DOSEN PEMBIMBING
Tisnawati,S.St,M.Kes
OLEH
Nadya okdilla
203110140
3A
D3 KEPERAWATAN PADANG
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Virus merupakan permasalahan dalam dunia medis yang sangat serius. Infeksi
virus hepatitis merupakan infeksi sistemik dimana hati merupakan organ target utama dengan
kerusakan berupa inflamasi dan atau nekrosis hepatosit oleh sel mononuclear. Dalam kondisi
normal, virus dapat mengakibatkan kerusakan ringan pada sel-sel yang sudah memiliki
peringkat diferensiasi yang tinggi sehingga tidak mengakibatkan gejala apapun. Scbaliknya,
virus yang dapat menimbulkan kerusakan akan menimbulkan gejala yang serius, khususnya
yaitu penyakit Hepatitis (Multazam et al., 2020).
Hepatitis merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
yang besar dimasyarakat, karena penularannya yang relative murah. Pada saat ini dikenal lima
macam hepatitis yang disebabkan oleh virus yaitu Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis C,
Hepatisis D dan Hepatitis E (Oswari E, 2012). Penyakit hepatitis kronis dengan berbagai
tiologi terutama akibat infeksi hepatitis B Vinus (HBV) dan hepatits C Virus (HCV) menjadi
penyebab utama meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian diseluruh dunia yang
berpengaruh pada status kesehatan masyarakat, angka harapan hidup, dan dampak sosial
ckonomi lainnya (Infodatin, 2017).
Hepatitis menimbulkan gejala yang beragam mulai dengan tanpa gejala hingga gejala
yang dikategorikan sangat berat seperti Hematemesis (Muntah Darah) maupun koma. Masa
perinatal merupakan kasus yang menimpa banyak sekali terinfeksi Hepatitis B dan dapat
menjadi kronik pada 90% kasus (Multazam et al., 2020).Penyakit ini menyerang semua umur,
gender dan ras di seluruh dunia. Hepatitis B dapat menyerang dengan atau tanpa gejala
hepatitis. Sekitar 5% penduduk dunia mengidap hepatitis B tanpa gejala. Namun demikian,
hepatitis B dapat dicegah dengan memberikan imunisasi (Misna et al., 2018).
Dampak Hepatitis ini sangatlah berbahaya. Hepatitis apabila tidak diatasi dapat
mengakibatkan kanker hati, sirosis hati dan karsinoma hepatoseluier primer (hepatoma).
Sekitar 10% dari infeksi virus Hepatitis B akan menjadi kronik dan 20% penderita Hepatitis
kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami sirosis hati dan karsinoma
hepatoseluler untuk itu perawat harus memberikan health education kepada pasien. Penularan
hepatitis yang relative murah maka perawat harus mencuci tangan yang benar, penggunaan
jarum suntik yang benar, penggunaan sarung tangan saat tindakan, dan cara penanganan darah
pasien penderita Hepatitis (Rahmayanti, 2012).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) sekitar 257 juta orang di seluruh
dunia hidup dengan hepatitis. Sekitar 39 juta hidup dengan hepatitis B, 10 juta hidup dengan
hepatitis C, dan 410.000 kematian terkait hepatitis setiap tahunnya sebanding dengan kematian
HIV,TB atau malaria. Meskipun hepatitis dapat dicegah melalui imunisasi, injeksi dan
tindakan pengamanan darah, dan akses ke air bersih. Hepatitis B dan C terus menjadi penyebab
morbiditas yang signifikan akibat komplikasi kronis seperti sirosis dan kanker hati, yang
membatasipartisipasi angkatan kerja dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Vinus Hepatitis mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hepatitis A yang
tersebar diseluruh dunia dan diperkirakan 14 juta kasus setiap tahunnya karena penularannya
yang relative murah yg disebabkan oleh pencemaran air, makanan yang tercemar. Hepatitis B
diperkirakan 2 milyar penduduk dunia telah terinveksi virus Hepatitis B dan lebih dari 240 juta
orang mengidap hepatitis kronik. Virus Hepatitis B 50-100 kali lebih infeksius disbanding
HIV. Hepatitis C setiap tahunnya 34 juta orang terinfeksi Hepatitis C dan sekitar 150 juta
penduduk dunia menderita Hepatitis C kronik yang berpotensial menjadi sirosis atau kanker
hati (Infodatin, 2017).
Indonesia merupakan negara dengan endemis Hepatitis B yakni pada pada tahun 2007
sebesar 0,6 % kasus Hepatitis dan meningkat pada tahun 2013 sebesar 1,2 % kasus Hepatitis.
Prevalensi Hepatitis di Sulawesi Tenggara juga mengalami peningkatan yakni berdasarkan
hasil Riskesdas Sultra tahun 2007 sebesar 0,7% kasus dan tahun 2013 meningkat menjadi
2,1%. Sedangkan data penyakit di Lapas tahun 2011 menunjukkan penyakit Hepatitis
menduduki urutan ke-9 penyebab kematian Narapidana dengan jumlah kematian sebanyak 16
orang8.
Berdasarkan penelitian Walyuni 2016 subyek penelitian sebanyak 130 orang, sebagian
besar laki-laki (70,0%) dengan kelompok umur terbanyak 40- 49 tahun. Insiden penyakit hati
kronik di seluruh dunia termasuk diIndonesia, lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan wanita (2-4:1) dengan umur rata-rata terbanyak antara umur 30-59 tahun
(puncaknya sekitar 40-49 tahun). Rentang usia tersebut, merupakan usia produktif sehingga
lebih banyak terpajan dengan faktor risiko penyakit hati kroik seperti virus hepatitis yang
merupakan penyebab yang paling banyak dari penyakit hati kronik.Berdasarkan hasil
penelitian Rahman (2016) berdasarkan kasus Hepatitis menurut umur diperoleh bahwa pada
kelompok kasus Hepatitis A distribusi umur terbesar berada pada umur 16 dan 18 tahun
(32,5%) dan distribusi umur terkecil berada pada umur 15 tahun (2,5%). Dan berdasarkan jenis
kelamin diperoleh bahwa pada kelompok kasus Hepatitis A sebagian besar berjenis kelamin
laki-laki (57,5%) dan pada kelompok control (tidak sakit Hepatitis A) sebagian besar berjenis
kelamin perempuan (55,0%). Berdasarkan hasil dari data medical record RS TK.II Dr.
Reksodiwiryo Padang tercatat bahwa jumlah pasien yang di diagnosa Hepatitis pada tahun
2018 adalah sebanyak 8 orang, pada tahun 2019 sebanyak 16 orang dan pada tahun 2020
terdapat penderita sebanyak 9 orang. Data yang didapatkan pada tiga bulan terakhir yaitu dari
bulan Oktober hingga Desember terdapat jumlah pasien Hepatitis sebanyak 4 orang. Jumlah
pasien rawat jalan yang di diagnosa Hepatitis mengalami peningkatan pada 3 tahun terakhir.
Pada tahun 2018 sebanyak 110 orang, pada tahun 2019 sebanyak 126 orang dan pada tahun
2020 sebanyak 128 orang.
Menurut penelitian Desi Ramodani (2019) beberapa kondisi fisik yang dialami pasien
Hepatitis B salah satunya yaitu nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pada pasien
Hepatitis B dapat dilakukan dengan tindakan non-farmakologi yaitu dengan memberikan terapi
relaksasi autogenic. Tujuannya adalah untuk menganalisis pemberian intervensi relaksasi
autogenic terhadap perubahan penurunan intensitas nyeri pada pasien Hepatitis B. hasil
penelitian ini didapatkan setelah melakukan tindakan relaksasi autogenic pada hari pertama
menunjukan skala nyeri 4 menjadi 3 (nyeri sedang). Pada hari kedua pasien mengalami
penurunan skala nyeri 3 Menjadi dapat berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri abdomen.
(nyeri ringan). Hal ini menunjukan bahwa relaksasi autogenic Menurut penelitian Angela
(2019), bahwa pada Ny.A dengan hepatitis ditemukan masalah keperawatan yaitu nyeri akut,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan intoleransi aktivitas. Intervensi
keperawatan yang telah dilakukan adalah memonitor ttv, pengkajian nyeri secara komprehensif
(PORST, teknik relaksasi, monitor intake/asupan nutrisi, melakukan latihan ROM aktivlpasif
untuk menghilangkan ketegangan otot.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada tanggal 26 Januari di ruangan Rasuna
Said Penyakit Dalam RS. TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang didapatkan 1 orang pasien
hepatitis, berjenis kelamin perempuan yaitu Ny.E. Pasien berunmur 44 tahun dengan waktu
rawatan hari ketiga. Keluhan yang dirasakan pasien tersebut adalah nyeri dibagian perut kanan
atas, nyeri saat ditekan dan disentuh, nafsu makan menurun, mual muntah, lemas. Berdasarkan
hasil catatan keperawatan diruangan Rasuna Said tersebut, masalah keperawatan yang diangkat
adalah nyeri akut dan defisit nutrisi. Perawat sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana keperawatan yaitu memonitor ttv, memonitor asupan nutrisi, monitor pola
istirahat dan tidur, dan berkolaborasi dengan dokter pemberian analgesik. Namun dalam
penurunan nyeri pada pasien hepatitis masih terabaikan. Untuk menurunkan nyeri dapat
dilakukan dengan tindakan non-farmakologi, tetapi perawat hanya memberikan terapi
farmakologi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka perumusan
masalah ini adalah "Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien Hepatitis di
RS TK II Dr. Reksodiwiryo Padang tahun 2021.
C. Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum
Tujuan umum peneliti adalah untuk mendiskripsikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus hepatitis di RS TK III Dr. Reksodiwiryo Padang tahun 2021.
2) Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Peneliti
TINJAUAN TEORITIS
1. Defenisi
Hepatitis adalah peradangan pada organ hati yang berhubungan dengan manifestasi klinis
yang berspektum Juas dari infesksi tanpa gejala, melalui hepatitis ikterik sampai nekrosis hati
yang disebabkan oleh berbagai sebab seperti bakteri. virus, proses aoutoimun, obat-obatan,
perlemakan, alkohol dan zat berbahaya lainnya. Ditemukan lima bentuk Hepatitis virus yaitu
hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV), dan hepatitis E
(HEV) (Diyono,2013).
2. Etiologi
Hepatitis disebabkan oleh infeksi virus dan olch reaksi toksis terhadap obat-obatan dan
bahan-bahan kimia. Ada beberapa virus lain yang dapat mengakibatkan terjadinya hepatitis,
seperti vinus hepatitis A, virus hepatits C, virus hepatitis D, dan vinus hepatitis E. Dari jenis
penyebab hepatitis tersebut, yang paling banyak menimbulkan masalah kesehatan yaitu virus
hepatitis B dan virus hepatits C. Karcna kedua virus tersebut mampu bertahan dan menetap
dalam tubuh, bersifat kronis serta dalam perjalanan selanjutnya berpotensi untuk merusak hati
secara perlahan, pada akhinya organ hati rusak, ukuran mengecil dan mengeras (disebut
sebagai sirosis hati) atau berakhir menjadi kanker hati. Virus hepatitis B penularannya tidak
semudah virus hepatitis A. Virus Hepatitis A dapat ditemukan dalam tinja pasien. Virus
Hepatitis A biasanya ditularkan melalui Fekal-oral melalui orang lain. Virus hepatitis B
ditularkan melalui darah atau produk darah. Penularan biasanya terjadi diantara para
pemakaian obat yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau diantara mitra seksual
(baik heteroseksual maupun pria homoseksual).
ibu hamil yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama
proses persalinan, Hepatitis B bisa ditularkan oleh orang schat yang membawa (Cahyono,
2010).
Obat-obatan yang cendrung berpotensi merusak hati antara lain golongan Acetamninofen
(paracetamol) yang sering terkandung dalam obat-obatan penurun demam, pereda flu, juga
penghilang nyeri bebas resep. antiradang non-steroid (NSAID) jenis NSAID yang umum yakni
aspirin, 1bu profen, naproxen, dan diclofenac. Antibiotic, antibiotic juga bersifat hepatotoksik
bila tidak diminum dengan benar contohnya: amoxicillin/clavilanate yang digunakan untuk
infeksi bronchitis, sinus dan tenggorokan, serta isoniazid yang digunakan untuk mengobati
tuberculosis. Antidepresan seperti: bupropjon, fluoxetine, mirtazapine dan antidepresan
trisiklik seperti amitriptilin. Risperidone yang digunakan sepakai antipsikotik juga dapat
menyebabkan penyumbatan aliran enmpedu dari hati. Obat-obat antikejang seperti: Valproate,
Phenobarbital, carbamazepine dan lamotrigin yang juga dapat menyebabkan luka hati.
3. Klasifikasi
a. Hepatitis A
Infeksi hati yang sangat menular yang disebabkan oleh virus hepatitis A. Hepatitis A pada
umumnya dapat ditulari melalui mulut, misalnya melalui gelas atau sendok bekas yang
dipakai oleh penderita Hepatitis A. Hepatitis A tergolong dalam hepatitis akut, artinya penyakit
ini umumnya akan sembuh dalam waktu kurang dari 6 bulan.
b. Hepatitis B
Hepatitis B adalah peradangan organ hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Virus ini
dapat menular melalui hubungan seksual atau berbagi jarum suntik. Hepatitis B tidak akan
menular bila hanya berbagi alat makan atau berpelukan dengan penderitanya. Penularan virus
ini terjadi melalui hubungan seksual tanpa kondom dan berbagi Jamemicu timbulnya perasaan
tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Intlamasi pada hepar terjadi jaringan ikat yang
akan menyebabkan ibrosis hepar berupa konversi jaringan hepar nomal menjadi nodul
abnormal dan akan terjadinya sirosis hepatis.
Hal ini dimanifestasika dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Iimbulnya icterus
karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlan bilirubin yang belum mengalami
konjugasi masuk ke dalam normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu
hati tetap intrahepatic, maka terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin tersebut di dalam hati.
Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus kepatikus, karena terjadi
retensi ( akibat kerusakan sel eksresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami
konjugasi ( bilirubin indirek ). Jadi icterus yang timbul disini terutama disebabkan karena
bilirubin tak-terkonjugasi dan menumpuk secara sistemik dan mengendap didalam jaringan,
maka menimbulkan warna kuning. Kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi
bilirubin tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat ( abolish ).
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam
kemih,sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar
bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal pada icterus (Wijaya & Yessie, 2017 ).
5. WOC
6. Manifastasi Klinis
a. Fase Inkubasi
b. Fase Prodromal
Fase ini adalah fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama sampai gejala timbulnya
ikterus, pada fase ini terdeapat keluhan yang tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi
virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Keluhan yang lain adalah nafsu makan menurun (pertama
kali timbul), rasa nyeri diperut, anoreksia dan demam (suhu badan meningkat sekitar 39C)
berlangsung selama 2-5 hari, pusing, dan nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok juga
pada Virus hepatitis B.
c. Fase Ikterik
Fase ini adalah urin yang berwarna seperti teh, kulit menguning, serta keluhan menguat.
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi juga muncul bersamaan dengan gejala. Urine berwarna
seperti teh pekat, tinja berwarna pucat. kterus muncul pada kulit dan sclera yang terus
meningkat pada satu minggu, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari.
Kadang-kadang, fase ini disertai dengan timbulnya gatal-gatal pada seluruh badan, rasa lesu,
dan lekas capek dirasakan selama 1-2 minggu.
Fase ini adalah sudah mulai terbentuk anti-HB. Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda
ikterus, rasa mual, rasa sakit di hulu hati, dan kemudian disusul bertambahnya nafsu makan.
Fase ini berlangsung rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak
normal, penderita mulai merasa segar kembali,namun lemas dan lekas capek (Cahyono, 2010).
7. Komplikasi
a. Meningkatnya tekanan darah di pintu pembuluh darah portal vein. Jika sel-sel jaringan hati
yang rusak menghambat sirkulasi normal yang menuju ke liver, maka aliran darah akan
berbalik sehingga menimbulkan tekanan yang meningkat didalam pembuluh darah tersebut.
b. Pembuluh darah membesar. ketika sirkulasi melalui portal vein terhambat, makala aliran
darah akan berbalik menuju perut, kerongkongan dan saluran usus bagian bawah. Pembuluh-
pembuluh darah tersebut berbanding tipis, dank arena penuh berisi darah berlebihan maka bias
bocor. Terjadilah perdarahan diperut bagian atas kerongkongan. Jika terjadi, maka ini
merupakan kondisi gawat darurat yang harus ditangani dokter.
c. Jaundice, warna kekuningan. Ini terjadi jika organ hati itdak mampu
membuang/membersibkan bilirubin dari dalam darah. Bilirubin tersebut akan berakumulasi
dikulit dan putih mata, menyebabkan warna kekuningan.
d. Sirosis, pada keadaan ini sel hati yang mengalami kerusakan akan digantikan oleh sel-sel
sehat yang baru. Pada sirosis, kerusakan hati diganti oleh jaringan parut. Semakin parah
kerusakan, semakin besar jaringan parut yang terbentuk dan semakin berkurang jumlah jumlah
sel hati yang sehta. Pengurangan ini akan berdampak pada penurunan sejumlah fungsi hati
sehingga menimbulkan sejumlah gangguan pada fungsi tubuh secara keseluruhan (Waluyo &
Budhi, 2011).
8. Pemeriksaan Penunjang
c. Darah lengkap :
d. Alkali phosfatase
e. Fases:
f. Albumin serumn
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serumdisintesis oleh
hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
g. Gula darah:
h. HbSAg:
Menentukan apakah seseorang terinfeksi oleh virus hepatitis B (HBV) atau pernah
mengidap penyakit ini sebelumnya. Dapat positif pada tipe B.
i. IgM anti-HAV
Positif:Ditemukannya antibodi hepatitis A dalam darah. Hasil pemeriksaan lab bisa
tetap positif sampai dengan 6 bulan setelah terkena infeksi. Jadi sistem kekebalan tubuh
membentuk antibodi IgM ketika pertama kali terinfeksi Hepatitis A.
j. Anti HCV
k. Bilirubin serum:
L. Bropsi hati:
m. Scan hati:
i. Urinalisa:
9. Penatalaksaan
c. Tirah baring
Penatalaksanaan Medis bagi pasien hepatitis menurut Ardiansyah 2012 adalah sebagai
berikut:
b. Rawat jalan, kecuali pada pasien dengan mual anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi.
10. Pencegahan
Pencegahan hepatitis dapat dilakukan dengan tepat jika mengetahui cara penularan dan
penyebaran penyakit tersebut.
a. Pencegahan Hepatitis A
Pada prinsipnya Hepatitis A menular melalui makanan atau minumyang tercemar oleh
feses pencerita hepatitis A, makanan yang mentah ataupun setengah matang berpotensi
terkontaminası oleh virus ini. Hepatitis A juga dapat menyebar jika sumber air yang
digunakan bersama-sama tercemar oleh hepatitis
1) Imunisasi
Setelah imunisasi, tubuh akan menghasilkan antibody yang merupakan zat kekebalan tubuh
terhadap penyakit tersebut.
2) Selalu mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, terutama sebelum makan, sebelum
mengolah makanan, dan setelah dari toilet.
3) Tidak berbagi penggunaan barang-barang pribadi, seperti sikat gigi atau handuk, termasuk
juga peralatan makan.
b. Pencegahan hepatitis B
1)Imunisasi
Imunisasi hepatitis B yang lengkap dapat mencegah infeksi virus hepatitis B selama 15
tahun. Pemberian imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin, umumnya pada bayi, mulai
diberikan saat usia 2 minggu.
Tidak menggunakan barang secara bergantian seperti: pisau Cukur, gunting, gunting kuku,
sikat gigi, atau barang lain yang dapat menyebabkan luka dapat menjadi media penularan.
Resiko tinggi hepatitis B ternyata pada suami istri. Jika Tenyata suami atau istri terinfeksi
hepatitis B maka suamiwajib menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual.
Jika terdapat ceceran ataupun cipratan darah, sekecil harus langsung dibersihkan.
c.Pencegahan hepatitis C
Penularan hepatitis C terjadi melalui kontak dengan darah seseorang yang terinfeksi virus
hepatitis C, melakukan hubungan seksual dengan penderita, lahir dari ibu yang mengidap
hepatitis C. Pencegahan hepatitis C sampai saat ini, tidak ada vaksin yang dapat digunakan
untuk mencegah hepatitis C. Tindakan pencegahan penularan hepatitis C hampir sama dengan
hepatitis B
d. Pencegahan hepatitis D
cara terbaik dengan menghindari faktor-faktor yang bias meningkatkan risiko terjadinya
hepatitis B, diantara nya dengan melakukan vaksinasi hepatitis B, hubungan seks yang
aman,tidak berbagi jarum suntik dengan orang lain.
e. Pencegahan hepatitis E
Vaksin yang dapat mencegah hepatitis E belumn ditemukan, karena pengobatan hepatitis
E terbilang sulit dan panjang sehingga perlu dilakukan pencegahan agar virus hepatitis E tidak
masuk ke tubuh.
Misalnya: memasak makanan hingga matang, selalu mencuci tangan dengan sabun,
menghindari konsumsi batu es yang tidak bersumber dari air bersih, tidak kontak fisik dengan
penderita (Hulu, dkk. 2020)
c) Eliminasi
1) Urine gelap
2) Diare feses warna tanah liat
e) Neurosensori
1) Peka terhadap rangsang
2) Cenderung tidur
3) Letargi
4) Asteriksis
f) Nyeri / Kenyamanan
1) Kram abdomen
2) Nyeri tekan pada kuadran kanan
3) Mialgia
4) Atralgia
5) Sakit kepala
6) Gatal ( pruritus )
g) Keamanan
1) Demam
2) Urtikaria
3) Lesi makulopopuler
h) Seksualitas
Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan
b. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Hepatitis
SDKI (2018), adalah sebagai berikut:
i. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan
ii. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (inflamasi)
iii. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
iv. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring
v. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan
disfungsi hati
vi. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (penyakit kronis)
vii. Resiko Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi
viii. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan nyeri
c. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan sesuai dengan analisa
data diatas maka perencanaan untuk klien hepatitis adalah sebagai berikut :
SLKI :
SDKI :
Manajemen Nutrisi: Observasi:
1. Identifikasi status nutrisi 2.Identifikasi kebutuhan
2. kalori dan jenis nutrient
SKLI :
Termogulasi :
SDKI :
Manajemen hipertermia
Observasi
Teraupetik
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena (SIKI: 181)
4.Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012 dalam Februanti, 2019).
5.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan mengkaji respon pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan
keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009 dalam Februanti,
2019).
BAB III
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian
deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan
menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya (Hermawan, 2019). Penelitian ini akan
mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hepatitis di Ruangan Rasuna Said RS TK
II Dr Reksodiwiryo Padang 2021.
Waktu penelitian dilakukan sejak bulan Desember 2021 sampai dengan Juni 2021. Waktu
melakukan asuhan keperawatan pada pasien hepatitis selama > hari dimulai dari tanggal 21
Maret - 26 Maret 202 1. Tempat penelitian dilakukan yakni diruang rawat inap Rasuna Said
Penyakit Dalam RS TK.II Reksodiwiryo Padang.
1.Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda,
hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilat tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber
data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian (Hardani, 2020). Populasi dari
penelitian iní adalah pasien Hepatitis yang dirawat di ruangan Penyakit Dalam RS. TK.III
Reksodiwiryo Padang. Pada saat dilakukan penelitian ditemukan 2 orang pasien dengan
diagnosa hepatitis.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik
sampling. Disini sampel benar-benar mencerminkan keadaan populasi, artinya kesimpulan
penelitian yang diangkat dari sarmpel harus merupakan kesimpulan atas populasi (Hardani,
2020). pengambilan sampel pada penclitian ini adalah puposive sampling, mana teknik ini
merupakan suatu teknik penetapan sampel dengan cata sampel diantara populasi yang sesuai
dengan yang dikehendaki (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2011).
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:
a. Kriteria Inkluksi
Cara Kriteria inklusi adalah kriteria dimana individu memenuhi persyaratan untuk terlibat
dalam penelitian (Lrfannuddin, 2019)
3) Pasien kooperatif
b. Eksklusi
Kriteria ekslusi adalah individu yang telah masuk kriteria inklusi, namun memiliki kondisi
tertentu sehinggga harus dikeluarkan dari penelitian (Irfannuddin, 2019)
Populasi yang ditemukan pada saat melakukan penelitian sebanyak dua orang. Setelah di
sesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi, I orang dari 2 pasien memenuhi kriteria maka
pasien dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini.
Alat atau instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatan mengumpulkan agar kegiatan tersebur menjadi sistematis dan di
permudah olehnya (Suharsimi,2004 dalam Sudaryono, 2016).Pada penelitian ini alat yang
digunakan adalah omat asuhan keperawatan medikal medah dan alat pemeriksaan fisik terdiri
dani tensimeter, stetoskop, thermometer, dan arloji. Tahapan proses keperawata mulai dari
pengkajian sampai evaluasi vang dilakukan di RST TK II Reksodiwiryo Padang.
E. Jenis data
1. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber
datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang p to date. Untuk
mendapatkan data primer, peneliti dapat mengumpulkannya dengan menggunakan teknk
wawancara, observasi, diskusi kelompok terarah, dan penyebaran kuisioner (Masturoh dan
Anggita, 2018). Yang meliputi : identitas klien, riwayat kesehatan klien, pola aktifitas sehari-
hari dirumah, pemeriksaan penunjan (hasil laboratorium dan diagnostik), dan pemeriksaan
fisik terhadap klien.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang di peroleh peneliti dari berbagai sumber yang telah ada.
Data skunder dapat diperoleh dari junal, lembaga,laporan, dan lain-lain (Masturoh dan
Anggita, 2018)
gabungan (Sugiyono, 2015). Dalam pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara
observasi, wawancara dan dokumentasi yang dapat dilakukan dengan cara triangulasi:
1.Observasi
Pada penelitian yang akan dilakukan peneliti dalam teknik observasi akan terlibat dan
berpartisipasi aktif dalam kegiatan sehari-bari dengan klien atau sumber data, serta dapat
mnamati apa yang dilakukan mendengarkan apa yang diucapkan. Dalam observasi peneliti
perubahan pada klien seperti konjungtiva, perubahan pada wajan dan tingkat keletiban dengan
menggunakan daftar tilik observasi dan melihat.
2. Wawancara
Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara yaitu doman wawancara, yang
pertama wawancara tidak terstruktur yatu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar
yang akan ditanyakan. Dan pedoman wawancara terstruktur , yaitu pedoman wawancara yang
disusun secar terperinci sehingga menyerupai check-list (Siyoto dan Sadik, 2015).
Pada penelitian akan menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin dengan format
asuhan keperawatan, seperti keluhan utama, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, riwayat obstetri. Yang mana dalam teknik ini mempunyai sifat yang tidak kakutetapi
fleksibel tetap dengan arah yang jelas
3. Pemeriksaan Fisik
4. Studi Dokumentasi
Penelitian menggunakan dokumen dari rumah sakit untuk menunjang penelitian yang
dilakukan. Pengumpulan data dari dokumentasi meliputi data dari rekam medic responden
seperti tes laboratorium đaran responden seperti tes laboratorium darah (hemoglobin, albumin,
SGF1,SGOT, HbSag, bilirubin), pemeriksaan diagnostic seperti: USG odomen
G. Analisis
Analisis dilakukan pada setiap proses keperawatan yang dimula pengkajian,analisa datan,
rumusan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi
keperawatan. Analisis dilakukan untuk membandingkan antara temuan pada pasien dilapangan
dengan teori keperawatan. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan serta tujuan yang
harus dicapai perlu diperhatikan agar proses keperawatan berjalan lancar. Apabila teori dengan
penerapan dilapangan berbeda, perlu dilakukan evaluasi ulang agal tidak terjadi malpraktek
karena tidak sesuai dengan SOP (Standard Operating Prosedur)
DAFTAR PUSTAKA
Misna, R., Zein, U., & Suroyo, B. (2018). Faktor Risiko Hepatitis B Pada Pasien
di RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Jurnal Kesehatan Global, 1(1), 37.
https://doi.org/10.33085/jkg.v1i1.3908