DISUSUN OLEH :
DESCY RAMADHAN
2019040091
D IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN PKU
MUHAMMADYAH SURAKARTA
2022/2023
A. PENGERTIAN
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di Negara
maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien
mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir,
sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun
pertama setelah IMA (Sudoyo, 2017).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian
dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa
elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya (Sudoyo, 2017).
B. ETIOLOGI
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
C. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat
tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi
dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture
atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap
yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin
rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap
terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai
afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti
faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent
yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang
platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor
VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang kemudian
menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan
mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.
D. PATHWAY
E. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan STEMI.
Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan
dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar.
Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun
biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa
dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan.
Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher.
Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci,
et al., 2018).
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional),
menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin (NTG).
d. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala
terasa melayang dan mual muntah.
e. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati
yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman
nyeri.
c. LDH/HBDH Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk
kembali normal
Arteri coronaria adalah pembuluh darah yang mensuplai oksigen dan darah ke otot
jantung manusia sehingga apabila pembuluh darah koroner ini menyempit akan
mengakibatkan aliran darah ke otot akan menurun dan mengakibatkan keluhan nyeri
dada (angina pektoris) dan perubahan pada gambaran EKG. Kondisi ini kita sebutfase
iskemik. Begitu juga bila pembuluh darah koroner mengalami oklusi total, otot
jantung tidak mendapat aliran darah, dan penderita akan mnegalami nyeri dada yang
lebih berat, yang selama ini kita kenal sebagau Akut Miokard Infark (fase injuri).
Setelah beberapa minggu penderita mengalami infark miokard kita menyebutnya
infark lama (old myocard infarct) (Sumiarty, 2019).
4. Iskemik
Pada fase iskemik miokard perubahan EKG yang terjadi pada umumnya adalah
adanya segment ST depresi dan atau gelombang T yang negative/inverted. Segmen
ST depresi dianggap bermakna bila > 1 mm dari titik J (J pont), dan tejadi di 2 lead
atau lebih pada lead yang berdekatan. segment ST depresi terdiri dari beberapa
bentuk, yaitu:
5. Injury
Pada fase awal terjadinya akut infark perubahan EKG yang disebut juga
Hyperacute T. Pada fase akut akan terlihat segmen ST elevasi dengan atau tanpa
gelombang Q patologis. Segmen ST elevasi dikatakan bermakna bila > 1 mm, baik di
limb lead maupun di precordial lead, yang dihitung dari titik J (J point), dan terjadi di
2 lead yang berdekatan.
6. Infark
Pada fase subakut atau recent infark akan terlihat perubahan EKG berupa
gelombang Q patologis dan gelombang T negative/inverted. Sedangkan pada fase
infark lama (old infark) akan terbentuk gelombang Q patologis, segmen ST dan
gelombang T sudah kembali normal. Adanya gelombang Q patologis pada EKG
menggambarkan adanya nekrosis di otot jantung. Disebut gelombang Q patologis
apabila dalamnya Q melebihi 1/3 tinggi gelombang R pada EKG. Dikatakan old
infark apabila kita melihat gelombang Q patologis di 2 lead atau lebih pada lead yang
berdekatan.
7. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan
diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien
menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama
STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas
sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi. Tanda fisik
dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga sering terjadi
penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya penurunan stroke
volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 380C mungkin ditemukan selama satu
minggu post STEMI.
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah
oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis.
STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada
tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor,
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI
terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen
plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis
(terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh
darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner.
Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa
agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah
stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas
dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner,
abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama
inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung
pada
4. kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang
terkena
5. kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tiba-
tiba
6. faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
7. keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner
epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan
F. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2
kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi
mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen
utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI
mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang
tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI
2. Hospital
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark
dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus
tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat
komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan
menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam
pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan
kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-
jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada
hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m
minimal tiga kali sehari
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya
diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan
nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks
karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus
tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali
menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan
preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh
darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada
terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan
untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan
pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita
infark ventrikel kanan
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik
yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine
0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis
75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan
supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan
menurunkan insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar.
Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan
invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
1) Airways
2) Breathing
3) Circulation
2. Pengkajian Sekunder.
1) Aktifitas
Gejala :
Kelemahan
Kelelahan
Tidak dapat tidur
Pola hidup menetap
Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus.
Tanda :
Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk atau berdiri
Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
Bunyi
jantung Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
Friksi ; dicurigai Perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang
keuangan , kerja ,keluarga
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat
badan
6) Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
9) Pernafasan:
Gejala :
Stress
Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di
RS
Tanda :
3. Pengkajian Fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1) Tingkat kesadaran
8) Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-
tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
9) Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
10) Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri berkurang
Kriteria hasil:
1) Nyeri dada hilang/terkontrol
2) Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi
3) Klien tampak rileks,mudah bergerak
Intervensi:
2. Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi kardia
Rasional : Untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan istirahat
fisik juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung
Rasional : Untuk membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai
dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru,
atau perikarditis
1) Antiangina (NTG)
2) Penyekat β (atenolol)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam curah jantung
adekuat
Kriteria Hasil:
1) TD, curah jantung dalam batas normal
2) Haluaran urine adekuat
3) Tidak ada disritmia
4) Penurunan dispnea, angina
5) Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Intervensi :
1. frekuensi jantung, TD,nadi
Rasional : Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini
sehingga memudahkan dalam melakukan intervensi karena
TD dapat meningkatkan rangsangan simpatis, kemudian turun
bila curah jantung dipengaruhi
2. Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4
Rasional : Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral
untuk S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan
ventrikel, dan hipertensi pulmonal /sistemik
3. Auskultasi bunyi napas
Rasional : Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan
fungsi miokard
4. Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan
kafein,kopi, coklat, cola
Rasional : Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan
frekuensi jantung
5. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia
dan disritmia lanjut
6. Pertahankan cairan IV
Rasional : Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada
disritmia/nyeri dada
7. Kaji ulang seri EKG
Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan
kemajuan/perbaikan infark, fungsi ventrikel, keseimbangan
elektrolit, dan efek terapi obat
8. Pantau laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit)
Rasional : Untuk mengetahui perbaikan/perluasan infark adanya
hipoksia, hipokalemia/hiperkalsemia
9. Berikan obat antidisritmia
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan
efektif
Kirteria Hasil:
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien menunjukkan
peningkatan aktivitas secara bertahap
Kriteria Hasil:
Intervensi :
Rasional : Palpitasi, nadi tidak teratur, adanya nyeri dada atau dispnea dapat
mengindikasikan kebutuhan perubahan program oalahraga atau diet
Intervensi
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2017). Rencana asuhan keperawatan.
Jakarta: EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. (2018). Harrison’s principles
of internal medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. (2017). Robbin’s basic pathology. Elsevier Inc.
Muttaqin, A. (2017). Buku ajar keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular
dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2017). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2017). Keperawatan medikal bedah. Volume 3. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta
: EGC
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G, Bare. 2001. Keperawatan Medical-Bedah Brunner &
Suddarth, Vol 2. Jakarta : EGC
Sustrani Lanny Dkk. 2004. Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Wilkinson, Judith M. 2005. Nursing Diagnosis Handbook With NIC Interventions And NOC
Outcomes. New jersey : pearson prentice hall