Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS KELOLAAN LENGKAP DAN KASUS UJIAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ST SEGMENT ELEVATION


MYOCARDIAL INFARCTION DI RUANG ICCU
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Untuk Memenuhi Tugas Individu


Stase Praktik Keperawatan Gawat Darurat
Periode 28 Agustus-16 September 2017

Disusun oleh:
Atsarina Fauzan
16/406310/ KU/19316

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ST SEGMENT ELEVATION
MYOCARDIAL INFARCTION DI RUANG ICCU
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Untuk Memenuhi Tugas Individu


Stase Praktik Keperawatan Gawat Darurat
Periode 28 Agustus-16 September 2017

Disusun oleh:
Atsarina Fauzan
16/406310/ KU/19316

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
ST SEGMENT ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION

A. DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan merupakan suatu spektrum
mulai dari Unstable Angina Pectoris (UAP), Non STElevation Myocardial
Infarction (NSTEMI), dan ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI). Lebih
dari 90% SKA diakibatkan oleh rupturnya plak aterosklerosis, sehingga
terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus koroner. Serangan jantung
tipe STEMI ini ditentukan dari pemeriksaan rekam jantung (elektrokardiografi
atau EKG). STEMI umumnya terjadi jika aliran darah coroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya.

Gambar 1. Perubahan EKG pada serangan jantung STEMI

B. ETIOLOGI
Etiologi STEMI akibat dari thrombus arteri koronr yang terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor risiko
yang tidak dapat diubah seperti: usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, ras,
sedangkan faktor risiko yang dapat diubah seperti diet tinggi lemak jenuh
(peningkatan lipid serum), hipertensi, merokok, DM, gaya hidup kurang
aktivitas, stress psikologis, dan tipe kepribadian. STEMI merupakan tipe
serangan jantung yang paling berat dan bersifat gawat darurat karena pada
kelainan ini terjadi sumbatan total secara tiba-tiba dari pembuluh darah koroner
yang memberikan supply darah untuk otot-otot jantung. Karena tidak
mendapatkan supply   darah dimana membawa oksigen dan nutrisi yang penting
untuk kelangsungan hidupnya, otot-otot jantung dapat mengalami kematian dan
kerusakan. Kematian otot jantung akan terus berkembang dan dalam 1 hari akan
mencapai seluruh ketebalan dinding jantung.

Gambar 2. Perluasan kematian otot jantung

C. DIAGNOSIS
STEMI adalah suatu sindrom klinis yang didefinisikan sebagai kumpulan
gejala iskemi miokard yang berhubungan dengan elevasi ST persisten dan
pelepasan biomarkernekrosis miokard. Elevasi ST tanpa left ventricular
hypertrophy (LVH) atau left bundle branch block (LBBB) yang diagnostik
berdasarkan Universal Denition of Myocardial Infarctionadalah elevasi ST baru
pada J point ≥2 mm (0,2 mV) pada laki-laki atau ≥1,5 mm (0,15 mV) pada
perempuan di leadV2-V3 dan/atau ≥1 mm (0,1 mV) di precordial lead lain
atau pada limb lead, setidaknya pada 2 leads yang bersebelahan.
Seseorang kemungkinan mengalami serangan jantung, jika
mengelukan adanya nyeri dada atau nyeri hebat di ulu hati (epigastrium)
yang bukan disebabkan oleh trauma. Sindrom koroner akut ini biasanya berupa
nyeri seperti tertekan benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas,
atau rasa seperti terbakar pada dada. Umumnya rasa nyeri dirasakan
dibelakang tulang dada (sternum) disebelah kiri yangmenyebar ke seluruh dada.
Diagnosa awal merupakan kunci dalam pengobatan awal dari
STEMI. Riwayat nyeri dada atau ketidaknyamanan yang berlangsung 10-20
menit yang dirasakan oleh pasien harus meningkatkan kecurigaan terhadap
STEMI akut pada pasien (pasien laki-laki paruh baya, terutama jika memiliki
faktor resiko penyakit koroner). Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan
berikut ini :
1. Nyeri dada
2. Perubahan hasil pemeriksaan ECG
3. Peningkatan hasil biomarker
Pasien STEMI dapat mengalami berbagai gejala yang bervariasi dari rasa
tidak nyaman pada bagian retrosternal atau nyeri dada pada sisi bagian
kiri/ketidaknyamanan terkait gejala khas yaitu dyspnea, serangan syncope,
malaise dan sesak nafas (nafas tersengal-sengal). Penderita lansia, diabetes
maupun pasien dengan pengobatan NSAID kemungkinan menderita silent
infark miokard. Para pasien ini umumnya ditemukan adanya syok kardiogenik,
hipotensi, aritmia dan conduction block dan kegagalan akut ventrikel kiri.
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria
nyeri dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan
nyeri dada tipikal (angina).Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor
pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau
penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi
sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi
pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa
istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya
STEMI. Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah bunyi jantung S4
dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantung kedua.
D. PATOFISIOLOGI
Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan
mengalami kerusakan karena berbagai faktor resiko, antara lain : faktor
hemodinamik seperti hipertensi, zat vasokonstriktor, mediator (sitokin),
rokok, diet aterogenik, kadar gula darah berlebih, dan oksidasi LDL-C.
LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel dan menghasilkan respon
inflamasi. Terjadi pula respon angiotensin II, yang menyebabkan
vasokonstriksi atau vasospasme, dan menyetuskan efek protrombik dengan
melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Kerusakan endotel memicu terjadinya
reaksi inflamasi, sehingga terjadi respon protektif dan terbentuk lesi
fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerotik. Plak atherosklerotik yang
terbentuk dapat menjadi tidak stabil dan mengalami ruptur dan menyebabkan
Sindroma Koroner Akut.
Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau
ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner, sehingga pasokan oksigen terhambat.
Penelitian menunjukkan plak aterosklerotik cenderung mudah mengalami ruptur
jika fibrous cap tipis dan mengandung inti kaya lipid ( lipid rich core).
Gambaran patologis klasik pada STEMI terdiri atas fibrin rich red thrombus,
yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap
terapi trombolitik.
Reaksi koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel
endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi
protombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koroneryang terlibat akan mengalami oklusi oleh
trombus yang terdiri atas agregat trombositdan fibrin. Infark miokard akut
dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya.

E. TANDA DAN GEJALA


Proses kematian dan kerusakan otot jantung akan menimbulkan gejala
khas berupa sensasi nyeri dada. Adapun nyeri dada pada kasus ini bersifat :
o Tumpul / tidak nyaman di dada seperti ditindih oleh benda berat
o Terus menerus lebih dari 20 menit
o Muncul saat melakukan aktivitas ringan
o Tidak hilang dengan istirahat
o Nyeri menjalar ke daerah bahu kiri, lengan kiri, atau dada kanan
o Disertai keluarnya keringat dan rasa mual serta muntah
Kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala ini, namun sering gejala yang
muncul tidak khas nyeri dada melainkan berupa sesak nafas, rasa sakit di ulu
hati, dan lemas pada seluruh badan. Gejala yang tidak khas ini terutama dialami
oleh wanita, usia tua, dan orang-orang yang sebelumnya mengidap kencing
manis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi
repefusi.
1. Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac
specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi
reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan
biomarker. Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal
menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).
a. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan
CKMB.
b. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah
5-10 hari.
2. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
a. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
b. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal
dalam 3-4 hari.
c. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14
hari.
Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL) biomarker
jantung pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai mempresentasikan
99th percentile kelompok control tanpa STEMI. Reaksi non spesifik terhadap
injuri miokard adalah leikositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam
beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000-15.000/u1.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk serangan jantung tipe STEMI, karena sifat sumbatan pembuluh
darah jantung yang total, maka penanganan yang diperlukan adalah tindakan
reperfusi segera. Tindakan reperfusi adalah suatu tindakan membuka
kembali clot atau sumbatan sehingga darah dapat kembali mengalir dan kematian
(infark) otot jantung lebih lanjut dapat dicegah. Terapi optimal pasien STEMI
adalah terapi reperfusi baik dengan primary pecutaneous coronary reperfusion
(PCI) atau dengan fibrinolitik. Beberapa faktor harus dipertimbangkan untuk
memilih tipe terapi reperfusi. Untuk pasien STEMI yang datang ke rumah
sakit dengan fasilitas PCI, primary PCI harus dilakukan dalam 90 menit.
Untuk pasien yang datang ke rumah sakit tanpa fasilitas PCI, harus cepat
dinilai: 1) Onset gejala, 2) Risiko komplikasi yang berhubungan dengan
STEMI, 3) Risiko perdarahan yang berhubungan dengan fibrinolisis, 4)
Adanya syok atau gagal jantung yang parah, dan 5) Waktu yang dibutuhkan
untuk mentransfer pasien ke rumah sakit dengan fasilitas PCI untuk
keputusan terapi fibrinolitik. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik
harus diberikan pada pasien STEMI onsetkurang dari 12 jam jika primary PCI
tidak bisa dilakukan dalam 120 menit sejak kontak medis pertama.
H. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut b.d. agen  Tingkat nyeri Manajemen nyeri :
cedera biologis  Nyeri terkontrol
(iskemia) 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk
 Tingkat kenyamanan
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
Setelah dilakukan asuhan ontro presipitasi.
keperawatan selama 3 x 24 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
jam, klien dapat : 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
Mengontrol nyeri, dengan 4. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti
indikator : suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi presipitasi nyeri.
 Mengenal faktor-faktor
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
penyebab
farmakologis).
 Mengenal onset nyeri
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
 Tindakan pertolongan non dll) untuk mengetasi nyeri.
farmakologi 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Menggunakan analgetik 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
 Melaporkan gejala-gejala 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
nyeri kepada tim kesehatan. pemberian analgetik tidak berhasil.
 Nyeri terkontrol 11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
Menunjukkan tingkat nyeri, Administrasi analgetik :.
dengan indikator:
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
 Melaporkan nyeri frekuensi.
 Frekuensi nyeri 2. Cek riwayat alergi.
 Lamanya episode nyeri 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
 Ekspresi nyeri; wajah optimal.
 Perubahan respirasi rate 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
 Perubahan tekanan darah analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
 Kehilangan nafsu makan
muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.

2 Penurunan curah  Cardiac Pump Effectiveness Cardiac Care


jantung b.d.  Circulation Status
perubahan afterload  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
 Vital Sign Status
 Catat adanya disritmia jantung
Setelah dilakukan asuhan  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
keperawatan selama 3 x 24  Monitor status kardiovaskuler
jam, klien dapat :  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
 Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
 Tanda Vital dalam rentang
 Monitor balance cairan
normal (Tekanan darah,
Nadi, respirasi)  Monitor adanya perubahan tekanan darah
 Dapat mentoleransi  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmi
aktivitas, tidak ada  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan kelelahan
 Tidak ada edema paru,  Monitor toleransi aktivitas pasien
perifer, dan tidak ada asites  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
 Tidak ada penurunan  Anjurkan untuk menurunkan stress
kesadaran
Vital Sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus dan pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung dan monitor bunyi
jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru, pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3 Cemas b.d. rasa  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)


takut akan kematian  Coping
 Gunakan pendekatan yang menenangkan
Kriteria Hasil :  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pasien
 Klien mampu  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
mengidentifikasi dan prosedur
mengungkapkan gejala  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
cemas mengurangi takut
 Mengidentifikasi,  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
mengungkapkan dan prognosis
menunjukkan tehnik untuk  Dorong keluarga untuk menemani anak
mengontol cemas  Lakukan back / neck rub
 v  Vital sign dalam batas  Dengarkan dengan penuh perhatian
normal  Identifikasi tingkat kecemasan
 v  Postur tubuh, ekspresi  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
wajah, bahasa tubuh dan kecemasan
tingkat aktivitas  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
menunjukkan persepsi
berkurangnya kecemasan  Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
 Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G., M, Butvher, H., K, Doctherman, J., M, & Wagner, C., M. (2013).
Nursing Intervention Classification (NIC). St.Louis, Missouri: Elsevier Mosby.
Gayatri, N.I. 2016. Prediktor Mortalitas Dalam-Rumah-Sakit Pasien Infark Miokard
ST Elevation (STEMI) Akut di RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Serang,
Indonesia. CDK-238/ vol.43 no.3
Herdman, T., H, & Kamitsuru, E. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definition & Classification, 2015-2017.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcome
Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Centra Communications
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ST SEGMENT ELEVATION
MYOCARDIAL INFARCTION DI RUANG ICCU
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Untuk Memenuhi Tugas Individu


Stase Praktik Keperawatan Gawat Darurat
Periode 28 Agustus-16 September 2017

Disusun oleh:
Atsarina Fauzan
16/406310/ KU/19316

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

Anda mungkin juga menyukai