Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH IMUNOSEROLOGI

HEPATITIS A

Disusun Oleh Kelompok 1:


 Annisya H. Kadir
 Riska Udin
 Cantika MOH. N. Paliba
 Nurmala Devri Mohamad
 Melta Sri Rahma Subandrio
 Nurfadila Lamusu
 Satrio Sandi Saputra Monoarfa

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA MANDIRI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah mari kita
curahkan kepada baginda Habibillah Muhammad Saw yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempunya dengan bahasa
yang sangat indah.
Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah
menyelesaikan makalah yang kami beri judul “Hepatitis A” sebagai tugas mata
kuliah Imunoserologi.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami
butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami dilain waktu.

Gorontalo,... November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.............................................................................................................3

1.1 Latar Belakang.................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................5

1.3 Tujuan...............................................................................................................5

BAB II...............................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................6

2.1 Definisi Hepatitis....................................................................................................6

2.1.1 Definisi Hepatitis A...........................................................................................7

2.1.2 Etiologi Hepatitis A...........................................................................................7

2.1.3 Patofisiologi Hepatitis A...................................................................................8

2.1.4 Faktor Resiko Hepatitis A.................................................................................8

2.1.5 Manifestasi Klinik.............................................................................................9

2.1.6 Diagnosis Hepatitis A......................................................................................10

2.2 Pentingnya PAGT Untuk Mempercepat Penyembuhan Hepatitis...................12

2.2.1 Pengkajian Gizi (Assessment).........................................................................14

2.2.2 Diagnosa Gizi..................................................................................................16

2.2.3 Intervensi Gizi.................................................................................................17

2.2.4 Monitoring dan Evaluasi Gizi..........................................................................18

BAB III...........................................................................................................................20

PENUTUP.......................................................................................................................20

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................20

3.2 Saran.....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan

adanya peradangan pada hati. Hepatitis merupakan suatu proses terjadinya

inflamasi atau nekrosis pada jaringan hati yang dapat disebabkan oleh infeksi,

obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan sistem antibodi.

Infeksi yang disebabkan virus merupakan penyebab paling banyak dari

Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus

Hepatitis A, B, C, D, dan E. Penyakit Hepatitis yang disebabkan oleh virus,

Hepatitis B menduduki tempat pertama dalam hal jumlah dan penyebarannya

yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan organ

hati yang dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain infeksi virus,

gangguan metabolisme, obat-obatan, alkohol, maupun parasit. Hepatitis juga

merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan perhatian serius di

Indonesia, terlebih dengan jumlah penduduk yang besar serta kompleksitas

yang terkait. Selain itu meningkatnya kasus obesitas, diabetes melitus, dan

hiperlipidemia, membawa konsekuensi bagi komplikasi hati, salah satunya

hepatitis. Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai

nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Wening Sari, 2008).

Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit

hati di seluruh dunia. Penyakit tersebut ataupun gejala sisanya bertanggung

jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Banyak episode hepatitis
dengan klinis anikterik, tidak nyata atau subklinis. Secara global virus

hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang persisten. Peningkatan

prevalensi anti-HAV yang berhubungan dengan umur mulai terjadi dan lebih

nyata di daerah dengan kondisi kesehatan dibawah standar. Lebih dari 75%

anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India, menunjukan sudah memiliki

anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi Hepatitis A Virus (HAV)

didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimtomatik atau sekurangnya

anikterik.2 HAV lazim terjadi pada anak dan dewasa muda. Terdapat

peningkatan insidensi pada musim tertentu yaitu pada musim gugur dan

musim dingin.

World Health Organization (WHO) memperkirakan penduduk dunia

terinfeksi virus Hepatitis A, B, C, D dan E. Hasil data untuk Hepatitis A

secara global didapatkan sekitar 1,4 juta kasus pertahun. Hepatitis B

berjumlah lebih dari 2 miliar penduduk dunia terinfeksi virus Hepatitis B dan

400 juta orang diantaranya menjadi pengidap kronik pada tahun 2000.

Hepatitis C berjumlah sekitar 3% atau 170 juta orang (Depkes RI, 2006).

Hepatitis E dengan jumlah kasus 146 orang (Kemenkes RI, 2014).

Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A.

Penyebaran virus ini terjadi melalui makanan atau minuman yang

terkontaminasi oleh feses orang yang terinfeksi. Penyakit ini dapat

menyebabkan gejala seperti mual, muntah, lemas, hilang napsu makan, kulit

dan sklera mata berubah menjadi kuning, demam, dan gejala lainnya. Proses

penyembuhan penyakit ini membutuhkan waktu sekitar beberapa minggu


hingga beberapa bulan. Hal ini dapat menimbulkan dampak sosioekonomi

dalam masyarakat (Arief, 2012).

Hepatitis A merupakan infeksi hati akut. Karena sifat menularnya maka

penyakit ini disebut juga hepatitis infeksiosa. Penyakit ini merupakan

masalah kesehatan di Indonesia karena masih sering menyebabkan Kejadian

Luar Biasa (KLB). Penyakit ini termasuk common source yang penularan

utamanya melalui makanan dan sumber air, namun bisa juga ditularkan

melalui hubungan seksual (Sanityoso A, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaiman cara untuk

mencegah penularan penyakit hepatitis A ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan pada makalah ini adalah untuk mengetahui untuk

bagaimana cara mencegah penularan penyakit hepatitis A.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hepatitis

Hepatitis adalah peradangan hati yang bisa berkembang menjadi fibrosis

(jaringan parut), sirosis atau kanker hati. Hepatitis disebabkan oleh berbagai

faktor seperti infeksi virus, zat beracun (misalnya alkohol, obat-obatan

tertentu), dan penyakit autoimun (Kemenkes, 2017).

Peradangan hati ditandai dengan meningkatnya kadar enzim hati.

Peningkatan ini disebabkan adanya gangguan atau kerusakan membran hati.

Ada 2 faktor penyebabnya yaitu faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor

penyebab infeksi antara lain virus hepatitis dan bakteri. Selain karena virus

Hepatitis A, B, C, D, E dan G masih banyak virus lain yang berpotensi

menyebabkan hepatitis misalnya adenoviruses, CMV, Herpes simplex, HIV,

rubella, varicella dan lainlain. Sedangkan bakteri yang menyebabkan hepatitis

antara lain misalnya bakteri Salmonella thypi, Salmonella parathypi,

tuberkulosis, leptosvera. Faktor non infeksi misalnya karena obat. Obat

tertentu dapat mengganggu fungsi hati dan menyebabkan hepatitis

(Dalimartha,2008).

2.1.1 Definisi Hepatitis A

Hepatitis A adalah penyakit yang menyerang organ Hepar yang

disebabkan oleh VHA. Hepatitis A dapat menyebabkan sakit ringan hingga

berat. Pada umumnya penyebaran terjadi secara fekal-oral ketika seseorang

mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja seseorang


yang terinfeksi VHA. VHA bersifat termostabil, tahan asam, dan tahan

terhadap cairan empedu (Kemenkes, 2014).

Hepatitis A juga merupakan jenis hepatitis yang paling ringan dan paling

mudah penularannya serta tidak menutup kemungkinan akan berubah atau

masuk ke tingkat yang lebih parah seperti hepatitis B atau hepatitis C. Jika

tidak dilakukan intervensi segera, anak-anak yang sehat agar tetap sehat dan

anak-anak yang rentan dapat terhindar dari faktor-faktor penyebab

terjangkitnya hepatitis A

2.1.2 Etiologi Hepatitis A

Hepatitis A, yang dahulu dinamakan hepatitis infeksiosa, disebabkan oleh

virus RNA dari family enterovirus. Masa inkubasi virus Hepatitis A

diperkirakan berkisar dari 1 hingga 7 minggu dengan rata-rata 30 hari.

Perjalanan penyakit dapat berlangsung lama, dari 4 minggu hingga 8 minggu.

Virus Hepatitis A hanya terdapat dalam waktu singkat di dalam serum, pada

saat timbul ikterik kemungkinan pasien sudah tidak infeksius lagi (Smeltzer,

2001).

Hepatitis A merupakan penyakit hati serius yang disebabkan oleh virus

Hepatitis A (HAV). HAV ditemukan di tiap tubuh manusia pengidap

Hepatitis A. Terkadang penyakit ini menular melalui kontak personal.

Terkadang pula melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi HAV

(Sari, 2016).

2.1.3 Patofisiologi Hepatitis A

VHA memiliki masa inkubasi ± 4 minggu. Replikasi virus dominasi

terjadi pada hepatosit, meski VHA juga ditemukan pada empedu, feses, dan
darah. Anti gen VHA dapat ditemukan pada feses pada 1-2 minggu sebelum

dan 1 minggu setelah awitan penyakit (Arif A., 2014).

Fase akut penyakit ditandai dengan peningkatan kadar

aminotransferase serum, ditemukan antibodi terhadap VAH (IgM anti-

VAH), dan munculnya gejala klinis (jaundice). Selama fase akut, hepatosit

yang terinfeksi umumnya hanya mengalami perubahan morfologi yang

minimal, hanya mengalami perubahan morfologi yang minimal hanya 1%

yang menjadi fulminant. kadar igM Anti-VAH yang akan bertahan seumur

hidup. infeksi VAH akan sembuh secara spontan, tidak akan pernah menjadi

kronis atau karier (Arif A., 2014).

2.1.4 Faktor Resiko Hepatitis A

Perilaku berisiko terhadap Hepatitis A berdasarkan Kemenkes RI (2012) :

1. kebiasaan membeli makanan sembarang tempat, makanan-makanan

mentah atau setangah matang.

2. Personal hygiene yang rendah antara lain : penerapan Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat masih kurang diantaranya cuci tangan dengan air bersih

dan sabun, mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, serta cara

mengolah makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan

(Kemenkes RI, 2012).

Kelompok risiko tinggi tertular HAV berdasarkan diantaranya :

1. Tinggal di daerah dengan kondisi lingkungan yang buruk (penyediaan air

minum dan air bersih, pembuangan air limbah, pengelolaan sampah,

pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat).

2. Tempat penitipan anak dan asrama (Pesantren).


3. Pengaji makanan

2.1.5 Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala awal infeksi virus Hepatitis A sangat bervariasi dan

bersifat tidak spesifik. Demam, kelelahan, anoreksia (tidak nafsu makan)

dan gangguan pencernaan (mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada

awal penyakit. Dalam waktu 1 minggu, beberapa penderita dapat mengalami

gejala kuning disertai gatal (ikterus), buang air kecil berwarna seperti teh,

dan tinja berwarna pucat. Infeksi pada anak berusia di bawah 5 tahun

umumnya tidak memberikan gejala yang jelas dan hanya 10% yang akan

memberikan gejala ikterus. Pada anak yang lebih tua dan dewasa, gejala

yang muncul biasanya lebih berat dan ikterus terjadi pada lebih dari 70%

penderita. Masa inkubasi 15-50 hari, rata-rata 28-30 hari ( Kemenkes, 2012)

Menurut Wicaksono (2014) gejala hepatitis akut terbagi dalam 4

tahap yaitu fase inkubasi, fase prodromal (pra ikterik), fase ikterus, dan fase

konvalesen (penyembuhan).

1. Fase Inkubasi

Fase Inkubasi merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya

gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus

hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan

dan jalur 7 penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase

inkubasi ini. Pada hepatitis A fase inkubasi dapat berlangsung selama 14-

50 hari, dengan rata-rata 28-30 hari.

2. Fase Prodromal (Pra-Ikterik)


Pada fase ini akan timbul keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala

ikterus. Tandanya berupa malaise umum, nyeri otot, nyeri sendi, mudah

lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia.

3. Fase Ikterus

Fase Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan

dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi.

Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi

justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata

4. Fase Konvalesen (Penyembuhan)

Fase penyembuhan diawali dengan proses menghilangnya ikterus dan

keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada.

Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan

akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A

perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu. Pada 5-

10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya 1%

menjadi fulminant.

2.1.6 Diagnosis Hepatitis A

Salah satu cara dalam menegakkan diagnosis pada penderita

hepatitis A diperlukan beberapa pemeriksaan, antara lain:

1. Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan klinis dilakukan berdasarkan keluhan penderita seperti

demam, kelelahan, anoreksia, mual, dan rasa tidak nyaman pada perut.

Beberapa orang biasanya mengalami diare, ikterik (kulit dan mata

menguning), urine berwarna gelap dan pada kotoran (feses) terdapat


bercak darah, hal ini dapat ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkatan

berat penyakit ini bermacam–macam, mulai dari asimtomatik (hal ini biasa

terjadi pada anak–anak), sakit ringan, hingga sakit yang menyebabkan

hendaknya bertahan selama satu minggu sampai satu bulan.

2. Pemeriksaan Serologi

Pada pemeriksaan serologi, mencari dua jenis antibodi terhadap virus yaitu

IgM dan IgG. Hal pertama yang dicari adalah antibodi IgM, yang dibuat

oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari, dan antibodi ini

hilang dalam waktu enam bulan. Tes antibodi IgG, yang menggantikan

antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV.

a. Apabila dalam tes serologi hasilnya menunjukkan negatif untuk

antibodi IgM dan antibodi IgG, maka seseorang kemungkinan tidak

pernah terinfeksi HAV, dan direkomendasikan untuk melakukan

vaksinasi HAV

b. Apabila tes serologi menunjukkan hasil positif untuk antibodi IgM dan

hasil negatif untuk antibodi IgG, maka seseorang kemungkinan telah

tertular HAV dalam kurun waktu enam bulan terakhir, dan sistem

kekebalan tubuh sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi

semakin parah.

c. Sebaliknya apabila tes serologi menunjukkan hasil negatif untuk

antibodi IgM dan hasil positif untuk antibodi IgG, maka kemungkinan

seseorang tersebut terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau

sudah melakukan vaksinasi terhadap HAV, dan pada saat ini sudah

kebal terhadap HAV.


3. Pemeriksaan penunjang Lain

Diagnosis dari penyakit hepatitis dapat berdasarkan hasil pemeriksaan

biokimia terhadap fungsi organ hati (pemeriksaan laboratorium dari:

bilirubin urine dan urobilinogen, total dan direct bilirubin serum, alanine

transaminase (ALT), aspartate transaminase (AST), prothombin time (PT),

total protein, serum albumin, IgG, IgA, IgM, dan hitung sel darah

lengkap). Apabila dengan tes laboratorium tidak memungkinkan, maka

bukti epidemiologis merupakan langkah yang dapat membantu

menegakkan diagnosa. Bukti epidemiologis adalah penemuan dua atau

lebih kasus hepatitis A klinis pada lokasi praduga KLB yang mempunyai

hubungan epidemiologis (Kemenkes, 2012)

2.2 Pentingnya PAGT Untuk Mempercepat Penyembuhan Hepatitis

Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah metode pemecahan

masalah yang sistematis, yang mana dietisien profesional menggunakan

cara berfikir kritisnya dalam membuat keputusan-keputusan untuk

menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan gizi, sehingga dapat

memberikan asuhan gizi yang efektif dan berkualitas. Proses asuhan gizi

hanya dilakukan pada pasien atau klien yang terindentifikasi resiko gizi

atau sudah malnutrisi dan membutuhkan dukungan gizi individual.

Identifikasi resiko gizi dilakukan melalui skrining gizi, dimana metodenya

tergantung dari kondisi dan fasilitas setempat. Misalnya menggunakan

Subjective Global Assement (SGA) (Sumapradja, 2011).

Kegiatan dalam PAGT diawali dengan melakukan pengkajian lebih

mendalam. Bila masalah gizi yang lebih spesifik telah ditemukan maka
dari data objektif dan subjektif pengkajian gizi dapat ditemukan,

penyebab, derajat serta area masalahnya. Berdasarkan fakta tersebut

ditegakkanlah diagnosa gizi kemudian ditentukan rencana intervensi gizi

untuk dilaksanakan berdasarkan diagnosa gizi yang terkait. Kemudian

monitoring dan evaluasi gizi dilakukan setelahnya untuk mengamati

perkembangan dan respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.

Bila tujuan tercapai maka proses ini dihentikan, namun bila tidak tercapai

atau terdapat masalah gizi baru maka proses berulang kembali mulai dari

pengkajian gizi yang baru (Sumapradja, 2011).

Proses asuhan gizi terstandar merupakan siklus yang terdiri dari langkah

yang berurutan dan saling berkaitan yaitu :

1. Pengkajian gizi (assessment)

2. Diagnosa gizi

3. Intervensi gizi

4. Monitoring dan evaluasi gizi (Sumapradja, 2011).

Gizi dan penyakit hati adalah dua kondisi yang saling berkaitan.

Pada penyakit hati baik akut maupun kronis, perlu diperhatikan pemberian

gizi yang optimal. Pengelolaan gizi yang optimal akan menurunkan

komplikasi dan memperbaiki morbiditas dan mortalitas pada penyakit hati

(Sucher and MattfeldtBeman, 2011)

Oleh karena itu, pentingnya melakukan Proses Asuhan Gizi Terstandar

(PAGT) pada penyembuhan penyakit hati yaitu untuk memonitoring dan

mengevaluasi masalah yang terjadi sehingga masalah yang terjadi dapat

diatasi dengan meningkatkan atau mempertahakan terkait gizi, seperti


pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, status gizi), nilai lab

terkait gizi, keluhan yang dirasakan dan riwayat gizi seseorang

2.2.1 Pengkajian Gizi (Assessment)

Terjadinya masalah gizi disebabkan adanya ketidaksesuaian antara

asupan gizi dengan kebutuhan tubuh. Keadaan ini dapat terjadi karena

asupan energi dan zat gizi yang kurang, berlebihan, dan atau kebutuhan

yang meningkat yang bila berlangsung terus-menerus mengakibatkan

terjadinya perubahan status gizi. Kondisi ini erat kaitannya dengan kondisi

penyakit, fungsi organ, motorik, sosial ekonomi, dan lingkungan

(PERSAGI, 2013).

Perubahan status dapat terdeteksi dengan menggunakan komponen

pengkajian gizi, meliputi:

1. Pengukuran data antropometri

2. Pemeriksaan dan pengkajian data biokimia

3. Pemeriksaan dan pengkajian klinis dan fisik

4. Riwayat makan

5. Riwayat

personal Pengkajian gizi merupakan dasar untuk menegakkan diagnosis

gizi. Datadata yang dikumpulkan untuk dilakukan pengkajian gizi sampai

ditemukannya permasalahan harus benar-benar tepat. Sumber data dapat

diperoleh dari rujukan tenaga kesehatan, melakukan observasi dan pengukuran,

wawancara langsung dengan klien, hasil rekam medik atau pemeriksaan

laboratorium serta data administrasi lainnya. Data riwayat makan dan riwayat
personal diperoleh langsung melalui wawancara dengan klien (PERSAGI,

2013).

Asuhan gizi bagi penderita penyakit hati akan berhasil dengan baik, jika

dilakukan dengan langkah-langkah pada proses asuhan gizi terstandar.

Langkah pertama adalah assessment gizi untuk mengkaji masalah gizi yang

mungkin terjadi pada penderita penyakit hepatitis. Penderita penyakit hepatitis

dengan 11 manifestasi yang ada dapat memberikan implikasi gizi. Implikasi

gizi pada penderita penyakit Hepatitis adalah sebagai berikut :

1. Asupan oral inadekuat, hal ini dapat terjadi karena adanya

gejala-gejala mual, muntah, hilang nafsu makan, nyeri

abdomen, anoreksia, demam, dll.

2. Penurunan berat badan yang tidak diharapkan, dapat terjadi

karena asupan oral yang inadekuat.

3. Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena asupan oral yang

inadekuat.

4. Interaksi obat dan makanan (treatment HCV)

Untuk mendapatkan data asupan makanan untuk menentukan konsumsi

makanan/cairan dan yang dapat diterima oleh pasien, dilakukan dengan metode

survei konsumsi 24-hour recall, diet history, atau food diary. Selain data asupan,

pada langkah assessment gizi juga dibutuhkan data biokimia dan data fisik klinis

untuk menunjang penetapan diganosa gizi (langkah kedua dari proses asuhan gizi

terstandar) (Nuraini, dkk, 2017)


2.2.2 Diagnosa Gizi

Diagnosa gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama

masalah gizi yang aktual, dan atau beresiko menyebabkan masalah gizi.

Diagnosa gizi diuraikan berdasarkan komponen masalah gizi (problem),

penyebab masalah gizi (etiology), dan tanda serta gejala adanya masalah

gizi (sign and symptom) (PERSAGI, 2013)

Adapun komponen-komponen diagnosa gizi dapat diuraikan sebagai

berikut (PERSAGI,2013):

1. Problem

Problem menunjukkan adanya masalah gizi yang digambarkan dengan

terjadinya perubahan status gizi klien. Masalah dinyatakan dengan kata

sifat yang menggambarkan respon tubuh, seperti adanya perubahan dari

normal menjadi tidak normal, kegagalan fungsi, ketidakefektifan,

penurunan atau peningkatan dari suatu kebutuhan normal, dan resiko

munculnya gangguan gizi tertentu secara akut atau kronis.

2. Etiology

Etiology menunjukkan faktor penyebab atau faktor yang berperan dalam

timbulnya masalah gizi. Terdapat beberapa faktor penyebab masalah gizi

antara lain berkaitan dengan patofisiologi, psikososial, perilaku,

lingkungan, dan sebagainya. Etiology merupakan dasar untuk menentukan

masalah gizi.

Setelah dilakukan assessment gizi, akan didapatkan

kemungkinankemungkinan masalah gizi pada pasien penyakit hepatitis,

yang akan disebut sebagai diagnosa gizi. Beberapa kemungkinan masalah


gizi pada pasien penyakit hepatitis adalah: inadekuat asupan oral;

inadekuat asupan protein dan energi; interaksi obat dan makanan;

gangguan utiliasi zat gizi (perubahan kemampuan memetabolisme zat gizi

dan substansi bioaktif dan penurunan berat badan yang tidak diharapkan.

Beberapa contoh diagnosa gizi pada pasien dengan hepatitis

1. Gangguan utilisasi zat gizi (P atau Problem) berkaitan dengan hepatitis (E

atau Etiologi) ditandai/dibuktikan dengan SGOT dan SGPT abnormal,

bilirubin tinggi, tampak kuning (SS atau Signs dan Symtomps).

2. Asupan oral tidak adekuat (P atau Problem) berkaitan dengan mual,

muntah (E atau Etiologi) ditandai/dibuktikan dengan asupan energi kurang

dari kebutuhan, penurunan berat badan, dan tampak kurus (SS atau Signs

dan Symtomps) (Nuraini, dkk, 2017).

2.2.3 Intervensi Gizi

Langkah ketiga dalam PAGT ini meliputi penentuan prioritas diagnosis

gizi, pemilihan, perencanaan dan implementasi tindakan yang sesuai untuk

memenuhi kebutuhan gizi pasien, klien atau kelompok. Pemilihan intervensi

gizi di tentukan oleh diagnosis gizi dan dapat menentukan dampak

intervensi yang akan diukur dan dievaluasi kemudian. Aktifitas ini

merupakan tindakan yang terencana secara khusus, dengan tujuan mengatasi

masalah gizi terkait perilaku; kondisi lingkungan; atau status kesehatan

individu, kelompok, atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi klien

(Sumapradja, 2011).

Secara umum tujuan intervensi gizi pada penyakit hati adalah untuk

mencapai status gizi optimal atau mempertahankan status gizi optimal tanpa
memberatkan fungsi hati. Tujuan intervensi disesuaikan dengan masalah

gizi yang 13 ada dan untuk mendukung regenerasi sel; memberikan

makanan dan cairan yang terbaik; memodifikasi frekuensi makan yang

sering dengan porsi kecil untuk mengatasi anoreksia; dan tidak ada

pembatasan makanan selain alkohol. Contoh rencana intervensi gizi diambil

dari contoh diagnosa gizi nomor 1 di atas (Nuraini, dkk, 2017).

- Problem : Gangguan utilisasi zat gizi.

Tujuan intervensi gizi : Memberikan makanan sesuai kemampuan tubuh

dengan gangguan metabolisme zat gizi.

- Etiologi : Penyakit Hepatitis

Strategi intervensi gizi : Pemberian terapi diet Hepatitis.

- Sign/Symptom : SGOT dan SGPT abnormal, bilirubin tinggi, tampak

kuning.

2.2.4 Monitoring dan Evaluasi Gizi

Data hasil monitoring dan evaluasi gizi dapat digunakan sebagai bahan

evaluasi sistem manajemen pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui respon pasien terhadap

intervensi dan tingkat keberhasilannya. Indikator hasil yang diamati dan

dievaluasi harus mengacu pada kebutuhan pasien, diagnosis gizi, tujuan

intervensi dan kondisi penyakit. Sedangkan waktu pengamatan dari

masing-masing indikator sesuai dengan rujukan yang digunakan

(Sumapradja, 2011).

Komponen yang dimonitor dan dievaluasi sesuai dengan tanda dan

gejala (Sign dan Symptom atau SS) dari masalah gizi yang telah
ditetapkan, yaitu : toleransi pasien terhadap makanan yang diberikan,

perubahan berat badan pasien, perubahan nilai laboratorium, serta

kenyamanan pasien terutama dalam hal makan. Contoh monitoring dan

evaluasi gizi lanjutan contoh diagnosa gizi nomor 1 di atas (Nuraini, dkk,

2017).

- Problem : Gangguan utilisasi zat gizi.

Tujuan intervensi gizi : Memberikan makanan sesuai kemampuan tubuh

dengan gangguan metabolisme zat gizi.

- Etiologi : Penyakit Hepatitis.

Strategi intervensi gizi : Pemberian terapi diet Hepatitis.

- Sign/Symptom : SGOT dan SGPT abnormal, bilirubin tinggi, tampak

kuning

Rencana Monitoring & Evaluasi gizi : Perbaikan nilai SGOT dan SGPT,

bilirubin, hilang penampilan tampak kuning.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari Makalah ini adalah, Penyakit hepatitis merupakan


suatu kelainan berupa peradangan organ hati yang dapat disebabkan oleh
banyak hal, antara lain infeksi virus, gangguan metabolisme, obat-obatan,
alkohol, maupun parasit. Hepatitis juga merupakan salah satu penyakit
yang mendapatkan perhatian serius di Indonesia, terlebih dengan jumlah
penduduk yang besar serta kompleksitas yang terkait. Selain itu
meningkatnya kasus obesitas, diabetes melitus, dan hiperlipidemia,
membawa konsekuensi bagi komplikasi hati, salah satunya hepatitis.
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan
klinis, biokimia serta seluler yang khas.
3.2 Saran

1. Adapun yang Menjadi Saran penulis kepada teman-teman mahasiswa


agar kiranya dapat memahami substansi dalam penulisan makalah ini
serta mengemplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, karena
mengingat betapa pentingnya pempelajari penyakit hepatitis.
2. Kepada teman-teman penderita hepatitis sebaiknya pemperhatikanpola
makan yang sehat, menghindari mengkomsumsi minuman keras, serta
menjaga sanitasi lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Sanityoso, A. Hepatitis Virus Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.
Sari, W., Indrawati, L., & O. G, Djing. (2008). Care Your Self Hepatitis Cetakan
pertama. Jakarta : Penebar Plus.
Arief, S., 2012. Hepatitis Virus. In: Juffrie, M., et al., ed. Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi. 3rd ed. Jakarta: IDAI, 285-305.
Kementrian Kesehatan RI. 2014 Situasi dan Analisis Hepatitis. Jakarta.
Depkes RI. 2006. Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas.
Jakarta: Depkes RI, Ditjen P2PL.
Dalimartha S. (2008). Ramuan TradisionalUntuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta
Penebar Swadaya
Kemenkes RI. 2017. Propil Kesehaan Indonesia . Jakarta : Keputusan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Kemenkes RI. 2014. Propil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI
Smeltzer,S. C. Bare, B. G. 2001. “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Vol. 2 E/8” , EGC,Jakarta
Sari, R. 2016. Implementasi Sistem Pakar Untuk Diagnosa Awal Penyakit
Hepatitis A,B,C Menggunakan Tools Expert System Builder. Jurnal
IImiah FIFO Volume 8 No 2. Universitas Nasional
Arif A. 2014. Kapita Salekta Keedokteran Edisi 4 Jilid 2 Editor : Tanto C, dkk
Jakarta: Media Aesculapius
Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian Virus Hepatitis. Jakarta : Bakti
Husada
Sumapradja, M.G., Fayakun, Y.I. Widyastuti D. 2011. Proses Asuhan Gizi
Terstandar (PAGT). Jakarta: Abadi Publishing & Priting
Sucher And Mattfeldt-Beman. Diseases of the Liver, Gallbladder, and Exocrine
Pancreas : Nutrition Therapy and Pathophysiology.2e. 2011. Hal. 439
PERSAGI. 2013. Konseling Gizi. Jakarta : Penebar Plus (Penebar Swadaya Grup)
Nuraini,Iskari N. & Yenny M. 2017. Dietetika Penyakit Infeksi. Kementrian
Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai