Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA

A. Pengertian
Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004).
Hernia adalah proporsi abnormal organ jaringan atau bagian organ melalui
stuktur yang secara normal berisi bagian ini. Hernia paling sering terjadi pada
rongga abdomen sebagai akibat dari kelemahan muskular abdomen konginental atau
didapat (Ester, 2004).
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya
yang normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (Long, 2002).

B. Anatomi Fisiologi
1. Dinding Perut

Gambar 2.1. Subdivisi dinding abdomen (Moore & Dalley, 2013).


Otot-otot dinding perut terdapat lima (berpasangan bilateral) otot pada dinding
abdomen anterolateral, tiga otot rata dan dua otot vertical. Tiga otot rata adalah
musculus obliqus externus abdominis, musculus obliqus internus abdominis,
musculus transversus abdominis. Dua otot vertical pada dinding abdomen
anterolateral, yang terdapat di dalam vagina musculi recti abdominis, merupakan
musculus rectus abdominis dan pyramidalis. Dinding abdomen anterolateral dapat
menjadi tempat hernia. Sebagian besar hernia terjadi di region inguinal, umbilical, dan
epigastrik (Moore & Dalley, 2013).
Fungsi dan aksi otot abdomen anterolateral yaitu membentuk suatu penopang
kuat yang dapat dilebarkan untuk dinding abdomen anterolateral, Melindungi viscera
abdominal dari cedera, Menekan isi abdomen untuk mempertahankan atau
meningkatkan atau meningkatkan tekanan intraabdominal, dan dengan demikian
melawan diafragma (peningkatan tekanan intraabdominal mempermudah ekpulsi);
Menggerakkan batang tubuh dan membantu mempertahankan posisi tubuh (Moore &
Dalley, 2013).
2. Regio inguinal

Gambar 2.2Regio inguinal dari sisi anteroinferior (Moore & Dalley, 2013).
Region inguinal (selangkangan), yang terletak di antara SIAS dan tuberkulum
pubicum, merupakan area penting secara anatomis dan klinis; secara anatomis karena
merupakan region dimana struktur-struktur keluar dan masuk cavitas abdominalis,
dan secara klinis karena jalur keluar dan masuknya merupakan tempat potensial
terjadinya hernia. Pada kenyataanya, sebagian besar hernia abdominalis terjadi di
region ini (Moore & Dalley, 2013).
3. Canalis Inguinalis
Canalis inguinalis terbentuk karena turunnya testis selama perkembangan
janin. Canalis inguinalis pada orang dewasa adalah suatu passase oblig dengan
panjang sekitar 4 cm yang emnagarah ke inferomedial melalui pars inferior dinding
abdomen anterolateral. Hernia abdominalis terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi
hernia inguinal yang paling lazim (sekitar 86%) terjadi pada laki-laki karena passase
feniculus spermaticus melalui canalis inguinalis. Canalis inguinalis memiliki muara
pada seriap ujung, yaitu annulus inguinalis profundus (interna) dan annulus inguinalis
superficialis (externa) (Moore & Dalley, 2013).

C. Etiologi

a.    Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun
wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa
khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga
usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan  tekanan dalam
rongga perut .
b. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia
Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan,
hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum
adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada
buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi  buruh yang sebagian besar pekerjaannya 
mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam
rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut
c.    Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi
tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran
prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain.
Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat
menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah.
d.    Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
e.    Obesitas
Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,
termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan
tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penonjolan organ melalui dinding
organ yang lemah.
f.    Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan
lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.
g.    Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan
terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot
abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi
atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.
h.    Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada
bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna,
sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui
kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar
kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala, 2009).

D. Jenis- jenis Hernia


a. Hernia hiatal
Kondisi di mana kerongkongan (pipa tenggorokan) turun, melewati diafragma
melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke dada (toraks).
b. Hernia epigastrik
Terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis tengah perut.
Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi usus.
Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini sering menimbulkan
rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ke dalam perut ketika pertama kali
ditemukan.
c. Hernia umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang disebabkan bukaan
pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran, tidak menutup
sepenuhnya.
d. Hernia inguinalis
Merupakan hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di
selangkangan atau skrotum. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia tipe ini lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
e. Hernia femoralis
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
f. Hernia insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini muncul
sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup
sepenuhnya.
D.    Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan
seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau
batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus ke daerah otot abdominal,
tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu
kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya
pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan
yang cukup lama, pembedahan abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ– organ
selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, sehingga terjadilah penonjolan yang mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.
Sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau
mengalami kelemahan.

 PATWAY PRE OPERASI


faktor congenital Faktor di dapat (batuk kronis,
(kegagalan
1. penutpan mengejan saat defekasi,
prosesus vaginalis pada pekerjaan mengankat benda
waktu kehamilan) berat)

Peningkatan tekanan intra abdomen

Masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis

Jika cukup panjang akan menonjol keluar dari analus inguinalis eksternus

Tonjolan akan sampai kespektrum

hernia

Tidak papat timbul Dapat timbul secaras pontan


secara spontan (manual)

Tindak pembedahan Post operasi hernia

Adanya luka insisi

System irigasi Penurunan Perawatan luka


fungsi usus Diskontinuitas yang kurang
jaringan
Keseimbangan
cairan Deficit Resiko infeksi
cairan nyeri

Kekurangan Ketidaknyam
volume cairan Nutrisi in Gangguan anan/keterbat
adekuat integritas kulit asangerak

Kebutuhan nutrisi Aktifitas terganggu


kurang dari
kebutuhan tubuh
Imobilitas fisik
 PATWAY POST OPERASI

Proximal prosesus vaginalis

Gagal menutup

Membentuk kantung hernia

Pembedahan
Resiko infeksi

nyeri

E.    Manifestasi klinik


a. Berupa benjolan
b. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi
d. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi kandung
kencing

F. Penatalaksanaan medis
a.       Secara konservatif (non operatif)
 Reposisi hernia
Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan
 Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset
b.      Secara operatif
 Hernioplasti
Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasti sering dilakukan
pada anak – anak
 Herniographi
Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia di masukkan, kantong diikat, dan
dilakukan bainy plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding belakang
kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang dewasa
 Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada klien
dengan hernia yang sudah nekrosis

G.    Fokus Keperawatan

1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa.
1. Biodata : terdiri dari nama lengkap, jenis kelamin, umur, penanggung jawab,
pekerjaan, pendidikan, agama, alamat, suku bangsa.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan masa lalu : Penyakit (masa kanak-kanak, penyakit yang
terjadi secara berulang-ulang, operasi yang pernah dialami)
Alergi : Kebiasaan (merokok, minum kopi, dll).
4) riwayat kesehatan keluarga
Orang tua, Saudara kandung, Anggota keluarga lain. Faktor resiko
terhadap kesehatan (kanker hypertensi, DM, penyakit jantung, TBC,
Epilepsi, dll.
5) Keadaan psikologis
Perilaku, Pola emosional, Konsep diri, Penampilan intelektual, Pola
pemecahan masalah, Daya ingat.

b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum.
2) Tanda-tanda vital : Tekanan Darah, Suhu, Nadi, Respirasi.
3) Sistem Pencernaan
Bentuk bibir, lesi mukosa mulut, kelengkapan gigi, muntah, kemampuan
menelan, mengunyah, bentuk peut, BU, distensi abdomen, dll.
4) Sistem Pernafasan
Kesimetrisan hidung, pernafasan cuping hidung, deformitas, bersin, warna
mukosa, perdarahan, nyeri sinus, bentuk dada, kesimetrisan, nyeri dada,
frekwensi pernafasan, jenis pernafasan, bunyi nafas, dll.
5) Sistem cardiovaskuler
Konjungtiva anemis/tidak, akral dingin/hangat, CRT, JVP, bunyi jantung,
tekanan darah, pembesaran jantung, Cyanosis, dll.
6) Sistem integumen
Warna kulit, turgor kulit, temperatur, luka/lesi, kebersihannya, integritas,
perubahan warna, keringat, eritema, kuku, rambut (kebersihan, warna, dll.)
7) Sistem persyarafan
Tingkat kesadaran, kepala ukuran, kesimetrisan, benjolan, ketajaman mata,
pergerakan bola mata, kesimetrisan, reflek kornea, reflek pupil, nervus 1 s.d.
12, kaku kuduk, dll.
8) Sistem endokrin
Pertumbuhan dan perkembangan fisik, proporsi dan posisi tubuh, ukuran
kepala dan ekstremitas, pembesaran kelaenjar tyroid, tremor ekstremitas, dll.
9) Sistem muskuloskeletal
Rentang gerak sendi, gaya berjalan, posisi berdiri, ROM, kekuatan otot,
deformitas, kekakuan pembesaran tulang, atrofi, dll.
10) Sistem reproduksi
Laki-laki: penis skrotum, testis, dll.
Perempuan: pembengkakan benjolan, nyeri, dll.
11) Sistem perkemihan
Jumlah, warna, bau, frekwensi BAK, urgensi, dysuria, nyeri pinggang,
inkontinensia, retensi urine, dll.

c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Rontgen
d. Therapi
2. DIAGNOSA

1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.


2. Immobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan deficit
cairan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan system irigasi/drainase.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman.

3. INTERVENSI
DX 1 : Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : - Pasin melaporkan nyeri hilang /terkontrol
- Normal
Intervensi :
a. Kaji nyeri, catat lokasi intensitas (Skala 0 – 10)
Rasional : Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan
keefektifan analgesic atau dapat menyatakan terjadinya komplikasi.
b. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Respons autoromik meliputi perubahan pada TD, nasi dan
pernafasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan nyeri.
c. Dorong Ambulasi diri
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ contoh merangsang
perstaltik dan lelancaran flaktus.
d. Ajarkan teknik relaksasi dan Distraksi
Rasional : Meningkatkan ostirahat, memusatkankembali perhatian dapat
meningkatkankoping.
e. Kolaborasi Pemberian Obat Alagetik
Rasional : Memberikan penurunan nyeri hebat

DX 2 : Immobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak


Tujuan : Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman
Kriteria hasil : - Menunjukkan mobilitas yang aman
- Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
Intervensi :
a. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien
Rasional : Imbolitas yang dipaksakan dapat memperberat keadaan.
b. Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan pasien
Rasional : Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian pasien.
c. Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien
Rasional : Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus
tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi
d. Kolaborasi dalam pemberian obat
Rasional : Obat dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama pasien
selama melakukan aktivitas.

DX 3 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi.


Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil : - Menunjukkan penyembuhan luka tepat
- Menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan
penyembuhan, mencegah komplikasi.
Intervensi :
a. Lihat semua insisi.
b. Evaluasi proses penyembuhan.
c. Kaji ulang penyembuhan terhadap penyembuhan dengan pasien
d. Catat adanya distensi dan auskultasi peristaltic usus
Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltic usus merupakan tanda bahwa
fungsi defekasi hilang.
DX 4 : Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan deficit
cairan.

DX 5: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan system irigasi/ drainase.

DX 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman.


Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : - tanda-tanda vital dalam batas normal
- Luka kering tidak ada pus
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Suhu malam hari memucak yang kembali ke normal pada pagi
hari adalah karakteristik infeksi.
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
Rasional : Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
c. Pertahankan keperawatan luka aseptic
Rasional : Lindungi pasien dari kontaminasi selama pengantian
d. Pertahankan balutan kering
Rasional : Balutan basah bertindak sebagai sumbu penyerapan
kontaminasi.
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Rasional : Diberikan untuk mengatasi nyeri-nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Long, Barbara C. (2002). Perawat Medical Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. Media Aesculapius FKUI:
Jakarta

Poppy Kumala, dkk. (2005). Kamus Saku Kedokteran Dorland. EGC: Jakarta

R. Sjamsuhidayat & Wim, D.J. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai