi selama 1 jam sehingga menghindari bendungan vena jugular,
dan beban jantung tidak bertambah berat)
Kriteria hasil :
2. Motivasi klien untuk istirahat (bed rest)
a. TD normal,
100/80 -140/90 R: beristirahat akan mengurangi O2 demand
sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi
b. Nadi kuat, reguler
kemampuannya)

3. Berikan masker non reservoir 8 lt/mnt

R: pemberian oksigen akan membantu dalam


memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh)

4. Kolaborasi medikasi: Pemberian


vasodilator captopril, ISDN, Pemberian duretik
furosemide

R: vasodilator dan diuretic bertujuan untuk


mengurangi beban jantung dengan cara
menurunkan preload dan afterload

5. Evaluasi perubahan: TD, nadi, dan klinis

R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan dan


sebagai perbaikan intervensi selanjutnya
Masalah Keperawatan Intervensi
3. Gangguan 1. Pantau TD dan nadi lebih intensif
keseimbangan
R: penurunan Kalium dalam darah berpengaruh
elektrolit :
pada kontraksi jantung, dan hal ini mempengaruhi
hipokalemia
Td dan nadi klien, sehingga dengan memantau
lebih intensif akan lebih waspada)
Tujuan : Terjadi
2. Anjurkan klien untuk istirahat
keseimbangan elektrolit
setelah intervensi 1 jam
R: beristirahat akan mengurangi O2 demand
sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi
Kriteria hasil :
kemampuannya
a. TD normal
3. Kolaborasi pemberian kalium : Kcl 15
(100/80 – 140/90
mEq di oplos dengan RL (500 cc/24 jam) dan
mmHg)
Pantau kecepatan pemberian kalium IV
b. Nadi kuat

c. Klien mengatakan R: koreksi Kalium akan membantu menaikkan


kelelahan kadar Kalium dalam darah
berkurang
4. Evaluasi perubahan klien: TD, nadi,
d. Nilai K normal serum elektrolit, dan klinis
(3,8 – 5,0
R: untuk mengevaluasi terapi yang sudah diberikan
mmmo/L)
dan untuk program intervensi selanjutnya)
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, elisabeth J. 2007. Buku Patofisiologi. Jakarta : EGC


Sudoyo, Aru W.et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V. PAPDI : Jakarta
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Medication Publishing

Anda mungkin juga menyukai