Anda di halaman 1dari 19

PERAWATAN KOMPLEMENTER PADA PENYAKIT HEPATITIS B

OLEH :
KELOMPOK III KELAS A

1. NI MADE AIRI IWASAKI (15C11414)


2. NI PUTU AMELIA SUARTA DEWI (15C11415)
3. NI WAYAN BELA AGUSTIANI (15C11419)
4. NI LUH NYOMAN DEPILISTIANI (15C11426)
5. A.A SAGUNG EPIK ANGGARENI (15C11457)
6. PANDE PUTU SANTI DEWI (15C11458)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas segala rahma-Nya
sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Perawatan
Komplementer Pada Penyakit Hepatitis B”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Denpasar, 5 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................... iii

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Pembahasan ................................................................................. 2
1. Definisi .................................................................................... 2
2. Etiologi .................................................................................... 2
3. Patofisiologi ............................................................................ 3
4. Manifestasi Klinis ................................................................... 5
5. Fase Hepatitis B ...................................................................... 6
6. Komplikasi .............................................................................. 6
7. Pemeriksaan Laboratorium ..................................................... 7
8. Penatalaksanaan ...................................................................... 8
C. Kesimpulan.................................................................................. 13

Daftar Pustaka

iii
iv
A. LATAR BELAKANG
Hepar adalah salah satu organ vital metabolik terbesar dalam tubuh
yang berfungsi untuk tempat biokimia tubuh. Hepar juga memiliki fungsi
penting dalam pencernaan. Sel dalam hepar yakni sel hepatosit berfungsi
sebagai fagosit yang akan dilakukan oleh makrofag (Sherwood, 2012). Di
dalam hepar juga bisa terjadi radang yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab salah satunya yakni infeksi. Salah satu penyakit infeksi pada hepar
adalah hepatitis yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Hepatitis
merupakan suatu infeksi sistemik yang dominan menyerang hepar.
Peradangan hati juga dapat terjadi akibat bahan-bahan kimia yang meracuni
hati, obat-obatan, dan alkohol, yang disebut juga dengan hepatitis non-virus.
Hepatitis akibat obat-obatan hanya menyerang orang yang sensitive
(Sanityoso, 2009).
Berdasarkan data di Indonesia, prevalensi hepatitis B berkisar dari
2,5% di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sebagian besar pada bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif.
Pada pengobatan hepar dirasa oleh masyarakat cukup mahal
sehingga banyak dari masyarakat beralih ke pengobatan tradisional karena
dirasa cukup berhasil dan lebih murah serta lebih efektif. Adapun beberapa
faktor yang menyebabkan masyarakat beralih ke pengobatan tradisional dari
pengobatan modern antara lain adalah karena komunikasi medis dirasa
kurang, takut operasi, serta akibat ekonomi yang tidak mencukupi untuk
membeli obat-obatan modern (Jauhari et al, 2009).
Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak
ribuan tahun yang lalu sebelum obat modern ditemukan dan dipasarkan.
Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara dengan keanekaragaman
hayati kedua didunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000
spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman yang ada di dunia
dan 90% dari jenis tanaman di Asia (Dewoto, 2009). World Health
Organazation (WHO) telah merekomendasikan penggunaan obat herbal
dalam bidang kesehatan guna melakukan pencegahan serta penanganan suatu

1
penyakit terhadap penyakit kronis serta degeneratif. WHO juga
memperkirakan 80% penduduk dunia saat ini bergantung pada pengunaan
obat herbal dalam aspek kesehatan primer (WHO, 2015).
Indonesia memiliki sekitar 400 suku bangsa (etnis dan sub etnis).
Masing-masing etnis dan sub etnis memiliki berbagai pengetahuan yang
diwariskan dari generasi ke generasi, diantaranya pengetahuan tradisional
dibidang pengobatan. Bagi masyarakat Jawa dan Madura obat tradisional
lebih dikenal dengan sebutan jamu, baik dalam bentuk rajangan maupun
dalam bentuk serbuk (Depkes, 2009).
Berdasarkan uraian di atas , maka penulis ingin membahas mengenai
pengobatan tradisional pada penyakit hepatitis.

B. PEMBAHASAN
1. Definisi
Hepatitis merupakan suatu proses peradangan pada jaringan hati.
Hepatitis dalam bahasa awam sering juga disebut dengan istilah lever
atau sakit kuning. Definisi lever itu sendiri sebenarnya berasal dari
bahasa Belanda yang berarti organ hati, bukan penyakit hati. Akan tetapi,
asumsi yang berkembang dalam masyarakat mendefinisikan lever adalah
penyakit radang hati. Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang
disebabkan oleh virus hepatitis B, yaitu suatu virus yang dapat
menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang dapat berlanjut
menjadi sirosis hati atau kanker hati. Berdasarkan pengertian dapat
disimpulkan bahwa hepatitis B adalah radang hati yang disebabkan oleh
virus B, suatu virus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun yang dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
2. Etiologi
Penyebab hepatitis B menurut Wening Sari (2009) meliputi:
a) Obat-obatan, bahan kimia, dan racun.

2
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis
toksik dan hepatitis akut.
b) Reaksi transfusi darah yang tidak terlindungi virus hepatitis.
c) Infeksi virus.
Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda
yang memiliki ukuran 42 nm, Ditularkan melalui darah atau produk
darah, saliva, semen, sekresi vagina. Ibu hamil yang terinfeksi oleh
hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses
persalinan. Masa inkubasi 40 – 180 hari dengan rata- rata 75 hari.
Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter
gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit
hemodialisis, para pemakai obat yang menggunakan jarum suntik
bersama-sama, atau diantara mitra seksual baik heteroseksual
maupun pria homoseksual.
3. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan
bahanbahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan
unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar
terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh
respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.
Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal (Baraderu, 2009).
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun
jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati
tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu
intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut
didalam hati, selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.

3
Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus
hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan
regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin
indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena
kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin
(Smeltzer dan Bare, 2009).
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah
dan terbawa sampai ke hati. Di sini agen infeksi menetap dan
mengakibatkan peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini
dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat kerusakan ini
maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin sehingga
terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. peradangan ini
akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak
nafsu makan (anoreksia). Salah satu fungsi hati adalah sebagai
penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh
mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri
dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai
penetral racun (Syaifuddin, 2009).
Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat
dapat menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara
lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan
melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama,
ini biasanya terjadi pada alkoholik. Peradangan yang terjadi
mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan
hal ini dapat diketahui dengan meraba atau palpasi hati. Nyeri tekan
dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak (Syaifuddin, 2009).
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini
dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. pucat

4
(abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat
dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan
kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat
disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus (Smeltzer dan Bare, 2009).
4. Manifestasi Klinis
a) Masa Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan
ratarata 60-90 hari.
b) Masa prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya
gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan
malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas
atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang
menimbulkan kolestitis.
c) Masa ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus
tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan
gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang
nyata.
d) Masa konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul
perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-
10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya
<1% yang menjadi fulminan (Sudoyo et al, 2009).

5
5. Fase Hepatits B
a) Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus
tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti.
Virus Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg
yang sangat tinggi.
b) Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya
replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi
yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance
menandakan pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap
VHB.
c) Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya
sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut
akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa
ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan
titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe
yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal (Sudoyo et al,
2009).
6. Komplikasi
Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada Hepatitis
B akut. Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita Hepatitis B
akut. Kebanyakan penderita Hepatitis B kronik tidak pernah mengalami
gejala hepatitis B akut yang jelas. Hepatitis fulminan merupakan penyulit
yang paling ditakuti karena sebagian besar berlangsung fatal. Lima puluh
persen kasus hepatitis virus fulminan adalah dari tipe B dan banyak
diantara kasus hepatitis B akut fulminan terjadi akibat ada koinfeksi
dengan hepatitis D atau hepatitis C. Angka kematian lebih dari 80%
tetapi penderita hepatitis fulminan yang berhasil hidup biasanya
mengalami kesembuhan biokimiawi atau histologik. Terapi pilihan untuk

6
hepatitis B fulminan adalah transplantasi hati (Soewignjo & Gunawan,
2009).
Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan
oleh jaringan parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama
akan mengubah struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati.
Maka sel-sel hati akan mengalami kerusakan yang menyebabkan fungsi
hati mengalami penurunan bahkan kehilangan fungsinya (Mustofa &
Kurniawaty, 2013).
7. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Biokimia
Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10
kali nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat
sedikit, peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan
kadar albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium
kronik VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun
hingga 2-10 kali nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar
globulin meningkat (Hardjoeno, 2009).
b) Pemeriksaan serologis
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda
infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di
serum >6 bulan (EASL, 2009). Pemeriksaan HBsAg berhubungan
dengan selubung permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg
menetap di dalam darah yang menandakan terjadinya hepatitis kronis
atau carrier (Hardjoeno, 2009).
c) Pemeriksaan molekuler
Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara
laboratorium untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam serum
atau plasma. Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk
mengidentifikasi carrier, menentukan prognosis, dan monitoring
efikasi pengobatan antiviral.
Metode pemeriksaannya antara lain:

7
1) Radioimmunoassay (RIA) mempunyai keterbatasan karena
waktu paruh pendek dan diperlukan penanganan khusus dalam
prosedur kerja dan limbahnya.
2) Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC) merupakan teknik
hibridisasi yang lebih sensitif dan tidak menggunakan
radioisotope karena sistem deteksinya menggunakan substrat
chemiluminescence.
3) Amplifikasi signal (metode branched DNA/bDNA) bertujuan
untuk menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi hanya dari
beberapa target molekul asam nukleat.
4) Amplifikasi target (metode Polymerase Chain Reaction/PCR)
telah dikembangkan teknik real-time PCR untuk pengukuran
DNA VHB. Amplifikasi DNA dan kuantifikasi produk PCR
terjadi secara bersamaan dalam suatu alat pereaksi tertutup
(Hardjoeno, 2007).
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan menurut Syaifuddin (2009) adalah:
1) Pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat.
Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan
tetapi banyak pasien akan merasakan lebih baik dengan
pembatas aktifitas fisik, kecuali diberikan pada mereka dengan
umur orang tua dan keadaan umum yang buruk.
2) Obat-obatan
a) Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat
penurunan bilirubin darah. Pemberian bila untuk
menyelamatkan nyawa dimana ada reaksi imun yang
berlebihan.
b) Berikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati. Contoh
obat : Asam glukoronat/ asam asetat, Becompion,
kortikosteroid.
3) Vitamin K pada kasus dengan kecenderungan perdarahan.

8
4) Obat-obatan yang memetabolisme hati hendaknya dihindari.
Karena terbatasnya pengobatan terhadap hepatitis maka
penekanan lebih dialirkan pada pencegahan hepatitis, termasuk
penyediaan makanan dan air bersih dan aman. Higien umum,
pembuangan kemih dan feses dari pasien yang terinfeksi secara
aman, pemakaian kateter, jarum suntik dan spuit sekali pakai
akan menghilangkan sumber infeksi. Semua donor darah perlu
disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima
menjadi panel donor.
b. Beberapa tanaman yang dapat di jadikan obat tradisional untuk hepatitis
1) Meniran (Phyllanthus niruri, Linn)
Phyllanthus niruri di Indonesia dikenal sebagai meniran,
yang merupakan tumbuhan liar dengan tinggi 30-40 cm dan
tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia, India dan Brazil.
Phyllanthus berarti daun dan bunga, sebab jika dilihat sepintas
daun, bunga bahkan buahnya tampak serupa.Tumbuhan ini di
ladang, kebun maupun pekarangan rumah dan tumbuh subur di
tempat yang lembab pada dataran rendah sampai ketinggian
1000 m di atas permukaan laut.
Dilaporkan akar dan daun meniran kaya akan senyawa
flavonoid, antara lain filantin, hipofilantin, kuercetin,
isokuercetin, astragalin dan rutin. Di samping itu, dilaporkan
pula terdapat beberapa glikosida flavonoid dan senyawa
flavonon baru.Dari minyak bijinya telah diidentifikasi beberapa
asam lemak, yaitu asam ricinoleat, asam linoleat, dan asam
linolenat.Beberapa senyawa lignan baru juga telah diisolasi dari
meniran yaitu, seco-4-hidroksilintetralin, seco-isoarisiresinol
trimetil eter, hidroksi nirantin, dibenzilbutirolakton, nirfilin,
neolignan (filnirurin).Dari sekian banyak zat yang terkandung
dalam meniran belum diketahui secara pasti mana yang

9
memiliki efek antivirus.Hanya diketahui bahwa komponen
meniran bekerja terutama di hepar.
Ekstrak meniran dalam pengobatan tradisional luar negeri
digunakan untuk mengobati ikterus.Penggunaan secara
tradisional ini dicoba untuk dibuktikan secara ilmiah melalui
beberapa penelitian. Esktrak herba meniran telah terbukti
mempunyai efek terapi pada banyak uji klinis, yang paling
menarik adalah meningkatkan sistem kekebalan tubuhhingga
mampu menangkal serangan virus, antihepatotoksik dan
antihepatitis B. Efek samping penggunaan ekstrak meniran yang
dilaporkan adalah gatal, mual dan timbulnya ruam kulit namun
tidak ada yang melaporkan efek samping yang membahayakan.
2) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb)
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb) banyak
ditemukan di hutan-hutan daerah tropis. Temulawak juga
berkembang biak di tanah tegalan sekitar pemukiman, terutama
pada tanah gembur sehingga rimpangnya mudah berkembang
menjadi besar. Temulawak termasuk jenis tumbuh-tumbuhan
herbal yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan
tingginya dapat mencapai 2 meter.Daun temulawak berbentuk
lebar dan pada setiap helaian dihubungkan dengan pelepah dan
tangkai daun yang agak panjang.Temulawak mempunyai bunga
yang berbentuk unik (bergerombol) dan berwarna kuning
tua.Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan
ramuan obat.Aroma rimpang temulawak berbau tajam dan
daging rimpangnya berwarna kekuning-kuningan.Daerah
tumbuhnya selain di dataran rendah juga dapat tumbuh baik
sampai pada ketinggian tanah 1500 meter di atas permukaan
laut.
Dalam beberapa penelitian tentang Temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb) dikatakan bahwa Temulawak (Curcuma

10
xanthorriza Roxb) memiliki efek anti radang, antibakteri,
hepatoprotektor. Senyawa yang ada dalam temulawak antara lain
adalah kurkuminoid, minyak atsiri, dan pati. Salah satu kandungan
temulawak yaitu minyak atsiri berguna sebagai agen penginduksi
apoptosis, antiinflamasi, antibakteri, dan antioksidan. Selain itu
senyawa kurkuminnya mempunyai aktivitas hepatoprotektif yang
berfungsi dalam mencegah penyakit hepar (Utami et al, 2012).
Sedangkan dalam dunia kedokteran Curcumaxhanthorriza
Roxbdigunakan sebagai pengobatan penyakit hepatitis, diabetes,
hipertensi dan antikanker (Devaraj et al, 2010).
Temulawak berkhasiat untuk penyakit hepar. Hal tersebut
disebabkan oleh komposisi kimia rimpang temulawak yang
mengandung protein, kurkumin, dan minyak atsiri. Kandungan dalam
temulawak yakni kurkumin berperan dalam menjaga dan sekaligus
sebagai hepatoprotektor (Dalimartha, 2008). Dari penelitian
sebelumnya diketahui kandungan dalam temulawak dapat digunakan
sebagai hepatoprotektor salah satunya adalah kurkumin. Penelitian
tersebut menyatakan bahwa pada rimpang temulawak terkandung
senyawa hepatoprotektor dan antioksidan yang berupa kurkumin.
Senyawa kurkumin ini bersifat hepatoprotektor dan antioksidan
(Devaraj et al, 2010).
Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang termasuk
dalam senyawa flavonoid.Curcumin larut dalam air. Diekstrasi
dari rhizoma tanaman herba kunyit ( Curcuma longa). Curcumin
telah lama digunakan sebagai zat aditif makanan di timur dan
juga sebagai obat herbal untuk pengobatan penyakit, seperti
luka, peradangan dan tumor ( Sharma et al., 2005).
Kurkumin berupa bubuk kristal berwarna oranye
kekuningan, larut baik dalam pelarut polar seperti metanol,
etanol, aseton, isopropanol, dll, larut dalam lemak, pada pH
netral dan asam tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkali,
larut dalam air dengan penambahan surfaktan, kurkumin stabil
dalam makakan kering (Stankovie, 2004).Kurkumin bersifat

11
lipofilik dan cepat meresap ke dalam sel (Hatcher, 2008).
Memiliki warna kuning cerah pada pH 2,5-7 dan berwarna
merah pada pH >7 (Chignell et al., 1994).
Curcumin merupakan antioksidan yang baik dalam
menghambat peroksidasi lipid atau LPO (Lipid Peroxidation )
di mikrosom hati tikus, membran eritrosit, dan homogenat otak.
LPO memiliki peran utama dalam peradangan, penyakit jantung,
dan kanker (Aggarwal, 2009).
Fungsi kurkumin sebagai hepatoprotektor yaitu mekanisme
hepatoprotektif terjadi karena efek kurkumin sebagai
antioksidan yang mampu menangkap ion superoksidan (O2)
sehingga mencegah kerusakan sel hepar karena peroksidasi lipid
dengan cara dimediasi oleh enzim antioksidan yaitu superoxide
dismutase (SOD) dimana enzim SOD akan mengonversi O2
menjadi produk yang kurang toksik (Rivera Y, 2009).
3) Mengkudu (Morinda citrifolia, L)
Mengkudu termasuk tumbuhan keluarga kopi-kopian
(Rubiaceae), yang pada mulanya berasal dari wilayah daratan
Asia Tenggara dan kemudian menyebar sampai ke Cina, India,
Filipina, Hawaii, Tahiti, Afrika, Australia, Karibia, Haiti, Fiji,
Florida dan Kuba. Tanaman mengkudu berbunga sempurna
(hermaprodit) dan menghasilkan buah semu majemuk.Buah
mengkudu mempunyai bentuk yang bervariasi (agak bulat, agak
lonjong, atau panjang), dengan permukaan yang tidak rata.Buah
stadium muda berwarna kehijau-hijauan dan berubah menjadi
hijau keputihputihan ketika masuk stadium tua (matang).Biji
pada tanaman mengkudu keras, bentuk segi tiga dan berwarna
coklat kemerah-merahan.Tanaman mengkudu berakar tunggang
dan berwarna coklat muda. Hampir semua bagian tanaman
mengkudu dapat digunakan untuk obat akan tetapi yang paling
banyak khasiatnya sebagai obat berasal dari daun dan buahnya.

12
Masyarakat sering memanfaatkan buah mengkudu sebagai obat
hepatitis.
Tanaman initelahdiketahui mengandung protein,
polisakarida, skopoletin, asam askorbat, β-karoten, l-arginin,
prokseronin, dan prokseroninase, khususnya pada bagian
buah.Pada daun mengkudu terkandung protein, zat kapur, zat
besi, karoten, dan askorbin.Pada kulit akar terkandung senyawa
morindin, morindon, aligarin-metileter, dan soranjideol.Pada
bunga mengkudu terkandung senyawa glikosida, antrakinon,
asam kapron, dan asam kaprilat.

C. KESIMPULAN
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B, yaitu suatu virus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut
atau menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Dalam uraian diatas dijelaskan mengenai pengobatan tradisional untuk
hepatitis B yaitu temulawak dikatakan bahwa temulawak memiliki efek anti
radang ,anti bakteri, hepatoprotektor, serta senyawa yang ada dalam
temulawak antara lain adalah kurkumanoid ,minyak atsiri dan pati. Salah satu
kandungan temulawak yaitu minyak atsiri dimana minyak atsiri berguna
sebagai agen penginduksi apoptosis anti inflamasi, anti bakteri dan anti
oksidan. Selain itu senyawa kurkuminya mempunyai aktivitas hepatoprotektif
yang berfungsi dalam mencegah penyakit hepar. Salah satu obat tradisional
lainnya yang juga dapat mengobati penyakit hepatitis yaitu temulawak,
dimana tanaman obat temulawak ini sebagai anti hepatitis yang dapat
membantu, mencegah dan mengobati penyakit hepatitis baik yang disebabkan
oleh virus maupun non virus. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
tanaman obat yang juga memiliki fungsi anti hepatitis selain temulawak ada
juga tanaman obat mengkudu dan meniran. Tingginya kesadaran masyarakat
akan pentingnya kesehatan berpengaruh pada meningkatnya penggunaan obat
anti hepatitis dari bahan alami sehingga prospek obat tersebut baik dari segi

13
medis maupun bisnis sangat besar. Sehingga tanaman obat temulawak sangat
baik digunakan untuk mengobati penyakit hepatitis.

14
1

Anda mungkin juga menyukai