Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan

Corpus Alienum
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Corpus Alienum (benda asing) pada saluran pernafasan merupakan
istilah yang sering digunakan di dunia medis. Benda asing di saluran
pernafasan adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh,
yang dalam keadaan normal tidak ada pada saluran pernafasan tersebut.
Benda asing pada saluran napas dapat terjadi pada semua umur
terutama anak-anak karena anak-anak sering memasukkan benda ke dalam
mulutnya bahkan sering bermain atau menangis pada waktu makan. Sekitar
70% kejadian aspirasi benda asing terjadi pada anak berumur kurang dari 3
tahun.Hal ini terjadi karena anak seumur itu sering tidak terawasi, lebih aktif,
dan cenderung memasukkan benda apapun ke dalam mulutnya.
Benda asing dalam saluran pernafasan dapat menyebabkan keadaan
yang berbahaya, seperti penyumbatan dan penekanan ke jalan nafas. Gejala
sumbatan benda asing di saluran napas tergantung pada lokasi benda asing,
derajat sumbatan, sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Pada prinsipnya
benda asing di esofagus dan saluran napas ditangani dengan pengangkatan
segera secara endoskopik dalam kondisi yang paling aman dan trauma yang
minimal.

2. Etiologi
a. Pada anak penyababnya antara lain anomaly congenital, termasuk stenosis
congenital, web, fistel trakeoesofagus dan pelebaran pembuluh darah.
b. Pada orang dewasa sering terjadi akibat mabuk, pemakai gigi palsu yang
telah kehilangan sensasi rasa palatum, gangguan mental dan psikosis
3. Patofisiologi
Daerah hidung merupakan daerah yang mudah diakses karena
lokasinya yang berada di wajah. Memasukkan badan asing ke dalam cavum
nasi sering kali terjadi pada pasien anak yang kurang dari 5 tahun disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain rasa penasaran untuk mengekspolarsi
orifisium atau lubang. Hal ini disebabkan pula oleh mudahnya akses terhadap
benda asing tersebut, kurang perhatian saat pengasuhan anak. Hal–hal lain
yang menjadi penyebab antara lain kebosanan, untuk membuat lelucon,
retardasi mental, gangguan jiwa, dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas (GPPH). Benda asing hidung dapat ditemukan di setiap bagian
rongga hidung, sebagian besar ditemukan di dasar hidung, tepat di bawah
konka inferior atau di bagian atas fossa nasal anterior hingga ke bagian depan
konka media. Benda-benda kecil yang masuk ke bagian anterior rongga
hidung dapat dengan mudah dikeluarkan dari hidung.
Beberapa benda asing menetap di dalam rongga hidung tanpa
menimbulkan perubahan mukosa. Namun, kebanyakan objek yang berupa
benda mati menyebabkan kongesti dan edema pada mukosa hidung, dapat
terjadi ulserasi, epistaksis, jaringan granulasi, erosi, dan dapat berlanjut
menjadi sinusitis. Sekret yang tertinggal, dekomposisi benda asing, dan
ulserasi yang menyertai dapat menghasilkan fetor yang berbau busuk. Benda
asing yang berupa benda hidup, menyebabkan reaksi inflamasi dengan
derajat bervariasi, dari infeksi lokal sampai destruksi masif tulang rawan dan
tulang hidung dengan membentuk daerah supurasi yang dalam dan berbau.
Cacing askaris di hidung dapat menimbulkan iritasi dengan derajat yang
bervariasi karena gerakannya. Perubahan-perubahan ini apabila lebih lanjut,
maka akan memengaruhi benda asing karena dikelilingi oleh udema,
granulasi, dan kotoran.
Benda asing organik, seperti kacang-kacangan, mempunyai sifat
higroskopik, mudah menjadi lunak dan mengembang oleh air, serta
menyebabkan iritasi pada mukosa. Kadang-kadang, reaksi inflamasi dapat
menghasilkan toksik. Benda asing anorganik, menimbulkan rekasi jaringan
yang lebih ringan dan lebih mudah didiagnosa dengan pemeriksaaan
radiologis karena umumnya benda asing anorganik bersifat radiopak. Sebuah
benda asing dapat menjadi inti peradangan apabila tertanam dalam jaringan
granulasi yang terpapar oleh kalsium, magnesium fosfat, karbonat, dan
kemudian akan menjadi rhinolith. Kadang-kadang, proses ini dapat terjadi di
sekitar area mukopus dan bekuan darah. Rhinolit biasanya terletak dekat
bagian basal hidung dan bersifat radiopak. Baterai cakram dapat
menyebabkan destruksi pada septum nasi karena tersusun atas beberapa
logam berat, seperti merkuri, zink, perak, nikel, cadmium, dan lithium.
Beberapa faktor dikatakan berperan dalam timbulnya komplikasi akibat
baterai cakram ini antara lain interval waktu saat baterai masuk hingga
dikeluarkan dan kontak antara permukaan mukosa hidung dan kutub negatif
baterai (anode). Karena itu, perforasi septum (90 jam setelah baterai masuk ke
hidung) umumnya terjadi ketika adanya kontak antara mukosa hidung dan
kutub negatif baterai. Etiologi kerusakan jaringan diyakini terdiri atas 3
bagian, yaitu (1) perembesan substansi baterai dengan sifat korosif langsung
yang menyebabkan kerisakan, (2) efek langsung ke mukosa, (3) nekrosis oleh
tekanan. Dari hasil dari reaksi ini, dapat menyebabkan perforasi septum
(umumnya 7 jam setelah baterai masuk ke hidung), sinekia, konstriksi, dan
stenosis kavum nasi.

4. Klasifikasi
1.Corpus alienum esophagus
Banyak terjadi pada anak – anak. Hal ini disebabkan anak – anak mempunyai
kebiasaan sering memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Pada umumnya
benda asing yang tertelan berupa uang logam, peniti, tutup bollpoin dan lain –
lain. Pada orang tua hal ini juga dapat terjadi, kebanyakan terjadi pada
golongan lansia yang giginya sudahj habis sehingga makanan tidak dapat
dikunyah dengan baik. Benda yang tertelan biasanya daging yang liat, bakso,
abon, tulang ayam/bebek, paku, jarum, kawat gigi palsu dan lain – lain.
2. Corpus alienum di trakea-bronkus
Benda asing yang masuk ke trakea atau bronkus kebanyakan karena terhirup.
Banyak terjadi pada anak kecil karena gigi gerahamnya belum tumbuh
sehingga makanan tidak dapat dikunyah dengan baik. Secara tidak sadar
karena menangis, berteriak atau terjatuh makanan akan terhirup dan masuk ke
jalan nafas. Benda yang terhirup pada umumnya adalah makanan misalnya
kacang, nasi dan lain – lain. Pada orang dewasa hal ini juga dapat terjadi
terutama saat bekerja. Benda yang terhirup misalnya jarum pentul, paku.

5. Manifestasi klnis
Gejala sumbatan tergantung pada ukuran, bentuk dan jenis benda asing, lokasi
tersangkutnya, komplikasi yang timbul dan lama tertelan.
1. Nyeri di daerah leher.
2. Rasa tidak enak di daerah substernal atau nyeri di punggung.
3. Rasa tercekik.
4. Rasa tersumbat di tenggorokan.
5. Batuk, muntah, disfagia.
6. BB turun.
7. Regurgitasi.
8. Gangguan nafas.
9. Ronchi/mengi.
10. Demam.
11. Abses leher.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi berupa foto polos esophagus servikal dan torakal
anteroposterior dan lateral harus dilakukan pada semua pasien yang diduga
tertelan benda asing. Bila benda asing radioopak mudah diketahui lokasinya,
sedangkan bila radiolusen dapat diketahui tanda inflamasi periesofagus atau
hiperinflamasi hipofaring dan esophagus bagian proksimal. Esofagogram
dilakukan untuk benda asing radiolusen, yang akan memperlihatkan filling
detect persisten. Dapat dilakukan MRI dan tomografis computer.
2. Tindakan endoskopi dilakukan untuk tujuan diagnostik dan terapi.
7. Penatalaksanaan
Pasien dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan esofaguskopi dengan
menamai cunam yang sesuai agar benda asing tersebut dapat dikeluarkan.
Kemudian dilakukan esofagoskopi ulang untuk menilai kelainan – kelainan
esophagus yang telah ada sebelumnya.
Untuk benda asing tajam yang tidak bisa dikeluarkan dengan esophagus
harus segera dilakukan pembedahan sesuai lokasi benda asing tersebut. Bila
dicurigai adanya perforasi kecil, segera dipasang pipa nasogaster agar pasien tidak
menelan dan diberikan antibiotik berspektrum luas selama 7 – 10 hari agar tidak
terjadi sepsis. Bila letak benda asing menetap selama 2 kali 24 jam maka benda
asing tersebut harus dikeluarkan secara pembedahan.

7. Komplikasi
Benda asing dapat menimbulkan laserasi mukosa, pedarahan, perforasi
lokal dengan akses leher atau mediastinistis. Perforasi esofagus dapat
menimbulkan selulitis lokal, fistel trakeoesofagus. Benda asing bulat atau
tumpul dapat juga menimbulkan perforasi, sebagai akibat sekunder dari
inflamasi kronik dan erosi. Jaringan granulasi disekitar benda asing timbul
bila benda asing berada diesofagus dalaam waktu yang lama.
Gajala dan tanda perforasi esofagus servikal dan torakal oleh karena
benda asing atau alat, antara lain emfisema subkutis atau mediatinum,
krepitasi kulit didaerah leher atau dada, pembengkakan leher, kaku leher,
demam dan menggigil, gelisah, nadi dan nafas cepet, nyeri yang menjalar
kepunggung, retrostenalndan epigastrium. Bila terjadi perforasi ke pleura
dapat timbul pneumotoraks atau pyotoraks.

KOSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Anamnsesa
a. Kesukaran dalam menelan (disfagia) makanan padat atau cairan.
b. Sumbatan komplit (ketidakmampuan untuk menelan).
c. Rasa tidak nyaman dalam menelan (odinofagia).
d. Regurgitasi dari makanan yang belum dicerna.
e. Hematemesis.
f. Sensasi benda asing.
g. Sumbatan pada tenggorokan.
h. Rasa panas dalam perut.
i. Penurunan berat badan.
j. Suara serak
k. Sensitivitas terhadap makanan dingin atau panas.

2. Pemeriksaan fisik
a. Pada pemeriksaan esophagus dengan endoskopi ditemukan adanya benda
asing, lesi atau mungkin hematom.
b. Pada leher mungkin ada abses leher (pada anak – anak).
c. Pada pemeriksaan paru ditemukan suara nafas tambahan seperti
ronchi/mengi.
d. Adanya gangguan pertumbuhan pada anak – anak.
e. Jika terjadi obstruksi saluran nafas pasien bisa cyianosis dan takipnea.
f. Suhu tubuh demam dan BB turun.
g. Pemeriksaan khusus (sinar-x, computed tomography, USG)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sumbatan jalan
pernapasan dibuktikan dengan adanya benda asing, pola napas abnormal
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri, tampak meringis,
gelisah, sulit tidur,
3. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas,
kekuatan otot menurun, rentang gerak menurun.
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit dibuktikan
dengan mengeluh tidak nyaman, gelisah, sulit tidur
C. Intervwnsi Keperawatan
Tujuan dan Krikteria Intervensi
No. Rasional
Hasil Keperawatan
1. Setelah dilakukan Manajemen Jalan napas Manajemen Jalan Napas
intervensi keperawatan Observasi Observasi
selama ... jam, maka pola 1. Monitor frekuensi, irama 1. Agar dapat mengetahui
napas membaik dengan dan upaya napas frekuensi irama dan upaya
Kriteria hasil: napas klien
1. Ventilasi semenit 2. Monitor pola napas 2. Agar dapat memantau pola
meningkat napas klien
3. Monitor bunyi napas 3. Agar dapat mengetahui
2. kapasitas vital
bunyi napas tambahan pada
meningkat 4. Monitor sputum klien
3. Dipsnea menurun 4. Agar dapat mengetahui
4. Penggunaan otot adanya produksi sputum
bantu napas menurun yang berlebih
5. Monitor adanya
5. Frekuensi napas sumbatan jalan napas 5. Agar dapat mengetahui
membaik apakah terdapat sumbatan
Terapeutik jalan napas
6. Posisikan semi-Fowler Terapeutik
6. posisi semifowler dapat
membantu memberikan rasa
nyaman dan memperlancar
proses pernapasan
7. Berikan minum air hangat 7. Air hangat dapat
membantu
melubrasikan
8. Berikan oksigen, jika
tenggorokan
perlu 8. Pemberian O2 dapat
membantu meningkatkan
Edukasi SpO2 klien
9. Anjurkan asupan cairan Edukasi
2000 ml/hari 9. Agar klien dapat
memperhatikan jumlah
10. Ajarkan teknik batuk cairan yang diperlukan
efektif 10. Agar klien dapat
mengetahui cara batuk
Kolaborasi efektif
11. Kolaborasi pemberian Kolaborasi
ekspektoran 11. Ekspektoran merupakan
obat yang dapat membantu
klien untuk lebih mudah
mengencerkan dahak
2. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
intervensi selama ... jam, Observasi Observasi
maka Nyeri Akut 1. Identifikasi gejala yang 1. Untuk mengetahui gejala
menurun dengan kriteria tidak menyenangkan yang timbul
hasil : (mis, mual, nyeri, gatal, 2. Untuk mengetahui suasana
1. Keluhan nyeri sesak) hati klien
menurun 2. Identifikasi pemahaman Terapeutik
2. Meringis menurun tentang kondisi, situasi, 1. Agar klien merasa nyaman
3. Gelisah menurun dan perasaannya 2. Agar klien merasa
4. Kesulitan tidur Terapeutik lingkungannya aman
menurun 1. Berikan posisi nyaman 3. Agar klien dapat merasakan
2. Ciptakan lingkungan bahwa ia dapat perhatian
yang nyaman dari keluarga
3. Dukungan keluarga dan Edukasi
pengasuh terlibat daam 1. Untuk menurunkan tingkat
terapi/pengobatan kesakitan
Edukasi 2. Agar klien mengetahui
1. Ajarkan terapi relaksasi teknik pernapsan
2. Ajarkan latihan Kolaborasi
pernapasan 1. Untuk menurunkan rasa
Kolaborasi sakit klien
1. Kolaborasi pemberian
analgesic, antipruritus,
antihstanin, jika perlu

3. Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi


intervensi selama .... jam, Obersevasi Observasi
maka Resiko Infeksi 1. Monitor tanda dan gejala 1. Agar resiko infeksi dapat di
menurun dengan kriteria infeksi local dan hindari dengan tepat
hasil : siskemik 2. Agar tanda-tanda vital
1. Nyeri menurun (5) 2. Monitor Tanda-tanda dapat terkontrol setiap saat
2. Cairan berbau busuk vital sehingga meminimalisir
menurun (5) Terapeutik terjadinya infeksi
3. Demam menurun (5) 1. Batasi jumlah Terapeutik
pengunjung 1. Jumlah kunjungan akan
2. Berikan perawatan kulit membuat resiko terkena
pada area edema infeksi bakteri dari luar
3. Berikan teknik aseptic lebih tinggi.
pada pasien beresiko 2. Perawatan kulit dapat
tinggi membuat proses recovery
Edukasi kulit baru akan lebih cepat
1. Jelaskan tanda dan dan juga mengurangi resiko
gejala infeksi infeksi
2. Ajarkan cara mencuci 3. Teknik aseptic digunakan
tangan dengan benar untuk mengurangi resiko
3. Ajarkan cara memeriksa infeksi terjadi
kondisi luka Edukasi
4. Anjurkan meningkatkan 1. Agar klien dapat
asupan nutrisi mengetahui tanda dan
gejala infeksi sehingga
dapat membut pasien lebih
berhati-hati
2. Mencuci tangan dapat
mengurangi resiko terkena
infeksi bakteri dari tangan
3. Agar klien dapat
mengetahui kondisi yang
tepat saat luka sudah harus
di bersihkan kembali
sehingga mengurangi
penyebaran luka yang baru
4. Asupan nutrisi penting
untuk mempercepat proses
penyembuhan dari sakit
4. Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi
intervensi keperawatan Observasi Observasi
selama ... jam, maka 1. Identifikasi adanya nyeri 1. Agar dapat mengetahui
mobilitas fisik meningkat atau keluhan fisik adanya nyeri atau keluhan
dengan lainnya fisik lainnya
Kriteria hasil: 2. identifikasi toleransi 2. Agar dapat mengetahui
1. Pergerakan fisik melakukan adanya toleransi fisik
ekstremitas pergerakan melakukan pergerakan
meningkat 3. Monitor kondisi umum 3. Agar dapat memantau
selama melakukan kondisi umum selama
2. Kekuatan otot
mobilisasi melakukan mobilisasi
meningkat
3. Rentang gerak Terapeutik Terapeutik
meningkat 4. Fasilitasi aktivitas 4. Agar pasien lebih aman saat
4. Kaku sendi menurun mobilisasi dengan alat melakukan mobilisasi fisik
5. Kelemahan fisik bantu (mis. pagar tempat sehingga menghindari resiko
tidur) cedera
menurun
5. Fasilitasi melakukan 5. Agar klien dapat lebih
pergerakan, jika perlu terarah melakukan
pergerakan
6. Agar keluarga juga bisa
6. Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam
membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
meningkatkan pergerakan
Edukasi Edukasi
7. Jelaskan tujuan dari 7. Agar klien dapat
prosedur mobilisasi mengetahui tujuan dari
prosedur mobilisasi
8. Anjurkan melakukan 8. Agar klien dapat melatih
mobilisasi dini mobilisasi dini
9. Ajarkan mobilisasi 9. agar klien dapat melakukan
sederhana yang mobilisasi sederhana
harus dilakukan sehingga menghindari kaku
(mis. duduk sendi dan otot
ditempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
5. Setelah dilakukanTerapi Relaksasi Terapi Relaksasi
intervensi keperawatanObservasi Observasi
selama .... jam, maka Status
10. Identifikasi penurunan 10. Agar dapat mengetahui jika
Kenyamanan meningkat tingkat energi, terjadi penurunan tingkat
dengan energi, dan
ketidakmampuan
Kriteria hasil:
berkonsentrasi, atau ketidakmampuan
6. Kesejahteraan berkonsentrasi.
gejala lain yang
psikologis meningkat 11. Agar dapat mengetahui
mengganggu kognitif
7. Kesejahteraan fisik
11. Identifikasi teknik tingkat keberhasilan teknik
meningkat relaksasi yang pernah relaksasi yang pernah
8. Keluhan tidak nyaman efektif digunakan dicoba
menurun 12. Agar dapat diketahui
9. Gelisah menurun 12. Periksa ketegangan otot, adanya tanda
10. Kesulitan tidur frekuensi nadi, tekanan ketidaknyamanan saat
menurun darah, dan suhu sebelum sebelum dan sesudah
dan sesudah latihan latihan

Terapeutik Terapeutik
13. Ciptakan lingkungan 13. Agar Klien lebih merasa
tenang dan tanpa nyaman dengan lingkungan
gangguan dengan yang ada
pencahayaan dan suhu
yang nyaman 14. Teknik relaksasi dapat
14. Gunakan relaksasi sebagai menunjang kenyaman klien
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan Edukasi
medis lain, jika perlu 15. Tirah baring yang cukup
dapat mempercepat proses
Edukasi pemulihan klien
15. Anjurkan tirah baring 16. Agar dapat meningkatkan
16. Anjurkan mengambil rasa nyaman klien
posisi nyaman.
D. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah proses keperawatan dimana rencana


keperawatan dilaksanakan. Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan
intervensi dan aktivitas yang telah dicatat direncana keperawatan klien. Agar
implementasi dan perencanaan ini dapat tepat waktu dn efektif terhadap biaya,
perlu mengidentifikasi prioritas perawatan klien kemudian bila telah
dilaksanakan pantau dan catat respon klienterhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
(Sagala, 2018).

E. EVALUASI

Evaluasi dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan pelayanan asuhan


keperawatan yang telah dilakukan, tahap ini akan terlihat apakah tujuan yang
telah disusun tercapai atau tidak (Sagala, 2018).

DAFTAR PUSTAKA
Boies, Lawrence R. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC : Jakarta.
Capernito, Lynda Juall 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. EGC :
Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta.
Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1. Media Aesculapius
FKUI : Jakarta
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI. Jakarta Selatan.
Pracy, R. 1993. Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung, dan Tenggorok. PT Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
Rukmini, Sri. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok Untuk
Perawat. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai