PELAYANAN
HIV-AIDS
TIM HIV-AIDS
RUMAH SAKIT CAHYA
KAWALUYAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................3
BAB II LATAR BELAKANG..............................................................................................5
BAB IiI TUJUAN..............................................................................................................6
BAB IV PENGERTIAN…………..........................................................................................7
BAB V KEBIJAKAN......................................................................................................13
BAB VI STRUKTUR ORGANISASI..................................................................................14
BAB VII KEGIATAN.......................................................................................................15
BAB VIII METODA......................................................................................................... 18
BAB IX PENCATATAN DAN PELAPORAN........................................................................19
BAB X MONITORING DAN EVALUASI........................................................................... 20
BAB XI PENUTUP.........................................................................................................21
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa karena atas kuasa-Nya
maka pedoman Tim HIV-AIDS di RS. Cahya Kawaluyan dapat disusun dengan baik.
Dalam rangka berperan aktif dalam program pencegahan dan penanggulangan penyakit
HIV-AIDS di Indonesia maka Rumah Sakit Cahya Kawaluyan membentuk tim khusus HIV-AIDS
yang nantinya berperan dalam pelayanan rawat jalan bagi pemeriksaan dan penanganan medis
pasien HIV-AIDS serta melakukan koordinasi/kerjasama dengan rumah sakit jejaring lainnya.
Tentunya akan ada pemasalahan, kendala dan kekurangan dalam pelayanan HIV-AIDS
nantinya, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan perbaikan, sumbangan pemikiran,
masukan serta kritikan yang bersifat membangun.
Akhir kata kami mengharapkan semoga pedoman ini dapat bermanfaat untuk kemajuan
RS. Cahya Kawaluyan.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Jika melihat distribusi kasus AIDS di seluruh Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi
Jawa Barat sampai dengan 30 Juni 2010, kasus AIDS terkonsentrasi di Kota Bandung, yaitu
sebanyak 1.385 kasus atau sekitar 41,5%, disusul oleh Kota Bekasi sebanyak 516 kasus
(15,5%) dan Kota Bogor sebanyak 251 kasus (7,5%). Sementara itu berdasarkan transmisi
atau cara penularannya, jumlah kasus AIDS kumulatif di Jawa Barat terbanyak melalui jarum
suntik(71,69%), sedangkan penularan secara seksual sekitar 22,19%(homoseksual 2,12% dan
heteroseksual 20,07%). Yang memprihatinkan adalah transmisi dari ibu ke anak yang secara
kumulatif mencapai 3,3% yang berarti sekitar 110 anak mengidap AIDS.
Berdasarkan kelompok umur, persentase kumulatif AIDS di Provinsi Jawa Barat sampai
dengan 30 Juni 2010, terutama ditemukan pada kelompok umur 20 ampai dengan 39 tahun,
yakni sebesar 88,63% [kelompok umur 20-29 tahun (57,58%) dan 30-39 tahun (31,05%)].
Ditambah dengan kelompok umur 40-49 tahun yakni 4,22%, sekitar 92,85% penderita AIDS di
Jawa Barat tergolong dalam usia produktif. Yang perlu diperhatikan disini adalah telah terjadi
peningkatan kasus AIDS pada kelompok umur di bawah 14 tahun dimana jumlah kasus
kumulatifnya telah melebihi 3% [kelompok umur<1 tahun (0,2%), 1-4 tahun (2,15%) dan 5-14
tahun (1,06%)].
TUJUAN
A. TUJUAN UMUM
Sebagai panduan dalam pelaksanaan pelayanan penanggulangan HIV/AIDS di
Rumah Sakit Cahya Kawaluyan
B. TUJUAN KHUSUS
BAB IV
PENGERTIAN
Virus HIV
Virus HIV merupakan retrovirus yang tergolong virus RNA yaitu virus yang
menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Sebagai retrovirus, HIV
memiliki sifat khas karena memiliki enzim reverse transcriptase, yaitu enzim yang
memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang berada dalam bentuk RNA ke dalam
bentuk DNA yang kemudian diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel limfosit yang
diserang. Sehingga HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya
menjadi virus baru yang memiliki ciri-ciri HIV.
Virus ini dapat ditemukan dan diisolasi dari sel limfosit T, limfosit B, sel makrofag (di
otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi sampai saat ini hanya darah, air mani
dan cairan vagina yang jelas terbukti sebagai sumber penularan.
Sistem imun manusia sangat kompleks dan memiliki kaitan yang rumit antara berbagai
jaringan dan sel dalam tubuh. Kerusakan pada salah satu komponen sistem imun akan
mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. Pada AIDS, komponen yang diserang adalah
limfosit T-helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaaannya. Terdapat banyak fungsi
penting limfosit T helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang
pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi. Oleh
karena itu pada pasien AIDS terdapat kelainan, diantaranya pada fungsi limfosit T, limfosit B,
monosit dan makrofag.
Klasifikasi Klinis
Terdapat berbagai klasifikasi klinis HIV/AIDS, diantaranya menurut CDC dan WHO adalah
sebagaimana tampak pada tabel berikut.
Tabel 1. Klasifikasi Klinis HIV dan CD4 pasien remaja dan dewasa menurut CDC
CD4 KATEGORI KLINIS
Total % A B C
(Asimtomatik, (Simtomatik) (AIDS)
Infeksi Akut)
≥ 500/ml 29% A1 B1 C1
200-499 15-28 % A2 B2 C2
< 200/ml < 14% A3 B3 C3
Kategori Klinis A meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimtomatik), limfadenopati generalisata
yang menetap (Persistent Generalized Lymphadenopathy/PGL) dan infeksi HIV akut primer
dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut.
Kategori klinis B terdiri atas kondisi dengan gejala (simtomatis) pada remaja atau orang dewasa
yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling kurang satu
dari beberapa kriteria berikut:
Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan yang
diperantara sel (Cell Mediated Immunity) atau kondisi yang dianggap oleh dokter telah
memerlukan penanganan klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi
HIV. Contoh berikut ini adalah termasuk dalam kategori tersebut akan tetapi tidak terbatas
pada contoh ini saja.
Angiomatosis basilari
Kandidiasis orofaringeal
Kandidiasis vulvofaginal
Displasia leher rahim
Demam 38,50C atau diare lebih dari 1 bulan
Oral Hairy Leukoplakia
Herpes Zoster
Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP)
Listeriosis
Penyakit Radang Panggul
Neuropati perifer
Kategori klinis C meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS misalnya:
Kandidiasis bronkhi, trakea dan paru
Kandidiasis esophagus
Kanker leher rahim invasif
Coccidiomycosis menyebar atau di paru.
Kriptokosis di luar paru
Retinitis virus sitomegalo
Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV
Herpes simpleks dan ulkus kronis lebih dari sebulan lamanya
Bronkhitis, esofagitis atau pneumonia
Histoplasmosis menyebar atau di luar paru
Isosporiasi intestinal kronis lebih sebulan lamanya
Sarkoma kaposi
Limfoma Burkitt
Limfoma imunoblastik
Limfoma primer di otak
Mycobacterium Avium Complex (MAC) atau M. Kansasii tersebar atau di luar paru
M. Tuberculosis paru atau ekstra paru
Pneumocystis jiroveci[i] Pneumonia
Pneumonia yang berulang
Leukoensefalopati Multifokal Progresif
Septikemia Salmonella yang berulang
Toksoplasmosis di otak
Tabel 2. Klasifikasi Klinis Infeksi HIV pada orang dewasa menurut WHO
STADIUM GAMBARAAN KLINIS SKALA AKTIFITAS
I Asimtomatis Asimtomatik, aktifitas normal
Limfadenopati generalisata
II Berat badan menurun < 10% dari BB Simtomatik, aktifitas normal
semula
Kelainan kulit dan mukosa yang ringan
seperti dermatitis seboroik, prurigo,
onikomikosis, ulkus oral yang rekuren,
cheilitis angularis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Infeksi saluran nafas bagian atas
berulang seperti sinusitis bakterialis,
tonsilitis, faringitis, atau otitis media
III Berat badan menurun > 10% dari BB Pada umumnya lemah,
semula aktifitas di tempat tidur
Diare kronis yang tidak diketahui kurang dari 50%
penyebabnya yang berlangsung lebih
dari 1 bulan
Demam persisten tanpa sebab yang
jelas (intermiten atau konstan >
37,50C) yang berlangsung lebih dari 1
bulan
Kandidiasis orofaringeal persisten
(thrush)
Oral Hairy Leukoplakia
TB paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (Mis.
Pneumonia, empyema, pyomiositis,
infeksi tulang atau sendi, meningitis
atau bakteriemia)
Stomatitis ulseratif necrotizing akut,
ginggivitis atau periodontitis
Anemia (<8g/dl), neutropenia(<0,5x
109/L) dan atau trombositopenia
kronis yang tidak dapat diterangkan
sebabnya
IV HIV wasting syndrome seperti yang Pada umumnya sangat
didefinisikan oleh CDC lemah, aktifitas di tempat
Pneumocystis Pneumonia tidur lebih dari 50%
Pneumonia bakteri berat yang
berulang
Infeksi herpes simpleks kronis
(orolabial, genital atau anorektal > 1
bulan atau visceral)
Kandidiasis
esofagus/trakea/bronkus/paru
Toksoplasmosis otak/SSP
Diare kriptosporidiosis lebih dari 1
bulan
Kriptokosis ekstrapulmonal
Infeksi Cytomegalo Virus
Herpes simpleks mukokutan > 1bulan
Progressive Multifocal
Leucoencephalopathy
Cryptosporodiosis kronis
Isosporiasis kronis
Mikosis diseminata
Septikemia berulang
Karsinoma serviks invasif
Sarkoma Kaposi
Ensefalopati HIV
Nefropati atau kardiomiopati terkait
HIV yang simtomatis
HIV wasting syndrome: berat badan turun lebih dari 10% ditambah diare kronik lebih dari 1
bulan atau demam lebih dari 1 bulan yang tidak disebabkan oleh penyakit lain
Ensefalopati HIV: gangguan kognitif dan atau disfungsi motorik yang mengganggu aktifitas
hidup sehari-hari dan bertambah buruk dalam beberapa minggu atau bulan yang tidak disertai
oleh penyakit penyerta lain selain HIV.
Untuk keperluan surveilans epidemiologi AIDS di Indonesia digunakan definisi kasus sebagai
berikut:
Seorang dewasa (>12 tahun) dianggap AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan
strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor yang
berkaitan dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak
berkaitan dengan infeksi HIV.
Gejala Mayor:
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
Demam berkepanjangan lebih dari 1bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
Demensia/HIV ensefalopati
Gejala Minor:
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
Dermatitis generalisata
Adanya herpes zoster multisegmental dan Herpes zoster berulang
Kandidiasis orofaringeal
Herpes simpleks kronis progresif
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Retinitis virus sitomegalo
BAB V
KEBIJAKAN
Rumah Sakit Cahya Kawaluyan bukan merupakan rumah sakit rujukan penanggulangan
HIV-AIDS yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan.
Rumah Sakit Cahya Kawaluyan melaksanakan penanggulangan HIV-AIDS sesuai dengan
pedoman rujukan ODHA.
Rumah Sakit mengikuti langkah pelaksanaan pelayanan HIV-AIDS sebagai berikut:
a. Meningkatkan fungsi pelayanan VCT (Voluntary Counselling and Testing)
b. Meningkatkan fungsi pelayanan PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission)
c. Meningkatkan fungsi pelayanan Infeksi Oportunistik (IO)
d. Meningkatkan fungsi pelayanan penunjang yang meliputi pelayanan gizi, laboratorium
dan radiologi serta pencatatan/pelaporan.
Proses penyusunan rencana Rumah Sakit untuk melaksanakan penanggulangan HIV-AIDS
melibatkan pimpinan Rumah Sakit. Direktur menetapkan keseluruhan lingkup pelayanan
HIV-AIDS yang dilaksanakan, strategi pelaksanaan, mekanisme monitoring dan evaluasi
serta sistem pelaporan.
Penyusunan regulasi, penyediaan fasilitas dan dukungan pembiayaan untuk program
pelayanan HIV-AIDS difasilitasi dalam Rencana Kerja Anggaran Rumah Sakit dan direalisasi
sesuai ketentuan yang ditetapkan.
Direktur membentuk Tim Penanggulangan Infeksi HIV-AIDS yang akan melaksanakan
pengorganisasian, pembuatan pedoman kerja, program kerja, monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pelayanan HIV-AIDS di rumah sakit. Ketua Tim bertanggung jawab langsung
kepada Direktur.
Pelatihan dilaksanakan untuk staf rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan HIV-AIDS.
Rumah Sakit Cahya Kawaluyan merujuk pasien HIV-AIDS yang memerlukan pengobatan
ART (Antiretroviral Therapy)
Rumah Sakit Cahya Kawaluyan merujuk pasien ODHA dengan faktor risiko IDU ke
pelayanan kesehatan yang lebih memadai. Semua sistem rujukan penanggulangan HIV-
AIDS dilaksanakan oleh Rumah Sakit sesuai ketentuan yang berlaku.
Rumah Sakit melaksanakan pelayanan VCT,PMTCT,IO dan Pelayanan Penunjang sesuai
ketentuan yang berlaku.
BAB VI
PENGORGANISASIAN
DIREKTUR
SEKRETARIS
Konselor Devi Dara AMd. Keb Thomas Agus AMK.Ak Oki Marwan Aryath AMd
Dr Hendra William G Ria Hardianti AMd. Kep Agatha Evik Handayani AMd
Wening Wicaksono
BAB VII
KEGIATAN
C. Konseling pencegahan
1. Tujuan
Membuat klien memahami perlunya menghindari perilaku berisiko.
2. Isi Konseling
- Pemahaman HIV/AIDS dan dampak fisik serta psikososial
- Cara penularan dan pencegahannya
- Pemahaman perilaku hidup sehat
- Mendorong perubahan perilaku ke arah hidup sehat
D. Konseling Keluarga
1. Tujuan
Agar pasien dan keluarganya saling mendukung dalam menghadapi keadaan dan kondisi
psikologis, fisik dan sosialnya.
2. Isi konseling
- Pemahaman HIV/AIDS dan dampak fisik serta psikososial
- Cara penularan dan tidak menularkan, pencegahan
- Pemahaman perilaku hidup sehat
- Mendorong perubahan perilaku ke arah hidup sehat
E. Konseling berkelanjutan
1. Tujuan
Agar klien terbantu menghadapi keadaan dan kondisi psikologis yang terbebani masalah
gangguan kesehatan fisik dan jiwanya.
2. Isi Konseling
- Identifikasi berbagai masalah yang diajukan pasien.
- Prioritas pencegahan masalah
- Rencana ke depan yang rasional, perubahan persepsi yang lebih positif
- Kepatuhan berobat, cara penggunaan, resistensi dan efek samping
- Memberikan bantuan akses terhadap pencapaian obat
- Rencana menikah dan mendapatkan keturunan
- Cara hidup sehat termasuk gizi dan olahraga
4. Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang
terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya.
Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu
melahirkan. Ibu akan hidup dengan HIV di tubuhnya. Ia membutuhkan dukungan psikologis,
sosial dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan menghadapi
masalah stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Faktor kerahasiaan status HIV
ibu sangat penting dijaga. Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan keluarganya.
Beberapa hal yang mungkin dibutuhkan oleh ibu dengan HIV antara lain:
• Pengobatan ARV jangka panjang • Pengobatan gejala penyakitnya
• Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4 dan viral
load)
• Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan
• Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi
• Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk diri sendiri dan bayinya.
• Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan pencegahannya
• Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat • Kunjungan ke rumah (home visit)
• Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu dengan HIV
• Adanya pendamping saat sedang dirawat
• Dukungan dari pasangan
• Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga
• Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak
2. Kewaspadaan Universal
Prinsip dari kewaspadaan universal adalah bahwa darah dan semua jenis cairan tubuh,
sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir penderita dianggap sebagai sumber
potensial untuk penularan infeksi termasuk HIV.
Asuhan keperawatan bagi ODHA sama saja dengan asuhan keperawatan bagi pasien dengan
penyakit lain. Semua prinsip asuhan keperawatan harus dijalankan secara bertanggungjawab,
termasuk penerapan kewaspadaan universal standar.
3. Peraturan Pokok Petugas
a. Petugas perawatan yang hamil, high risk infection dan mempunyai luka/dermatitis tidak
diperbolehkan merawat pasien HIV/AIDS.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah rawat pasien sekalipun sudah menggunakan sarung
tangan.
c. Memegang teguh rahasia jabatan
4. Ruang Perawatan
Pada prinsipnya pasien HIV/AIDS dapat dirawat di ruang infeksi biasa (tanpa isolasi). Pasien
diisolasi dengan pertimbangan:
a. Melindungi pasien HIV/AIDS dari infeksi lainnya
b. Pasien dengan infeksi oportunistik berat
c. Pasien dalam keadaan terminal
d. Pasien dengan manifestasi neurologis (mis. gaduh, gelisah)
5. Usaha Pencegahan Penularan
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah asuh rawat
b. Sarung tangan (handschoen) dan schort khusus digunakan pada setiap melakukan
tindakan menolong buang air besar, buang air kecil dan memegang alat-alat yang
terkontaminasi.
c. Gunakan masker dan kacamata pelindung bila melakukan prosedur invasif.
d. Jarum suntik/benda tajam:
- Jarum suntik dan instrumen tajam harus digunakan hati-hati supaya petugas tidak
tertusuk/terluka.
- Jarum suntik ditutupkan, masukkan ke dalam container/kaleng bekas, dan diberi label
“SIDA” dengan menggunakan spidol warna merah, lalu dikirim ke tempat
pembakaran/incinerator.
e. Instrumen yang telah digunakan, direndam dalam air panas ditambah detergen sebanyak
1 sendok makan dalam 1 liter air, atau larutan klorin 0,5% selama 30 menit kemudian
dibilas, dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna merah lalu dikirim ke central
supply untuk disterilkan
f. Resusitasi pernafasan
Untuk menghindari kemungkinan paparan HIV sebaiknya tidak digunakan alat resusitasi.
Bila terpaksa digunakan, alat-alat tersebut harus dicuci bersih dan didisinfeksi setelah
digunakan.
g. Urinal dan pispot
Kotoran dibuang ke tempat pembuangan, urinal dan pispot dibilas dengan air panas,
kemudian direndam dalam air panans 1 liter ditambah 1 sendok makan detergen selama
30 menit dibilas lalu dikeringkan.
h. Sampah
Dimasukkan dalam kantong plastik tebal berwarna merah, tutup rapat. Beri label “SIDA”
dengan menggunakan spidol merah lalu dikirim ke tempat pembakaran/incinerator.
i. Alat tenun
Setelah dipakai dimasukkan dalam kantong plastik rangkap dua. Beri label “SIDA” dengan
menggunakan spidol merah kemudian dikirim ke tempat pencucian. Alat tenun direndam
dalam klorin 0,5% selama <10 menit, kemudian dicuci dengan air panas dan detergen.
Pada waktu menangani bahan tenun yang kotor, petugas harus memakai sarung tangan
dan baju pelindung.
j. Alat pecah belah
Setelah digunakan, rendam dalam air panas 1 liter dan larutan klorin 0,5% selama <10
menit, dibilas lalu dikeringkan
k. Spesimen
Harus hati-hati pada waktu pengambilan spesimen. Gunakan sarung tangan dan baju
pelindung. Beri label “SIDA” dengan menggunakan spidol merah, masukkan dalam tabung
lalu ditutup. Usahakan tidak mengotori bagian luar tempat spesimen.
i. Alat-alat non metal
Setelah digunakan, rendam dengan klorin 0,5% selama<10 menit.
l. Kamar mandi dan kloset
Siram dengan:
- Air kemudian dengan air panas/mendidih
- Terakhir, bersihkan dengan menggunakan cairan klorin 0,05%
c. Potensial infeksi sehubungan dengan daya tahan tubuh yang menurun, ditandai dengan
leukopenia, subfebris, gangguan integritas kulit.
Intervensi keperawatan:
- Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien untuk mengurangi risiko kontaminasi
silang.
- Sediakan lingkungan yang bersih, ventilasi yang baik, melarang petugas/pengunjung yang
sedang
mengalami infeksi mengadakan kontak fisik dengan pasien.
- Lakukan isolasi bila leukopenia berat (granulosit < 500) dan jelaskan alasan diisolasi.
- Anjurkan pasien untuk tetap menjaga kebersihan kulit, mulut dan observasi keadaan kulit dan
mulut
dari adanya kandida.
- Monitor tanda-tanda vital.
- Observasi suara nafas dari adanya wheezing dan ronchi
- Monitor adanya rasa terbakar, dysphagia, retrosternal pain.
- Gunakan sarung tangan dan schort selama kontak langsung dengan sekresi/ekskresi tubuh
pasien
saat merawat luka.
- Gunaka disposable syringe dan setelah menyuntik jarum ditutup, kemudian langsung
masukkan ke
dalam kontainer yang tidak tembus jarum. Beri label “SIDA” dengan spidol merah.
- Gunakan label khusus pada tempat penyimpanan pemeriksaan darah atau kotoran.
- Monitor pemeriksaan laboratorium seperti leukosit, kadar Hb, jumlah limfosit, jumlah
trombosit dan
apus darahtepi.
- Beri antibiotik, anti jamur sesuai keadaan klinisnya.
d. Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan berkurangnya ekspansi paru, obstruksi
tracheobronchial yang ditandai dengan adanya sesak nafas, sianosis, ronkhi, wheezing dan
krepitasi.
Intervensi keperawatan
- Observasi perubahan kesadaran pasien
- Observasi pernafasan: frekuensi, kedalamannya
- Auskultasi suara nafas dari menurunnya atau tidak adanya ventilasi, adanya krepitasi,
wheezing dan
ronkhi.
- Elevasikan bagian kepala, anjurkan nafas dalam untuk mengoptimalkan fungsi pulmonal untuk
mengurangi terjadinya aspirasi atau infeksi.
- Lakukan suction bila ada indikasi dengan memperhatikan teknik kesterilan. Petugas
menggunakan masker, kacamata, sarung tangan, schort untuk mencegah terkontaminasi
dengan cairan tubuh pasien.
- Anjurkan bedrest
- Monitor gas darah untuk mengetahui keadaan oksigenisasi dan status ventilasi.
- Lakukan foto x-ray ulang untuk mengetahui adanya infiltrasi.
- Beri O2 untuk mempertahankan ventilasi yang efektif.
- Beri antibiotik sesuai indikasi.
e. Gangguan nutrisi: berat badan menurun sehubungan dengan mual, ditandai dengan
penurunan berat badan 10%, nafsu makan menurun, kram perut.
Intervensi keperawatan
- Kaji penyebab menurunnya nafsu makan, seperti adanya luka pada mulut.
- Auskultasi bising usus. Hypermotility dari traktus intestinal ada hubungannya dengan muntah,
diare.
- Lakukan perawatan mulut, hindari pemakaian alkohol untuk memberikan rasa nyaman,
mengurangi rasa mual.
- Beri makan TKTP, porsi kecil tapi sering dan disajikan dalam bentuk menarik untuk
meningkatkan selera makan.
- Anjurkan istirahat sebelum makan untuk meminimalkan rasa lelah oleh karena pada saat
makan energi yang digunakan akan meningkat.
- Pertahankan lingkungan yang aman untuk mengurangi kemungkinan injuri.
- Monitor laboratorium: hemostasis, trombosit
- Beri transfusi bila ada indikasi
- Hindari penggunaan produk aspirin untuk mengurangi agregasi platelet.
Gejala Mayor:
- Berat badan menurun atau gagal tumbuh
- Diare terus-menerus atau berulang dalam waktu lebih dari 1 bulan
- Demam terus-menerus atau berulang dalam waktu lebih dari 1 bulan
- Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah atau menetap.
Gejala Minor:
- Limfadenopati generalisata atau hepatosplenomegali
- Kandidiasis oral
- Infeksi bakteri dan atau virus yang berulang
- Batuk kronis
- Dermatitis yang luas
- Ensefalitis
b. Asuhan keperawatan dasar pada anak HIV positif dengan infeksi oportunistik. Pada dasarnya
asuhan keperawatan anak HIV positif dengan infeksi oportunistik, sama saja dengan pasien
anak lainnya dengan tetap melakukan prinsip kewaspadaan universal.
c. Pemberian ASI pada bayi dari ibu HIV positif
- Menyusui bayinya secara ekslusif selama 6 bulan untuk semua ibu yang tidak terinfeksi atau
tidak diketahui status HIV-nya.
- Ibu dengan HIV positif dianjurkan untuk tidak memberikan ASI dan sebaiknya memberikan
susu formula (PASI) atau susu sapi atau kambing yang diencerkan.
- Bila PASI tidak memungkinkan disarankan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan kemudian
segera dihentikan untuk diganti PASI. Pemberian ASI ini dengan cara diperas dan dihangatkan
dahulu pada suhu di atas 660C untuk membunuh virus HIV.
Perawatan Paliatif
a. Perawatan paliatif adalah perawatan untuk membantu meringankan penderitaan fisik
maupun psikologis pada penderita yang tidak dapat disembuhkan.
b. Berikan asuhan keperawatan demi kenyamanan penderita:
- Untuk nyeri kronis, berikan pengobatan dengan dosis regular, bukan secara periodik.
- Membantu untuk relaksasi seperti nafas panjang, gosokan di punggung, pijitan badan.
- Usahakan penderita tetap bersih dan kering
- Penggantian posisi secara teratur untuk kesehatan kulit dan mencegah kontraktur dan
dekubitus.
- Memberi toleransi maksimal kepada penderita, seperti tidak mau makan, menolak atau minta
dijenguk.
- Menghormati kebutuhan penderita untuk mandiri dengan memperbolehkan mereka
mengerjakan
apa yang dapat dikerjakan sendiri seperti membalik tubuh, berpindah posisi.
c. Penerimaan terhadap kehilangan dan perubahan
- Memberi dukungan dengan memperbolehkan penderita dan keluarganya membicarakan
perasaan mereka.
- Membangkitkan harga diri dengan melihat pada keberhasilan hidupnya dan mengenang masa
lalu.
- Memaklumi perasaan marah, sedih atau emosi dan reaksi lainnya penderita.
d. Persiapan kematian
- Bila pasien bertanya atau ditanya apa yang ingin mereka ketahui, jelaskan dengan baik bahwa
pasien sudah mendekati ajal untuk mengambil sikap berserah diri. Sedapat mungkin lakukan
sesuatu untuk meringankan rasa nyeri atau gejala sebagai akibat proses kematian.
- Panggilkan ulama sesuai dengan agama/kepercayaan pasien untuk mendapat bekal rohani
yang diperlukan (untuk pasien Katolik diupayakan untuk dapat menerima sakramen
perminyakan).
- Bantu pasien dan keluarganya untuk merencanakan wasiat terakhirnya dan mengatur
pemakamannya.
- Pada acara pemakaman, pengurusan jenasah, harus sesuai dengan budaya setempat tanpa
mengabaikan kaidah kewaspadaan universal.
Petugas Ambulans
a. Tidak ada prosedur khusus, tetapi tetap memperhatikan kewaspadaan universal.
b. Hanya perlu “mechanical ventilation” untuk resusitasi jantung paru untuk
menghindarkan kontak langsung mulut ke mulut.
Penanganan Jenasah
Penanganan jenasah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan
kewaspadaan universal tanpa mengabaikan tradisi budaya dan agama yang dianutnya.
Petugas harus dapat menasehati keluarga jenasah dan mengambil tindakan yang sesuai
agar penanganan jenasah tidak menambah risiko penularan penyakit.
a. Tindakan di ruang perawatan
- Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan
- Memakai pelindung wajah dan jubah
- Luruskan tubuh jenasah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan tangan disisi
atau terlipat di dada.
- Tutup kelopak mata dan atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu pula mulut,
hidung dan telinga.
- Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah
atau cairan tubuh lainnya.
- Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air.
- Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam wadah yang
aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal.
- Tutup setiap luka dengan plester kedap air.
- Bersihkan tubuh jenasah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh
keluarganya.
- Beritahu petugas kamar jenasah bahwa jenasah adalah penderita penyakit menular
- Tempatkan jenasah di atas brankar dan antarkan ke kamar jenasah.
- Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.
b. Tindakan di kamar jenasah
- Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum memakai
sarung tangan
- Jenasah dimandikan oleh petugas kamar jenasah yang memahami cara
membersihkan/memandikan jenasah penderita penyakit menular.
- Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas
sarung tangan.
- Petugas memakai alat pelindung:
Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku)
Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut.
Pelindung wajah (masker dan kacamata)
Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air
- Bungkus jenasah dengan kain kafan atau pembungkus khusu jenasah lain sesuai
dengan agama dan kepercayaannya.
- Jenasah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
- Jenasah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh petugas
khusus yang telah mahir dalam hal tersebut
- Jenasah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas
yang telah mahir dalam hal tersebut.
- Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan:
Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila terkena
darah atau cairan tubuh lain
Setiap permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan atau
cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan larutan klorin 0,5%
Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan
urutan: dekontaminasi, disinfeksi atau sterilisasi
Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong
plastik berwarna merah dan diberi label “SIDA”.
Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesuai cara pengelolaan
sampah medis.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Setiap pemeriksaan anti HIV harus disertai konseling pra tes dan pasca tes, serta informed
consent.
b. Prosedur pengambilan dan pengiriman sampel darah:
Petugas menggunakan sarung tangan dan schort
Pengambilan darah dengan spuit disposable
Darah yang sudah diambil dimasukkan ke dalam tabung/tabung sentrifus yang sudah
ada tutupnya.
Pengiriman darah harus menggunakan tabung yang dimasukkan ke dalam tempat yang
tertutup dan diberi label “SIDA” dengan menggunakan spidol warna merah.
Meja yang tercemar specimen, dibersihkan dengan disinfektan klorin 0,5%.
c. Strategi pemeriksaan laboratorium
Untuk pemeriksaan pertama biasanya digunakan rapid test untuk melakukan uji saring.
Untuk hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan menggunakan metoda yang
berbeda dan atau menggunakan preparasi antigen yang berbeda untuk meminimalkan
adanya hasil positif palsu yaitu dengan cara ELISA (Enzym-linked immunosorbent assay)
atau pemeriksaan sejenis yang mempunyai spesifitas lebih tinggi dari rapid test.
Bila tersedia tes konfirmasi maka untuk pemeriksaan ke-3 dapat menggunakan WB
(Western Blot). Pemeriksaan anti HIV dinyatakan positif bila telah dilakukan 3x
pemeriksaan dengan metode yang berbeda.
Untuk bayi dari ibu dengan HIV positif, maka hasil positif pada bayi umur kurang dari 18
bulan ada dua kemungkinan yakni bayi membawa antibodi HIV dari ibunya atau bayi
tersebut terinfeksi HIV dan akan tetap memberikan tes positif.
Ulangi tes setiap 3 bulan sampai anak berumur 18 bulan.
4. Penanganan persalinan
a. Pasien dengan HIV/AIDS berhak mendapatkan pertolongan persalinan seperti pasien lainnya.
b. Persalinan tetap dilakukan di OK/VK sesuai indikasi.
c. Petugas yang menolong persalinan mengenakan sarung tangan, schort, masker, kacamata
dan sepatu boot.
d. Hindari partus lama dan tindakan invasif, amniotomi sebelum pembukaan lengkap,
episiotomi, ekstraksi cunam, dan analisa gas darah bayi.
5. Perawatan Gigi
a. Dapatkan riwayat penyakit dari tiap-tiap pasien, termasuk hal-hal mengenai obat-obatan,
penyakit yang baru dideritanya, penyakit berulang, berat badan yang menurun tanpa disengaja,
lymphadenopathy, lesi mukosa atau infeksi lain.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan oral, gunakan sarung tangan, dan
selesaikan pekerjaan pada satu pasien. Untuk pasien baru harus menggunakan sarung tangan
baru.
c. Gunakan masker dan kacamata pelindung sampai ke dagu bila di dagu akan terjadi percikan
cairan tubuh.
d. Lindungi alat-alat yang sulit/tidak mungkin didisinfektan (seperti pemegang lampu X-Ray unit
heads), memutarnya dengan plastik kedap air.
e. Kurangi sekecil mungkin akan terjadinya percikan, misalnya dengan menggunakan rubber
dam, high spect evacuation, posisi pasien yang tepat.
f. Pada beberapa prosedur tertentu memerlukan injeksi anestesi atau obat-obatan secar
berulang-ulang dari satu syringe, maka lebih bijaksana bila meletakan jarum telanjang tersebut
diatas sebuah tempat steril misal piala ginjal steril, doek steril. Syringe steril dan larutan yang
baru, digunakan untuk masing-masing pasien.
g. Alat-alat tenun dan instrumen yang digunakan harus langsung disterilkan setiap habis dipakai
dengan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Petugas yang
membersihkannya harus memakai sarung tangan. Kemudian alat tenun diserahkan untuk dicuci
di kamar cuci.
h. karena klep penyedot air dapat menghisap bahan infeksi kembali ke handpiece dan slang,
maka air klep pengaman (checkvalves) harus dipasang dalam dental unit untuk mengurangi
risiko pemindahan dari bahan-bahan infektif. Seberapa besar kemungkinan ini belum dapat
diketahui, sebab itu adalah bijaksana untuk menjalankan air dari unit selama 20-30 detik
setelah selesai digunakan untuk satu pasien. Proses ini diuylang untuk beberapa menit pada
saat klinik dimulai untuk mengeluarkan kumpulan bakteri semalam sebelumnya.
6. Perawatan Mata
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan mata atau prosedur lain yang
terkontak dengan air mata.
b. Memakai sarung tangan disposable bila ada goresan, luka atau lesi pada kulit.
c. Petugas dengan dermatitis basah atau infeksi lain ditangan tidak boleh melakukan
pemeriksaan pasien HIV.
d. Alat-alat yang kontak dengan bagian luar mata harus digosok bersih dan didisinfeksi dengan
salah satu dari 5-10 menit H2O2 5%, fresh solution berisi 5.000 ppm(%mg/liter).
Prosedur Rujukan
1. Dengan unit kesehatan lain di Indonesia
Persetujuan pengiriman penderita dapat melalui surat rujukan atau sarana telekomunikasi pada
saat pengiriman penderita harus disertai:
a. Dokumen/data penderita
b. Daftar petunjuk tindakan yang perlu dilakukan selam dalam perjalanan
c. Alat dan bahan yang diperlukan
d. Tenaga pengantar/pendamping
e. Transportasi yang diperlukan
BAB VIII
METODA
2. Semua pelaksanaan kegiatan pelayanan pasien HIV-AIDS di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan
berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku di Rumah Sakit Cahya
Kawaluyan
3. Pencatatan dan pelaporan serta evaluasi pelayanan HIV-AIDS di Rumah Sakit Cahya
Kawaluyan dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan.
4. Pelaksanaan rujukan pasien HIV-AIDS ke Rumah Sakit rujukan sesuai dengan MOU yang
disepakati.
BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Alur pelaporan pelayanan adalah pelaporan yang dilakukan oleh tim pelayanan HIV-AIDS
kepada jajaran manajemen rumah sakit dan dinas kesehatan. Dengan tujuan untuk
mengidentifikasi pasien HIV-AIDS di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan.
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring dan evaluasi pelayanan HIV-AIDS oleh tim RS dilakukan 1x per tahun:
4. Melaporkan hasil monitoring dan evaluasi pelayanan kepada Direktur Rumah Sakit
Cahya Kawaluyan.
BAB XI
PENUTUP
Tingginya tingkat penyebaran HIV dan AIDS pada kelompok manapun berarti bahwa
semakin banyak orang menjadi sakit, dan membutuhkan jasa pelayanan kesehatan.
Perkembangan penyakit yang lamban dari infeksi HIV berarti bahwa pasien sedikit demi sedikit
menjadi lebih sakit dalam jangka waktu yang panjang, membutuhkan semakin banyak
perawatan kesehatan. Waktu dan sumber daya yang diberikan untuk merawat pasien HIV dan
AIDS sedikit demi sedikit dapat menghabiskan sumber daya untuk aktivitas kesehatan lainnya.
Bila upaya penanggulangan tidak ditingkatkan maka akan menyebabkan permasalahan
kesehatan nasional.
Diharapkan dengan adanya pedoman pelayanan HIV-AIDS dapat membantu Rumah
Sakit Cahya Kawaluyan berperan serta dalam program nasional penanggulangan HIV-AIDS
khususnya di Bandung Barat.