PURBALINGGA
Disusun Oleh:
Sinta Khairunisa
P1337420218111
2
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan lebih
di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.
Obesitas, berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,
termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan
tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penonjolan organ melalui
dinding organ yang lemah.
c. Konstitusi tubuh, misalnya pada orang kurus dan orang gemuk.
d. Penyakit yang melemahkan otot-otot dinding perut (Penyakit paru obstruktif paru
kronis, adanya cairan di dalam rongga perut). (Haryono Rudi, 2012)
1.4 Pathofisiologi Hernia
Pada awalnya hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan
tekanan yang berlebihan dan menyebabkan suatu dinding abdominal menjadi tipis atau tidak
cukup kuat menahan organ dan kemudian terjadi hernia.
Jika kondisi seperti ini dibiarkan saja maka dapat terjadi perlengketan dan lama kelamaan
perlengketan tersebut menyebabkan tonjolan yang tidak dapat dimasukan kembali dan
disebut hernia irreponable. Untuk mencegah terjadinya komplikasi pada hernia maka
dilakukan pembedahan. Dari pembedahan tersebut terdapat luka insisi yang biasanya dapat
menimbulkan nyeri yang dapat membuat tidak nyaman sehingga mengurangi pergerakan
dan resiko infeksi. ( Liu dan Campbell, 2011 ).
1.5 Pathway
3
1.6 Manifestasi Klinis
Sumber: Sylfia Price, 2012
1. Penonjolan di daerah inguinal
2. Nyeri pada benjolan/bila terjadi strangulasi.
4
3. Obstruksi usus yang ditandai dengan muntah, nyeri abdomen seperti kram dan distensi
abdomen.
4. Terdengar bising usus pada benjolan
5. Kembung
6. Perubahan pola eliminasi BAB, konstipasi
7. Gelisah
8. Dehidrasi
9. Hernia biasanya terjadi/tampak di atas area yang terkena pada saat pasien berdiri atau
mendorong.
10. Mual, muntah
11. Anoreksia
12. Demam
13. Hipertrofi prostat pada pria
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi usus.
2. Cek darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih (Leukosit : >10.000–
18.000/mm3) dan ketidakseimbangan elektrolit.
1.8 Komplikasi
1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia tidak
dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada keadaan ini
belum ada gangguan penyaluran isi usus.
2. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk. Cincin
hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan penyaluran isi usus.
Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis incarcerata.
3. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh
darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis strangulata.
4. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan
kemudian timbul nekrosis.
5. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah.
6. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
5
7. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah,
8. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
9. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.
1.9 Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan
menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan
setelah 5 menit dievaluasi kembali.
c. Celana penyangga
d. Istirahat baring
e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic
untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.
f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan
gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama
BAB.
2. Pembedahan (Operatif) :
a. Herniaplasty: memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang.
b. Herniatomy: pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi
hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat
setinggi lalu dipotong.
c. Herniorraphy: mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan menutup
celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan muskulus
ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
1. Identitas
6
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan
orang tua, agama dan suku bangsa.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post herniotomy mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi.
3. Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji apakah klien penah sakit seprti yang dirasakan sekarangdan apakah pernah
menderita hipertensi DM, atau penyakit keturuan lainnya yang dapat mempengaruhi
proses penyembuhan.
4. Riwayat penyakit keluarga
Gambaran mengenai kesehatan keluarga dan adakah penyaki keturunan atau menukar.
Tanyakan pasien penyakit yang pernah dialami oleh kelurga. Bila ada keluarga yang
meninggal tanyakan penyebab meninggalnya.
Pemeriksaan fisik
1. Status Kesehatan umum
a. Kesadaran klien baik itu apatis, sopor, koma, gelisah, maupun komposmentis
tergantung dengan keadaan klien.
b. TTV meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan.
2. Pemeriksaan head to toe
a. Kepala
Meliputi ada atau tidaknya benjolan maupun nyeri, dan bentuk kepala, ekspresi wajah,
ada atau tidaknya lesi dll.
b. Mata
Ada atau tidaknya tanda-tandaa anemis, ikteris, dan gangguan-gangguan lainnya.
c. Hidung
Meliputi kesimetrisan cuping hidung, gerakan cuping hidung, ada atau tidaknya polip.
d. Telinga
Ada atau tidaknya benjolan, nyeri tekan, dan gangguan pendengaran.
e. Gigi dan mulut
Ada atau tidaknya kelainan pada gigi dan mulut, pembengkakan tongsil, pucat atau
tidaknya mukosa mulut, dll.
f. Leher
Meliputi ada atau tidaknya gangguan berupa benjolan, nyeri tekan, oedem, dan
bagaimana reflek menelan klien.
g. Thorax
8
Meliputi bentuk (simetris atau tidak simetris), ada tidaknya gerakan intracostae
h. Paru
Inspeksi : melalui pengamatan terlihat ada atau tidaknya keabnormalan dalam bernafas
Palpasi : Pergerakan simetris atau tidak
Perkusi : suara ketok sonor, ada atau tidaknya suara tambahan lainnya
Auskultasi : suara napas normal atau tidak normal maupun irama dan suara yang
terdengar (apakah terdapat ronchi, whezing, stridor)
i. Jantung
Inspeksi: nampak atau tidaknya iktus jantung
Palpasi: nadi dan iktus teraba atau tidak
Auskultasi: suara S1 dan S2 tunggal atau tidak maupun ada tidaknya suara mur-mur
j. Abdomen dan genetalia
Apakah ada benjolan atau tidak di daerah inguinalis atau selangkangan dan skrotum.
Pada post operasi ada atau tidaknya gerakan peristaltik pada usus, distensi abdomen,
mual atau tidak. Apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis,
periksa apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau
hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan
serta terfiksasi dengan baik.
k. Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga apakah
ada kelumpuhan atau kekakuan.
9
2.3 Intervensi Keperawatan
16
17