Anda di halaman 1dari 20

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan Ny. C dengan diagnosa


AHF (Acute Heart Falluare) di ruang IGD RSUD Jombang yang dimulai tanggal
28 Februari 2022, telah di sahkan dan di setujui oleh :

Nama : Ratna Nurhayati

Hari : Senin

Tanggal : 28 Februari 2022

Jombang, 28 Februari 2022

Mahasiswa

( Ratna Nurhayati )

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(.………………….…………) (………………………………)

Mengetahui
Kepala Ruangan IGD
RSUD Jombang

( …………………………………… )
AHF (Acute Heart failure)

1. Pengertian
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
(Smeltzer, 2002).
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset)
dari gejala-gejala atau tanda-tanda (symptoms and sign) akibat fungsi jantung
yang abnormal. Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan baru
dari gagal ginjal akut, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) (Manurung. D,
2006).
Acute Heart failure (AHF) atau Gagal jantung akut didefinisikan
sebagai serangan cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit
jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau
disfungsi diastolik. Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal
jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Pasien yang
mengalami gagal jantung akut dapat memperlihatkan kedaruratan medik
(medical emergency) seperti edema paru akut (acute pulmonary oedema).
(Manurung, 2006).
Keadaaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari
preload atau afterload, seringkali memerlukan pengobatan penyelamatan jiwa
dan perlu pengobatan segera. GJA dapat berupa acute de noro (serangan baru
dari GJA, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari
GJK, GJA dapat timbul dengan satu atau beberapa kondisi klinis yang berbeda.
Gagal jantung akut (acute heart failure (AHF)) secara garis besar sama
dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan memepertahankan
curah jantung yang terjadi mendadak
2. Etiologi
Penyebab dari gagal jantung akut adalah :
1) Dekompensasi pada gagal ginjal kronis yang sudah ada (kardiomiopati).
2) Sindrom Koroner akut
- Infark miokard/ angina pektoris tidak stabil dengan iskemia yang
bertambah luas dan disfungsi iskemik
- Komplikasi kronik infark miokard akut
- Infark ventrikel kanan
- Krisis Hipertensi
3) Aritmia akut (takikardia ventricular, fibrilasi ventricular, dibrilasi atrial)
4) Regurgitasi valvular/endokarditis
5) Stenosis katup aorta berat
6) Miokarditis berat akut
7) Tamponade jantung
8) Diseksi aorta
9) Kardiomiopati pasca melahirkan
10) Faktor presipitasi non kardiovaskuler :
- Pelaksanaan pengobatan kurang
- Overload volume
- Infeksi terutama pneumonia
- Penurunan fungsi ginjal
- Asma
- Penyalahgunaan obat
- Penggunaan alcohol
11) Sindrom high output
(Manurung, D, 2006).
3. Patofisiologi
Bila cadangan jantung untuk berespon terhadap stres tidak adekuat
dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai pompa, akibat terjadilah gagal jantung. Juga pada
tingkat awal, disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan. Jika
cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan, respon fisiologis
tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respon ini
menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respon
primer, yaitu:
1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
2) Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon
3) Hipertrofi ventrikel

4. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung akut berdasarkan dominasi gagal jantung yang
kiri atau kanan yaitu :
1) Gagal jantung kanan (Right heart backward failure) ; ditandai dengan
adanya edema perifer, ascites, dan peningkatan tekanan vena jugularis
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah secara normal kembali dari sirkulasi vena.
2) Gagal jantung kiri (Left heart backward failure) ; ditandai dengan terdapat
bendungan paru, hipotensi, dan vasokontriksi perifer dengan penurunan
perfusi jaringan. Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke
jaringan paru.
3) Gagal jantung kongestif (Forward) : gabungan kedua gambaran tersebut
Gagal jantung kongestif dimaksud sebagai sindrom klinik yang disebabkan
oleh kekurangan volume pemompaan jantung untuk keperluan relative
tubuh, disertai hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran balik
vena dan bersamaan terjadinya pengurangan pengisian percabangan arteri.
(Arif, M, 2009).
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya gejala
seperti klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA) :
KELAS DEFINISI ISTILAH
I Klien dengan kelainan jantung Disfungsi ventrikel kiri
tetapi tanpa pembatasan aktivitas yang asimtomatik
fisik
II Klien dengan kelainan jantung Gagal jantung ringan
yang menyebabkan sedikit
pembatasan aktivitas fisik
III Klien dengan kelainan jantung Gagal jantung sedang
yang menyebabkan banyak
pembatsan aktivitas fisik
IV Klien dengan kelainan jantung Gagal jantung berat
yang segala bentuk aktivitas
fisiknya akan menyebabkan
keluhan
(Manurung, D, 2006).

Klasifikasi yang ketiga yang telah divalidasi pada perawatan kardiomiopati,


yang berdasarkan penemuan klinis, yaitu berdasarkan sirkulasi perifer
(perfusion) dan auskultasi paru (congestion). Pasien diklasifikasi menjadi :
1) Class I (Group A) (warm and dry),
2) Class II (Group B) (warm and wet),
3) Class III (Group L) (cold and dry),
4) Class IV (Group C) (cold and wet).
Klasifikasi ini sudah divalidasi untuk prognosis dari kardiomiopati, dan
dapat diaplikasikan pada pasien rawat jalan atau rawat inap.
5. Manifestasi Klinis
1) Secara umum manifestasi klinis dari AHF atau gagal jantung akut dapat
berupa :
(1) Dekompensasi atau perburukan dari gagal jantung. Bisa terdapat tanda
kongesti perifer dan kongesti paru. Terdapat riwayat perburukan gagal
jantung kronis yang sudah ada pada pasien sebelumnya. Tekanan
darah yang rendah saat admisi berhubungan dengan prognosis yang
buruk.
(2) Edema pulmoner. Terdapat tanda-tanda distress respirasi, takipneu,
ortopneu dengan ronki pada auskultasi paru. SaO2 biasanya < 90%
sebelum mendapat terapi oksigen.
(3) Gagal jantung hipertensif. Tanda dan gejala gagal jantung disertai
dengan tekanan darah yang tinggi dan fungsi ventrikel kiri yang relatif
baik. Terdapat tanda-tanda meningkatnya tonus simpatis seperti
takikardia dan vasokonstriksi. Pasien dapat euvolemik ataupun
hipervolemik, dan tanda kongesti paru yang lebih dominan tanpa
tanda kongesti sistemik.
(4) Syok kardiogenik. Didefinisikan sebagai hipoperfusi jaringan yang
disebabkan oleh gagal jantung, walaupun preload dan aritmia mayor
telah dikoreksi. Biasanya, syok kardiogenik ditandai oleh tekanan
darah sistolik <90 mmHg atau turunnya mean arterial pressure > 30
mmHg dan absent atau rendahnya urin output (< 0,5 ml/kg/jam).
Hipoperfusi organ dan kongesti paru berkembang dengan cepat.
(5) Gagal jantung kanan terisolasi. Ditandai dengan low output syndrome
dan absennya tanda-tanda kongesti paru dengan meningkatnya
tekanan vena jugular, dengan atau tanpa hepatomegali dan tekanan
pengisian ventrikel kiri yang rendah.
(6) Gagal jantung dan sindrom koroner akut. Banyak pasien dengan gagal
jantung akut yang memiliki manifestasi klinis dan laboratoris dari
sindrom koroner akut. Pada pasien SKA, episode gagal jantung akut
sering dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia, AF atau VT)
(7) Gejala lain dapat berupa :
- Tekanan darah tinggi
- Edema paru akut
- Ronchi
- Ortopnea
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari keadaan umum dan pengkajian B1-B6
Keadaan umum  klien dengan gagal jantung biasanya didapatkan kesadaran
yang baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi system saraf pusat.
B1 (Breathing) : Pengkajian yang didapat adanya tanda kongesti vascular
pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nocturnal
paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Hal ini
karena kegagalan ventrikel kiri.
B2 (Bleeding) : Pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan jantung dan
pembuluh darah.
Inspeksi: kegagalan ventrikel kiri dihubungkan dengan
gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan
curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah,
apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi, deficit memori, dan
penurunan toleransi latihan. Distensi vena jugularis terjadi
bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan
terjadi dilatasi ruang, peningkatan volume, dan tekanan pada
diastolic akhir ventrikel kanan., tahanan untuk mengisi
ventrikel dan peningkatan lanjut untuk tekanan atrium kanan.
Edema yang berhubungan dengan kegagalan ventrikel kanan,
bergantung pada lokasinya. Bila klien berdiri atau bangun,
perhatikan pergelangan kakinya dan tinggikan kaki bila
kegagalan makin buruk. Bila klien berbaring ditempat tidur
bagian yang bergesekan dengan tempat tidur menjadi daerah
sacrum. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema
ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya pitting
edema (edema yang akan tetap cekung bahkan setelah
penekanan ringan), pertambahan berat badan, hepatomegali,
anoreksia, mual, nokturia dan kelemahan.
Palpasi: Perubahan nadi  pemeriksaan denyut arteri selama
gagal jantung merupakan denyut yang cepat dan lemah.
Denyut jantung yang cepat (takikardia) mencerminkan respon
terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang
bermakna dari curah sekuncup dan adanya vasokontriksi
perifer mengurangi tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik
dan diastolik). Sehingga menghasilkan denyut yang lemah.
Auskultasi: tekanan darah biasanya menurun karena
penurunan isi sekuncup, tanda fisik yang berkaitan dengan
kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
dibagian yang meliputi: bunyi jantung ketiga dan keeempat
(S3, S4) serta crackles pada paru-paru.
Perkusi: batas jantung ada pergeseran yang menandakan
adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).
B3 (Brain) : Kesadaran composmentis, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien:
wajah meringis, merintih, meregang, dan menggeliat.
B4 (Bladder) : Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan
asupan cairan, perlu pemantauan adanya oliguri karena
merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya
edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang
parah.
B5 (Bowel) : Biasanya didapatkan mula dan muntah, penurunan nafsu makan
akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga
abdomen serta penurunan berat badan, ascites yang
menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.
B6 (Bone) : Berkurangnya perfusi organ –organ seperti kulit, dan otot-otot
rangka, kulit pucat dan dingin diakibatkan vasokontriksi perifer,
penurunan lebih lanjut dari curah jantung, dan meningkatnya
kadar hemoglobin terendah mengakibatkan sianosis.
Vasokontriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk
melepaskan panas. Oleh krena itu demam ringan dan berkeringat
sering ditemukan. Mudah lelah sering terjadi akibat curah
jantung menurun sehingga menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi akibat peningkatan energy yang
digunakan untuk bernafas yang terjadi akibat distress pernafasan
dan batuk. Perfusi kurang pada otot rangka menyebabkan
kelemahan. (Arif, M, 2009)
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium pada pasien gagal jantung akut menurut
(Doenges, 1999):
1) EKG: Hipertrofi atrial atau ventrikuar, penyimpangan aksis, iskemia, dan
kerusakan mungkin sering terdapat KVP, kenaikan segmen ST/T persisten
6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya
aneurisme ventricular (dapat menyebabkan gagal/disfungsi jantung).
2) Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple): Dapat menujukkan
dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area
penurunan kontraktilitas ventricular.
3) Scan jantung: (Multigated acquisition [MUGA]): Tindakan penyuntikkan
fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4) Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan
stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat
kontras disuntikkan kedalam vartikel menunjukkan ukuran abnormal dan
ejeksi fraksi/perubahan kontraktifilitas.
5) Rontgen dada: Dapat menunjukkan perbesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal,
mis,. Bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukkan aneurisme
ventrikel.
6) Enzim Hepar: Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
7) Elektrolit: Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretic.
8) Oksimetri nadi: Saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK akut
memperburuk PPOM atau GJK kronis.
9) AGD: Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
10) BUN, kreatinin: Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal,
kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
11) Albumin/transferin serum: Mungkin menurun sebagai akibat penurunan
masukan protein atau penurunan sistesis protein dalam hepar yang
mengalami kongesti.
12) HSD: Mungkin menunjukkan anemia, polisitemia atau perubahan
kepekatan menandakan retensi air. SDP mungkin meningkat.
Mencerminkan MI baru/akut, perikarditis, atau status inflamasi atau
infeksius lain.
13) Kecepatan sedimentasi (ESR): Mungkin meningkat, menandakan reaksi
inflamasi akut.
14) Pemeriksaan tiroid: Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan
hiperaktivitas tiroid sebagai pre-penoetus GJK.
8. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaaan pasien dengan gagal jantung adalah
sebagai berikut:
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan
farmakologis.
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebigan dengan terapi
diuretik, diet, dan istirahat.
1) Therapy Farmakologis
(1) Diuretik: Untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan
dengan memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Diuretic
memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan
garam natrium. Intervensi keperawatan yang dilakukan :
- Pantau tanda-tanda vital, terutama tekanan
darah dan denyut jantung. Diuretic dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah, jika volume cairan banyak berkurang, denyut
jantung akan meningkat untuk mengkompensasi kehilangan cairan.
- Laporkan adanya peningkatan denyut
jantung dan periksa adanya tanda-tanda dan gejala terjadinya
renjatan.
- Pantau berat klien. Dengan pengeluaran
cairan dan pengurangan edema perifer karena dieresis, diharapkan
terjadi penurunan berat badan.
- Pantau pengeluaran urine. Diuretic
meningkatkan pengeluaran urine.
(2) Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan
darah dan mengurangi beban kerja jantung
(3) Penyekat beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut
jantung dan menurunkan tekanan darah agar beban jantung
berkurang

(4) Digoksin: Memperkuat denyut dan daya pompa jantung

(5) Digitalis: meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan


memperlambat frekuensi jantung. Intervensi keperawatan yang
dilakukan :
- Periksa tanda vital dasar untuk menemukan
hasil abnormal dan bandingkan hasil pemeriksaan sebelumnya.
- Periksa elektrolit serum. Laporkan
penurunan kalium.
- Periksa anggota gerak untuk menemukan
pitting edema.
- Periksa bunyi pernafasan untuk menemukan
kelainan (suara yang disebabkan oleh pengumpulan cairan di
paru-paru). Bila positif bias menunjukkan adanya gagal jantung
kongestif.
(6) Terapi vasodilator untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai
penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat. Vasodilator yang
sering digunakan adalah natriun nitroprosida dan nitrogliserin.
(7) Pemberian oksigen: pemberian oksigen terutama pada klien gagal
jantung disertai dengan edema paru. Pemenuhan akan mengurangi
kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.
(8) Sedatif  mengurangi kegelisahan
 Non farmakologis
- Tirah baring.
- Diet dan aktivitas, pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr
natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan
pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan
peningkatan aktifitas secara teratur. Bila diet sangat dibatasi
terhadap lemak dan natrium. Klien pasti merasa makanan
menjadi tidak enak dan menolak makanan. Berbagai
penyedap makanan seperti jus melon dan rempah yang
digunakan untuk menambah selera makan.
PATHWAY Ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen

Infark Miokard

Hipertensi Fungsi Ventrikel kiri &


Waktu pengisian Malfungsi katup,
gangguan kontraktilitas:
diastolik defek septum (Daya kontraksi, perubahan
ventrikel, daya kembang dan gerakan
perikarditis Nekrosis sel otot dinding ventrikel, curah
Penurunan isi jantung sekuncup)
sekuncup
Peningkatan beban awal Hipertrofi ventrikel Meningkatnya tekanan
ventrikel kiri
Meningkatkan beban
ventrikel
Disfungsi diastolic, dan
sistolik, iskemia miokard,
dan aritmia

Gagal Jantung Akut/AHF

Kematian mendadak Aritmia ventrikular Kongesti pulmonal

1
2

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gagal Jantung Akut
1
2

Curah Jantung menurun Tekanan hidrostatik


meningkat dari tekanan
osmotik
Aktivasi system Renin Hipertrofi ventrikel
Peningkatan aktivitas
Andrenergik simpatik Angiotensin - Aldosteron Perembesan cairan ke
Pemendekan miokard alveoli
Angiotensin I ACE  II
Vasokontriksi sistemik
MK : Hambatan
Pengisian LV menurun
Pengeluaran Aldosteron Pertukaran Gas
Penurunan GFR Nefron Vasokontriksi ginjal

Aliran tidak adekuat ke Edema paru


Meningkat reabsorpsi jantung dan otak
Menurun ekskresi Na+ dan H2O oleh
Na+ dan H2O urine MK : Pengembangan paru
tubulus
Ketidaksei MK : Penurunan tidak optimal
mbangan Penurunan aliran darah ke curah jantung
Urine output menurun, nutrisi : gastrointestinal MK :
volume plasma kurang Ketidakefektifan
meningkat, tekanan dari Peristaltik usus menurun, Kelemahan fisik Pola nafas
hidrostatik meningkat kebutuhan anoreksia
tubuh Intoleransi aktivitas
Edema sistemik-ekstremitas MK : Kelebihan
volume cairan

MK : Kelebihan
volume cairan

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gagal Jantung Akut
Aliran tidak adekuat ke Resiko Tinggi Kelemahan fisik Pengembangan paru
jantung dan otak Perubahan tidak optimal
penurunan curah
metabolisme
jantung
miokardium Kondisi dan prognosis
Sesak saat istirahat dan
Peningkatan hipoksia penyakit
Penurunan aliran darah berbagai posisi
jaringan miokardium
ke kulit
MK : Nyeri Akut Kurang Pengetahuan
MK : Gangguan
Penurunan suplai O2 ke Pola Tidur
Sianosis, kulit dingin miokardium
MK : Ansietas

iskemia miokardium
MK :
Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan infark miokardium
Perifer

Kematian

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gagal Jantung Akut
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan merupakan proses keperawatan yang


di[erlukan pengkajian cermat untuk mengenal masalah klien agar memberikan
arah kepada tindakan keperawatan.

Keberhasilan perawat sangat tergantung kepada kecermatan dan


ketelitian dalam pengkajian, tahap ini terdiri dari 4 komponen yaitu
pengelompokan data, analisa data, perumusan diagnosa, da intervensi.

Pengkajian antenatal (maternitas) terdiri dari : tanggal masuk rumah


sakit, jam masuk rumah sakit, ruang inap pasien, nomor kamar pasien, tanggal
pengkajian, dan jam pengkajian saat dilaksanakan.

1. identitas pasien

Identitas pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda


yang mencakup : nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, riwayat kesehatan, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat lingkungan, aspek spikososial, kebutuhan dasar
khusus.

2. pemeriksaan fisk

Pemeriksaan fisik adalah suatu prioses dari seorang ahli medis untuk
memeriksan tubuh pasien untuk menurunkan tanda klinis penyakit, hasil
pemeriksaan akan di catat dalam rekam medis, pemeriksaan fisik dilakukan
dengan cara memeriksa tubuh pasien dari ujung rambut sampai ujung kaki,
yang dapat membantu dalam penegakan diagnosa dan perencanaan perswatan
pasien.

3. data penunjang

1) laboratorium

2) USG
3) Rontgen

4) Terapi yang di dapat

4. Data tambahan

II. Analisa Data

1. Data subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai
suatu pendapatan terhadap suatu situasi dan kejadian informasi tersebut.
Tidak bisa di tentukan oleh perawat, mencakup presepsi, perasaan, ide
pasien, tentang status kesehatan.
2. Data subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari observasi dan di
ukur yang dapat diperoleh menggunakan panca indra (melihat, dengar,
cium, raba) selama pemeriksaan fisik, misalnya : frekuensi nadi,
pernafasan, tekanan darah, berat badan, dan tingkat kesadaran (Petter &
Pary, 2005).

III. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (D.0077 hal . 172).


2. Pola nafas tidak efektif b/d neuromuskular (D. 0005 hal. 26).
IV. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional
O Keperawata Kriteria Hasil Keperawatan
n
1. nyeri akut - Tujuan : - observasi : 1)mengidentifika
b/d agen setelah si lokasi,
1)identifikasi
pencedera dilakukan karakteristik,
lokasi,
fisiologis tindakan durasi, frekuensi,
karakteristik,
(D. 0077 keperawatan dan intensitas
durasi,
hal. 172) selama n3x24 nyeri.
frekuensi,
jam di
intensitas 2)mengidentifika
harapkan nyeri. si skala nyeri
pasien yang di rasakan
2)identifikasi
membaik. pasien.
skala nyeri.
-Kriteria hasil :
3)mengidentifika
1) Melaporkan 3)identifikasi
si respon nyeri
nyeri respon nyeri
terkontrol non verbal
non verbal.
meningkat pasien.
(5). 4)identifikasi
4)mengidentifika
2) Kemampua faktor yang
si faktor yang
n mengenali memperberat
dapat
onset nyeri dan
meningkat memperberat dan
memperingan
(5). memperingankan
nyeri.
3) Kemampua nyeri yang
n mengenali 5)identifikasi dirasakan pasien.
penyebab pengetahuan
5)mengidentifkas
nyeri dan keyakinan
meningkat i pengetahuan
tentang nyeri.
(5). dan keyakinan
4) Kemampua 6)identifikasi tentang nyeri
n pengaruh yang dirasakan
menggunak budaya pasien.
an teknik terhadap
non 6)mengidentifika
respon nyeri.
farmakologi si pengaruh
s meningkat 7)identifikasi budaya terhadap
(5). pengaruh nyeri respon nyeri
5) Dukungan pada kualitas pasien.
orang hidup.
terdekat 7)mengidentifika

meningkat 8)monitor si pengaruh nyeri


(5). keberhasilan pada kualitas
6) Keluhan terapi hidup pasien.
nyeri komplementer
menurun yang sudah 8)memantau
(5). diberikan. keberhasilan
7) Penggunaan terapi
analgesik 9)monitor efek
komplementer
menurun samping
yang sudah
(5). penggunaan
diberikan.
analgesik.
(L.08063 hal.
9)memantau efek
58). (I.08238 hal.201)
samping
penggunaan
analgesic.
2. pola nafas Tujuan : Observasi : 1) untuk mengetahui
tidak efektif setelah - Monitor pola keadaan pernafasan
b/d dilakukan nafas (frekuensi, pasien.
neurouskula tindakan kedalaman, 2)untuk mengetahui
r keperawatan usaha nafas). tembahan suara
(D. 0005 selama 3x24 - Monitor bunyi nafas pasien.
hal. 26). jam diharapkan nafas tambahan. 3)untuk mengetahui
pasien - Monitor sputum apakah ada sputum
membaik. (jumlah, warna, yang mengakibatkan
Kriteria Hasil : dan bau). tersumbatnya jalan
- Frekuensi nafas Terapeutik : nafas.
cukup baik (5). - Pertahankan 4)agar sesak nafas
- Pola nafas kepatenan jalan pasien berkurang.
membaik (5). nafas dengan
- Gelisah head-tift dan
menurun (5). chin-tift.
(L. 01001 hal. - Posisikan semi
18) fowler
- Berikan
oksigen/terapi
dada.
Edukasi :
- Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/
hari, jika tidak
kontra indikasi.
- Ajarkan teknik
batuk efektif.
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoiran,
mukolitik, jika
perlu.
I. 01011. Hal.
187).

V. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap ahkir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan atau tidak untuk mengatasi suatu masalah
keperawatan ( Meinsan, 2013).

Anda mungkin juga menyukai