Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

HEPATITIS DAN SIROSIS HEPATIS

Disusun Oleh : Dewi Zakiyah

Prodi : S1 Keperawatan

Dosen Pembimbing :
Ns. Shelfi Dwi Retnan P.S,M.Kep

S1 KEPERAWATAN STIKES BAHRUL ULUM


TAMBAK-BERAS JOMBANG
2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan rahmat-Nya lah
makalah yang berjudul “Hepatitis dan Sirosis Hepatis” dapat diselesaikan untuk
memenuhi tugas mata kuliah KMB. Adapun makalah ini masih jauh dari sempurna
dan perlu kajian yang lebih dalam lagi. Penyusun membuka diri jika ada saran dan
kritik yang ditujukan pada tulisan ini.

Jombang, 19 maret 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar……………………………………………………………………….1
Daftar isi………………………………………………………………………………2
BAB I Pendahuluan………………………………………………………………….3
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………...
1.3 Tujuan………………………………………………………………………….
BAB II Pembahasan………………………………………………………………….5
2.1 Konsep Hepatitis……………………………………………………………….
2.2 Asuhan Keperawatan Hepatitis………………………………………………...
2.3 Konsep Sirosis Hepatis…………………………………………………………
2.4 Asuhan Keperawatan Hepatis………………………………………………….
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………37
3.1 Kesipulan………………………………………………………………………
3.2 Saran…………………………………………………………………………...

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatitis telah menjadi masalah global, dimana dipengaruhi oleh pola makan,
kebiasaan merokok, gaya hidup tidak sehat, penggunaan obat-obatan, bahkan
tingkat ekonomi dan pendidikan menjadi beberapa penyebab dari penyakit ini.
Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan organ hati yang
dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain infeksi virus, gangguan
metabolisme, obat-obatan, alkohol, maupun parasit.

Hepatitis juga merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan perhatian


serius di Indonesia, terlebih dengan jumlah penduduk yang besar serta
kompleksitas yang terkait. Selain itu meningkatnya kasus obesitas, diabetes
melitus, dan hiperlipidemia, membawa konsekuensi bagi komplikasi hati, salah
satunya hepatitis (Wening Sari, 2008). Hepatitis virus merupakan infeksi
sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas
(Bar, 2002). Hepatitis telah menjadi masalah global. Saat ini diperkirakan 400
juta orang di dunia terinfeksi penyakit hepatitis B kronis, bahkan sekitar 1 juta
orang meninggal setiap tahun karena penyakit tersebut. Hepatitis menjadi masalah
penting di Indonesia yang merupakan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia
(Wening Sari, 2008). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 dalam
Anna (2011) menyebutkan, hingga saat ini sekitar dua miliar orang terinfeksi
virus hepatitis B di seluruh dunia dan 350 juta orang di antaranya berlanjut jadi
infeksi hepatitis B kronis. Diperkirakan, 600.000 orang meninggal dunia per
tahun karena penyakit tersebut. Angka kejadian infeksi hepatitis B kronis di
Indonesia diperkirakan mencapai 5-10 persen dari jumlah penduduk. Hepatitis B
termasuk pembunuh diam-diam karena banyak orang yang tidak tahu dirinya
terinfeksi sehingga terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup. Kebanyakan
kasus infeksi hepatitis B bisa sembuh dalam waktu enam bulan, tetapi sekitar 10
persen infeksi bisa berkembang menjadi infeksi kronis. Infeksi kronis pada hati
bisa menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan ikat pada hati sehingga hati
berbenjol-benjol dan fungsi hati terganggu dan dalam jangka panjang
penderitanya bisa terkena sirosis serta kanker hati.

3
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi, dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien
yang berusia 45 – 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit kanker).
Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar
25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan
penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit
Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk
mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna
bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous
bacterial peritonitis serta hepatosellular carcinoma.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep hepatitis
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan hepatitis
1.2.3 Bagaimana konsep sirosis hepatis
1.2.4 Bagaimana asuhan keparawatan sirosis hepatis
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui konsep hepatitis
1.3.2 Mengetahui asuhan keperawatan hepatitis
1.3.3 Mengetahui konsep sirosis hepatis
1.3.4 Mengetahui asuhan keperawatan sirosis hepatis

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hepatitis
Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar

terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alkohol. (Ester monika,

2002 : 93) Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.

Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus

disertai nekrosis dn inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan

perubahan klinis, biokomia serta seluler yang khas. (Brunner & Suddarth, 2002 :

1169)

Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis dalam

bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal definisi

lever itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa belanda yang berarti organ hati,bukan

penyakit hati. Namun banyak asumsi yang berkembang di masyarakat mengartikan

lever adalah penyakit radang hati. sedangkan istilah sakit kuning sebenarnya dapat

menimbulkan kercunan, karena tidak semua penyakit kuning disebabkan oleh radang

hati, teatapi juga karena adanya peradangan pada kantung empedu. (M. Sholikul

Huda)

Hepatitits adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat di

sebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat – obatan serta bahan

– bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).

Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis,

biokimia serta seluler yang khas. (Smeltzer, 2001)

5
Kesimpulan penulis, hepatitis adalah suatu penyakit peradangan pada jaringan

hati yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan sel sel hati mengalami

kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

2.1 .2 Epidemologi
Kita mengenal beberapa macam hepatitis akut, dari hepatitis A sampai dengan C.
Berhubungan dengan cepatnya perkembangan teknologi kedokteran terutama
dibidang molekuler, dapat dipastikan bahwa akibat hepatitis akan segera bertambah.
Hepatitis menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting bukan hanya di
Amerika tetapi di seluruh dunia. Lebih dari 60.000 kasus dilaporkan ke pusat
pengawasan kesehatan di Amerika dan setiap tahun jumlahnya secara bertahap.

Walaupun mortilitas dari hepatitis virus relative rendah, morbiditas dan kerugian
ekonomi yang besar dihubungkan dengan penyakit ini 60-90% dari kasus hepatitis
virus diperkirakan berlangsung tanpa dilaporkan. Keadaan kasus subklinis,
ketidakberhasilan untuk mengenali kasus yang ringan dan kesalahan diagnosis
diperkirakan turut menjadi penyebab pelaporan yang kurang lebih 50% orang dewasa
di Amerika telah memiliki antibodi terhadap virus hepatitis. Banyak orang tidak
dapat mengingat kembali kejadian sebelumnya yang memperlihatkan gejala hepatitis
(Brunner dkk, 2002).

2.1.3 Penyebab

1. Virus

1) Hepatitis A (HAV)

Dahulu disebut hepatitis infeksiosa. Penyakit ditularkan terutama melalui


kontaminasi oral-fekal akibat higiene yang buruk atau makanan yang tercemar.
Waktu antara pajanan dan awitan gejala untuk HAV adalah 4 dan 6 minggu

2) Hepatitis B (HBV)

Kadang-kadang disebut Hepatitis serum. Penyakit ini bersifat serius dan biasanya
menular melalui kontak dengan darah yang mengandung virus. Penyakit ini juga
ditularkan melalui hubungan kelamin dan dapat ditemukan di dalam semen dan

6
dalam cairan tubuh lainnya. HBV memiliki masa tunas yang lama antara 1 dan 7
bulan dengan awitan rerata 1-2 bulan

3) Hepatitis C (HCV)

Dahulu disebut hepatits non A dan non B yang ditularkan melalui suplai darah
komersial. HCV ditularkan dengan cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama
melalui transfusi darah.

4) Hepatitis D (HDV)

Disebut hepatitis Delta. Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga
infeksi HBV bertambah parah.

5) Hepatitis E (HEV)

Hepatitis virus yang terutama ditularkan melalui ingesti air yang tercemar.

2. Bakteri

Beberapa bakteri yang menimbulkan hepatitis antaranya Salmonellatipy dan


Pneumokokkus

3. Obat-obatan yang bersifat hepatotoksik

Obat-obatan yang dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap sel-sel hati


adalah tetrasiklin, parasetamol, karbon tetrakhloride, isoniazid, methyldopa,
methotreksate, halothane

Sedangkan obat-obatan yang menyebabkan kelainan hati berdasarkan reaksi


hipersensitifitas diantaranya: chlorpromazine, phanothazin, sulphonamide,
nitrofurantin, erythromycin estolat, obat-obatan anti hyroid, diphenyl hidantoin,
phenylbutazon.

2.1.4 Patofisologi

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan- bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai
darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal
pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini

7
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel
hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan
oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang
mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.

Inflamasi pada hepar, karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman
pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual
dan nyeri di ulu hati.

Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah


bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi
karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi
kesukaran pengangkutan bilirubin tersebut di dalam hati. Selain itu juga terjadi
kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan
melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan
regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek). Jadi
ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan ekskresi bilirubin.

Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat diekskresi ke dalam
kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. (Price, 1999)

2.1.5 Klasifikasi

1. Hepatitis A

Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala,


sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam,
diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama
sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap
penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak
berlanjut ke hepatitis kronik.

8
Masa inkubasi 30 hari. Penularan melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak
atau makan kerang yang setengah matang, minum dengan es batu yang prosesnya
terkontaminasi.

Saat ini sudah ada vakin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu
setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin
beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks
merupakan resiko tinggi tertular hepatitis A.

2. Hepatitis B

Gejala mirip hepatitis A, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah,
mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau
pisau yang terkontaminasi, tranfusi darah dan gigitan manusia. Pengobatan dengan
interferon alfa-2b dan lamivudine, serta immunoglobulin yang mengandung antibodi
terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan.

Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun
yang lalu. Yang merupakan resiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika,
orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.

3. Hepatitis C

Hepatitis C mencakup sekitar 20% dari semua kasus hepatitis viral dan paling
sering ditularkan melalui yang ditransfusi dari donor asimtomatik, berbagi jarum
dengan pengguna obat intra vena dan cairan tubuh atau didapat dari tattoo.

4. Hepatitis D

Hepatitis D Virus (HDV) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak
lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan
melalui hubungan seksual, jarum suntik dan tranfusi darah. Gejala penyakit hepatitis
D bervariasai, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat
progresif.

5. Hepatitis E

9
Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit
perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila terjadi pada
kehamilan khususnya trimester ketiga dapat mematikan. Penularan melalui air yang
terkontaminasi feces.

WOC

2.1.6 Gejala Klinis

1. Stadium pra ikterik

Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia,
mual, muntah, nyeri otot, dan nyeri di perut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.

2. Stadium Ikterik

10
Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sklera,
kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang tetapi pasien masih
lemah, anoreksis dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda.
Hati membesar dan nyeri tekan.

3. Stadium pasca ikterik

Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal kembali.

2.1.7 Pemeriksaan Fisik

Difokuskan pada bagian yang terganggu :

1. Mata

Inspeksi : lihat perubahan sclera icterus

2. Kulit

Inspeksi : lihat perubahan kulit icterus

3. Abdomen

Inspeksi : apakah ada perubahan warna kulit dan luka

Perkusi : apakah ada massa

Palpasi : apakah ada pembesaran hepar dan nyeri tekan

Auskultasi : untuk mengetahui peristaltik usus

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

1) Tes fungsi hati seperti :

(1) AST (SGOT)/ ALT (SGPT): awalnya meningkat dapat meningkat 1-2 minggu
sebelum ikterik kemusian tampak menurun

(2) Alkali Fospatase: agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat)

(3) Bilirubin serum : diatas 2,5 mg/100ml (bila diatas 200 mg/ml prognosis buruk
mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)

11
2) Darah Lengkap: SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati)

3) Leukemia: trombositopenia mungkin ada (splenomegali)

4) Feses: warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)

5) Albumin serum menurun

6) Anti-HAVlgM: positif pada tipe A

7) HbsAG: dapat positif (tipe B) atau negativ (tipe A)

8) Urinalisa: peninggian kadar bilirubin, protein/hematuria dapat terjadi

9) Tes ekskresi BSP: kadar darah meningkat

10) Radiologi

(1) Foto polos abdomen : menunjukan densitas kalsifikasi pada kandung empedu,
pankreas, hati juga dapat menimbulkan splenomegaly.

(2) Scan hati: membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.

11) Pemeriksaan Tambahan

1) Biopsi hati: menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis

2. Therapy/Tindakan Penanganan

1) Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif, misalnya istirahat sesuai


kebutuhan.

2) Pasien yang menderita hepatitis harus menghindari konsumsi alcohol.


Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat perburukan HBV dan
khususnya HCV. Pemakaian alcohol pada pasien yang menderita HCV
meningkatkan risiko terjadinya karsinoma hepatoselular dan menurunkan
respons terhadap pengobatan.

3) Penderita hepatitis harus mendapatkan penyuluhan mengenai cara penularan


kepada mitra seksual dan anggota keluarga.

4) Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara bertahap
untuk infeksi kronis. Suntikan biasanya diberikan 3 kali seminggu selama
12
minimal 3 bulan. Keefektifan IFN-α untuk kedua infeksi tersebut bervariasi.
Bahkan pada individu yang memperlihatkan perbaikan enzim hati setelah
pengobatan, efek obat ini hanya sementara. Dengan obat ini, HBV menetap
yang dijumpai pada sekitar 30% paien, sementara hilangnya HCV dalam
jangka waktu lama yang jarang sekali terjadi. Interferon umumnya
dikontraindikasikan bagi penderita yang penyakit hati yang berada pada
stadium sangat lanjut. Selain itu interferon dihubungkan dengan efek samping
yang signifikan, termasuk mialgia, demam, trombositopenia, dan depresi.
Muncul nya efek samping tersebut menyebabkan banyak pasien yang tidak
diindikasikan untuk pengobatan ini dan pengobatan dihentikan sejaki awal
untuk pasien tertentu.

5) Analog nukleotida yang secara selektif bekerja pada enzim reverse


transcriptase virus menjadi obat penting bagi hepatitis kronis. Obat- obat ini
awalnya dibuat dan digunakan untuk pasien pengidap HIV sekaligus
membantu sejumlah besar pasien yang terserang HIV sekaligus hepatitis
virus. Tingkat respons terhadap obat-obat golongan ini tinggi., sehingga
sering dijadikan obat pilihan pertama bagi pasien.

6) Terapi kombinasi interferon termodifikasi dengan analog nukleotida adalah


pengobatan yang paling berhasil untuk saat ini. Interferon termodifikasi,
disebut interferon pegilase atau peginterferon, mempunyai paruh waktu lebih
lama dibanding IFN-α dan tidak membutuhkan pengukuran dosis berulang.
Terapi kombinasi biayanya mahal dan efek samping nya menyakitkan, sama
dengan interferon pendahulunya.

7) Kerabat penderita hepatitis ditawarkan untuk menerima gammaglobulin


murni yang spesifik terhadap HAV dan HBV, yang dapat memberikan
imunitas pasif terhadap infeksi.Imunitas ini bersifat hanya sementara.

8) Tersedia juga vaksin HBV. Karena sifat virus ini sangat menular dan
berpotensi menyebabkan kematian, semua individu yang termasuk para
petugas kesehatan atau individu yang terpajan ke produk darah sangat
dianjurkan selain itu, vaksin ini ditujukan untuk individu yang berisiko tinggi
terkena penyakit tersebut termasuk kaum homoseks atau heteroseksual yang

13
aktif secara seksual dan berganti-ganti pasangan. Tidak ada efek samping
bermakna yang dijumpai setelah pemberian imunisasi HBV.

9) Vaksinasi HBV pada bayi setelah bayi baru lahir.(Corwin, E.J, 2009)

2.1.9 Komplikasi

1. Edema serebral, gagal ginjal, gangguan elektrolit, gangguan pernafasan,


hipoglikemia, hipotensi dan sepsis

2. Sindroma Guilain Baire

3. Hepatitis kronik persisten

4. Hepatitis agresif

5. Perkembangan karsinoma hepatoseluler

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Fokus pengkajian pada pasien dengan Hepatitis adalah sebagai berikut:

1) Keluhan utama pasien.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Yang dikaji meliputi apakah pasien pernah menderita penyakit ini sebelumnya,
pernah masuk rumah sakit, riwayat opname, riwayat alergi.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Yang dikaji meliputi apakah di dalam anggota keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama, menderita penyakit menurun, lingkungan dan sanitasi baik atau
buruk.

4) Pola sirkulasi

Yang dikaji meliputi adanya bradikardia, ikterik pada sclera dan membran
mukosa

5) Nutrisi

14
Yang perlu dikaji pada pasien hepatitis antara lain apakah ada anoreksia, berat
badan menurun, mual muntah, peningkatan oedema, kaji adanya asites.

6) Eliminasi

Yang perlu dikaji pada pasien hepatitis antara lain pola BAB yaitu apakah
terjadi diare, warna feses yang menyerupai dempul, melena. Pola BAK antara lain
frekuensi, konsistensi, urine berwarna gelap atau seperti air teh pekat.

7) Aktifitas

Yang dikaji pada pasien hepatitis adalah mengenai kelelahan, kelemahan dan
malaise.

8) Rasa aman dan nyaman

Yang dikaji meliputi nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas, kram
abdomen, mialgia, atralgia, gatal/pruritus.

9) Pola seksualitas

Pola hidup/perilaku meningkatkan resiko terpajan.

10) Pemeriksaan fisik head to toe

11) Pemeriksaan Laboratorium

2. Diagnosa Keperawatan

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual


muntah.

2) Kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan perubahan turgor.

3) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis


pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.

4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan malnutrisi.

5) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites.

6) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap


sumber-sumber informasi.

15
7) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

8) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual


muntah.

Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien
dapat teratasi sesuai kriteria hasil yaitu menunjukkan peningkatan berat badan
mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda
nutrisi

Intervensi:

1) Kaji adanya alergi makanan.

Rasional: alergi dapat berakibat fatal bagi klien

2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering

Rasional: adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastrointestinal dan


menurunkan kapasitasnya.

3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan.

Rasional: akumulasi partikel makanan di mulut dapat menyebabkan bau dan rasa
tak sedap yang menurunkan nafsu makan.

4) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diet yang tepat.

Rasional: merencanakan diet dengan tepat.

5) Timbang berat badan pasien

Rasionalnya: mengetahui ada tidaknya penurunan badan pasien.

2. Kerusakan intergritas jaringan berhubungan dengan perubahan turgor.

Tujuan dan Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien
teratasi sesuai dengan kriteria hasil yaitu keutuhan jaringan kulit, penurunan
pruritus.

16
Intervensi:

1) Jaga kebersihan pasien agar tetap bersih dan kering

Rasional: kulit yang kotor dan lembab sarana efektik untuk perkembangbiakan
bakteri.

2) Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.

Rasional: menghindari area penekanan pada tubuh tertentu

3) Oleskan lotion pada tubuh yang tertekan.

Rasional: menjaga agar kulit tidak kering dan bersisik

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis.

Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah


klien teratasi sesuai criteria hasil yaitu skala nyeri berkurang/tidak ada, pasien
tampak lebih rileks, pasien merasa lebih nyaman.

Intervensi:

1) Kaji karakteristik nyeri.

Rasional: untuk mengetahui hal-hal yang mencetuskan nyeri, kualitas nyeri,


area nyeri, waktu dan frekuensi nyeri.

2) Beri posisi sesuai kenyamanan pasien.

Rasional: posisi yang nyaman akan membuat klien merasa lebih rileks.

3) AAjarkan teknik distraksi relaksasi.

Rasional: suatu teknik untuk pengalihan rasa nyeri, sehingga nyeri akan
terabaikan.

4) Kolaborasikan dengan dokter tentang penggunaan analgetik yang tak


mengandung hepatotoksik.

Rasional: kemungkinan nyeri yang tidak bisa diatasi dengan teknik pengurang
nyeri

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan malnutrisi.

17
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah
klien teratasi sesuai kriteria hasil yaitu: tidak ada tanda-tanda infeksi, suhu
tubuh dalam rentang normal 36,5-37,5ºC

Intervensi:

1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi

Rasional: untuk mengetahui secara dini adanya tanda-tanda infeksi sehingga


dapat segera diberikan tindakan yang tepat.

2) Ajarkan teknik pencucian tangan dengan benar.

Rasional: menghindari risiko penyebab infeksi.

3) Pertahankan teknik aseptik

Rasional: untuk menghindari kontaminasi dengan kuman penyebab infeksi.

4) Kolaborasikan pemberian antibiotik

Rasional: menghambat perkembangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi.

5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites

Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien
teratasi sesuai dengan criteria hasil yaitu menunjukkan volume cairan stabil
dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, BB stabil, dan tidak ada
edema.

Intervensi:

1) Awasi input dan output cairan

Rasional: menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya perpindahan cairan


dan respons terhadap terapi.

2) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: untuk mengetahui peningkatan TTV terutama tekanan darah biasanya


berhubungan dengan kelebihan volume cairan.

3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan dan obat

18
Rasional: membantu proses penyembuhan.

6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pehamanan terhadap


sumber-sumber informasi.

Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah


klien teratasi sesuai dengan kriteria hasil klien dan keluarga mengetahui tentang
penyakitnya.

Intervensi:

1) Kaji tingkat pendidikan pasien

Rasional: mengetahui tingkat pendidikan pasien dan keluarga sehingga dapat


melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan tingkat pendidikannya.

2) Kaji tingkat pengetahuan pasien

Rasional: mengetahui sejauh mana pasien mengetahui tentang penyakitnya


meliputi pengertiannya, penyebabnya, perawatannya.

3) Berikan pendidikan kesehatan

Rasional: memberikan pengetahuan kepada pasien.

19
7. Hipertermi berhubungan dengan penyakit

Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah


klien teratasi sesuai dengan kriteria hasil: suhu kulit dalam batas normal 36,5-
37,5 tidak ada tanda-tanda dehidrasi

Intervensi:

1) Pantau dehidrasi

Rasional: mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda dehidrasi sehingga dapat


segera dilakukan tindakan supaya pasien tidak kekurangan cairan.

2) Pantau tekanan darah, nadi, suhu.

Rasional: untuk mengetahui perubahan respon autonomi pasien.

3) Pantau suhu minimal setiap 2 jam atau sesuai kebutuhan

Rasional: untuk memantau kenaikan atau penurunan suhu pasien.

4) Gunakan kompres

Rasional: untuk membantu dalam penurunan suhu pasien

5) Kolaborasi pemberian antipiretik

Rasional: terapi untuk penyembuhan pasien.

8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah


klien teratasi sesuai dengan kriteria hasil: pasien menerima pemenuhan
kebutuhan ADL baik dari perawat maupun keluarga, tidak ada bau badan,
mulut dan gigi bersih, badan bersih

Intervensi:

1) Kaji kemampuan pasien dalam menggunakan alat bantu.

Rasional: mengetahui seberapa jauh kemampuan pasien dalam penggunaan


alat bantu

2) Ajarkan ke keluarga dan pasien tentang teknik mobilisasi dan ambulasi

20
Rasional: memandirikan keluarga dalam teknik perpindahan pasien secara
aman.

3) Penuhi kebutuhan ADL pasien.

Rasional: memenuhi kebutuhan dasar pasien.

4. Implementasi

Merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan komunitas yang


telah disusun.

5. Evaluasi

Evaluasi memuat keberhasilan proses dan kerhasialn tindakan keperawatan.


Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan
pedoman atau rencana proses tersebut.
2.3 Konsep Sirosis Hepatis
2.3.1 Pengertian
1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer, FKUI, 2001).

2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).

3. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati


adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati,
diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai

21
nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati.

2.3.2 Etiologi

Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :

1. Malnutrisi

2. Alkoholisme

3. Virus hepatitis

4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika

5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)

6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)

7. Zat toksik

Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :

1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas


mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).

2.3.3 Patofisiologi

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis
terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun
defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan
hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor
penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang
ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang

22
tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya
normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).

Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding


individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan
meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat
memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis
yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak
daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer &
Bare, 2001).

Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis mikronodular.
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi
utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis
alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).

2.3.4 Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara
lain:

1. Pembesaran Hati Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar
dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan
parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan
hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).

2. Obstruksi Portal dan Asites Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh


kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi
portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena
porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan

23
perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam
limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini
menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut
akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan
konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan


menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru
kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.

3. Varises Gastrointestinal Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai
akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah
abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae),
dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.

Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang
tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan;
sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan
esofagus.

4. Edema Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi

24
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.

5. Defisiensi Vitamin dan Anemia Karena pembentukan, penggunaan dan


penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan
K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya
sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet
yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang
sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan
pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu
kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.

6. Kemunduran Mental Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi


mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup
perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta
tempat, dan pola bicara.

WOC

25
2.3.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:

1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang
teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak
secukupnya.

2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :

1) Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan


mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300
kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat
perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan
Cochicine.

26
2) Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi
kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama
setahun.

3) Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.

3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul

1) Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

2) Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau


melena saja)

(1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.

(2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100
x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.

(3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.

3) Ensefalopati

(1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.

(2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.

(3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises.

(4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik.

(5) Transplantasi hati.

27
4) Peritonitis bakterial spontan

Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida.

5) Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik Mengatur keseimbangan cairan dan


garam.

2.3.6 Komplikasi

Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:

1. Hipertensi portal

2. Coma/ ensefalopaty hepatikum

3. Hepatoma

4. Asites

5. Peritonitis bakterial spontan

6. Kegagalan hati (hepatoselular)

7. Sindrom hepatorenal

2.4 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai


berikut:

1) Demografi

a. Usia : diatas 30 tahun 16

b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan

c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat hepatitis kronis b.

b. Penyakit gangguan metabolisme : DM

c. Obstruksi kronis ductus coleducus

28
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis

e. Penyakit autoimun

f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP

3. Pola Fungsional

a. Aktivitas/ istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan. Tanda : Letargi, penurunan


massa otot/ tonus.

b. Sirkulasi Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis,


penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati),
disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ; vena abdomen distensi.

c. Eliminasi Gejala : Flatus. Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali,


splenomegali, asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat,
melena, urine gelap, pekat.

d. Makanan/ cairan Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah. Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan),
kulit kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus,
perdarahan gusi.

e. Neurosensori Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,


penurunan mental. Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara
lambat/ tak jelas.

f. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.

g. Pernapasan Gejala : Dispnea. Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi


napas tambahan, ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia.

h. Keamanan Gejala : Pruritus. Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis


alkohlik), ikterik, ekimosis, petekie.

i. Seksualitas Gejala : Gangguan menstruasi, impoten. Tanda : Atrofi testis,


ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis)

4. Pemeriksaan Fisik

29
a. Tampak lemah

b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)

c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis

d. Distensi vena jugularis dileher

e. Dada :

1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)

2) Penurunan ekspansi paru

3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan

4) Disritmia, gallop

5) Suara abnormal paru (rales)

f. Abdomen :

1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen

2) Penurunan bunyi usus

3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras

4) Nyeri tekan ulu hati

g. Urogenital :

1) Atropi testis

2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)

h. Integumen : Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis

i. Ekstremitas : Edema, penurunan kekuatan otot

5. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:

1) Darah lengkap Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan.


Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi.
Leukopenia mungkin ada sebagai akibat hiperplenisme.

30
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT

3) Albumin serum menurun

4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia

5) Pemanjangan masa protombin

6) Glukosa serum : hipoglikemi

7) Fibrinogen menurun

8) BUN meningkat

2. Pemeriksaan diagnostik

Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu:

1) Radiologi Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi


portal.

2) Esofagoskopi Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.

3) USG

4) Angiografi Untuk mengukur tekanan vena porta.

5) Skan/ biopsi hati Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.

6) Partografi transhepatik perkutaneus Memperlihatkan sirkulasi sistem vena


portal.

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis


menurut Doenges (2000) antara lain:

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.

2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.

3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

31
5) Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada
kulit.

6) Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.

7) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.

8) Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam


darah.

4. Intervensi dan Rasional

Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa


keperawatan dengan intervensi dan rasional sebagai berikut:

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi
efektif.

Kriteria hasil :

a. Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas.

b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/ menit) tanpa


terdengarnya suara pernapasan tambahan.

c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala pernapasan


dangkal.

d. Tidak mengalami gejala sianosis.

Intervensi :

1) Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.

Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan dengan


akumulasi cairan dalam abdomen.

2) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring.

Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma. 3)


Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam, dan batuk.

Rasional : Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.

32
3) Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.

4) Rasional : Untuk mencegah hipoksia

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi
tubuh terpenuhi.

Kriteria hasil :

a. Menunjukkan peningkatan berat badan secara progresif.

b. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.

Intervensi :

1) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.

Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan.

2) Berikan makan sedikit tapi sering.

Rasional : Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin berhubungan


dengan peningkatan tekanan intraabdomen/ asites.

3) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.

Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa tidak enak
pada mulut dimana menambah anoreksia.

4) Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung
status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites.

5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein


dan amonia.

Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan simpanan


glikogen, atau masukan tidak adekuat.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance
cairan. Kriteria hasil :

33
a. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran.

b. Berat badan stabil.

c. Tanda vital dalam rentang normal dan tidak ada edema.

Intervensi :

1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif.

Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi.

2) Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas dan terjadinya
bunyi tambahan.

Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi,


gangguan pertukaran gas, dan komplikasi.

3) Dorong untuk tirah baring bila ada asites.

Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.

4) Awasi TD dan CVP.

Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan.

5) Awasi albumin serum dan elektrolit.

Rasional : Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma,


mengakibatkan edema.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran terhadap aktivitas.

Kriteria hasil :

a. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien.

b. Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.

c. Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.


Intervensi :

1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).

34
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan. 2)
Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)

Rasional : Memberikan nutrien tambahan.

2) Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.

Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien untuk melakukan latihan
dalam batas toleransi klien.

3) Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap.

Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada


kulit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas kulit
terjaga.

Kriteria hasil :

a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh.

b. Tidak memperlihatkan luka pada tubuh.

c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau
peningkatan suhu didaerah tonjolan tulang.

Intervensi :

1) Batasi natrium seperti yang diresepkan.

Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.

2) Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.

Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien dan sangat
rentan terhadap tekanan serta trauma.

3) Balik dan ubah posisi klien dengan sering.

Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.

35
4) Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.

Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.

5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan
dengan benar.

6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
perdarahan.

Kriteria hasil :

a. Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.

b. Menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.

Intervensi :

1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.

Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan


mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam homeostasis karena sirosis.

2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor pembekuan.

3) Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.

Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan


kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.

4) Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan.

Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif.

5) Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran.

Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral


sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.

36
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
infeksi.

Kriteria hasil :

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

b. Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi


ulang.

Intervensi :

1) Kaji tanda vital dengan sering.

Rasional : Tanda adanya syok septik.

2) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan efektif.

Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.

3) Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.

Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko komplikasi


sekunder.

4) Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik.

Rasional : Pengobatan untuk mencegah/ membatasi infeksi sekunder.

8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam


darah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
perubahan proses pikir.

Kriteria hasil :

a. Mempertahankan tingkat mental/ orientasi kenyataan.

b. Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk mencegah/ meminimalkan perubahan


mental.

Intervensi :

1) Observasi perubahan perilaku dan mental.

37
Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.

2) Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental klien.

Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.

3) Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri.

Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan, menurunkan kebutuhan


metabolik hati.

4) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH, BUN,


glukosa dan darah lengkap.

5) Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik,


hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma hepatik.

4. Implementasi

Merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan komunitas yang


telah disusun.

5. Evaluasi

Evaluasi memuat keberhasilan proses dan kerhasialn tindakan keperawatan.


Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan
pedoman atau rencana proses tersebut.

38
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

hepatitis adalah suatu penyakit peradangan pada jaringan hati yang

disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan sel sel hati mengalami

kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan

difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi

sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan

terjadinya pengerasan dari hati.

39
DAFTAR PUSTAKA

Definisi hepatitis (Ester monika, 2002 : 93)

Makalah hepatitis doc https://www.academia.edu/18658316/MAKALAH_HEPATITIS


diakses tgl 19 maret 2020/08.23

Definisi sirosis (Smeltzer & Bare, 2001)

Asuhan keperawatan sirosis hepatis doc


https://www.academia.edu/31107206/ASKEP_SIROSIS_HEPATIS diakses tgl 19
maret 2020/11.23

40

Anda mungkin juga menyukai