Prodi : S1 Keperawatan
Dosen Pembimbing :
Ns. Shelfi Dwi Retnan P.S,M.Kep
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan rahmat-Nya lah
makalah yang berjudul “Hepatitis dan Sirosis Hepatis” dapat diselesaikan untuk
memenuhi tugas mata kuliah KMB. Adapun makalah ini masih jauh dari sempurna
dan perlu kajian yang lebih dalam lagi. Penyusun membuka diri jika ada saran dan
kritik yang ditujukan pada tulisan ini.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar……………………………………………………………………….1
Daftar isi………………………………………………………………………………2
BAB I Pendahuluan………………………………………………………………….3
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………...
1.3 Tujuan………………………………………………………………………….
BAB II Pembahasan………………………………………………………………….5
2.1 Konsep Hepatitis……………………………………………………………….
2.2 Asuhan Keperawatan Hepatitis………………………………………………...
2.3 Konsep Sirosis Hepatis…………………………………………………………
2.4 Asuhan Keperawatan Hepatis………………………………………………….
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………37
3.1 Kesipulan………………………………………………………………………
3.2 Saran…………………………………………………………………………...
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatitis telah menjadi masalah global, dimana dipengaruhi oleh pola makan,
kebiasaan merokok, gaya hidup tidak sehat, penggunaan obat-obatan, bahkan
tingkat ekonomi dan pendidikan menjadi beberapa penyebab dari penyakit ini.
Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan organ hati yang
dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain infeksi virus, gangguan
metabolisme, obat-obatan, alkohol, maupun parasit.
3
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi, dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien
yang berusia 45 – 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit kanker).
Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar
25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan
penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit
Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk
mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna
bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous
bacterial peritonitis serta hepatosellular carcinoma.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep hepatitis
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan hepatitis
1.2.3 Bagaimana konsep sirosis hepatis
1.2.4 Bagaimana asuhan keparawatan sirosis hepatis
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui konsep hepatitis
1.3.2 Mengetahui asuhan keperawatan hepatitis
1.3.3 Mengetahui konsep sirosis hepatis
1.3.4 Mengetahui asuhan keperawatan sirosis hepatis
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hepatitis
Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar
terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alkohol. (Ester monika,
2002 : 93) Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus
perubahan klinis, biokomia serta seluler yang khas. (Brunner & Suddarth, 2002 :
1169)
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis dalam
bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal definisi
lever itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa belanda yang berarti organ hati,bukan
lever adalah penyakit radang hati. sedangkan istilah sakit kuning sebenarnya dapat
menimbulkan kercunan, karena tidak semua penyakit kuning disebabkan oleh radang
hati, teatapi juga karena adanya peradangan pada kantung empedu. (M. Sholikul
Huda)
Hepatitits adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat di
sebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat – obatan serta bahan
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis,
5
Kesimpulan penulis, hepatitis adalah suatu penyakit peradangan pada jaringan
hati yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan sel sel hati mengalami
2.1 .2 Epidemologi
Kita mengenal beberapa macam hepatitis akut, dari hepatitis A sampai dengan C.
Berhubungan dengan cepatnya perkembangan teknologi kedokteran terutama
dibidang molekuler, dapat dipastikan bahwa akibat hepatitis akan segera bertambah.
Hepatitis menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting bukan hanya di
Amerika tetapi di seluruh dunia. Lebih dari 60.000 kasus dilaporkan ke pusat
pengawasan kesehatan di Amerika dan setiap tahun jumlahnya secara bertahap.
Walaupun mortilitas dari hepatitis virus relative rendah, morbiditas dan kerugian
ekonomi yang besar dihubungkan dengan penyakit ini 60-90% dari kasus hepatitis
virus diperkirakan berlangsung tanpa dilaporkan. Keadaan kasus subklinis,
ketidakberhasilan untuk mengenali kasus yang ringan dan kesalahan diagnosis
diperkirakan turut menjadi penyebab pelaporan yang kurang lebih 50% orang dewasa
di Amerika telah memiliki antibodi terhadap virus hepatitis. Banyak orang tidak
dapat mengingat kembali kejadian sebelumnya yang memperlihatkan gejala hepatitis
(Brunner dkk, 2002).
2.1.3 Penyebab
1. Virus
1) Hepatitis A (HAV)
2) Hepatitis B (HBV)
Kadang-kadang disebut Hepatitis serum. Penyakit ini bersifat serius dan biasanya
menular melalui kontak dengan darah yang mengandung virus. Penyakit ini juga
ditularkan melalui hubungan kelamin dan dapat ditemukan di dalam semen dan
6
dalam cairan tubuh lainnya. HBV memiliki masa tunas yang lama antara 1 dan 7
bulan dengan awitan rerata 1-2 bulan
3) Hepatitis C (HCV)
Dahulu disebut hepatits non A dan non B yang ditularkan melalui suplai darah
komersial. HCV ditularkan dengan cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama
melalui transfusi darah.
4) Hepatitis D (HDV)
Disebut hepatitis Delta. Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga
infeksi HBV bertambah parah.
5) Hepatitis E (HEV)
Hepatitis virus yang terutama ditularkan melalui ingesti air yang tercemar.
2. Bakteri
2.1.4 Patofisologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan- bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai
darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal
pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
7
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel
hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan
oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang
mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar, karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman
pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual
dan nyeri di ulu hati.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat diekskresi ke dalam
kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. (Price, 1999)
2.1.5 Klasifikasi
1. Hepatitis A
8
Masa inkubasi 30 hari. Penularan melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak
atau makan kerang yang setengah matang, minum dengan es batu yang prosesnya
terkontaminasi.
Saat ini sudah ada vakin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu
setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin
beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks
merupakan resiko tinggi tertular hepatitis A.
2. Hepatitis B
Gejala mirip hepatitis A, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah,
mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau
pisau yang terkontaminasi, tranfusi darah dan gigitan manusia. Pengobatan dengan
interferon alfa-2b dan lamivudine, serta immunoglobulin yang mengandung antibodi
terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan.
Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun
yang lalu. Yang merupakan resiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika,
orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.
3. Hepatitis C
Hepatitis C mencakup sekitar 20% dari semua kasus hepatitis viral dan paling
sering ditularkan melalui yang ditransfusi dari donor asimtomatik, berbagi jarum
dengan pengguna obat intra vena dan cairan tubuh atau didapat dari tattoo.
4. Hepatitis D
Hepatitis D Virus (HDV) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak
lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan
melalui hubungan seksual, jarum suntik dan tranfusi darah. Gejala penyakit hepatitis
D bervariasai, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat
progresif.
5. Hepatitis E
9
Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit
perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila terjadi pada
kehamilan khususnya trimester ketiga dapat mematikan. Penularan melalui air yang
terkontaminasi feces.
WOC
Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia,
mual, muntah, nyeri otot, dan nyeri di perut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.
2. Stadium Ikterik
10
Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sklera,
kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang tetapi pasien masih
lemah, anoreksis dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda.
Hati membesar dan nyeri tekan.
1. Mata
2. Kulit
3. Abdomen
1. Pemeriksaan Laboratorium
(1) AST (SGOT)/ ALT (SGPT): awalnya meningkat dapat meningkat 1-2 minggu
sebelum ikterik kemusian tampak menurun
(3) Bilirubin serum : diatas 2,5 mg/100ml (bila diatas 200 mg/ml prognosis buruk
mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
11
2) Darah Lengkap: SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati)
10) Radiologi
(1) Foto polos abdomen : menunjukan densitas kalsifikasi pada kandung empedu,
pankreas, hati juga dapat menimbulkan splenomegaly.
2. Therapy/Tindakan Penanganan
4) Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara bertahap
untuk infeksi kronis. Suntikan biasanya diberikan 3 kali seminggu selama
12
minimal 3 bulan. Keefektifan IFN-α untuk kedua infeksi tersebut bervariasi.
Bahkan pada individu yang memperlihatkan perbaikan enzim hati setelah
pengobatan, efek obat ini hanya sementara. Dengan obat ini, HBV menetap
yang dijumpai pada sekitar 30% paien, sementara hilangnya HCV dalam
jangka waktu lama yang jarang sekali terjadi. Interferon umumnya
dikontraindikasikan bagi penderita yang penyakit hati yang berada pada
stadium sangat lanjut. Selain itu interferon dihubungkan dengan efek samping
yang signifikan, termasuk mialgia, demam, trombositopenia, dan depresi.
Muncul nya efek samping tersebut menyebabkan banyak pasien yang tidak
diindikasikan untuk pengobatan ini dan pengobatan dihentikan sejaki awal
untuk pasien tertentu.
8) Tersedia juga vaksin HBV. Karena sifat virus ini sangat menular dan
berpotensi menyebabkan kematian, semua individu yang termasuk para
petugas kesehatan atau individu yang terpajan ke produk darah sangat
dianjurkan selain itu, vaksin ini ditujukan untuk individu yang berisiko tinggi
terkena penyakit tersebut termasuk kaum homoseks atau heteroseksual yang
13
aktif secara seksual dan berganti-ganti pasangan. Tidak ada efek samping
bermakna yang dijumpai setelah pemberian imunisasi HBV.
9) Vaksinasi HBV pada bayi setelah bayi baru lahir.(Corwin, E.J, 2009)
2.1.9 Komplikasi
4. Hepatitis agresif
1. Pengkajian
Yang dikaji meliputi apakah pasien pernah menderita penyakit ini sebelumnya,
pernah masuk rumah sakit, riwayat opname, riwayat alergi.
Yang dikaji meliputi apakah di dalam anggota keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama, menderita penyakit menurun, lingkungan dan sanitasi baik atau
buruk.
4) Pola sirkulasi
Yang dikaji meliputi adanya bradikardia, ikterik pada sclera dan membran
mukosa
5) Nutrisi
14
Yang perlu dikaji pada pasien hepatitis antara lain apakah ada anoreksia, berat
badan menurun, mual muntah, peningkatan oedema, kaji adanya asites.
6) Eliminasi
Yang perlu dikaji pada pasien hepatitis antara lain pola BAB yaitu apakah
terjadi diare, warna feses yang menyerupai dempul, melena. Pola BAK antara lain
frekuensi, konsistensi, urine berwarna gelap atau seperti air teh pekat.
7) Aktifitas
Yang dikaji pada pasien hepatitis adalah mengenai kelelahan, kelemahan dan
malaise.
Yang dikaji meliputi nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas, kram
abdomen, mialgia, atralgia, gatal/pruritus.
9) Pola seksualitas
2. Diagnosa Keperawatan
15
7) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
3. Intervensi
Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien
dapat teratasi sesuai kriteria hasil yaitu menunjukkan peningkatan berat badan
mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda
nutrisi
Intervensi:
3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan.
Rasional: akumulasi partikel makanan di mulut dapat menyebabkan bau dan rasa
tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
Tujuan dan Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien
teratasi sesuai dengan kriteria hasil yaitu keutuhan jaringan kulit, penurunan
pruritus.
16
Intervensi:
Rasional: kulit yang kotor dan lembab sarana efektik untuk perkembangbiakan
bakteri.
Intervensi:
Rasional: posisi yang nyaman akan membuat klien merasa lebih rileks.
Rasional: suatu teknik untuk pengalihan rasa nyeri, sehingga nyeri akan
terabaikan.
Rasional: kemungkinan nyeri yang tidak bisa diatasi dengan teknik pengurang
nyeri
17
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah
klien teratasi sesuai kriteria hasil yaitu: tidak ada tanda-tanda infeksi, suhu
tubuh dalam rentang normal 36,5-37,5ºC
Intervensi:
Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien
teratasi sesuai dengan criteria hasil yaitu menunjukkan volume cairan stabil
dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, BB stabil, dan tidak ada
edema.
Intervensi:
18
Rasional: membantu proses penyembuhan.
Intervensi:
19
7. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
Intervensi:
1) Pantau dehidrasi
4) Gunakan kompres
Intervensi:
20
Rasional: memandirikan keluarga dalam teknik perpindahan pasien secara
aman.
4. Implementasi
5. Evaluasi
2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).
3. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).
21
nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati.
2.3.2 Etiologi
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
7. Zat toksik
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
2.3.3 Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis
terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun
defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan
hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor
penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang
ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang
22
tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya
normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis mikronodular.
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi
utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis
alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara
lain:
1. Pembesaran Hati Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar
dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan
parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan
hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
23
perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam
limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini
menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut
akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan
konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan.
3. Varises Gastrointestinal Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai
akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah
abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae),
dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang
tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan;
sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan
esofagus.
4. Edema Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
24
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
WOC
25
2.3.5 Penatalaksanaan
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang
teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak
secukupnya.
26
2) Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi
kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama
setahun.
1) Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
(1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
(2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100
x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
(3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
3) Ensefalopati
(1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.
(3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises.
27
4) Peritonitis bakterial spontan
2.3.6 Komplikasi
1. Hipertensi portal
3. Hepatoma
4. Asites
7. Sindrom hepatorenal
1. Pengkajian
1) Demografi
2. Riwayat Kesehatan
28
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
3. Pola Fungsional
d. Makanan/ cairan Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah. Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan),
kulit kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus,
perdarahan gusi.
f. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
4. Pemeriksaan Fisik
29
a. Tampak lemah
e. Dada :
4) Disritmia, gallop
f. Abdomen :
g. Urogenital :
1) Atropi testis
5. Pemeriksaan penunjang
30
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT
7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat
2. Pemeriksaan diagnostik
3) USG
5) Skan/ biopsi hati Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
3. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
31
5) Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada
kulit.
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi
efektif.
Kriteria hasil :
Intervensi :
32
3) Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa tidak enak
pada mulut dimana menambah anoreksia.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung
status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance
cairan. Kriteria hasil :
33
a. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran.
Intervensi :
2) Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas dan terjadinya
bunyi tambahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran terhadap aktivitas.
Kriteria hasil :
34
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan. 2)
Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien untuk melakukan latihan
dalam batas toleransi klien.
3) Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas kulit
terjaga.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh.
c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau
peningkatan suhu didaerah tonjolan tulang.
Intervensi :
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien dan sangat
rentan terhadap tekanan serta trauma.
35
4) Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan
dengan benar.
Kriteria hasil :
Intervensi :
2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor pembekuan.
36
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
infeksi.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
perubahan proses pikir.
Kriteria hasil :
Intervensi :
37
Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.
2) Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental klien.
4. Implementasi
5. Evaluasi
38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan sel sel hati mengalami
sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan
difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi
sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan
39
DAFTAR PUSTAKA
40