PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari WHO tahun 2022, ringkasan epidemi HIV Global terdapat
total sekitar 39.0 juta orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia, sekitar 1.3
juta orang yang tertular HIV dan 630.000 orang meninggal karena penyebab
terinfeksi HIV. Sekitar 37.5 juta orang yang hidup dengan HIV, (Dewasa usia lebih
dari 15 tahun), 1.2 juta orang yang tertular HIV dan 540.000 orang yang meninggal
karena penyebab terkait HIV. Sekitar 20.0 juta orang yang hidup dengan HIV
(Wanita usia lebih dari 15 tahun), 540.000 orang yang tertular HIV dan 230.000
orang yang meninggal karena penyebab terkait HIV. Sekitar 17.4 juta orang yang
hidup dengan HIV (Pria usia lebih dari 15 tahun), 640.000 orang yang tertular HIV
dan 310.000 orang yang meninggal karena penyebab terkait HIV. Sekitar 1.5 juta
orang yang hidup dengan HIV (Anak-anak usia kurang dari 15 tahun), 130.000
orang yang tertular HIV dan 84.000 orang yang meninggal karena penyebab HIV.
Kasus IMS (infeksi menular seksual) merupakah salah satu cara penularan infeksi
HIV yang berdampak bagi kesehatan seksual dan reproduksi di seluruh dunia, lebih
dari 1 juta orang dengan IMS diperoleh setiap hari. Dengan adanya pengaruh global
Kasus HIV di Indonesia dilaporkan pertama kalinya pada tahun 1987 di Bali dan
dengan total pengidap sebanyak 90.956 kasus disusul oleh provinsi Jawa Timur
dengan total pengidap sebanyak 78.238 kasus, dan provinsi Jawa Barat sebanyak
57.246 kasus. Salah satu penyebab kasus infeksi HIV di Indonesia adalah Penularan
rumah tangga dan kelompok lainnya seperti pria/wanita pekerja seks, kelompok
MSM (man sex with man), aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30% penularan
(Kementerian Kesehatan RI, 2023)
dari suami ke istri. .
Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan tingkat
prevalensi pertama HIV yang relatif tinggi di Indonesia karena Jakarta marupakan
ibu kota negara Indonesia dengan memiliki jumlah populasi yang sangat besar dan
padat dengan total pengidap sebanyak 90.956 kasus, terhitung sampai bulan maret
2023, dari total angka tersebut sebanyak 6.573 orang telah meninggal dunia akibat
komplikasi terpapar HIV/AIDS. Saat ini sebanyak 33.590 pasien telah menjalankan
obat tersebut dapat menekan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh penderita,
dengan ini pasien bisa hidup normal seperti pada umumnya tanpa takut menularkan
atau mengalami komplikasi akibat antibodi dan sistem imunnya rusak diserang oleh
infeksi virus HIV. angka ini diharapkan terus bertambah agar penularan bisa terus
ditekan. Pemprov DKI Jakarta terus berupaya untuk melakukan penanganan pada
kasus HIV tersebut dengan melakukan pemeriksaan rutin agar penderita yang
terpapar HIV, termasuk pengidap HIV bisa terpantau dan melakukan pengobatan
sedini mungkin. Salah satu langkah yang terus berjalan saat ini adalah mewajibkan
calon pengantin/pasangan yang mau menikah untuk bersedia melakukan
pemeriksaan HIV sebagai salah satu syarat menikah, dari pemeriksaan ini
penanggulangannya seperti apa jika memang salah satu dari calon pasangan
pengantin tersebut terinfeksi HIV. Pasien dengan HIV ini juga ada yang telah
(CNN Indonesia, 2022)
menjalani pengobatan di RSPAD Gatot Soebroto.
RSPAD Gatot Seobroto merupakan salah satu rumah sakit rujukan tertinggi
kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah berperan aktif dalam penanganan kasus
(AIDS). Letnan Jenderal TNI dr. A. Budi Sulistya, Sp.THT-KL., M.A.R.S diwakili
oleh Dirprofnakes RSPAD Gatot Soebroto, Brigadir Jenderal TNI dr. Dewi
RSPAD terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah penderita HIV di RSPAD Gatot
Soebroto tahun 2022 adalah 1.234 orang. Jumlah ini terdiri dari 960 laki-laki dan
274 perempuan. Kelompok usia yang paling banyak terinfeksi HIV adalah usia 25-
Soebroto, peneliti memfalidasi informasi bahwa pasien yang terdeteksi infeksi HIV
sehingga apabila dinyatakan positif maka pasien yang bersangkutan sudah siap
menerima kenyataan tersebut, konseling dapat diberikan oleh dokter, perawat, atau
psikolog selama kurang lebih 30 menit untuk setiap pasien. Konseling yang
disampaikan adalah pengertian HIV/AIDS, tanda dan gejala, akibat dari HIV/AIDS,
masa inkubasi, cara penularan melalui kontak seksual, cairan tubuh (sperma dan
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara penularan melalui
cairan tubuh seperti darah, sperma, cairan vagina, cairan ASI dan hubungan seksual
tanpa kondom, vaginal seks, oral seks, anal seks. HIV juga dapat menyebabkan
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang merupakan stadium lanjut dari
Proses penyakit HIV/AIDS yaitu sejak awal terinfeksi HIV/skrining awal Rapid
Test HIV dinyatakan positif (Reaktif), seseorang dapat menularkan HIV sepanjang
hidupnya setelah terinfeksi, masa inkubasi HIV bervariasi pada tiap pengidapnya,
rata-rata 2-4 minggu setelah terinfeksi dan masa jendela (window period) selama 3
bulan dan berproses selama 5-10 tahun, jika seseorang memperoleh paparan HIV
atau memiliki resiko tertular, penting untuk menunggu hingga 3 bulan setelah
terpapar untuk melakukan tes HIV viral load dengan Elisa Test & western Blot Test.
Tanda dan gejala HIV yaitu dalam beberapa minggu setelah terinfeksi, beberapa
orang mengalami gejala yang mirip dengan flu dan beberapa selang waktu
kemudian timbul gejala demam, selera makan menurun, diare, berat badan menurun
kelenjar getah bening, bahkan pada tahap awal terinfeksi HIV sebagian besar orang
tidak memiliki gejala sama sekali, ini disebut infeksi HIV asimtomatik. Tetapi virus
HIV masih ada didalam tubuhnya, sedangkan tanda dan gejala AIDS yaitu: radang
paru, radang sel cema, kanker kulit, radang karena jamur dan TBC bahkan bila tidak
mendapat penangan lebih awal dan penanganan yang tepat akan menyebabkan
(Kementerian Kesehatan RI, 2021)
kematian.
(ARV) sesuai dengan anjuran dari tenaga kesehatan, ARV dapat membantu
mengontrol infeksi virus HIV dan mencegah perkembangan AIDS. ARV bekerja
dengan mengurangi jumlah virus HIV dalam darah dan ARV tersebut dapat
mengurangi risiko penularan HIV dari orang ke orang lain. Pengobatan untuk resiko
HIV adalah terapi pengobatan yang disebut dengan Post Exposure Prophylaxis
(PEP) adalah obat yang digunakan untuk menurunkan risiko seseorang terinfeksi
virus HIV setelah terpapar melalui cara paparan yang berisiko tinggi menularkan,
misalkan salah satu pasangan yang terinfeksi HIV tetapi salah satu dari keduanya
dengan HIV non reaktif maka obat PEP harus dikonsumsi dalam waktu 72 jam
setelah paparan untuk efektif. Obat PEP biasanya dikonsumsi selama 28 hari (<1
bulan). Namun, jika seseorang mengalami efek samping yang parah, pengobatan
dapat dihentikan lebih awal, obat PEP terdiri dari kombinasi dua atau lebih obat
dalam tubuh, jika seseorang tidak tertangani dengan tepat maka akan mengakibatkan
(Kementerian Kesehatan RI, 2021)
komplikasi. .
Komplikasi HIV adalah infeksi oportunistik yaitu infeksi yang disebabkan oleh
organisme yang biasanya tidak berbahaya bagi orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang sehat, contoh dari infeksi oportunistik yaitu pneumonia kriptokokus,
HIV beresiko lebih tinggi terkena berbagai jenis kanker termasuk kanker serviks,
kanker anus, kanker kelenjar getah bening, kanker paru-paru dan kanker hati.
Penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung dan stroke. Penyakit gagal ginjal.
Penyakit hati seperti sirosis hepar dan penyakit neurologis seperti demensia dan
(Faridah et al., 2020)
neuropati.
Pasien dengan HIV akan mendapatkan stigma, diskriminasi dan dikucilkan dari
masyarakat, teman, dan lingkungan bahkan dalam keluarga karena penyakit HIV
sebuah aib yang dapat diartikan sebuah cela atau kondisi seseorang dilihat dari sisi
buruknya atau hal yang tidak baik, berperilaku buruk dan tidak normal, pasien
dengan HIV akan mengalami dampak dari stigma dan diskriminasi tersebut.
Dampak psikologis pada pasien HIV/AIDS tersebut akan mengalami perburukan
masalah kesehatan mental seperti kecemasan, stres, depresi, koping individu tidak
efektif bahkan sampai bunuh diri dan termasuk salah satu penyakit kronis
psikologis. Kecemasan adalah perasaan yang tidak nyaman, gelisah, dan khawatir
yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti stres, trauma, dan penyakit.
gejala fisik yaitu gelisah, jantung berdebar, napas pendek, tubuh terasa lemas,
tangan dan kaki gemetar, mual dan muntah, sakit kepala, gangguan tidur, gejala
mudah marah, merasa tidak berdaya, merasa seperti akan pingsang, gejala perilaku
yaitu: mengindari situasi yang membuat cemas, menolak untuk melakukan sesuatu,
Pasien HIV/AIDS sering mengalami kecemasan yang sangat tinggi yang berwujud
pada perasaan dan anggapan negatif yang dapat disebabkan oleh dampak dari stigma
malu ketahuan kepada orang lain, khawatir, takut akan kematian, mengisolasi diri,
tidak terbuka dengan orang lain dan keluarga, kesulitan dalam menjalani kehidupan
sehari-hari dan bersosialisasi dimasyarakat disebabkan karena orang lain akan
Beberapa hasil jurnal penelitian tentang HIV, responden mengalami kecemasan ada
hubungan dengan harga diri rendah, sikap sinis, perasaan takut berlebih dan persepsi
negatif kepada orang dengan HIV juga dapat mempengaruhi dan menurunkan
kualitas hidup, pandangan buruk kepada orang dengan HIV akan mengalami
terganggunya konsep diri dan mengalami depresi berat, saran dari beberapa jurnal
tersebut perlu adanya penguatan serta dukungan secara psikis, emosional, sosial dan
kehidupan.
Dari berbagai dampak pandangan masyarakat dan kecemasan yang terjadi pada
bahkan tenaga kesehatan yang sudah teredukasi sangat di butuhkan dan diharapakan
pasien HIV mampu mengurangi stigma yang dialami, memiliki motivasi serta
Tenaga kesehatan dalam hal ini adalah Perawat berperan memberikan pelayanan
yang dibutuhkan oleh pasien HIV/AIDS, peran perawat dalam hal ini adalah
HIV merupakah salah satu penyakit infeksi menular yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan termasuk salah satu faktor penyebab utama kematian
di dunia. Prevalensi penderita HIV setiap tahun semakin bertambah, Pasien dengan
merupakan sebuah aib yang dapat diartikan sebuah cela atau kondisi seseorang
dilihat dari sisi buruknya atau hal yang tidak baik, berperilaku buruk dan tidak
normal.
mengalami perasaan malu, rasa takut ketahuan kepada orang lain bahkan ada yang
khawatir dan takut akan kematian, kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari,
mengalami kecemasan yang sangat tinggi dan berwujud pada perasaan, anggapan
koping individu tidak adekuat, depresi bahkan sampai dengan bunuh diri, sehingga
penting dukungan keluarga dalam merawat pasien dengan HIV. Peneliti tertarik
untuk meneliti hal tersebut dan merumuskan masalah penelitian yaitu mengetahui
dan pekerjaan).
1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber referensi bagi
dukungan secara emosional dan dukungan secara sosial. Hal ini dapat
menjalani pengobatan dan perawatan dengan lebih baik tanpa ada rasa
dr. A. Budi Sulistya, Sp. T.-KL. , M. A. R. S., & dr. Dewi Puspitorini, Sp. P. , M. A. R. S. , M. H. (2022).
Redaksi : Sub Diassa Unit Pen/PKRS Penulis : Administrator.
Http://Rspadgs.Mil.Id/Id/Entry/Pembukaan-Pelatihan-Tatalaksana-Perawatan-Pasien-Hiv-Aids-
Di-Rspad-Gatot-Soebroto, 1–3.
Faridah, I., Sakit Melati Tangerang Ida Faridah, R., & Tangerang, Stik. (2020). Pengetahuan Dan Sikap
Tentang HIV/AIDS Dan Upaya Pencegahan HIV/AIDS. Jurnal Kesehatan, 9(1), 43–58.
https://doi.org/10.37048/kesehatan.v9i1.129
Gail W. Stuart, B. A. K. & J. pasaribu. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart:
Vol. Buku 2 (B. A. K. & J. P. Gail W.Stuart, Ed.; Indonesia).