Anda di halaman 1dari 79

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Virus merupakan permasalahan dalam dunia medis yang
sangat serius. Infeksi virus hepatitis merupakan infeksi sistemik dimana
hati merupakan organ target utama dengan kerusakan berupa inflamasi
dan atau nekrosis hepatosit oleh sel mononuclear. Dalam kondisi
normal, virus dapat mengakibatkan kerusakan ringan pada sel-sel yang
sudah memiliki peringkat diferensiasi yang tinggi sehingga tidak
mengakibatkan gejala apapun. Sebaliknya, virus yang dapat
menimbulkan kerusakan akan menimbulkan gejala yang serius,
khususnya yaitu penyakit Hepatitis (Multazam et al., 2020).

Hepatitis merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah


kesehatan yang besar dimasyarakat, karena penularannya yang relative
murah. Pada saat ini dikenal lima macam hepatitis yang disebabkan
oleh virus yaitu Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatisis D
dan Hepatitis E (Oswari E, 2012). Penyakit hepatitis kronis dengan
berbagai etiologi terutama akibat infeksi hepatitis B Virus (HBV) dan
hepatits C Virus (HCV) menjadi penyebab utama meningkatnya angka
kesakitan dan angka kematian diseluruh dunia yang berpengaruh pada
status kesehatan masyarakat, angka harapan hidup, dan dampak sosial
ekonomi lainnya (Infodatin, 2017).

Hepatitis merupakan peradangan (pembengkakan) pada hati dengan


penyebab utama infeksi, virus, melakukan satu tubuh dengan
pengguna, hingga penggunaan obat-obatan juga faktor lainnya. Selain
disebabkan oleh faktor- faktor tersebut, hepatitis juga terjadi karena
kerusakan pada hati yang disebabkan senyawa kimia utamanya
alkohol (Kementerian Kesehatan Republik. Indonesia, 2014). Penyebab
hepatitis yang paling sering adalah virus, yang menyebabkan
terjadinya pembengkakan dan pelunakan hati. Hepatitis menimbulkan
gejala yang beragam mulai dengan tanpa gejala hingga gejala yang
dikategorikan sangat berat seperti Hematemesis (Muntah Darah)
maupun koma. Masa perinatal merupakan kasus yang menimpa banyak
sekali terinfeksi Hepatitis B dan dapat menjadi kronik pada 90% kasus
(Multazam et al., 2020).Penyakit ini menyerang semua umur, gender
dan ras di seluruh dunia. Hepatitis B dapat menyerang dengan atau
tanpa gejala hepatitis. Sekitar 5% penduduk dunia mengidap hepatitis B
tanpa gejala. Namun demikian, hepatitis B dapat dicegah dengan
memberikan imunisasi (Misna et al., 2018).

Dampak Hepatitis ini sangatlah berbahaya. Hepatitis apabila tidak


diatasi dapat mengakibatkan kanker hati, sirosis hati dan karsinoma
hepatoseluler primer (hepatoma). Sekitar 10% dari infeksi virus
Hepatitis B akan menjadi kronik dan 20% penderita Hepatitis kronik ini
dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami sirosis hati dan
karsinoma hepatoseluler untuk itu perawat harus memberikan health
education kepada pasien. Penularan hepatitis yang relative murah
maka perawat harus mencuci tangan yang benar, penggunaan jarum
suntik yang benar, penggunaan sarung tangan saat tindakan, dan cara
penanganan darah pasien penderita Hepatitis (Rahmayanti, 2012).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) sekitar 257 juta
orang di seluruh dunia hidup dengan hepatitis. Sekitar 39 juta hidup
dengan hepatitis B, 10 juta hidup dengan hepatitis C, dan 410.000
kematian terkait hepatitis setiap tahunnya sebanding dengan kematian
HIV,TB atau malaria.Meskipun hepatitis dapat dicegah melalui
imunisasi, injeksi dan tindakan pengamanan darah, dan akses ke air
bersih. Hepatitis B dan C terus menjadi penyebab morbiditas yang
signifikan akibat komplikasi kronis seperti sirosis dan kanker hati,
yang membatasipartisipasi angkatan kerja dan menghambat
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Indonesia merupakan negara dengan pengidap Hepatitis B nomor 2


terbesar sesudah Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR
(South East Asian Region). Sekitar 23 juta penduduk Indonesia telah
terinfeksi Hepatitis B dan 2 juta orang terinfeksi Hepatitis C
antaranya berpotensi untuk menjadi kronis dan dari yang kronis
tersebut 1,4 juta orang berpotensi untuk menderita kanker hati.
Prevalensi Hepatitis di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1,2%
meningkat dua kali dibandingkan Riskesdas tahun 2007 yang sebesar
0,6% (Infodatin, 2017).

Data Rikesdas pada tahun 2018 menyatakan bahwa kasus Hepatitis di


Indonesia mengalami peningkatan. Prevalensi kasus Hepatitis pada
tahun 2013 sebesar 0,2% dan pada tahun 2018 mengalami
peningkatan sebesar 0,4%. Berdasarkan diagnosis dokter provinsi
dengan penderita Hepatitis tertinggi ada pada provinsi Papua pada tahun
2018 yaitu 0,7% dan terendah pada provinsi Bangka belitung 0,2%
(Rikesdas, 2018).

Di Sumatera Barat angka kejadian Hepatitis mengalami peningkatan.


Prevalensi hepatitis berdasarkan riwayat diagnosis dokter di Sumatera
Barat pada tahun 2013 dengan presentase kasus 0,3%, dan pada tahun
2018 dengan presentase kasus 0,4%. Prevalensi hepatitis berdasarkan
diagnosis dokter menurut karateristik, jenis kelamin tertinggi kasus
hepatitis adalah laki-laki, dengan presentase 0,4%. Dimana angka
tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain
(Riskesdas, 2018).

Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang (dkk) tahun 2019


dilakukan tes HbsAg ibu hamil di layanan kesehatan. Angka kejadian
luar biasa (KLB) infeksi hepatitis pada tahun 2019 target tes HBsag
pada ibu hamil di Kota Padang berjumlah 17.790 orang dari target
bumil 18.192 orang, capaian hasil 97,8%. Jumlah yang reaktiv adalah
218 orang bumil, dimana 129 orang sudah melahirkan, semuanya
mendapatkan Hbig (100%).
Berdasarkan penelitian Wahyuni 2016 subyek penelitian sebanyak
130 orang, sebagian besar laki-laki (70,0%) dengan kelompok umur
terbanyak 40- 49 tahun. Insiden penyakit hati kronik di seluruh dunia
termasuk di Indonesia, lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan wanita (2- 4:1) dengan umur rata-rata terbanyak antara
umur 30-59 tahun (puncaknya sekitar 40-49 tahun). Rentang usia
tersebut, merupakan usia produktif sehingga lebih banyak terpapar
dengan faktor risiko penyakit hati kronik seperti virus hepatitis yang
merupakan penyebab yang paling banyak dari penyakit hati kronik.

Berdasarkan hasil dari data medical record RS TK.III Dr.


Reksodiwiryo Padang tercatat bahwa jumlah pasien yang di diagnosa
Hepatitis pada tahun 2018 adalah sebanyak 8 orang, pada tahun 2019
sebanyak 16 orang dan pada tahun 2020 terdapat penderita sebanyak
9 orang. Data yang didapatkan pada tiga bulan terakhir yaitu dari
bulan Oktober hingga Desember terdapat jumlah pasien Hepatitis
sebanyak 4 orang. Jumlah pasien rawat jalan yang di diagnosa
Hepatitis mengalami peningkatan pada 3 tahun terakhir. Pada tahun
2018 sebanyak 110 orang, pada tahun 2019 sebanyak 126 orang dan
pada tahun 2020 sebanyak 128 orang.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas penulis membuat makalah


tentang “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan hepatitis”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka
rumusan masalah adalah ”Bagaimana penerapan asuhan keperawatan
pada pasien Hepatitis”.

C. Tujuan penulisan
1) Tujuan Umum
Tujuan umum peneliti adalah untuk mendiskripsikan asuhan
keperawatan pada pasien hepatitis.

2) Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian dengan masalah Hepatitis
b. Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan dengan
masalah Hepatitis
c. Mendeskripsikan rencana keperawatan dengan masalah
Hepatitis.
d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan dengan masalah
Hepatitis.
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan dengan masalah
Hepatitis.
f. Mendokumentasikan askep keperawatan dengan masalah
Hepatitis .

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis terutama
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan Hepatitis.
2. Bagi instansi
Dapat menjadi acuan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien hepatitis.
3. Bagi tenaga kesehatan
Memberikan sumbangan pikiran dan digunakan sebagai referensi
sehingga dapat meningkatkan keilmuan pada pasien dengan
hepatitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hepatitis


1. Defenisi
Hepatitis adalah peradangan pada organ hati yang berhubungan dengan
manifestasi klinis yang berspektum luas dari infesksi tanpa gejala,
melalui hepatitis ikterik sampai nekrosis hati yang disebabkan oleh
berbagai sebab seperti bakteri, virus, proses aoutoimun, obat-obatan,
perlemakan, alkohol dan zat berbahaya lainnya. Ditemukan lima bentuk
Hepatitis virus yaitu hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C
(HCV), hepatitis D (HDV), dan hepatitis E (HEV) (Diyono,2013)..

2. Etiologi

Hepatitis disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksis terhadap
obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Ada beberapa virus lain yang
dapat mengakibatkan terjadinya hepatitis, seperti virus hepatitis A,
virus hepatits C, virus hepatitis D, dan virus hepatitis E. Dari jenis
penyebab hepatitis tersebut, yang paling banyak menimbulkan masalah
kesehatan yaitu virus hepatitis B dan virus hepatits C. Karena kedua
virus tersebut mampu bertahan dan menetap dalam tubuh, bersifat
kronis serta dalam perjalanan selanjutnya berpotensi untuk merusak
hati secara perlahan, pada akhirnya organ hati rusak, ukuran mengecil
dan mengeras (disebut sebagai sirosis hati) atau berakhir menjadi
kanker hati. Virus hepatitis B penularannya tidak semudah virus
hepatitis A. Virus Hepatitis A dapat ditemukan dalam tinja pasien.
Virus Hepatitis A biasanya ditularkan melalui Fekal-oral melalui orang
lain. Virus hepatitis B ditularkan melalui darah atau produk darah.
Penularan biasanya terjadi diantara para pemakaian obat yang
menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau diantara mitra seksual
(baik heteroseksual maupun pria homoseksual). Ibu hamil yang
terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama
proses persalinan. Hepatitis B bisa ditularkan oleh orang sehat yang
membawa (Cahyono, 2010).

Obat-obatan yang cendrung berpotensi merusak hati antara lain golongan


Acetamninofen (paracetamol) yang sering terkandung dalam obat-obatan
penurun demam, pereda flu, juga penghilang nyeri bebas resep. Obat
antiradang non-steroid (NSAID) jenis NSAID yang umum yakni aspirin,
ibu profen, naproxen, dan diclofenac. Antibiotic, antibiotic juga bersifat
hepatotoksik bila tidak diminum dengan benar contohnya:
amoxicillin/clavilanate yang digunakan untuk infeksi bronchitis, sinus
dan tenggorokan, serta isoniazid yang digunakan untuk mengobati
tuberculosis. Antidepresan seperti: bupropion, fluoxetine, mirtazapine
dan antidepresan trisiklik seperti amitriptilin. Risperidone yang
digunakan sepakai antipsikotik juga dapat menyebabkan penyumbatan
aliran empedu dari hati. Obat-obat antikejang seperti: Valproate,
Phenobarbital, carbamazepine dan lamotrigin yang juga dapat
menyebabkan luka hati.

3. Klasifikasi
a. Hepatitis A
Infeksi hati yang sangat menular yang disebabkan oleh virus hepatitis
A. Hepatitis A pada umumnya dapat ditulari melalui mulut,
misalnya melalui gelas atau sendok bekas yang dipakai oleh
penderita Hepatitis
A. Hepatitis A tergolong dalam hepatitis akut, artinya penyakit ini
umumnya akan sembuh dalam waktu kurang dari 6 bulan.
b. Hepatitis B
Hepatitis B adalah peradangan organ hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B. Virus ini dapat menular melalui hubungan seksual atau
berbagi jarum suntik. Hepatitis B tidak akan menular bila hanya
berbagi alat makan atau berpelukan dengan penderitanya. Penularan
virus ini terjadi melalui hubungan seksual tanpa kondom dan
berbagi jarum suntik dengan penderita hepatitis B. Hal ini karena
virus hepatitis B berada di dalam darah dan cairan tubuh, seperti
sperma dan cairan vagina. Selain itu, bahwa virus ini dapat ditularkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya seperti hepatitis B juga
dapat ditularkan dari wanita yang sedang hamil kepada bayi dalam
kandungannya.
c. Hepatitis C
Hepatitis C pada orang dewasa bisa terjadi melalui kontak seksual dan
bisa pula melalui makanan/minuman , suntikan atau tranfusi darah.
Hepatitis C juga berbahaya sama dengan hepatitis B karena akan dapat
berkembang menjadi sumber infeksi bagi orang sekitarnya.
Kemungkinan hepatitis C menjadi kronis sama besarnya dengan
kemungkinannya dengan Hepatitis B, demikian pula kemungkinan
untuk menjadi sirosis dan kanker hati.
d. Hepatitis D dan Hepatitis E
Hepatitis D dan E diduga penularannya melalui mulut, tetapi belum
ada penelitian yang lebih mendalam (Oswari E, 2012).

4. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar ( hepatitis ) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksis terhadap opbat-obatan dan bahan-
bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobule dan unit ini
unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan
berkembangnya inflamsi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu.
Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuhnya oleh
respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.
Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalamai hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar karena invasi virus
akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula
hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut
kuadran kanan atas. Inflamasi pada hepar terjadi jaringan ikat yang akan
menyebabkan fibrosis hepar berupa konversi jaringan hepar normal
menjadi nodul abnormal dan akan terjadinya sirosis hepatis.

Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya icterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap
normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu
intrahepatic, maka terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin tersebut di
dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus
kepatikus, karena terjadi retensi ( akibat kerusakan sel eksresi) dan
regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi ( bilirubin
indirek ). Jadi icterus yang timbul disini terutama disebabkan karena
bilirubin tak-terkonjugasi dan menumpuk secara sistemik dan
mengendap didalam jaringan, maka menimbulkan warna kuning.
Kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin tinja
mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
( abolish ). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin
dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine
dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi
dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal pada icterus ( Wijaya & Yessie, 2017 ).

5. Manifestasi Klinis

a. Fase Inkubasi
Fase inkubasi merupakan waktu di antara masuknya virus
sampai timbulnya gejala keluhan.
b. Fase Prodromal
Fase ini adalah fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama
sampai gejala timbulnya ikterus, pada fase ini terdeapat keluhan
yang tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus
berlangsung sekitar 2-7 hari. Keluhan yang lain adalah nafsu
makan menurun (pertama kali timbul), rasa nyeri diperut,
anoreksia dan demam (suhu badan meningkat sekitar 39oC)
berlangsung selama 2-5 hari, pusing, dan nyeri persendian.
Keluhan gatal-gatal mencolok juga pada virus hepatitis B.
c. Fase Ikterik
Fase ini adalah urin yang berwarna seperti teh, kulit menguning,
serta keluhan menguat. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi
juga muncul bersamaan dengan gejala. Urine berwarna seperti teh
pekat, tinja berwarna pucat. Ikterus muncul pada kulit dan sclera
yang terus meningkat pada satu minggu, kemudian menetap dan
baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang, fase ini
disertai dengan timbulnya gatal-gatal pada seluruh badan, rasa
lesu, dan lekas capek dirasakan selama 1-2 minggu.
d. Fase Konvalesen (penyembuhan)
Fase ini adalah sudah mulai terbentuk anti-HB. Dimulai saat
menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di hulu
hati, dan kemudian disusul bertambahnya nafsu makan. Fase ini
berlangsung rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik.
Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar
kembali, namun lemas dan lekas capek (Cahyono, 2010)
6. Komplikasi
Penyakit hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian
tertinggi Komplikasi Hepatitis yang paling sering adalah Sirosis.
Seperti tipe-tipe hepatitis lainnya, hepatitis juga menyebabkan
beberapa komplikasi yang serius, antara lain:
a. Meningkatnya tekanan darah di pintu pembuluh darah portal vein.
Jika sel-sel jaringan hati yang rusak menghambat sirkulasi normal
yang menuju ke liver, maka aliran darah akan berbalik sehingga
menimbulkan tekanan yang meningkat didalam pembuluh darah
tersebut.
b. Pembuluh darah membesar, ketika sirkulasi melalui portal vein
terhambat, makala aliran darah akan berbalik menuju perut,
kerongkongan dan saluran usus bagian bawah. Pembuluh-
pembuluh darah tersebut berbanding tipis, dank arena penuh berisi
darah berlebihan maka bias bocor. Terjadilah perdarahan diperut
bagian atas kerongkongan. Jika terjadi, maka ini merupakan
kondisi gawat darurat yang harus ditangani dokter.
c. Jaundice, warna kekuningan. Ini terjadi jika organ hati itdak
mampu membuang/membersihkan bilirubin dari dalam darah.
Bilirubin tersebut akan berakumulasi dikulit dan putih mata,
menyebabkan warna kekuningan.
d. Sirosis, pada keadaan ini sel hati yang mengalami kerusakan akan
digantikan oleh sel-sel sehat yang baru. Pada sirosis, kerusakan
hati diganti oleh jaringan parut. Semakin parah kerusakan,
semakin besar jaringan parut yang terbentuk dan semakin
berkurang jumlah jumlah sel hati yang sehta. Pengurangan ini
akan berdampak pada penurunan sejumlah fungsi hati sehingga
menimbulkan sejumlah gangguan pada fungsi tubuh secara
keseluruhan (Waluyo & Budhi, 2011)

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes fungsi hati :
Abnormal (4-10 x dari normal)
b. Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
(SGOT)/Serum GlutamicPyruvic Transaminase (SGPT) :
Awalnya meningkat, dapat meningkat 1-2 minggu sebelum
ikterik kemudian tampak menurun.
c. Darah lengkap :
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguanenzim hati) atau mengakibatkan perdarahan
d. Alkali phosfatase :
Meningkat kecuali ada kolestasis berat.
e. Fases :
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
f. Albumin serum :
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein
serumdisintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada
berbagai gangguan hati.
g. Gula darah :
Hipergiklemia transient / hipogiklemia (gangguan fungsi hati)
h. HbSAg :
Menentukan apakah seseorang terinfeksi oleh virus hepatitis B
(HBV) atau pernah mengidap penyakit ini sebelumnya. Dapat
positif pada tipe B.
i. IgM anti-HAV
Positif:Ditemukannya antibodi hepatitis A dalam darah. Hasil
pemeriksaan lab bisa tetap positif sampai dengan 6 bulan setelah
terkena infeksi. Jadi sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi
IgM ketika pertama kali terinfeksi Hepatitis A.

j. Anti HCV
Bila positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
menentukan apakah penyakit hepatitis C menjadi kronis atau
tidak.
k. Bilirubin serum:
Diatas 2,5 mg/100ml
l. Bropsi hati:
Menunjukan diagnosis dan luasnya nekrosis
m. Scan hati:
Membantu dalm perkiraan beratnya kerusakan parenkim hati
i. Urinalisa:
Peningkatan bilirubin, protein/hematuria. Gangguan eksresi
bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Karena
bilirubin terkonjugasi larut dalam air, dan kemudian di sekresi
dalam urin menimbulkan bilirubinuria (Nuari, 2015).

8. Penatalaksaan
Penatalaksanaan keperawatan bagi pasien hepatitis menurut
Ardiansyah 2012 adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus di hindari
b. Pembatasan aktivitas sehari-hari dar derajat kelemahan dan malaise
c. Tirah baring
Penatalaksanaan Medis bagi pasien hepatitis menurut Ardiansyah
2012 adalah sebagai berikut:
a. Pengobatan pada hepatitis virus lebih ditekankan pada tindakan
pencegahan.
b. Rawat jalan, kecuali pada pasien dengan mual anoreksia berat
yang akan menyebabkan dehidrasi.
c. Mempertahankan asupan kalori dan cairan memadai
d. Obat-obatan yang tidak penting harus dihentikan
e. Pemeriksaan HbSAg, Ig Anti-Hbc, SGOT/PT dan USG
hati (Ardianyah, 2012).

9. Pencegahan
Pencegahan hepatitis dapat dilakukan dengan tepat jika mengetahui
cara penularan dan penyebaran penyakit tersebut.
a. Pencegahan Hepatitis A
Pada prinsipnya Hepatitis A menular melalui makanan atau
minumyang tercemar oleh feses pencerita hepatitis A,
makanan yang mentah ataupun setengah matang berpotensi
terkontaminasi oleh virus ini. Hepatitis A juga dapat menyebar
jika sumber air yang digunakan bersama-sama tercemar
oleh hepatitis A. Pencegahan hepatitis A dapat dilakukan
dengan cara berikut:
1) Imunisasi
Setelah imunisasi, tubuh akan menghasilkan antibody yang
merupakan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut.
2) Selalu mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun,
terutama sebelum makan, sebelum mengolah makanan, dan
setelah dari toilet.
3) Tidak berbagi penggunaan barang-barang pribadi, seperti
sikat gigi atau handuk, termasuk juga peralatan makan.
b. Pencegahan hepatitis B
1) Imunisasi
Imunisasi hepatitis B yang lengkap dapat mencegah
infeksi virus hepatitis B selama 15 tahun. Pemberian
imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin, umumnya
pada bayi, mulai diberikan saat usia 2 minggu.
2) Tidak menggunakan barang orang lain
Tidak menggunakan barang secara bergantian seperti: pisau
cukur, gunting, gunting kuku, sikat gigi, atau barang lain
yang dapat menyebabkan luka dapat menjadi media
penularan
3) Lakukan hubungan seks yang aman
Resiko tinggi hepatitis B ternyata pada suami istri. Jika
ternyata suami atau istri terinfeksi hepatitis B maka
suami wajib menggunakan kondom pada saat berhubungan
seksual.
4) Jangan menjadi donor darah jika terinfeksi hepatitis
5) Bersihkan ceceran darah
Jika terdapat ceceran ataupun cipratan darah, sekecil
apapun, harus langsung dibersihkan.
c. Pencegahan hepatitis C
Penularan hepatitis C terjadi melalui kontak dengan darah
seseorang yang terinfeksi virus hepatitis C, melakukan
hubungan seksual dengan penderita, lahir dari ibu yang
mengidap hepatitis C. Pencegahan hepatitis C sampai saat ini,
tidak ada vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah
hepatitis C. Tindakan pencegahan penularan hepatitis C hampir
sama dengan hepatitis B
d. Pencegahan hepatitis D cara terbaik dengan menghindari
faktpr- faktor yang bias meningkatkan risiko terjadinya
hepatitis B, diantara nya dengan melakukan vaksinasi hepatitis
B, hubungan seks yang aman,tidak berbagi jarum suntik
dengan orang lain.
e. Pencegahan hepatitis E
Vaksin yang dapat mencegah hepatitis E belum ditemukan,
karena pengobatan hepatitis E terbilang sulit dan panjang
sehingga perlu dilakukan pencegahan agar virus hepatitis E
tidak masuk ke tubuh. Misalnya: memasak makanan hingga
matang, selalu mencuci tangan dengan sabun, menghindari
konsumsi batu es yang tidak bersumber dari air bersih, tidak
kontak fisik dengan penderita (Hulu,dkk. 2020)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hepatitis


1. Pengkajian
a. Identitas
Yang perlu dikaji adalah : nama, usia, umur, jenis kelamin pendidikan,
alamat dan tanggal masuk rumah sakit.

b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Keluhan utama pada pasien hepatitis yaitu dengan keluhan tiba-tiba tidak
nafsu makan, malaise, demam (lebih sering pada HVA), rasa pegal linu
dan sakit kepala pada HVB, serta hilangnya daya rasa local untuk perokok

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Yaitu pengkajian keperawatan sekarang tentang sejak kapan keluhan yang


dialami klien muncul. Keluhan yang muncul mencakup tentang nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, demam, malaise, mual, muntah, urine
seperti teh dan feses pucat.

3. Riwayat kesehatan dahulu

Yaitu pengkajian status kesehatan pasien apakah pasien pernah mengalami


sakit seperti yang dialami pada saat ini sebelumnya dan juga penyakit lain,
kebiasaan minum alcohol, pernah menjalani operasi batu empedu. Apakah
pasien mengkonsumsi obat-obat yang tidak sesuai dengan dosis. Obat-
obatan yang cendrung berinteraksi dengan sel-sel hati, antara lain halotan
(sering digunakan sebagai obat bius), isoniasid (antibiotic untuk TBC),
metildopa (obat antihipertensi), fenitoin dan asam valproat (anti epilepsy),
serta paracetamol (pereda demam). Namun jika dosis paracetamol
berlebihan, terlebih digunakan bersama alcohol, dapat menyebabkan
kerusakan hati yang cukup parah bahkan kematian

. 4. Riwayat kesehatan keluarga

Pengkajian ini dilakukan dengan menanyakan apakah ada anggota keluarga


klien yang menderita penyakit hepatitis atau yang memiliki riwayat penyakit
herediter dan infeksius seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan TB paru.
(Wijaya, 2017)

C. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan Umum
Pada pasien hepatitis terlihat lemah, aktivitas dibantu dan kesadaran
composmentis
2. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, adakah
gangguan pendengaran, telinga kadang- kadang berdenging, ludah kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, lensa mata keruh, sclera
ikterik, dan mukosa bibir kering.
3. Kulit
Turgor kulit menurun, adanya luka kehitaman, bekas luka, kulit dan kuku
tampak berwarna kuning.
4. Abdomen
Inspeksi : anoreksia, berat badan menurun, mual dan muntah,
asites, mukosa bibir kering
Palpasi : nyeri tekan pada kuadran kanan,BAB warna tanah
liat,tidak ada kram abdomen dan gatal
Perkusi : nyeri ketuk pada kuadran kanan atas
Auskultas :mungkin terjadi peningkatan perilstatik,penambahan
suara pekak pada region kuadran kanan atas, terjadi distensi
abdomen, feses pucat, dan penurunan berat badan
5. Thoraks
Inspeksi : bentuk dada simetris,tidak menggunakan alat bantu
nafas,irama nafas teratur, tidak ada nyeri dada, sianosis tidak ada,
Palapsi : gerakan dada saat bernafas normal dan seimbang
antara kiri dan kanan.
Perkusi : terdengar bunyi sonor
Auskultasi : suara nafas normal, tidak ada suara tambahan
6. Jantung
Inspeksi : tidak ada nyeri dada, sianosis tidak ada.
Palpasi : irama jantung teratur, tekanan darah bisa
meningkat atau menurun

Perkusi : pekak
Auskultasi : suara jantung S1 S2 tungg
7. Sirkulasi
Bradikardi (hiperbilirubinemia berat), Ikterik pada skelera, kulit, membrane
mukosa
8. Eliminasi
Urine gelap, diare / konstipasi: feses warna tanah liat, adanya / berutang
hemodialisa

9. Neurosensoris
Peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis

D. Kebutuhan dasar
1. Pola Nutrisi dan metabolisme
Pada pasien hepatitis mengalami gangguan metabolisme karena kerusakan
sel parenkim dan sel hati. Dengan keluhan kurang nafsu makan, mual,
muntah, kembung.
2. Pola Eliminasi
Pasien akan menunjukan perubahan warna urin ( urin berwarna gelap dan
feses pucat.
3. Pola aktivitas dan Istirahat
Pada pasien hepatitis akan terjadi kelemahan, kelelahan, malaise umum
(Wijaya, 2017).

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 x dari normal)
2. Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT)/Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) : Awalnya meningkat, dapat meningkat 1-2
minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
3. Darah lengkap :
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan
enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan
4. Alkali phosfatase :
Meningkat kecuali ada kolestasis berat.
5. Fases :
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
6. Albumin serum :
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum
disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada
berbagai gangguan hati.
7. Gula darah :
Hipergiklemia transient / hipogiklemia (gangguan fungsi hati)
8. HbSAg :
Dapat positif pada tipe B / Negatif pada tipe A
9. Bilirubin serum:

Diatas 2,5 mg/100ml

10. Bropsi hati

Menunjukan diagnosis
dan luasnya nekrosis

11. Scan hati:


Membantu dalm perkiraan beratnya kerusakan parenkim hati
12. Urinalisa:
Peningkatan bilirubin, protein/hematuria. Gangguan eksresi
bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, dan kemudian di
sekresi dalam urin menimbulkan bilirubinuria (Nuari, 2015).
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Hepatitis SDKI
(2018), adalah sebagai berikut:
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (inflamasi)
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring
e. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan disfungsi
hati
f. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (penyakit kronis)
g. Resiko Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi
h. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan nyeri

3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakanManajemen Nutrisi:
berhubungan dengan keperawatan diharapkanObservasi:
ketidakmampuan status nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi
mencerna makanan dengan kriteria hasil: 2.Identifikasi kebutuhan
1.Porsi makanan yang kalori dan jenis nutrient
dihabiskan meningkat 3. Monitor asupan makanan
L 2. Serum albumin meningkat 4. Monitor berat badan
3. Nyeri abdomen menurun 5. Monitor hasil pemeriksaan
4. Berat badan membaik laboratorium
5. Indeks massa tubuh
Teraupetik
membaik
1. Lakukan oral hygne
6. Nafsu makan membaik sebelum makan
2. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis: pereda nyeri)

Kolaborasi dengan ahli


gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan
dengan agen cidera keperawatan diharapkan nyeri
yang di rasakan dapat Manajemen nyeri
fisiologis (inflamasi)
terkontrol dengan kriteria Observasi

hasil: 1. Identifikasi lokasi,

1. Keluhan nyeri karakteristik, durasi,

menurun frekuensi, kualitas,

2. Meringis menurun intensitas nyeri

3. Gelisah menurun 2. Identifikasi skala

4. Kesulitan tidur nyeri

menurun 3. Identifikasi faktor

5. Ketegangan otot yang memperberat

menurun dan memperingan

6. Frekuensi nadi nyeri

membaik Teraupetik

7. Tekanan darah 1. Berikan teknik non-

membaik farmakologis untuk


mengurangi rasa
nyeri.
2. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi

1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik yang tepat
4. Ajarkan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolabolasi pemberian
Hipertermia analgetik, jika perlu
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan
keperawatan diharapkan suhu
proses penyakit
tubuh kembali normal dengan
(mis.infeksi) Manajemen hipertermia
kriteria hasil :
Observasi
1. Keluhan menggigil 1. Identifikasi penyebab
menurun hipertermia
2. Suhu tubuh membaik 2. Monitor suhu tubuh
3. Kadar glukosa darah 3. monitor komplikasi
membaik akibat hipertermia
Teraupetik
1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Berikan cairan oral
3. Lakukan pendinginan
eksternal(kompres
dingin pada abdomen
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi
respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru (PPNI,
2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain: kemampuan
intelektual, teknikal, dan interpersonal; kemampuan menilai data baru; kreativitas dan inovasi
dalam membuat modifikasi rencana tindakan; penyesuaian selama berinteraksi dengan klien;
kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan; kemampuan untuk
menjamin kenyamanan dan keamanan serta efektivitas tindakan (PPNI, 2019).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna
apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan
lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang
menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada
komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Nama : Tn.A
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : SLTP
Alamat : Tanjung pati
Diagnosa Medis : Hepatitis

2. Keluhan utama
Tn.A masuk melalui IGD dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu, mual
muntah, tidak nafsu makan, nyeri pada abdomen bagian atas, kulit dan mata
tampak berwana kuning dan badan terasa lemah dan letih.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian Tn.A nyeri pada abdomen kanan atas badan terasa
lemah dan letih, aktivitas dibantu oleh keluarga, nafsu makan menurun, merasa
mual saat makan disertai dengan pusing,Tn A tidak menghabiskan diet yang
diberikan rumah sakit, Tn.A mengalami penurunan berat badan 7 kg dalam 1
bulan terakhir ini.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Tn. A mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang sama. Tn. A
mengatakan dulu sering mengkonsumsi minuman alkohol dan berhenti sejak 6
tahun yang lalu, jika merasakan sakit kepala dan sakit gigi klien selalu
mengkonsumsi obat-obatan seperti pct dan panadol. Klien juga sering
melakukan aktivitas berat saat bekerja, sering begadang dan kurang istirahat.
Klien merupakan perokok aktif dan sudah berhenti merokok sejak 4 bulan yang
lalu.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit hepatitis. Tapi keluarga
pasien memiliki penyakit keturunan seperti penyakit diabetes melitus yaitu dari
orang tua laki-laki klien.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Tingkat Kesadaran : CMC (Composmentis)
c. Tinggi Badan : 180m
d. Berat Badan : 73 kg
e. IMT : 22,53 (Normal)
f. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah :120/90 mmHg
Nadi :87x / menit
Suhu :37 C
Pernafasan :20x / menit
g. Kepala
Kepala pasien bulat, kulit kepala bersih, tidak ada lesi dikepala,
rambut hita., tidak ada ketombe, rambut tidak rontok
h. Mata
Simetris antara mata kiri dan mata kanan, konjuctiva anemis, sclera
ikterik, fungsi penglihatan baik
i. Hidung
Simetris kiri dan kanan, tidak ada polip , tidak ada gangguan
penciuman, tidak ada pernapasan cuping hidung
j. Mulut
Mukosa bibir pasien kering, pecah-pecah dan pucat
k. Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
l. Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada pembengkakan
kelenjar tyroid pada pasien
m. Sistem Pernafasan
I : Simetris kiri dan kanan, tidak menggunakan otot bantu
pernapasan P: Fremitus dada kiri dan kanan
P: Sonor
A: Vesikular
n. Sistem Kardiovaskuler
I : Ictus cordis tidak
terlihat P : Ictus cordis
tidak teraba
P : Bunyi pekak jantung dalam batas normal
A : Irama jantung regular (Normal)
o. Abdomen :
I : Perut simetris ke 4 kuadran , tidak ada lesi pada
abdomen P : Nyeri tekan dibagian kuadran kanan atas
P : Timpani
A : Bising usus normal
p. Ekstremitas
- Atas : Kulit kering , terpasang infuse di tangan sebelah kanan,
telapak tangan kuning, CRT <2 detik, tidak ada edema
- Bawah : tidak ada luka atau lesi pada ektremitas bawah pasien,
edema (-), akral hangat, CRT <2 detik
q. Genetalia
Tidak ada keluhan

r. Intergumen
Turgor kulit kering dan kulit menguning
7. Kebutuhan Dasar
a. Pola Nutrisi
Makan
Sehat : Ketika sehat pasien mengatakan makan 3x sehari, pasien makan
dengan telur, lauk, dan sayur, pasien menghabiskan makanan 1 porsi
makanan.Pasien mengatakan tidak ada alergi makanan apapun.
Sakit: Sedangkan ketika di RS pasien makan 3x sehari, dengan ML DH
II , yaitu dengan nasi lunak 400gr + Lauk 20gr + sayur 75gr + buah
110gr. Pasien menghabiskan makanan ½ porsi
Minum
Sehat : Pasien mengatakan sangat suka mengonsumsi air putih + 2L /
hari, dan pasien juga mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol

Sakit : Pasien hanya minum 1 botol aqua besar dimana +1.5L / hari

b. Pola Eliminasi
BAK
Sehat : Pasien mengatakan BAK sebanyak 6-7 kali dalam sehari,
bewarna kuning sekitar 1500 cc dalam sehari
Sakit : Pasien mengatakan BAK sebanyak 3-4 kali dalam sehari, dan
mengalami perubahan warna urin yaitu urin berwarna gelap seperti teh.
BAB
Sehat : Pasien mengatakan biasanya BAB 1x sehari dengan konsistensi
lunak dan bewarna kuning kecoklatan, tidak ada keluhan ketika BAB
Sakit : Pasien mengatakan sulit BAB dan feses berwarna pucat

c. Pola Istirahat dan Tidur


Sehat : Pasien mengatakan biasanya tidur 6-7 jam dalam sehari dan
kadang-kadang ada tidur siang selama 1-2 jam / hari, dan kualitas tidur
baik
Sakit : Pasien mengatakan sering terbangun pada malam hari karena
merasa nyeri pada bagian abdomen dan perubahan lingkungan baru di
Rumah Sakit

d. Pola aktivitas dan latihan


Sehat : Pasien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
ada hambatan dan bantuan.

Sakit: Pasien mengatakan badan terasa lemah dan letih, segala aktivitasnya
dibantu oleh keluarga, pasien mengatakan

e. Pola Bekerja
Sehat : Pasien mengatakan bisa melakukan pekerjaan dengan baik tanpa
ada gangguan dan hambatan

Sakit : Pasien mengatakan dalam kondisi sakit seperti sekarang ini


pekerjaan nya menjadi terganggu dan harus meninggalkan pekerjaannya
hingga ia pulih kembali.

8. Data Psikologis
a. Status emosional :
Pasien mampu utuk mengontrol emosinya, pasien lebih sering
tampak murung dan lesu. Pasien mengatakan badan terasa lemah
dan letih.
b. Kecemasan :
Pasien mengataan cemas terhadap kondisinya saat ini namun
kecemasan pasien masih dalam batas wajar
c. Pola koping :
Pola koping pasien adaptif , pasien mampu menerima kondisinya saat
ini sedang sakit dan berusaha untuk sembuh dari penyakit yang
dideritanya, pasien mengatakan bahwa setiap penyakit pasti ada
obatnya
d. Gaya komunikasi :
Pada saat dilakukan pengkajian komunikasi dengan pasien dan
keluarga baik dan berjalan dengan lancar.Pasien menggunakan
bahasa minang dalam kesehariannya, kontak mata antara pasien
dengan perawat baik, dan komunikasi antara pasien searah.
e. Konsep Diri :
Pasien merupakan seoarang suami dan ayah di dalam keluarga nya
yang memiliki kewajiban dalam memberikan nafkah untuk
keluarganya, pasien dikenal baik dan bertanggung jawab dalam
keluarganya, pasien mengatakan bahwa merasa kasihan terhadap istri
dan anak nya karena merasa direpotkan untuk merawatnya
9. USG Abdomen
Hepar: Hepar membesar ringan, ekostruktur parenkim hipoekoik, tak
tampak massa, duktus biliaris intra dan ekstrahepatal normal.
Hasil: Hepatitis Akut

ANALISA DATA

NO DATA PENYEBAB MASALAH

1 DS: Ketidakmampuan Mencerna Resiko Defisit


1. Tn.A mengatakan nafsu Makanan Nutrisi
makannya menurun
2. Tn.A mengatakan
sering merasa mual dan
muntah jika makan
3. Tn.A mengatakn badan
terasa lemah dan letih
4. Tn.A mengatakan
mengalami penurunan
berat badan semenjak 1
bulan terakhir
DO:
1. Pasien tampak lemah
dan lesu
2. Muko bibir kering dan
pucat
3. DIIT yang disediakan
hanya mampu
menghabiskan makanan
½ porsi
4. Hb: 11,2 g/dL
5. BB sebelum sakit: 80
kg
BB sekarang: 73 kg
6. IMT: 22,53 (Normal)
7. Urine berwarna pekat
seperti teh dan feses
berwarna pucat

2 DS: Agen cidera Fisiologis Nyeri Akut


1. Tn.A mengatakan nyeri
terasa dibagian perut
kanan atas
2. Nyeri yang dirasakan
seperti tertikam
3. Tn.A mengatakan nyeri
menetap pada perut
kanan atas dan tidak
menyebar
4. Tn.A mengatakan nyeri
dengan skala 5
5. Tn.A mengatakan nyeri
yang dirasakan hilang
timbul

DO:
1. KU: Lemah
2. Pasien tampak meringis
3. Pasien tampak sering
memegang area yang
terasa nyeri
3 DS: Tirah Baring Intoleransi Aktivitas
1. Tn.A mengatakan
badaanya terasa lemah
dan letih disertai dengan
pusing
2. Tn.A mengatakan
merasa tidak nyaman
setelah aktivitas
3. Pasien mengatakan tidak
nafsu makan

DO:
1. KU: Lemah
2. Aktivitas dibantu oleh
keluarga
3. Asupan intake nutrisi
tidak adekuat

B. Diagnosa keperawatan

13. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan


mencerna makanan.

14. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis

15. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring.

C. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 Resiko Defisit Setelah dilakukan tindakanManajemen
nutrisi berhubungan keperawatan diharapkanNutrisi
dengan status nutrisi membaik dengan Observasi:
ketidakmampuan kriteria hasil: 1.Identifikasi status
mencerna makanan 1. Porsi makanan yang nutrisi
dihabiskan 2.Identifikasi
meningkat kebutuhan
2. Serum albumin kalori dan jenis nutrient
meningkat 3. Monitor asupan makanan
3. Nyeri abdomen menurun
4. Monitor berat badan
4. Berat badan membaik. 5. Monitor
5. Indeks massa
hasilpemeriksaan
tubuh membaik
laboratorium
6. Nafsu makan membaik
Teraupetik
1. Lakukan oral
hygne sebelum
makan
2. Berikan suplemen
makanan, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis: pereda
nyeri)
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan

2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakanManajemen Nyeri


berhubungan dengan keperawatan diharapkan nyeriObservasi
agen cedera fisiologis yang dirasakan dapat 1. Identifikasi lokasi,
terkontrol dengan kriteria karakteristik,
hasil durasi,
frekuensi, kualitas,
Tingkat Nyeri : intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi faktor yang
3. Gelisah menurun memperberat dan
4. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
5. Nafsu makan membaik
Teraupetik
6. Pola makan membaik
1. Berikan teknik non-
(SLKI : 145) farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur

Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan momonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik yang tepat
5. Ajarkan teknik non-
farmakologis untu
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolabolasi pemberian
analgetik, jika perlu

(SIKI :201)
3. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakanManajemen Energi
berhubungan dengan tirah keperawatan diharapkan Observasi
baring Toleran Aktivitas dapat teratasi 1. Identifikasi gangguan
dengan kriteria hasil: fungsi tubuh yang
Tingkat Keletihan: mengakibatkan kelelahan
1. Melakukan aktivitas rutin 2. Monitor pola dan jam tidur
meningkat 3. Monitor lokasi
2. Keluhan lelah dan ketidaknyamanan selama
lesumenurun melakukan aktivitas
3. Selera makan membaik
4. Pola istirahat membaik
Teraupetik
1. Lakukan latihan rentang
gerak pasif atau aktif
2. Fasilitasi duduk disisi temapt
tidur, jika tidak dapat
berjalan atau berpindah
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik secara bertahap
3. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

D. Implementasi keperawatan
Diagnosa pertama, Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan adalah manajemen nutrisi : menentukan
status gizi pasien, memonitor kalori dan jenis nutrient, memonitor asupan
makanan, memonitor adanya penurunan berat badan, memonitor turgor kulit,
memonitor adanya mual muntah yang dialami pasien, memonitor hasil
pemeriksaan labor, berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi,
membantu pasien dalam menentukan pedoman diet hepatitis yaitu diit hati,
menginformasikan kepada keluarga pasien tentang manfaat diet hati,
memberikan suplemen makan seperti: curcuma.
Diagnosa kedua, Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis antara lain
manajemen nyeri aktivitas yang dilakukan adalah melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktorpresipitasi nyeri, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan yang
ditimbulakan oleh nyeri, mengajarkan teknik nonfarmakologi (teknik relaksasi) dan
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat untuk menghilangkan nyeri
yaitu: Alprazolam

Diagnosa ketiga, Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring antara lain
mengkaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas, memonitor pola dan jam
tidur pasien, memonitor intake/asupan nutrisi, melakukan aktivitas yang bisa
dilakukan oleh pasien atau melakukan latihan aktif/pasif untuk menghilangkan
ketegangan otot yang diselingi istirahat, membantu memilih aktivitas sesuai dengan
kemampuan fisik.

E. Evaluasi Keparawatan

Evaluasi untuk diagnosa Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan


ketidakmampuan mencerna makanan. Didapatkan hasil evaluasi teratasi
sebagian, dengan evaluasi subjektifnya Tn.A mengatakan nafsu makan sudah
mulai membaik tetapi kadang sering merasakan mual, porsi makanan yang
dihabiskan sudah mulai banyak. Sedangkan untuk hasil evaluasi objektifnya
didapatkan turgor kulit masih sama pada saat awal pengkajian, tidak terjadi
penurunan berat badan yang signifikan. Pada hari kelima pasien dibolehkan
pulang, peneliti memberikan dischard planning kepada pasien dan keluarga
pasien: menganjurkan pasien untuk makanan sumber protein dan rendah
lemak, olahraga secara terarur, minum obat secara teratur sesuai dengan resep
yang diberikan, menghindari untuk mengangkat berat arau berkerja terlalu keras,
menghindari atau berhenti untuk merokok dan mengkonsumsi alcohol.

Evaluasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis
didapatkan hasil evaluasi T n . A menyatakan nyeri di abdomennya sudah
berkurang. Pasien kini bisa tidur pada malam hari, skala nyeri yang tadinya 5
sekarang berkurang menjadi 3. Dan pasien mengatakan skala nyeri 1.
Evaluasi untuk diagnosa Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring.
Didapatkan hasil evaluasi toleransi aktivitas teratasi karena pasien bisa melakukan
aktivitas secara mandiri, level kelelahan teratasi ditandai dengan sakit kepala atau
pusing sudah mulai berkurang.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Berdasarkan keluhan utama yaitu dengan demam sejak 2 hari yang lalu, mual
muntah, tidak nafsu makan, nyeri pada abdomen bagian atas, kulit, mata
tampak berwana kuning dan badan terasa lemah dan letih.

Menurut teori (Wijaya & Yesi 2017) inflamasi pada hepar karena invasi virus
akan menyebabkan peningkatan suhu tubuh dan peregangan kapsula hati yang
memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal
ini dimenifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Jumlah
bilirubin yang belum mengalami konjugasi yang akan menimbulkan icterus
pada pasien. Urin menjadi lebih coklat seperti warna teh dan feses pucat.

Berdasarkan hasil analisa penulis pada pasien Hepatitis keluhan utama pada
pasien yaitu: pasien mengeluh demam, badan terasa lemah dan letih, nyeri pada
bagian abdomen kanan atas , mengeluh tidak nafsu makan dan BB menurun.
Peneliti berasumsi tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus yang
didapat.

Berdasarkan saat dilakukan pengkajian Tn.A mengatakan badan terasa lemah


dan letih, aktivitas dibantu oleh keluarga, nafsu makan menurun, merasa
mual saat makan disertai dengan pusing, nyeri pada abdomen kanan atas
dengan skala nyeri 5. Tn.A mengatakan tidak menghabiskan diet yang
diberikan rumah sakit, Tn.A mengalami penurunan berat badan 7 kg dalam 1
bulan terakhir ini.

Menurut teori Nuari (2015) pasien hepatitis akan mengalami keluhan penurunan
berat badan, rasa lesu dan lelah, mual muntah, penurunan nafsu makan, hal
ini disebabkan oleh defisiensi gizi penurunan asupan protein yang turut
menimbulkan kerusakan hati.
Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh (Yani 2020) dimana pasien
mengeluh mual, muntah, demam, badan terasa lemah, kulit, mata tampak
berwana kuning.
Menurut penulis, pada kasus hepatitis ada kesamaan antara teori dengan yang
dikeluhkan pasien saat pengkajian.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap Tn.A didapatkan hasil dengan


Keadaan Umum: Lemah, sclera ikterik, pada abdomen teraba pembesaran hati,
nyeri tekan dibagian kuadran kanan atas,ekstermitas: kulit kering ,telapak
tangan kuning. Urine seperti teh dan feses berwarna pucat.

Berdasarkan teori (Cahyono 2010) pada orang dewasa, rata-rata berat hati
adalah 1,4 kilogram. Organ berwarna merah kecoklatan terletak didalam rongga
perut sebelah kanan atas, berada dibawah diafragma dan disebelah kanan
lambung, gejala pada hepatitis satu sampai dua minggu sebelum gejala
ikterik terjadi demam sedang, mual muntah, nyeri pada abdomen kanan atas.
Satu sampai lima hari sebelum kekuningan pada kulit muncul, air kencing
berwarna kecoklatan seperti teh dan tinja berwarna pucat dan pada mata akan
berwarna kekuningan yang diikuti kekuningan pada kulit.

Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian (Putri 2020) dimana dilakukan
pemeriksaan fisik: pasien terlihat lemah, terdapat nyeri tekan pada abdomen,
mukosa bibir kering, kulit dan sclera ikterik.

Menurut analisa penulis adanya kesamaan antara teori dengan kenyataan yang
ditemukan yaitu pada pemeriksaan fisik pasien hepatitis sclera terlihat ikterik,
nyeri tekan pada abdomen kanan atas, telapak tangan kuning, urine seperti teh
dan tinja berwarna pucat.

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa pertama, Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan. Diagnosa ini ditegakkan karena pasien
dengan keluhan: nafsu makannya menurun, sering mual dan setiap kali makan,
Hb pasien menurun,pasien mengatakan mengalami penurunan berat badan 7
kg 1 bulan terakhir. IMT pasien normal, tetapi pasien mengalami penurunan
dari IMT sebelumnya.

Teori dalam SDKI tahun 2017 dikatakan bahwa Resiko Defisit Nutrisi adalah
berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme, dengan factor resiko ketidakampuan mencerna makanan.

Diagnosa kedua, Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.


Diagnosa ini ditegakkan karena pasien mengalami nyeri abdomen kanan atas,
nyeri seperti ditikam, skala nyeri yang dirasakan 6.

Teori dalam SDKI tahun 2017 dikatakan bahwa diagnosis Nyeri Akut adalah
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset lambat atau berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung selama kurang dari 3 bulan dengan tanda dan gejala
mayor yaitu: mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, sulit tidur. Sedangkan
tanda dan gejala minor yaitu nafsu makan berubah.

Diagnosa ketiga, Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring.


Diagnosa ini ditegakkan dikarenakan pasien mengeluh badan terasa lemah dan
letih, aktivitas dibantu oleh keluarga.

Teori dalam SDKI tahun 2017 dikatakan bahwa diagnosis Intoleransi Aktivitas
adalah ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan
tanda dan gejala mayor yaitu: mengeluh lelah, sedangkan tanda dan gejala
minor yaitu merasa lemah.

Menurut (Nuari 2015) diagnosa keperawata yang mungkin muncul pada pasien
hepatitis yaitu Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan masukan metabolisme, nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis, resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan yang berlebihan melalui muntah dan diare,
resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Yani 2020) diagnosa yang ditegakkan
dalam penelitiannya yaitu: Nyeri akut berhubungan dengan nyeri abdomen,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan masukan metabolisme, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
tirah baring. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian windy (2018) diagnosa
yang ditegakkan dalam penelitiannya yaitu: Nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisiologi, keletihan dan defisit nutrisi berubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan.

Menurut analisa penulis antara terori dengan hasil penelitian seimbang, tidak
ada kesenjangan, tetapi pada diagnosa hasil peneliti dan diagnosa hasil
menurut penelitian dari (Yani 2020 , Nuari 2015 dan Windy 2018) terdapat
perbedaan urutan diagnosa, karena peneliti memprioritaskan masalah yang
terjadi berdasarkan kondisi yang dialami pasien.

C. Intervensi keperawatan
Diagnosa pertama, Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan dengan kriteria hasil porsi makanan yang
dihabiskan meningkat, serum albumin meningkat, nyeri abdomen menurun,
berat badan kembali normal, nafsu makan membaik dan membran mukosa
membaik. Sedangkan rencana intervensi yang akan dilakukan yaitu manajemen
nutrisi: observasi: Identifikasi status nutrisi, identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient, monitor asupan makanan, monitor berat badan, monitor hasil
pemeriksaan laboratorium. Teraupetik: lakukan oral hygne sebelum makan,
berikan suplemen makanan (Curcuma), berikan makanan tinggi protein dan
tinggi kalori dan rendah lemak. Edukasi: anjurkan kepada pasien untuk makan
sedikit tapi sering, ajarkan diet yang diprogramkan. Kolaborasi: kolaborasi
pemberian medikasi sebelum makan (mis: pereda nyeri).

Menurut (Wijaya 2017) penderita hepatitis sampai sekarang belum ditemukan


pengobatan yang spesifik tetapi dilakukan istirahat ditemapt tidur selama fase
akut, patuh terhadap diit yang diterapkan, pasien sebaiknya makan sedikit tapi
sering, makan melalui periental pada fase akut bila penderita muntah terus
menerus, obat-obatan yang melindungi hati.

Diagnosa kedua, Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


dengan kriteria hasil: Keluhan nyeri menurun, meringis menurun, gelisah
menurun, kesulitan tidur menurun. Sedangkan rencana intervensi yang akan
dilakukan yaitu manajemen nyeri: Observasi: identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri,
identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri. Edukasi:ajarkan
teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi).
Teraupetik: fasilitasi istirahat dan tidur. Edukasi: jelaskan strategi meredakan
nyeri, modifikasi lingkungan yang aman dan nyaman. Kolaborasi: kolaborasi
pemberian untuk menghilangkan nyeri (seperti: Alprazolam).

Intervensi yang dilakukan hampir sama dengan intervensi yang dilakukan oleh
(Angela 2019) yaitu lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (PQRST),
observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan. Pastikan
perawatan analgesik bagi pasien. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis (teknik relaksasi), modifikasi lingkungan yang aman dan
nyaman.

Diagnosa ketiga,Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring


dengan kriteria hasil: kekuatan tenaga meningkat, kemampuan melakukan
aktivitas rutin meningkat, keluhan lelah dan lesu menurun, keluhan sakit
kepala/pusing menurun, selera makan membaik, pola istirahat membaik.
Rencana intervensi yang akan dilakukan yaitu manajemen energy: Observasi:
Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan, monitor
pola dan jam tidur. Teraupetik: lakukan latihan ROM aktif/pasif untuk
menghilangkan ketegangan otot. Edukasi: anjurkan tirah baring, anjurkan
kepada pasien untuk bisa melakukan aktivitas secara bertahap untuk
membangun ketahanan, ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.

D. Implementasi keperawatan
Diagnosa pertama, Implementasi keperawatan yang berkaitan dengan diagnosa
Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan yaitu memonitor asupan makanan, monitor berat badan apakah ada
penurunan berat badan yang signifikan, berikan suplemen makanan (seperti:
curcuma), menganjurkan kepada pasien untuk makan sedikit tapi sering,
memposisikan semifowler, melakukan penggantian cairan infus intravena
(glucose 5%),melakukan oral hygne untuk menghilangkan rasa mual ,
mengajarkan diet yang diprogramkan yaitu makanan yang tinggi protein, tinggi
vitamin, lemak cukup. Berdasarkan analisa masalah resiko defisit nutrisi
peneliti memberikan dischard planning yaitu: biasakan mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan aktivitas, patuh terhadap diit yang
dipengobatan seperti terapi pengobatan dan patuh terhadap diet yang
diprogramkan, olahraga secara teratur dan istirahat yang cukup.

Menurut teori (Tarwoto dan Wartonah 2015) untuk mencapai dan


mempertahankan status gizi optimal tanpa memperberatkan fungsi hati,
dengan cara : Menghindari atau mengurangi kerusakan hati yang permanen,
meningkatkan regenerasi jaringan hati dengan memberikan kalori dan protein
dalam jumlah yang memadai, Mempertahankan atau memperbarui simpanan
nutrien dalam tubuh, mengurangi gejala yang menimbulkan gangguan rasa
nyaman, mencegah atau mengurangi komplikasi yang berlanjut.

Diagnosa kedua, keperawatan yang berkaitan dengan diagnosa nyeri akut


berhubungan dengan agen pencedera fisiologis mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri (skala
nyeri 5), identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
mengajarkan teknik non-farmakologis untu mengurangi rasa nyeri (teknik
relaksasi), memodifikasi lingkungan yang aman dan nyaman. Berkolaborasi
pemberian analgetik seperti pemberian obat alprazolam.

Menurut hasil penelitian (Desi 2016) Manajemen nyeri yang tidak adekuat
dapat menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang meningkatkan respon stress
sehingga mempengaruhi kondisi psikologi,emosi dan kualitas hidup. Salah satu
intervensi tindakan untuk mengurangi nyeri pada pasien hepatitis yaitu dengan
teknikrelaksasi autogenik yangdilakukan sebanyak tiga kali latihan setiap kali
latihan dilakukan selama 15 menit dengan membimbing, mengatur posisi yang
nyaman, relaksasi otot dan mengatur bernafas dalam.relaksasi tersebut dapat
mengurangi intensitas nyeri tanpa farmakologi

Diagnosa ketiga, implementasi keperawatan yang berkaitan dengan


diagnosaIntoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring yaitu:
memonitor pola dan jam tidur, menganjurkan tirah baring, anjurkan kepada
pasien untuk bisa melakukan aktivitas secara bertahap untuk membangun
ketahanan, ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan, kolaborasi
dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.

Menurut teori (Wijaya 2017), penderita penyakit hati sangat memerlukan


istirahat dan berbagai tindakan pendukung lainnya. Istirahat akan mengurangi
kebutuhan dalam hati dan meningkatkan suplai darah hati. Karena pasien
rentan terhadap bahaya immobilitas, berbagai upaya perlu dilakukan untuk
mencegah gangguan pernafasan, sirkulasi dan vaskuler. Pasien dianjurkan untuk
meningkatkan aktifitas secara bertahap . aktifitas dan olahraga ringan di
samping istirahat harus dilakukan.

E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Tn.A
untuk diagnosa Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan. Didapatkan hasil evaluasi teratasi sebagian, dengan
evaluasi subjektifnya Tn.A mengatakan nafsu makan sudah mulai membaik
tetapi kadang sering merasakan mual, porsi makanan yang dihabiskan sudah
mulai banyak. Sedangkan untuk hasil evaluasi objektifnya didapatkan turgor
kulit masih sama pada saat awal pengkajian, tidak terjadi penurunan berat
badan yang signifikan, menganjurkan pasien untuk makanan tinggi protein,
lemak cukup, cukup vitamin dan mineral, hindari makanan yang mengandung
gas, olahraga secara teratur, minum obat secara teratur sesuai dengan resep
yang diberikan, menghindari untuk mengangkat berat arau berkerja terlalu
keras, menghindari atau berhenti untuk merokok dan mengkonsumsi alcohol.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Tn.A
u n t u k Nyeri Akut didapatkan evaluasi masalah teratasi, pada hari pertama
pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan atas, nyeri yang dirasakan
hilang timbul dengan skala nyeri 5, pasien mengatakan sulit tidur pada malam
hari karena nyeri yang dirasakan. Pada hari ke 3 didapatkan hasil evaluasi pada
masalah pasien menyatakan nyeri diabdomennya sudah berkurang. Pasien kini
bisa tidur pada malam hari, skala nyeri yang berkurang menjadi 3. Dan pada
hari berikutnya pasien mengatakan skala nyeri 1.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Tn.A
untuk diagnosa Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring.
Didapatkan hasil evaluasi toleransi aktivitas teratasi karena pasien bisa
melakukan aktivitas secara mandiri, level kelelahan teratasi ditandai dengan
sakit kepala atau pusing sudah mulai berkurang dan intake asupan nutrsi
adekuat.

Menurut (Wijaya 2017), penderita penyakit hati sangat memerlukan istirahat


dan berbagai tindakan pendukung lainnya. Istirahat akan mengurangi kebutuhan
dalam hati dan meningkatkan suplai darah hati. Karena pasien rentan
terhadap bahaya immobilitas, berbagai upaya perlu dilakukan untuk
mencegah gangguan pernafasan, sirkulasi dan vaskuler. Pasien dianjurkan
untuk meningkatkan aktifitas secara bertahap . aktifitas dan olahraga ringan di
samping istirahat harus direncanakan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hasil pengkajian yang didapatkan pasien mengatakan badan terasa
lemah dan letih, aktivitas dibantu oleh keluarga, nafsu makan
menurun, merasa mual saat makan disertai dengan pusing, nyeri pada
abdomen kanan atas dengan skala nyeri 5. Pasien memiliki kebiasaan
mengkonsumsi alcohol dan obatan serta kebiasaan merokok.
2. Diagnosis keperawatan yang muncul pada penelitian ini yaitu
resiko defisit nutisi behubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan, nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis,
intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
3. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan
yang ditemukan diantaranya: manajemen nutrisi, edukasi diit,
menajemen energy, manajemen nyeri, mengajarkan teknik
nonfarmakologi (teknik relaksasi) dan membantu aktivitas fisik
secara bertahap.
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
yang telah disusun dan didokumentasikan pada catatan perkembangan
seperti hasil pemeriksaan laboratorium, edukasi diit hati, teknik
relaksasi, melakukan aktifitas di samping istirahat.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan dalam bentuk SOAP terhadap 3
diagnosa keperawatan didapatkan 1 diagnosis yang belum teratasi
dan diberikan dischard planning kepada pasien dan keluarga, 2
diagnosa teratasi dengan hasil evaluasi keluhan nyeri berkurang
dan aktivitas secara mandiri ditandai dengan keluhan pusing
berkurang
B. Saran

1. Bagi Puskesmas/rumah sakit


Hasil dari studi kasus ini dapat dipergunakan sebagai tambahan
informasi dan meningkatkan kualitas pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien dengan Hepatitis
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat sebagai tambahan informasi dan
dapat dijadikan bahan kepustakaan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien Hepatitis
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Bagi penulis selanjutnya bisa dijadikan data pembanding dalam penerapan
asuhan keperawatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah. (2012). Medical Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta:


DIVA Ekspres.

Cahyono. (2010). Hepatitis B. Yogyakarta: Kanisius.

Dinas Kesehatan Kota Padang. (2019). Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit Menular. Laporan Tahunan 2018, 135–136.

Diyono & Mulyanti. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.


Jakarta: Kencana
Hulu dkk. (2020). Epidemiologi Penyakit Menular Riwayat, Penularan
dan Pencegahan. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.

Infodatin. (2017). SITUASI PENYAKIT HEPATITIS B di INDONESIA


TAHUN 2017. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689– 1699.

Irfannuddin. (2019). Cara Sistematis Berlatih Meneliti. Jakarta Timur: Rayyana.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Buku saku HEPATITIS.


In GERMAS: Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Issue
48). https: terkini/buku_saku_hepatitis_2020.pdf

Timur Misna, R., Zein, U., & Suroyo, B. (2018). Faktor Risiko Hepatitis
B Pada Pasien di RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Jurnal Kesehatan
Global,1(1), 37. https://doi.org/10.33085/jkg.v1i1.3908
Multazam, S., Cholissodin, I., & Adinugroho, S. (2020). Implementasi
Metode Extreme Learning Machine pada Klasifikasi Jenis Penyakit
Hepatitis berdasarkan Faktor Gejala. 4(3),
789–797.
Nian Afrian. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta Timur: CV. TRANS INFO MEDIA.

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Oswari E. (2012). Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: FKUI.

Padilla. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Rahman. (2016). Model Pencegahan Hepatitis a Berbasis Faktor Resiko.

Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS).


Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Siyoto & Sodik. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:


Literasi Media Publishing.
Wahyuni Dwi. (2016). Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli
2016 :91-72 Waluyo & Budhi. (2011). 100 Questions & Answers
Hepatitis. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

WHO. (2018). World Hepatitis Day 2020.


https://www.who.int/southeastasia/news/speeches/detail/world-hepatitis-day- 2020
Wijaya &Yessie. (2017). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Rumusan masalah....................................................................................
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................
D. Manfaat penulisan....................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep dasar Hepatitis
1. Defenisi...............................................................................................
2. Etiologi................................................................................................
3. klasifikasi............................................................................................
4. Patofisiologi........................................................................................
5. Manifestasi klinis................................................................................
6. Komplikasi............................................................................................
7. Pemeriksaan penunjang........................................................................
8. Penatalaksanaan...................................................................................
9. Pencegahan.........................................................................................

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian Keperawatan.......................................................................
2. Diagnosa keperawatan..........................................................................
3. Intervensi keperawatan.........................................................................
4. Implementasi Keperawatan...................................................................
5. Evaluasi Keperawatan...........................................................................

BAB III TINJAUAN KASUS


1. Pengkajian Keperawatan..................................................................
2. Diagnosis Keperawatan...................................................................
3. Intervensi Keperawatan...................................................................
4. Implementasi Keperawatan..............................................................
5. Evaluasi Keperawatan......................................................................

BAB IV PEMBAHASAN
1. Pengkajian Keperawatan..................................................................
2. Diagnosis Keperawatan...................................................................
3. Intervensi Keperawatan...................................................................
4. Implementasi Keperawatan.............................................................
5. Evaluasi Keperawatan....................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

Anda mungkin juga menyukai