FRAKTUR SERVIKAL
4) Stadium IV-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya (Black, 1993 dan Apley,1993)
5. KLASIFIKASI
Berdasarkan hubungan dengan dunia luar:
a) Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih
utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit
b) Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena
adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka
potensial terjadi infeksi.
Berdasarkan luas dan garis fraktur:
a) Fraktur complete adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang
luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya
menyeberangkan dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh
korteks.
b) Fraktur incomplete adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang
dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks
(masih ada korteks yang utuh)
Berdasarkan garis patah tulang:
a) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang
b) Transverse yaitu patah melintang
c) Longitudinal yaitu patah memanjang
d) Obligue yaitu garis patah miring
e) Spiral yaitu patah melingkar
Berdasarkan klasifikasi ASIA (American Spinal injury Association)
ASIA A : Complete (kehilangan fungsi motoris dan sensoris termasuk
pada segmen sacral S4-S5 )
ASIA B : Incomplete (kehilangan fungsi motoris, namun fungsi sensoris
tidak hanya dibawah level lesi dan termasuk segmen sacral S4-S5)
ASIA C : Incomplete (fungsi motoris dan sensoris masih terpelihara tetapi
tidak fungsional dengan kekuatan otot < 3)
ASIA D : Incomplete (fungsi motoris dan sensoris masih terpelihara dan
fungsional dengan kekuatan otot > 3)
ASIA E : Normal (fungsi sensoris dan motoris normal) Cedera servikal
dapat digolongkan menjadi:
Cedera fleksi
Fraktur kompresi : disebabkan karena fleksi yang tiba-tiba.
Fraktur fleksi – teardrop : melibatkan seluruh columna ruang
interspinosus melebar dan dapat menyebabkan cedera medulla spinalis.
Subluksasi anterior
: kompleks ligamentum superior mengalami ruptur sedangkan ligamentum
anterior tetap utuh.
Dislokasi faset bilateral : disebabkan fleksi yang berlebihan
Fraktur karena dorongan : terjadi karena fleksi leher yang tiba-tiba selain
itu bisa juga terjadi karena fraktur langsung di prosesus spinosus, trauma
oksipital, tarikan yang sangat kuat di ligamentum supraspinosus.
Cedera Fleksi-rotasi
Dislokasi faset unilateral : terjadi saat fleksi bersamaan dengan rotasi
sehingga ligamentum dan kapsul teregang maksimal.
Dislokasi kedepan pada vertebra di atas dengan atau tanpa di sertai
kerusakan tulang.
Dislokasi antlantoaxial : terjadi karena hiperekstensi, terjadi pergeseran
sendi antara C1 dan C2 dan biasanya fatal. Cedera ini dapat menyebabkan
rheumatoid arthritis.
Cedera ekstensi
Fraktur menggantung : terjadi pada C2 yang disebabkan karena
hiperekstensi dan kompresi yang tiba-tiba.
Ekstensi ‘teardrop’ : hiperekstensi mendadak dan terjadi akibat tarikan
oleh ligamentum longitudinal.
Cedera compresi axial
Fraktur jefferson : terjadi pada C1 dan disebabkan karena kompresi yang
sangat hebat. Kerusakan terjadi di arkus anterior dan posterior. Fraktur
remuk vertebra : penekanan corpus vertebra secara langsung dan tulang
menjadi hancur.
Fragmen tulang masuk ke kanalis spinalis kemudian menekan medulla
spinalis sehingga terjadi gangguan saraf parsial
Fraktur atlas :
Tipe I dan II : fraktur stabil karena terjadi pada arkus anterior dan
posterior.
Tipe III : terjadi pada lateral C1
Tipe IV : sering disebut sebagai fraktur jefferson
Karena anatomi dan catu vaskuler kord spinal yang unik, berbagai
sindroma tidak lengkap dapat dijumpai pada cedera kord spinal servikal. Pada
sindroma ini, fungsi sensori dan motor tertentu terganggu atau hilang, namun
lainnya tetap utuh.
1. Sindroma kord sentral
Paling sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena
sebab tertentu seperti keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian
sentral dapat mengalami kontusi walau bagian lateral hanya mengalami
cedera ringan. Khas pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat
pada lengan, mungkin karena kerusakan serabut spinotalamik, mungkin
saat ia menyilang komisura anterior. Pemeriksaan fisik menunjukkan
kelemahan lengan, dengan utuhnya kekuatan ekstremitas bawah. Sebagai
tambahan, sensasi nyeri dan suhu hilang dalam distribusi seperti tanjung.
Semua lesi yang menyebabkan cedera primer terhadap kord spinal sentral
dapat menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti siringo- mielia, tomor
kord spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini secara jarang dapat
terjadi pada kord spinal bawah (konus medularis).
2. Sindroma arteria spinal anterior
Terjadi karena arteria ini mencatu substansi kelabu dan putih bagian
ventrolateral dan posterolateral kord spinal. Kerusakan arteria ini berakibat
sindroma klinis paralisis bi- lateral dan hilangnya sensasi nyeri serta suhu
dibawah tingkat cedera, namun sensasi posisi dan vibrasi (fungsi kolom
posterior) utuh. Lesi arteria ini bisa karena cedera tulang belakang,
neoplasma yang terletak anterior (biasanya metastasis) dan cedera aortik.
3. Sindroma Brown-Sequard
Bentuk yang murni, menunjukkan akibat dari hemiseksi kord spinal.
Defisit neurologis berupa hilangnya fungsi motor ipsilateral, sensasi
vibrasi dan posisi. Sebagai tambahan, sensasi nyeri serta suhu kontralateral
hilang. Luka tembus dan peluru dapat menimbulkan sindroma Brown-
Sequard 'lengkap', namun manifestasi tak lengkap sindroma ini tampak
dengan berbagai ragam pada lesi lain, termasuk trauma dan neoplasma.
4. Sindroma kolom posterior
Terjadi bila kolom posterior rusak secara selektif, berakibat hilangnya
sensasi vibrasi dan proprioseptif bilateral dibawah lesi. Temuan ini
tersering dijumpai sekunder terhadap kelainan sistemik (neurosifilis),
namun secara jarang dijumpai setelah trauma kord spinal.
6. MANIFESTASI KLINIS
Lewis (2016) menyampaikan gejala klinis dari fraktur adalah sebagai berikut:
a) Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
b) Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c) Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
d) Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e) Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f) Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot,
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g) Mobilitas abnormal
Mobilitas abnormal adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian
yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada
fraktur tulang panjang.
h) Krepitasi
Krepitasi merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian
tulang digerakkan. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
i) Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j) Syok hipovolemik
Syok terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. Ditandai
dengan nadi cepat, kerja jantung meningkat, vasokontriksi.
k) Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm
(1 sampai 2 inci)
7. PEMERIKSAAN FISIK
a) Mengidentifikasi tipe fraktur
b) Inspeksi daerah mana yang terkena
Deformitas yang nampak jelas
Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
Laserasi
Perubahan warna kulit
Kehilangan fungsi daerah yang cidera
Penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan
Kulit robek atau utuh
Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada bagian distal fraktur
femur.
c) Palpasi
Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
Krepitasi pada daerah paha
Nadi, dingin
Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
Terdapat nyeri tekan setempat
d) Movement
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting
untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi-sendi dibagian
distal cedera. Gerakan yang dilihat adalah gerakan pasif dan aktif.
Berdasarkan pemeriksaan didapatkan adanya gangguan/keterbatasan gerak
tungkai, ketidakmampuan menggerakkan kaki, dan penurunan kekuatan
otot ekstremitas bawah dalam melakukan pergerakan
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-
ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-
ray:
Bayangan jaringan lunak.
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu teknik khususnya
seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
9. DIAGNOSIS/KRITERIA DIAGNOSIS
a) Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera
dengan keluhan bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan
b) Pemeriksaan fisik :
Look: Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang
abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan
luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
Feel: Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa
bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji
sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang
memerlukan pembedahan
Movement: Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi
lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan
sendi-sendi di bagian distal cedera.
10. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
b. Penanganan Operasi
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
h. Pola Perseptual
Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
9) PK: Anemia
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi, dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Vital Signs
- Tekanan darah dalam batas normal (110/70-130/90 mmHg) atau
terkontrol
- Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)
- RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5°C)
NOC Label >> Tissue Perfussion: Peripheral
- CRT < 3 detik
- Akral hangat
- Pasien tidak pucat
- Konjungtiva berwarna merah muda
NOC Label >> Blood Loss Severity
- Hb pasien dalam batas normal (12-16 g/dL)
- HCT dalam batas normal (45-55%)
- Mukosa bibir lembab
- Pasien tidak mengalami lemas dan lesu
Intervensi:
1. Pantau tanda dan gejala anemia yang terjadi.
Rasional: memantau gejala anemia pasien penting dilakukan agar tidak
terjadi komplikasi yang lebih lanjut.
2. Pantau tanda-tanda vital pasien.
Rasional: perubahan tanda vital menunujukkan perubahan pada
kondisi pasien.
3. Anjurkan pasien mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak
zat besi dan vit B12.
Rasional: Makanan yang mengandung vitamin B12 dan asam folat
dapat menstimulasi pembentukan Hemoglobin.
4. Minimalkan prosedur yang bisa menyebabkan perdarahan.
Rasional: Dapat memperparah kondisi pasien yang mengalami anemia.
5. Pantau nilai PT dan PTT
Rasional: Untuk mengkaji apakah terjadi perpanjangan waktu
pembekuan darah
6. Pantau hasil lab Hb dan HCT
Rasional: Penurunan Hb dan perubahan nilai HCT menunjukkan
terjadi anemia pada pasien
NIC Label >> Blood Products Administration
7. Kolaborasi pemberian tranfusi darah sesuai indikasi.
Rasional: transfusi darah diperlukan jika kondisi anemia pasien buruk
untuk menambah jumlah darah dalam tubuh.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang sudah
dilakukan
5. EVALUASI
No. Diagnosa keperawatan Evaluasi
Dx
1 Ketidakefektifan pola napas yang NOC Label >> Respiratory status:
berhubungan dengan kerusakan tulang ventilation, Respiratory status: Airway
punggung, disfungsi neurovaskular, patency
kerusakan sistem muskuloskeletal. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara napas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspnea.
Menunjukkan jalan napas yang paten.
Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan napas
2 Gangguan pertukaran gas berhubungan NOC Label >> Respiratory status: Gas
dengan ketidakseimbangan perfusi exchange, Respiratory status: ventilation,
ventilasi dan perubahan membran Vital sign status
alveolar kapiler. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas
dari tanda-tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
napas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dispena
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas NOC Label >> Respiratory status:
berhubungan dengan ketidakmampuan ventilation, Respiratory status: Airway
untuk membersihkan sekret yang patency
menumpuk. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara napas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspnea.
Menunjukkan jalan napas yang paten.
Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan napas
4 Nyeri akut berhubungan dengan agen NOC Label >> Pain Control
cedera fisik (desakan fragmen cedera Pasien mengenali onset nyeri.
pada jaringan lunak) ditandai dengan Pasien dapat mendeskripsikan faktor
pasien tampak meringis, laporan secara penyebab.
verbal terasa nyeri, perubahan posisi
untuk menghindari nyeri. Pasien menerapkan teknik manajemen
nyeri non farmakologis.
Pasien menggunakan analgesik sesuai
rekomendasi.
NOC Label >> Pain Level
Pasien tidak melaporkan adanya nyeri
Ekspresi wajah terhadap nyeri
Diaphoresis
RR dalam batas normal (16-20 kali/menit)
Nadi dalam batas normal (60-100
kali/menit)
Tekanan darah dalam batas normal
(120/80 mmHg)
5 Hipertermi berhubungan dengan respon NOC Label >> Thermoregulation
inflamasi sistemik ditandai dengan
Suhu tubuh pasien normal (36-37±0,5˚C)
peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral
Melaporkan rasa nyaman
teraba hangat.
Tidak menggigil
NOC Label >> Vital Signs
Suhu : 36-37±0,5˚C
Nadi: 60-100x/menit
RR: 16-20 x/menit
TD: 120/80 mmHg
6 Hambatan mobilitas fisik berhubungan Fleksbilitas sendi dapat dipertahankan
dengan kontraktur otot ditandai dengan Otot tidak mengalami atropi
pasien tidak mampu menggerakkan Otot tidak mengalami kontraktur
daerah yang mengalami fraktur, pasien
mengeluh nyeri saat menggeser bagian
yang fraktur.
7 Gangguan perfusi jaringan perifer NOC Label >> Tissue Perfussion: Peripheral
berhubungan dengan gangguan
vaskularisasi ditandai dengan oedema Tidak ada nekrosis pada jari-jari.
ekstremitas, sianosis, perubahan CRT dalam batas normal (kurang dari 3
temperatur kulit. detik).
Akral hangat.
Tidak ada sianosis pada kuku kaki ataupun
tangan.
8 PK: Perdarahan Tidak terjadi kehilangan darah yang nyata
Tidak terjadi penurunan tekanan darah
sistolik
Tidak terjadi penurunan tekanan darah
diastolic
Tidak terjadi peningkatan nadi apical
Tidak terjadi penurunan suhu tubuh
Tidak terjadi penurunan kognisi
Tidak terjadi penurunan hemoglobin
Tidak terjadi penurunan hematocrit
9 PK: Anemia Tidak terjadi penurunan tekanan darah
sistolik
Tidak terjadi penurunan tekanan darah
diastolic
Tidak terjadi peningkatan nadi apical
Tidak terjadi penurunan suhu tubuh
Tidak terjadi penurunan kognisi
Hemoglobin dalam batas normal
Hematocrit dalam batas normal
Tidak terjadi peningkatan nadi apical
Tidak terjadi penurunan TD
Tidak terjadi demam
Tidak terjadi gatal dan kemerahan
Tidak terjadi kelemahan
Tidak terjadi mual
Tidak terjadi hemoglobinuria
Tidak terjadi nyeri dada
10 Ansietas berhubungan perubahan kondisi NOC Label >> Anxiety Level
fisik (patah tulang) ditandali dengan Mengatakan secara verbal tentang
pasien mengeluh merasa cemas dengan kecemasan
situasi fisiknya, pasien tampak gelisah. Mengatakan secara verbal tentang
ketakutan
Kepanikan berkurang
NOC Label >> Anxiety Self-Control
Mampu mengurangi penyebab cemas
Mengontrol respon cemas
Apley, A. Graham. 2019. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta :
Widya Medika
Black, J.M, et al. 2018. Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing
Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company.
Carpenito, Lynda Juall. 2018. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Doenges M.E. 2017. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2nd
ed). Philadelpia, F.A. Davis Company
Dorland, W.A. Newman. 2018. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:
EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Sistem Kesehatan Nasional.
Jakarta
Henderson, M.A. 2019. Ilmu Bedah untuk Perawat. Yogyakarta: Yayasan
Essentia Medika
Hudak and Gallo. 2018. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Ignatavicius, Donna D. 2017. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach, W.B. Saunder Company.
Long, Barbara C. 2016. Perawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aesculapius.
Muttaqin, A. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Muskuloskletal. Jakarta : EGC
Oswari, E. 2017. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.