Anda di halaman 1dari 18

Laporan

Pendahuluan
Profesi KGD
Nama Mahasiswa :
Raedi Dedi Wiguna

Kasus/Diagnosa Medis: Stroke


Hemoragik
Jenis Kasus : Trauma / Non Trauma
Ruangan : ICU
Kasus ke : 1

CATATAN KOREKSI PEMBIMBING

KOREKSI I KOREKSI II

(…………………………………………………………) (………………………..……...
………………………….)
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

FORMULIR SISTEMATIKA
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STIKes FALETEHAN

1. Definisi Penyakit
Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian jaringan otak akibat
berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak. Aliran darah ke otak
dapat berkurang karena pembuluh darah otak mengalami penyempitan, penyumbatan,
atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah tersebut (Indarwati , Sari, & Dewi,
2008). Hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat
sensitif terhadap perdarahan, dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat.
Pendarahan didalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan
pembengkakan,mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma.
Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.
2. Etiologi
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik)
disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya
tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan
tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau
peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan
sebagainya. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis
berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak
aterosklerotik (Junaidi, 2011). Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor
lain yang menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :
a. Faktor risiko medis Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku
menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada :
1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)


4) Kurangnya aktifitas gerak/olahrag
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi
mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana diameter pembuluh
darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan
glukosa, lamakelamaan jaringan otak akan mati
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung)
menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah
tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun
menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran darah itu
dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku atau tidak
lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau oenurunan kadar glukosa
darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah berlebih.
LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah.
Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk aliran
darah ke otak.
5) Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor terjadinya
stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Pada orang
dengan obesitas, biasanya kadar LDL (LowDensity Lipoprotein) lebih tinggi
disbanding kadar HDL (HighDensity Lipoprotein). Untuk standar
Indonesia,seseorang dikatakan obes jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m.
sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas abdominal dan
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan lingkar pinggang lebih dari
102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita
6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang merokok
mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang
tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan
pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan
aliran darah.
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal ini terkait
dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut
usia, pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan
plak yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh,
termasuk otak.
2) Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih besar mengalami
stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Bahaya terbesar dari rokok
adalah merusak lapisan pembuluh darah pada tubuh.
3) Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan dari
keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang dengan riwayat stroke
pada keluarga memiliki resiko lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan
orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-Karibia sekitar dua
kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini dimungkinkan karena tekanan
darah tinggi dan diabetes lebih sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada
orang non-Afrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor
lingkungan.

3. Manifestasi Klinis
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena.
1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran menempatkan
posisi.
2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan memori
3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan
4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi, fungsi fisik,
intelektual. Stroke dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Adapun beberapa gangguan
yang dialami pasien yaitu :
a. Pengaruh teradap status mental: tidak sadar, confuse.
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguansentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan, hemiplegi (lumpuh tubuh sebelah).
c. Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan bahasa), disartria (bicara tidak
jelas). 20 Pasien stroke hemoragik dapat mengalami trias TIK yang
mengindikasikan adanya peningkatan volume di dalam kepala.Trias TIK yaitu
muntah proyektil, pusing dan pupil edem.
4. Deskripsi patofisiologi ( Berdasarkan Kasus kegawatdaruratan )
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Jika
aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus, maka mulai
terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat
mengarah pada gejalan yang dapat menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-
neuron. Area nekrotik kemudian disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya
mungkin akibat iskemia mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia
karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena embolus
dapat mengakibatkan akibat dari bekuan darah, udara, palque, ateroma fragmen lemak.
Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi maka faktor pencetus adalah hipertensi.
Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi ruptur dan dapat menyebabkan
hemorrhagi (Wijaya & Putri, 2013). Otak merupakan bagian tubuh yang sangat
sensisitif oksigen dan glukosa karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan
oksigen dan glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari
seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70% glukosa.
Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan
metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak disekitar
yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu,
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan
jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit.
(Tarwoto, 2013) Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan
melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme
autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk
pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi
adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga
keseimbangan.
5. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal, kadar glukosa,
lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk membantu menegakan
diagnose(Hartono, 2010).
2) CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark (Wijaya &
Putri, 2013)
3) Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau hemoragik
(Oktavianus, 2014). MRI mempunyai banyak keunggulan dibanding CT dalam
mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam mendeteksi infark, terutama yang
berlokasi dibatang otak dan serebelum (Farida & Amalia, 2009)
4) Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA)
Merupakan metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan sirkulasi
serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi (Hartono, 2010)
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan stroke, letak
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan, serta luas jaringan otak
yang mengalami kerusakan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008)
1) Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial
Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah stenosis di
dalam arteri karotis dan arteri 23 vetebrobasilaris selain menunjukan luasnya
sirkulasi kolateral.Kedua pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengkaji
perburukkan penyakit vaskular dan mengevaluasi efek terapi yang ditimbulkan pada
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

vasospasme, seperti yang terjadi pada perdarahan subaraknoid.Angiografi serebral


merupakan prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk menunjukan
pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis, oklusi atau
aneurisma.Pemeriksaan aliran darah serebral membantu menentukan derajat
vasopasme(Hartono, 2010).
2) Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan (Oktavianus, 2014).
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA, sedangkan tekanan yang
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan
subarachnoid atau intrakranial (Wijaya & Putri, 2013).
3) Pemeriksaan EKG
Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli dicurigai
terjadi (Hartono, 2010)
4) EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Wijaya & Putri, 2014)
5) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obtruksi
arteri, oklusi/ruptur (Wijaya & Putri, 2013)
6) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trobus serebral. Klasifikasi
parsial dinding, aneurisma pada perdarahan sub arachnoid (Wijaya & Putri, 2013).
7) Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri
yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke,
menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari masa
yang meluas (Doengoes, 2000) (Wijaya & Putri, 2013)
7. Penatalaksanaan Medis/Operatif
Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa terapi farmasi,
radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke iskemik, terapi bertujuan
untuk meningkatkan perfusi darah keotak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah
trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang 25 masih aktif, dan mencegah
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

cedera sekunder lain. Pada stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan
sekunder dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan vasospasme, serta mencegah
perdarahan lebih lanjut (Hartono, 2010).
8. Terapi Farmakologis
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.
3. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan peran sangat
penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi. Antiagresi trombosis seperti
aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis yang
terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler (Mutaqin,
2011)
9. Pemeriksaan fisik ( Berdasarkan ABCD / Kasus Kegwatdaruratan)
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor,
soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan
compos metis dengan GCS 13-15 2)
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi Biasanya nadi normal
c) Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik
3) Rambut Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung
lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang
baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) :
biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII
(akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat
melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mulut dan gigi Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan
nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir
simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah
bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada
nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat
tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara
keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan
bludzensky 1 (+)
10) Thorak
a) Paru-paru Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya fremitus
sama antara kiri dan kanan Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor) Auskultasi:
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

biasanya suara normal (vesikuler)


b) Jantung Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat Palpasi : biasanya ictus
cordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi: biasanya suara
vesikuler
11) Abdomen Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi : biasanya tidak ada
pembesaran hepar Perkusi : biasanya terdapat suara tympani Auskultasi: biasanya
biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding
perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal
yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien
stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan
perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon
apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)).
Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak
mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki
kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya
jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores
biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang
kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi
(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien
tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella
biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+))

10. Patoflow
Faktor resiko stroke hemoragik

Hipertensi

Peningkatan visikositas darah


Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

Peningkatan tekanan intravascular

Pembuluh darah serebral pecah

Perdarahan archnoid/ventrikel Penurunan suplai


darah ke otak

Hematom serebral Perfusi jaringan serebral tidak


adekuat
Perdarahan intraserebral Iskemik jaringan otak

Darah masuk ke jaringan otak Risiko perfusi jarigan


serebral tidak efektif

Hematom serebral

Peningkatan TIK Nyeri akut

Herniasi serebral

Gangguan fungsi serebrum dan serebelum

Depresi pusat pernafasan

Perubahan pola napas

Pola napas tidak efektif

11. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

1.DS: Nyeri akut


Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

- Mengeluh nyeri Faktor resiko stroke


DO: hemoragik
- TD meningkat
- Nadi meningkat Hipertensi
- Tampak meringis
- Bersikap protektif Peningkatan visikositas
darah

Peningkatan tekanan
intravascular

Pembuluh darah serebral


pecah

Perdarahan
archnoid/ventrikel

Hematom serebral

Perdarahan intraserebral

Darah masuk kejaringan


otak

Hematom serebral

Peningkatan TIK

Nyeri akut

Faktor resiko stroke


hemoragik
2.DS:
-Dipsnea
Hipertensi Pola napas tidak efektif
DO:
- Pola napas abnormal
Peningkatan visikositas
- Penggunaan otot bantu
darah
pernapasan
- Bradipnea/takipnea
Peningkatan tekanan
- Pernapasan cuping
intravascular
hidung
- Pernapasan pursed-lips
Pembuluh darah serebral
pecah

Perdarahan
archnoid/ventrikel

Hematom serebral
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

Perdarahan intraserebral

Darah masuk kejaringan


otak

Hematom serebral

Peningkatan TIK

Herniasi serebral

Gangguan fungsi serebrum


dan serebelum

Depresi pusat pernapasan

Perbuhan pola napas

Pola napas tidak efektif

Faktor resiko stroke


3.Faktor risiko: hemoragik
- Embolisme
- Infark miokardiak akut Hipertensi Risiko perfusi serebral
- Hipertensi tidak efektif
-Cedera kepala Peningkatan visikositas
Diseksi atrium darah
-Fibrilasi atrium
- Koagulasi intravaskuler Peningkatan tekanan
diseminata intravascular

Pembuluh darah serebral


pecah

Perdarahan
archnoid/ventrikel

Penurunan suplai darah ke


otak

Perfusi jaringan serebral


tidak adekuat

Iskemik jaringan otak


Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

Risiko perfusi serebral


tidak efektif

12. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul dan Prioritas Diagnosa


a. Nyeri akut berhubungan dengan pencederaan fisik (Peningkatan TIK)
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
c. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan stroke
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Perencanaan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri :
selama 3x24 jam maka tingkat nyeri - Identifikasi lokasi, - Mengidentifikasi lokasi, frekuensi,
terkontrol dengan criteria hasil: frekuensi, durasi durasi dan kualitas nyeri
- keluhan nyeri menurun dan kualitas nyeri - Mengidentifikasi skala nyeri
- pola napas membaik - Identifikasi skala - Mengidentifikasi faktor yang
- TD membaik nyeri memperberat dan meringankan nyeri
- tampak meringis menurun - Identifikasi faktor - Menjelaskan penyebab dan pemicu
- Frekuensi nadi membaik yang memperberat nyeri
dan meringankan - Menganjurkan menggunakan
nyeri analgetik
- Jelaskan penyebab - Kolaborasi pemberian analgetik
dan pemicu nyeri - Memonitor efek samping
- Anjurkan penggunaan analgetik
menggunakan
analgetik
- Kolaborasi
pemberian
analgetik
- Monitor efek
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan samping
efektif selama 3x24 jam maka pola napas penggunaan
terkontrol dengan criteria hasil: analgetik
-Dispnea menurun -Memonitor pola napas (frekuensi,
- Penggunaan otot bantu pernapasan kedalaman, usaha napas)
menurun -Memonitor bunyi napas tambahan
- Pernapasan pursed-lips menurun Manajemen jalan napas: -Memposisika semi fowler atau fowler
- Pernapasan cuping hidung menurun -Monitor pola napas -Mempertahankan kepatenan jalan napas
- Frekuensi napas membaik (frekuensi, kedalaman, -Memberikan oksigen
- Kedalaman napas membaik usaha napas)
3. -Monitor bunyi napas
Risiko perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan tambahan
serebral tidak selama 3x24 jam maka perfusi serebral -Posisika semi fowler atau -Mengidentifikasi penyebab peningktan
efektif terartasi dengan criteria hasil: fowler intracranial
-Tingkat kesadaran meningkat -Pertahankan kepatenan - Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK
-Tekanan intracranial menurun jalan napas - Memonitor MAP
-Sakit kepala menurun -Berikan oksigen - Memonitor CVP
-Tekanan darah membaik - Memonitor intake dan output cairan
-Memberikan posisi semifowler
Manajemen Peningkatan -Mempertahankan suhu tubuh normal
Tekanan intracranial -Mencegah terjdinya kejang
-Identifikasi penyebab -Mengkolaborasi pemeberian diuretic
peningktan intracranial osmosis, jika perlu
- Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK
- Monitor MAP
- Monitor CVP
- Monitor intake dan
output cairan
-Berikan posisi semifowler
-Pertahankan suhu tubuh
normal
-Cegah terjdinya kejang
-Kolaborasi pemeberian
diuretic osmosis, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai