Anda di halaman 1dari 20

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

BAB I
KONSEP TEORI PENYAKIT
1. Pengertian Hernia
Hernia adalah protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
devek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan, pada
hernia abdomen isi perut menonjol melalui devek atau bagian
lemah dari lapisan musculo datar aponeurotik dinding perut
(Samsulhidayat, 2004). Hernia adalah proporsi abnormal organ
jaringan atau bagian organ melalui struktur yang secara normal
berisi bagian ini hernia paling sering terjadi pada rongga abdomen
sebagai akibat kelemahan muscular abdomen konginental atau
didapat (Ester, 2004). Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau
struktur organ dari tempatnya yang normal melalui sebuah defek
kongenital atau yang didapat (Long, 2002).

Hernia terdiri atas beberapa jenis yaitu:

a.Hernia Inguinalis,

Terjadi ketika sebagian usus atau jaringan lemak I rongga perut


mencuat ke selangkangan. Hernia ingunalis meripakan jenis hernia
yang paling sering terjadi dan pria memiliki resiko lebih tinggi
untuk mengalaminya.

b.Hernia Femoralis,

Terjadi ketika jaringan lemak atau sebagian usus mencuat ke


paha atas bagian dalam. Resiko wanita menderita jenis hernia ini
lebih tinggi terutama wanita hamil atau memiliki berat badan
berlebih (obesitas).

c.Hernia Umbilikus,

Terjadi ketika sebagian usus atau jaringan lemak mendorong


dan mencuat di dinding perut, tepatnya di pusar. Jenis hernia ini
biasanya di alami oleh bayi dan anak dibawah usia 6 bulan akibat
lubang tali pusar tidak tertutup sempurna setelah bayi lahir.

d.Hernia Hiatus,

Terjadi ketika lambung mencuat kedalam rongga dada melalui


diagfragma (sekat antara rongga dada dan rongga perut). Jenis
hernia ini umumnya terjadi pada lansia (>50 tahun). Jika seorang
anak mengalami hernia hiatus, kondisi tersebut disebabkan oleh
kelainan bawaan.

e.Hernia Insisional,

Terjadi ketika usus atau jaringan mencuat melalui bekas luka


operasi dibagian perut atau pinggul. Hernia insisional dapat terjadi
bila luka operasi diperut tidak menutup dengan sempurna.

f.Hernia Epigastrik,

Terjadi jika jaringan lemak mencuat melalui dinding perut


bagian atas, tepatnya di uluh hati hingga pusar.

g.Hernia Spigelian,

Terjadi ketika usus mendorong jaringan ikat (spigelian fascia)


yang terletak disisi luar otot rektus abdominus, yaitu otot yang
membentang dari tulang rusuk hingga tulang pinggul dengan
karateristik tonjolan yang dikenal dengan “six pack”. Hernia ini
sering timbul di daerah sabuk spigelian, yaitu daerah pusar
kebawah.

i.Hernia Diafragma,

Terjadi ketika sebagian organ lambung mencuat masuk


kerongga dada melalui cela diafragma. Hernia jenis ini juga dapat
dialami oleh bayi ketika pembentukan diafragma kurang sempurna.

j.Hernia Otot,
Terjadi ketika sebagian otot mencuat melalui dinding perut.
Jenis hernia ini juga dapat terjadi pada otot kaki akibat cedera saat
berolahraga.

2. Etiologi
a.Umur

Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda,


pria maupun wanita. Pada anak–anak penyakit ini disebabkan
karena kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup
seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa khususnya
yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan
penyangga usus atau karena adanya penyakit yang
menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga perut.

b.Jenis Kelamin

Hernia yang sering diderita oleh laki-laki adalah jenis hernia


inguinal. Hernia inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada
daerah selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan
alat reproduksi. Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena
penyakit ini disebabkan karena factor profesi, yaitu pada buruh
kasar atau buruh pabrik. Profesi buruh yang sebagian besar
kekuatannya mengandalkan kekuatan otot menyebabkan
peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi
hernia keluar dari otot yang lemah tersebut.

c.Penyakit penyerta

Penyakiat penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah pada


kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung
kencing atau pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis,
sembelit ,dll. Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih
pada abdomen yang dapat meyebabkan keluarnya usus melalui
rongga yang lemah.
d.Keturunan

Resiko lebih besar jika ada keluarga dekat yang terkena hernia.
e.Obesitas

Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih


pada tubuh termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu
pencetus hernia. Peningkatan tekanan dapat menjadi pencetus
penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.

f.Kehamilan

Kehamilan dapat melemahkan otot disekitar perut sekaligus


memberi tekanan yang lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat
menjadi pencetus terjadinya hernia.

g.Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat


meyebabkan terjadinya hernia. Aktifitas yang berat dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus menerus pada otot-
otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi
pencetus terjadinya prostusi atau penonjolan organ melalui dinding
organ yang lemah.

h.Kehamilan premature

Bayi yang lahir premature lebih beresiko menderita hernia


inguinal daripada bayi yang lahir normal, Karena penutupan kanalis
inguinalis belum sempurna, sehingga memungkinkan menjadi jalan
bagi keluarnya organ atau usus melalui kanalis inguinalis tersebut.
Apabila seseorang pernah terkena hernia besar kemungkinan ia
akan mengalami lagi (Giri made kusula 2009).

3. Tanda dan Gejala Hernia


Gejala hernia bervariasi, tergantung lokasi dan tingkat
keparahan. Hernia diperut atau selangkangan ditandai dengan
munculnya benjolan atau tonjolan yang dapat hilang ketika
berbaring. Namun, benjolan dapat muncul kembali ketika penderita
tertawa, batuk, atau mengejan. Gejala hernia lainnya adalah:
a. Nyeri diarea benjolan, terutama ketika mengangkat atau
membawa beban berat.
b. Rasa berat dan tidak nyaman diperut, terutama ketika
membungkuk.
c. Konstipasi
d. Ukuran benjolan semakin membesar seiring waktu.
e. Benjolan diselangkangan.

4. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa hernia dilakukan melalui pemeriksaan fisik. Dokter
akan merabah bagian perut atau selangkangan pasien untuk
mersakan benjolan atau tonjolan yang dapat terlihat ketika pasien
berdiri atau batuk. Untuk hernia hiatus, dokter akan melakukan
pemeriksaan barium adema dan endoskopi dalam proses diagnosis.
Barium adema adalah pemeriksaan foto rontgen dengan
menggunakan bantuan cairan barium yang ditelan untuk
menghasilakan gambar detail bagian dalam saluran pencernaan.
Jenis pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mendeteksi obstruksi
usus.

Tes pencitraan juga dilakukan untuk memastikan diagnosis dan


mendeteksi gangguan lain yang mungkin disebabkan oleh hernia,
seperti:

a. USG, untuk memperoleh gambaran bagian dalam organ perut


dan panggul.
b. CT scan, untuk memeriksa organ-organ bagian dalam rongga
perut.
c. MRI, untuk mendeteksi adanya robekan pada otot perut,
meskipun tidak terlihat tonjolan.

5. Penatalaksanaan Medis

1. Penatalaksanaan Terapi
Prinsip terpi pada pasien hernia :
Untuk memperoleh keberhasilan maka factor-faktor yang
menimbulkan terjadinya hernia harus di cari dan di perbaiki (batuk
kronik, prostat, tumor, dll) dan efek yang di rekontruksi dan
diakproksimasi tanpa tegangan.

Sakus hernia harus diisolasi, dipisahkan dari paritonium dan diligasi.


Pada bayi dan anak-anak yang mempunyai anatomi inguinal normal,
repair hanya terbatas pada ligase tinggi, memisahkan sakus dan
mengecilkan cincin keukur.

Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah,cara ini sering


dilakukan pada anak-anak.

2. Penatalaksanaan Operatif
Merupakan satu satunya pengobatan hernia inguanalis yang
rasional. Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosis ditegakan,
perinsipnya terdiri dari:

1. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan


memperkuat dinding belakang.
2. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat
setinggi lalu dipotong.
3. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam
abdomen dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit
pertemuan transversus internus dan muskulus abliku internus
abdominus ke ligamen inguinal.
BAB II
PERTIMBANGAN ANESTESI

1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit
ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang
menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut
dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan (Sabiston, 2016).

Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis


kegunaannya dibagi menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya
kesadaran, sedangkan anestesi regional dan anestesi local
menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa
menghilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).

Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika


melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Morgan, 2015).

Dari beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka dapat


disimpulkan bahwa Anestesti merupakan suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit pada saat pembedahan atau melakukan
tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit dengan cara
trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.

2. Jenis anestesi

a. General Anestesi

Anestesi umum melibatkan hilangnya kesadaran secara penuh.


Anestesi umumdapat diberikan kepada pasien dengan injeksi
intravena atau melalui inhalasi (Royal College of Physicians (UK),
2011).

Anestesi umum meliputi:

1) Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan anestetika inhalasi


(VIMA=VolatileInduction and Maintenance of Anesthesia)

2) Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena


(TIVA=TotalIntravenous Anesthesia)

Anestesi umum merupakan suatu cara menghilangkan seluruh


sensasi dan kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi
anggota tubuh. Pembedahan yang menggunakan anestesi umum
melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan manipulasi jaringan
yang luas.

b. Regional Anestesi

1) Pengertian Anestesi Spinal

Anestesi spinal adalah injeksi agen anestesi ke dalam ruang


intratekal, secara langsung ke dalam cairan serebros pinalis sekitar
region lumbal di bawah level L1/2 dimana medulla spinalis
berakhir (Keat, dkk, 2015). Spinal anestesi merupakan anestesia
yang dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar untuk
meniadakan proses konduktifitas pada ujung atau serabut saraf
sensori di bagian tubuh tertentu (Rochimah,dkk, 2011).

2) Tujuan Anestesi Spinal

Menurut Sjamsuhidayat & De Jong tahun 2010 anestesi spinal


dapat digunakan untuk prosedur pembedahan, persalinan,
penanganan nyeri akut maupun kronik.

3) Kontraindikasi Anestesi Spinal

Menurut Sjamsuhidayat & De Jong tahun 2010 anestesi


regional yang luas sepertispinal anestesi tidak boleh diberikan pada
kondisi hipovolemia yang belum terkontrol karena dapat
mengakibatkan hipotensi berat.

Komplikasi yang dapat terjadi pada spinal anestesi menurut


Sjamsuhidayat & DeJong tahun 2010, ialah:

- Hipotensi terutama jika pasien tidak prahidrasi yang cukup;

- Blokade saraf spinal tinggi, berupa lumpuhnya pernapasan dan


memerlukan bantuan napas dan jalan napas segera;

- Sakit kepala pasca pungsi spinal, sakit kepala ini bergantung pada
besarnya diameter dan bentuk jarum spinal yang digunakan.

4) Jenis – Jenis Obat Spinal Anestesi

Lidokain, Bupivakain, dan tetrakain adalah agen anestesi lokal


yang utamadigunakan untuk blockade spinal. Lidokain efektif untuk 1
jam, dan bupivacaine sertatetrakain efektif untuk 2 jam sampai 4 jam
(Reeder, S., 2011).

3. Teknik Anestesi

Sebelum memilih teknik anestesi yang digunakan, terdapat beberapa


hal yang perlu diperhatikan diantaranya keselamatan dari ibu,
keselamatan bayi, kenyamanan ibu serta kemampuan operator di dalam
melakukan operasi pada penggunaan anestesi tersebut. Menurut Mangku
G & Senapathi T tahun 2018 pada sectio caesarea terdapat dua
kategoriumum anestesi diantaranya Generał Anesthesia (GA) dan
Regional Anesthesia (RA) dimana pada RA termasuk dua teknik yakni
teknik spinal dan teknik epidural. Teknik anestesi dengan GA biasanya
digunakan untuk operasi yang emergensi dimana tindakan tersebut
memerlukan anestesi segera dan secepat mungkin. Teknik anestesi GA
jugadiperlukan apabila terdapat kontraindikasi pada teknik anestesi RA,
misalnya terdapat peningkatan pada tekanan intrakranial dan adanya
penyebaran infeksi di sekitar vertebra.
Terdapat beberapa resiko dari GA yang dapat dihindari dengan
menggunakan teknik RA, oleh karena itu lebih disarankan penggunaan
teknik anestesi RA apabila waktu bukan menupakan suatu prioritas.
Penggunaan RA spinal dan RA epidural lebih disarankan untuk
digunakan dibandingkan dengan teknik GA pada sebagian kasus
sectiocaesarea. Salah satu alasan utama pemilihan teknik anestesi RA
dibandingkan dengan GA adalah adanya resiko gagalnya intubasi trakea
serta aspirasi dari isi lambung pada teknik anestesi GA. Selain itu, GA
juga meningkatkan kebutuhan resusitasi pada neonatus (Fyneface, S. O
2thed).

Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk teknik spinal anestesi,


yaitu:

a. Pre Block Preparations


Induksi spinal anestesia seringkali menimbulkan perubahan
hemodinamik, oleh karena itu pasien harus dimonitor secara kontinyu,
obat-obat resusitasi dan peralatan harus dapat disediakan dengan
segera. Sedasi (analgetik dan anxiolitik) seringkali diberikan sebelum
melakukan anestesi spinal untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan
kecemasan. Penting untuk mengingat bahwa tidak semua spinal
anestesia sukses danspinal anestesia itu sendiri bisa mengakibatkan
gangguan respirasi. Sehingga, setiap anestesia spinal potensial
memerlukan perubahan yang cepat ke general anestesia.Obat-obat dan
peralatan untuk airway management yang tepat harus bisa disediakan
dengan cepat.
b. Patient Positioning
Lateral dekubitus, duduk dan prone posisi, semuanya dapat
digunakan untuk melakukan anestesia spinal. Tiap posisi memiliki
kelebihan dan kekurangan. Lateral dekubitus adalah posisi yang
paling sering dipakai. Pasien biasanya merasa nyaman dengan posisi
ini dan lebih sedikit menelungkup dalam bergerak, dibandingkan
posisi duduk. Sinkop lebih jarang terjadi daripada posisi duduk.
Pasien diposisikan pada pinggir meja operasi dengan pinggul dan
bahu diposisikan vertikal.
Posisi duduk, rutin dipilih oleh beberapa praktisi dan seringkali
dipilih saat dilakukan pada pasien obese. Pada populasi obese, palpasi
dimidline processus spinosus seringkali sulit / tidak memungkinkan.
Pada kasus ini, posisi midline dapat diperkirakan dengan
menghubungkan garis imaginer antara vertebra cervical yang paling
menonjol (C7) dan cekungan intergluteal dan hal ini lebih mudah
dilakukan saat pasien duduk.

Posisi telungkup kadangkala dipilih untuk melakukan spinal


anestesia pada pasienyang akan dilakukan anal surgery dengan posis
jack-knife. Pasien diposisikan sesuai pembedahan lalu dilakukan
lumbal punksi. Anestesi lokal hipobarik dipergunakan untuk
membatasi efek anestesi pada dermatom sakral dan lumbal bawah

c. Puncture Site
Punksi dura biasanya dilakukan dibawah L2 untuk menghindari
spinal cord yang berakhir pada L1-L2. Meskipun terdapat variasi dari
masing- masing individu, sebuah garis yang melalui Krista iliaca
biasanya akan melalui ruang diantara L4-L5. Teknik aseptik sangat
penting, termasuk melapisi regio lumbal dengan iodine dan atau
larutan alkohol dan memakai penutup steril.
d. Midline atau Paramedian Approach
Dua pendekatan ke ruang subarachnoid seringkali dipakai yaitu
midline dan paramedian. Keduanya simpel dan efektif. Praktisi harus
familiar dengan kedua pendekatan ini, sehingga mereka memiliki
teknik alternatif pada saat pendekatan pertama gagal dilakukan.

4. Rumatan Anestesi

a. Regional Anestesi

1. Oksigen nasal 2 liter/menit


2.Obat analgetik

3.Obat hipnotik sedative

4.Obat antiemetic

5.Obat vasokonstriktor

b. General Anestesi Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan


anestetika inhalasi (VIMA=Volatile Induction and Maintenance of
Anesthesia);

1) Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena


(TIVA=Total Intravenous Anesthesia);

2) Obat Pelumpuh Otot;

3) Obat Analgetik;

4) Obat Hipnotik Sedatif;

5) Obat untuk merangsang kontraksi uterus (Oxytocin dan


Metylergometrine)

6) Obat Antiemetik.

5. Risiko

1) Gangguan kardiovaskuler: Penurunan curah jantung

2) Gangguan respirasi: Pola nafas tidak efektif

3) Gangguan termoregulasi : Hipotermi

4) Gastrointestinal: Rasa mual dan muntah

5) Resiko infeksi: Luka insisi post operasi

6) Nyeri: Proses kontraksi, terputusnya kontinuitas jaringan kulit

7) Resiko Jatuh: Efek obat anestesi, Blok pada saraf motorik

8) Ansietas: Ketakutan akan tindakan pembedahan


BAB III

TINJAUAN TEORI ASKAN PEMBEDAHAN KHUSUS

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penderita agar dapat mengidentifikasi kebutuhan
serta masalahnya. Data pengkajian yang secara umum ditemukan pada pasien
hernia dengan regional anestesi meliputi:
a. Data Subjektif
1) Pasien mengeluh nyeri pada bagian selangkangan paha
2) Pasien mengatakan takut dioperasi
3) Pasien merasa tidak dapat rileks
4) Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi
5) Pasien mengeluh pusing dan mual
6) Pasien mengatakan kedinginan
7) Pasien merasa badan lemas
8) Pasien mengatakan demam
9) Pasien mengatakan kakinya sulit digerakan

b. Data Obyektif
1) Skala nyeri sedang sampai berat
2) Wajah tampak grimace
3) Mukosa bibir kering dan pucat
4) Akral teraba dingin
5) CRT>3dtk
6) Tekanan darah pasien dibawah batas normal
7) Denyut nadi lemah dan tidak teratur
8) Pasien tampak lemah
9) Suhu tubuh>38,50C
10) Bromage score>1

2. Masalah Kesehatan Anestesi


Masalah kesehatan anestesi yang secara umum sering muncul pada pasien
hernia dengan spinal anestesi meliputi:
Pre Anestesi :
- Nyeri
- Anxietas
Intra Anestesi :
- Resiko infeksi
- Resiko cedera trauma pembedahan
Pasca Anestesi :
- Hipotermi
- Hambatan mobilitas fisik

3. Perencanaan Intervensi
Pre Anestesi :
a. Nyeri
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi diharapkan nyeri hilang atau
terkontrol, klien tampak rileks.
Kriteria Hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
- Pasien mampu istirahat atau tidur
- Ekspresi wajah nyaman dan tenang
- TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80, N:60-100x/mnt, RR 16-
24x/mnt)
Rencana Intervensi:
- Observasi TTV
- Identifikasi derajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri
- Lakukan teknik komunikasi terapeutik
- Ajarkan teknik relaksasi
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
b. Ansietas
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi diharapkan cemas
berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
- Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi/pembiusan
- Pasien mengkomunikasikan perasaan negative, catat verbal dan non
verbal pasien
- Jelaskan jenis prosedur tindsakan prosedur yang akan dilakukan
- Berikan dorongan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan
- Ajarkan teknik relaksasi
- Kolaborasi untuk pemberian obat sedasi
Rencana Intervensi :
- Kaji tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien
- Jelaskan jenis prosedur tindakan yang akan dilakukan
- Berikan dorongan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan
- Ajarkan teknik relaksasi
- Kolaborasi untuk pemberian obat sedasi

Intra Anestesi :
a. Resiko Infeksi
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi diharapkan tidak terjadi
infeksi
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
- Ttv stabil (suhu dalam batas normal 36oc-37oc)
- Terdapat tanda-tanda penyembuhan pada luka operasi (luka bersih, tidak
lembab dan kotor)
- Jumlah leukosit dalam batas normal
Rencana Intervensi :
- Monitor tanda dan gejala infeksi
- Inspeksi kondisi luka atau insisi luka
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
b. Resiko Cedera Trauma Pembedahan
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi
resiko cedera trauma pembedahan
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda-tanda trauma pembedahan
- Pasien tampak rileks selama operasi berlangsung
- TTV dalam batas normal, TD:110-120/70-80 mmhg, Nadi:60-100
kali/menit, Suhu:36-37 0C, RR :16-20 kali/menit
- Saturasi oksigen lebih dari 95%
- Pasien telah teranetesi
- Relaksasi otot cukup dan menunjukan respon nyeri
- Tidak adanya komplikasi anestesi selama operasi berlangsung
Rencana Intervensi :
- Siapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik
anestesi
- Atur posisi pasien
- Bantu pemasangan alat monitoring non invasive
- Monitor vital sain
- Pantau kecepatan/kelancaran infus
- Pasang nasal canul 3 liter/menit
- Bantu pelaksana anestesi (regional anestesi) sesuai dengan program
kolabotratif spesialis anestesi
- Atur pasien dalam posisi pembedahan
- Cek tinggi blok spinal
- Lakukan monitoring
- Tidak adanya komplikasi anestesi selama operasi berlangsung peranestesi
- Atasi penyulit yang timbul
- Melakukan pemeliharaan jalan napas
- Melakukan pemasangan alat ventilasi mekanik
- Lakukan pengakiran tindakan anestesi

Pasca Anestesi :
a. Hipotermi
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi diharapkan pasien
menunjukkan termoregulasi
Kriteri Hasil :
- Akral hangat
- Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37oc)
- CRT<2dtk
- Pasien mengatakan tidak kedinginan
- Pasien tampak tidak menggigil
Rencana Intervensi :
- Monitoring TTV
- Berikan selimut hangat
- Berikan infus hangat
- Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi/mencegah menggigil
b. Hambatan Mobilitas Fisik
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi diharapkan pasien aman
setelah pembedahan
Kriteri Hasil :
- Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri
- Pasien mengatakan kaki dapat digerakan
- TTV dalam batas normal
- Bromage score<1
- Pasien tampak tidak lemah
Rencana Intervensi :
- Monitoring TTV
- Lakukan penilaian bromage score
- Berikan pengaman pada tempat tidur pasien
- Berikan gelang resiko jatuh
- Latih angkat atau gerakkan ekstremitas bawah

4. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan anestesi merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan anestesi yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ester, 2004, Keperawatan Medical Bedah, EGC. Jakarta

Latief, 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian anestesiologi


dan terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Pramono, 2017, Buku Kulia Anestesi, Jakarta: EGC

Syamsuhidajat, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku kedokteran


EGC: Jakarta

Sabiston, D.C. 2011. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.

Nanda, 2013. Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Long, 2004. Perawatan medical bedah (suatu pendekatan proses


keperawtan), alih bahasa karnean, et al, yayasan iapk, Bandung

Anda mungkin juga menyukai