KATA PENGANTAR
Estimasi jumlah individu di antara populasi kunci dengan risiko tinggi terhadap HIV
(Ponci) sangat penting untuk mengadvokasi sumber daya, memprioritaskan pencegahan
dan aktivitas program lainnya, memprediksi jumlah orang yang hidup dengan HIV-AIDS
(ODHA) dan dampak dari Epidemi HIV melalui pemodelan, serta menilai cakupan program.
Estimasi jumlah populasi (PSE) merupakan komponen penting dalam pengawasan serta
pemantauan dan evaluasi.
Kementerian Kesehatan mulai melaksanakan estimasi jumlah populasi (PSE) sejak tahun
2002. Metode PSE terus diperbarui dan diperbaiki untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik. Laporan Estimasi Jumlah Populasi Kunci tahun 2016 merupakan pembaharuan
laporan Estimasi Populasi Kunci Terdampak HIV pada tahun 2012 yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan pada tahun 2014. Laporan ini menggambarkan situasi yang
komprehensif dan dapat dipahami dalam kaitannya dengan jumlah dari populasi kunci
yang terkena dampak HIV sampai ke tingkat kabupaten/kota.
Hasil estimasi pada tahun 2012 menunjukkan bahwa ada 7,4 sampai 10,2 juta orang
dengan nilai rata-rata sekitar 8,8 juta populasi kunci. Hasil estimasi ini kemudian
dimasukkan dalam perhitungan estimasi dan proyeksi HIV / AIDS di Indonesia pada
tahun 2011-2016. Latihan PSE 2016 menghasilkan perkiraan ukuran populasi akhir dari
FSW, LSL, Waria, PWID, dan Klien FSW dan Waria yang perkiraan tertinggi adalah klien
FSW yang berjumlah 5 juta, dan perkiraan ukuran terkecil adalah PWID yang hanya
memperhitungkan 33 ribu. Hasil estimasi ini digunakan juga dalam perhitungan estimasi
dan proyeksi HIV/AIDS tahun 2015-2020.
Proses estimasi ukuran populasi kunci telah melalui proses yang panjang dan kompleks
yang melibatkan berbagai mitra terkait. Metodologi dan hasil estimasi ini telah dikaji
oleh sekelompok ahli dan dipresentasikan kepada pemangku kepentingan. Hasil kajian
tersebut menyatakan bahwa dengan segala keterbatasan yang ada dalam perhitungan
estimasi ini, hasilnya adalah hasil terbaik yang bisa didapat dengan data yang tersedia
pada saat perhitungan dilakukan.
Kami menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada semua pihak atas perhatian,
bantuan dan kontribusi dalam persiapan, implementasi, dan peningkatan kegiatan estimasi.
Semoga buku ini bermanfaat untuk program pengendalian HIV-AIDS, tidak hanya untuk
Kementerian Kesehatan, tetapi juga untuk semua mitra kerja pengendalian HIV-AIDS.
TIM KERJA
Anak Agung Sagung Sawitri - WHO/Konsultan; Ari Wulan Sari – Kementerian Kesehatan;
Dwi Rahmadini - Komisi Penanggulangan AIDS Nasional; Irma Siahaan –komisi
Penanggulangan AIDS Nasional; Lely Wahyuniar –UNAIDS; Leonita Agustine—UNAIDS;
Muhardi Kahar –Badan Pusat Statistik; Rizky Hasby – Kementerian Kesehatan; Sigit Ari
Saputro – Universitas Airlangga; Yori Novrianto – FHI 360.
PENULIS
Anak Agung Sagung Sawitri – WHO/Konsultan
PENINJAU
Siti Nadia Tarmizi – Kementerian Kesehatan; Endang Budi Hastuti – Kementerian
Kesehatan; Triya Novita Dinihari – Kementerian Kesehatan; Irawati Panca – Kementerian
Kesehatan; Gerald Jacobson – WHO/Konsultan; Lisa G. Johnston – FHI360/Konsultan;
Dongbao Yu – WHO; Taoufik Bakkali – UNAIDS; Fetty Wijayanti – WHO; Geoffrey Nan
Li – UNICEF; Caroline Francis – FHI 360; Siti Sulami – FHI 360; Indang Trihandini –
Universitas Indonesia; Mondastri Korib – Universitas Indonesia; Rossy – Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat; Aan Hermawan – Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
KONTRIBUTOR
Asep Hardiansyah – GWL Ina; Ayu Oktariani – IPPI; Christian – Gaya Dewata; Christian
P. – Kios Atmajaya; Citra Wahyuningsih – VCT Sanglah; Cok Istri Sri Dharma Astiti –
Dinas Kesehatan Provinsi Bali; D W Wirma – KPA Provinsi Bali; Dewa Nyoman Wirawan
– Udayana / Yayasan Kerti Praja; Dewi Dian – VCT Sanglah; Eva Kartikasari – YKS; Fais
Abdillah – Yakeba; Fonny J Silvanus – NAC; Gde Agus Suryadinata – Dinas Kesehatan
Provinsi Bali; Hartini – IPPI; I Made Adi Wiguna – Dinas Kesehatan Provinsi Bali; I Made
Ari Sudana – KPA Provinsi Bali; I N Kenyem Subagja – Dinas Kesehatan Provinsi Bali; I
N Sudiyasa – Dinas Kesehatan Provinsi Bali; Irawati – Kementerian Kesehatan; Komang
Ayu Trisna – VCT Sanglah; Kon Sriwiyartini – RS Sanglah; Luh Putu Musnitarini – Dinas
Kesehatan Provinsi Bali; M. Syamsoel – Orbit; Made Ratri – VCT Sanglah; Marstyo
Catur – YSS; Ni Luh KD Sri Sastradewi – Dinas Kesehatan Provinsi Bali; Ni Nyoman Sri
Sutarmi – VCT Sanglah; Ni Putu Putri Pratiwi – Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten
Badung; Novita E Wuntu – Citra Usada Indonesia; Otto Sugiarto – Yayasan Dua Hati;
Pipiet Laksmono – GWL Ina; Priscillia Anastasia – WHO DKI Jakarta; Puji Suryantini -
WHO Indonesia; Rediscoveri – YKB; Resti –Bandungwangi; Retno Mulyaningsih – GF
AIDS; Rosidin MA– YIM; Saban – Karisma; Saiman – Bandungwangi; Tetty Rahmawati
– USAID; Tiara Nisa – WHO Indonesia; Titik Suwarti – Kementerian Kesehatan; Vinny
Sutriani – Kementerian Kesehatan; Yahya Anshori – KPA Provinsi Bali; Yenny Tju.
Estimasi jumlah populasi (Population size estimates, PSEs) merupakan komponen penting
dalam merencanakan dan mengevaluasi program pencegahan HIV serta memproyeksikan
Orang yang Hidup dengan HIV-AIDS (ODHA) di Indonesia di masa datang. PSE 2016
merupakan kerjasama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional (KPAN), Badan Pusat Statistik, dan Universitas dengan dukungan teknis
dari WHO, UNAIDS, dan FHI Linkages. Hasil estimasi telah dinilai dalam hal validitas
rupa (face validity) oleh para pemangku kepentingan dan komunitas yang terkait.
Indonesia telah memulai PSE sejak tahun 2002. Metode PSE terus diperbarui dan
ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. PSE yang dilakukan pada tahun
2016 mengadopsi metode PSE 2012 dengan beberapa perbaikan dalam hal sumber
data tambahan yang lebih bervariasi dan telah diperbarui, menggunakan konsep-konsep
teoretis dalam pemilihan prediktor, dan mengimplementasikan faktor-faktor penyesuaian.
Populasi kunci (Ponci) yang diestimasi mencakup wanita pekerja seks (WPS), laki-laki
seks dengan laki-laki (LSL), waria, dan pengguna napza suntik (Penasun). Pelanggan
WPS dan pelanggan waria juga turut diestimasi.
PSE 2016 menggunakan model regresi multivarian untuk mengekstrapolasi hasil estimasi
berdasarkan pemetaan yang dilakukan di sejumlah tempat (“lokasi”) yang sering didatangi
oleh Ponci di kota/kabupaten terpilih, terhadap kota/kabupaten yang tidak melaksanakan
pemetaan untuk memperoleh PSE nasional. Penyesuaian lebih lanjut dilakukan pada
hasil estimasi untuk memperhitungkan anggota Ponci yang mungkin tidak terefleksi
dalam angka-angka pemetaan.
Data utama yang digunakan untuk memprediksi estimasi jumlah adalah data pemetaan
dan STBP 2015. PSE 2016 dimulai dengan penilaian data dan proses pemerolehan data
tersebut. Langkah selanjutnya adalah memilih variabel-variabel prediktor untuk model
ekstrapolasi berdasarkan kerangka teori dan kebermaknaan statistik. Langkah ini diikuti
dengan pengembangan dan pencocokan (fitting) model regresi terhadap data pemetaan,
dan menggunakan model yang telah dicocokkan tersebut (fitted) untuk mengekstrapolasi
angka pemetaan di kota/kabupaten yang belum dipetakan. Penyesuaian lebih lanjut
pada hasil estimasi juga dilakukan untuk mempertimbangkan anggota Ponci yang tidak
datang ke lokasi. Selain itu, perhitungan tambahan dilakukan untuk menyesuaikan angka
pemetaan menjadi angka yang mewakili jumlah Ponci selama periode 12 bulan. Hasil
estimasi juga dinilai dalam hal validitas rupa (face validity) dan revisi yang dilakukan
bisa merupakan hasil konsensus antara para pemangku kepentingan dan para ahli.
• Estimasi jumlah Ponci yang diperoleh dari model regresi dan penyesuaian adalah:
WPS 226.791 (128.114, 364.313), LSL 754.310 (648.641, 866.840), waria 38.928
(13.038, 89.640), dan penasun 33.492 (14.016, 88.812).
• Estimasi jumlah Ponci yang diperoleh dari pengalian dengan angka proporsi populasi
kunci di Asia dan konsensus: pelanggan WPS 5.254.065 (4.415.776, 6.159.431)
Sejumlah diskusi telah dilakukan untuk menetapkan hasil estimasi tersebut di atas.
Berikut ini adalah poin-poin utama yang didiskusikan:
• Estimasi jumlah WPS stabil dan mirip dengan PSE 2012, serta sejalan dengan
kisaran jumlah WPS secara umum di Asia.
• Estimasi jumlah LSL jauh lebih rendah dari jumlah pada PSE 2012, dan juga lebih
rendah dari kisaran jumlah umum di Asia. Kondisi ini disebabkan penggunaan
angka inflasi melalui suatu konsensus karena saat ini tidak ada data pendukung
yang akurat untuk dipergunakan sebagai angka inflasi. Sedangkan faktor inflasi
untuk LSL pada PSE tahun 2012 masih diperdebatkan.
• Estimasi jumlah Waria sedikit lebih tinggi daripada pada PSE 2012 dan jauh lebih
rendah daripada di negara lain. Meskipun demikian, jumlah ini dapat diterima dalam
hal validitas rupa (face validity).
• Estimasi jumlah Penasun jauh lebih rendah daripada pada PSE 2012 dan laporan
lain. Meskipun demikian, terdapat data pendukung terhadap keakuratan angka ini.
• Jumlah pelanggan WPS lebih rendah daripada pada PSE 2012 tetapi masih dalam
kisaran Asia secara umum. Sebagian besar data pelanggan yang tersedia berasal
dari lelaki berisiko tinggi. Dengan demikian, konsensus harus digunakan untuk
memperoleh estimasi akhir.
• Pelanggan waria lebih rendah daripada PSE 2012 tetapi tidak ada data pendukung
yang tersedia.
PSE 2016 tetap memiliki keterbatasan. Meskipun metode statistik yang digunakan canggih,
data yang digunakan masih memiliki beberapa kelemahan dan pasti memengaruhi hasil
PSE. Demikian pula, estimasi menghasilkan angka yang kurang dapat diandalkan di
tingkat kota/kabupaten. Selain itu, masih banyak konsensus yang harus dibuat selama
pembuatan PSE yang mungkin mengandung kesalahan.
Dalam batas tertentu, angka-angka ini merupakan yang terbaik yang dapat digunakan
dalam perencanaan dan evaluasi program. Dengan mengingat bahwa angka-angka ini
adalah hasil estimasi, diperlukan pemahaman mengenai cara penggunaan hasil PSE.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengembangkan kapasitas staf kesehatan
di tingkat provinsi dan kota/kabupaten terkait PSE dan atribut-atributnya. Peningkatan
lebih lanjut untuk sumber data utama masih diperlukan.
KATA PENGANTAR...............................................................................................................iii
DAFTAR KONTRIBUTOR................................................................................................... iv
RINGKASAN EKSEKUTIF.................................................................................................. v
GLOSARIUM .................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ix
1. LATAR BELAKANG..................................................................................................... 1
2. METODOLOGI.............................................................................................................. 3
2.1. Tujuan .................................................................................................................. 3
2.2 Gambaran Umum Proses PSE............................................................................. 3
2.3. Definisi Ponci........................................................................................................ 4
3. LANGKAH-LANGKAH PENGHITUNGAN PONCI......................................................... 7
3.1. Pengkajian data pemetaan................................................................................... 7
3.2. Ekstrapolasi penghitungan pada kota/kabupaten yang dipetakan terhadap
kota/kabupaten yang tidak dipetakan dengan model regresi.............................. 7
3.3. Menggunakan faktor inflasi untuk memperhitungkan ponci yang tidak pergi
ke lokasi................................................................................................................ 14
3.4. Mengestimasi Jumlah Pelanggan Wanita Pekerja Seks....................................... 17
3.5. Mengestimasi Jumlah Pelanggan Waria............................................................... 18
4. HASIL .................................................................................................................. 19
5. Pembahasan............................................................................................................... 20
Lampiran 1. Sumber dan Keterbatasan Pemetaan dan STBP.................................... 25
Lampiran 2. Perbandingan PSE 2012 dengan PSE 2016........................................... 30
Lampiran 3. Penyesuaian estimasi jumlah Ponci tingkat kota/kabupaten untuk
digunakan dalam penetapan target cakupan program dan menilai
kinerja program......................................................................................... 34
Lampiran 4. Penghitungan Pelanggan dengan Menggunakan
Metode PSE 2012..................................................................................... 35
Lampiran 5. Hasil PSE Berdasarkan Provinsi.............................................................. 36
Lampiran 6. Kriteria informasi Akaike........................................................................... 40
Estimasi jumlah individu pada populasi kunci (Ponci) yang memiliki risiko lebih tinggi untuk
terpapar HIV sangat penting untuk advokasi terkait sumber daya, prioritas pencegahan
dan kegiatan program lain di suatu kelompok, memprediksi jumlah orang yang hidup
dengan HIV-AIDS (ODHA) dan dampak epidemi HIV melalui pemodelan, serta menilai
cakupan program. 1Estimasi jumlah populasi (population size estimate, PSE) merupakan
komponen penting surveilans serta monitoring dan evaluasi.
Di Indonesia, Sub Direktorat HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan beberapa kali estimasi jumlah ponci pada
tahun 2002, 2004, 2006, 2009, dan 2012.2 Indonesia membuat estimasi jumlah pada
enam ponci yaitu: laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), wanita pekerja seks (WPS),
pelanggan wanita pekerja seks, pengguna napza suntik (Penasun), Waria (wanita pria),
dan pelanggan waria pekerja seks. Dari seluruh negara di dunia, Indonesia merupakan
salah satu dari 38 negara yang membuat estimasi jumlah di tingkat nasional dengan
menggunakan metodologi yang terdokumentasi baik untuk semua ponci.3
Tantangan utama yang dihadapi oleh semua negara dalam estimasi jumlah ponci pada
tingkat nasional karena data ponci umumnya hanya tersedia secara terbatas pada
beberapa pusat-pusat kota yang digunakan sebagai tempat studi PSE, pemetaan, dan/
atau survei terpadu biologis dan perilaku (STBP). 4 Ponci seringkali tersembunyi dan
sulit dijangkau sehingga survei konvensional dan metode pemilihan sampel seringkali
tidak dapat dilaksanakan dengan baik pada kelompok ini.5 Meskipun terdapat beberapa
metode untuk estimasi jumlah, semua metode ini mengandung bias dan memiliki tingkat
kesalahan statistik yang tinggi (misalnya interval keyakinan yang lebar). Mulai tahun 2009,
Indonesia mengadopsi strategi statistik yang canggih dengan menggunakan model regresi
multivarian untuk mengekstrapolasi estimasi berdasarkan pemetaan yang dilaksanakan
di tempat-tempat yang seringkali didatangi oleh ponci (“lokasi”) di kota/kabupaten terpilih
terhadap kota/kabupaten lain yang belum melaksanakan pemetaan untuk memperoleh
PSE nasional. Pendekatan ini juga mencakup penyesuaian-penyesuaian tambahan
pada hasil estimasi untuk memperhitungkan anggota ponci yang mungkin tidak terefleksi
dalam angka pemetaaan. Indonesia merupakan salah satu dari 13 negara di dunia
yang menggunakan pemodelan regresi untuk menghasilkan estimasi nasional.2 Pada
tahun 2012, PSE untuk ponci diestimasi dengan menggunakan metode pemodelan
ini berdasarkan data pemetaan 2010. Namun, hasil PSE mungkin telah menghasilkan
1. UNAIDS/WHO Working Group on Global HIV/AIDS and STI Surveillance. Guidelines on Estimating the Size of
Populations Most at Risk to HIV. 2010. Geneva, Switzerland.
2. Kementerian Kesehatan Indonesia. 2012 Estimasi Jumlah Populasi Kunci Terdampak (PKT). 2014. Jakarta,
Indonesia.
3. Sabin K, Zhao J, Garcia Calleja JM, Sheng Y, Arias Garcia S, Reinisch A, et al. Availability and Quality of Size
Estimations of Female Sex Workers, Men Who Have Sex with Men, People Who Inject Drugs and Waria Women
in Low- and Middle-Income Countries. Sandstrom P, editor. PLoS One. 2016. 11(5):e0155150. Tersedia di: http://
dx.plos.org/10.1371/journal.pone.0155150.
4. Yu D, Calleja JMG, Zhao J, Reddy A, Seguy N. Estimating the Size of Key Populations at Higher Risk of HIV
infection: a Summary of Experiences and Lessons Presented During a Technical Meeting on Size Estimation
among Key Populations in Asian Countries. West PacificSurvey Response. 2014;5(3).
5. Magnani R, Sabin K, Saidel T, Heckathorn D. Review of sampling hard-to-reach and hidden populations for HIV
surveillance. AIDS 2005;19:S67-S72.
Model regresi yang digunakan untuk ekstrapolasi 2016 ini disusun dengan menggunakan
pemetaan 2012 hingga 2015 yang dilakukan di lebih dari 70 kota/kabupaten (dari 511 kota/
kabupaten dan 34 provinsi di seluruh Indonesia), menyasar tempat-tempat yang diketahui
sebagai tempat ponci berkumpul (“lokasi” atau “hotspot”). Selama pemetaan, jumlah
ponci yang mendatangi hotspot diestimasi oleh anggota ponci setempat dan pemangku
kepentingan terkait dalam beberapa pertemuan. Selain itu, tim lapangan mengunjungi
setiap lokasi di waktu-waktu ponci banyak berkumpul untuk memastikan penghitungan
maksimal anggota ponci yang ada di tempat tersebut. Angka-angka pemetaan ini hanya
tersedia di kota/kabupaten yang melakukan pemetaan, namun variabel-variabel prediktor
dalam model ekstrapolasi diperoleh dari sensus nasional dan survei sosial kesehatan
yang berskala nasional, sehingga memberikan dasar untuk mengekstrapolasi angka-
angka pemetaan terhadap kota/kabupaten yang tidak dilakukan pemetaan.
Proses PSE 2016 di Indonesia terdiri dari beberapa langkah, termasuk penilaian data
dan proses memperoleh data pemetaan, pemilihan variabel prediktor untuk model
ekstrapolasi, pengembangan dan pencocokan (fitting) model regresi terhadap data
pemetaan, penggunaan model yang telah dicocokkan (fitted) untuk mengekstrapolasi
angka pemetaan ke kota/kabupaten yang belum dipetakan, penyesuaian hasil estimasi
untuk memperhitungkan anggota-anggota ponci yang tidak datang ke lokasi, perhitungan
tambahan untuk mengkonversi angka-angka pemetaan menjadi angka yang mewakili
jumlah ponci selama periode 12 bulan, dan penilaian hasil estimasi dalam hal validitas
rupa (face validity).
Pada bulan Maret dan November 2016, Kemenkes telah melakukan PSE yang terbaru. Dari
tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2016, para ahli teknis yang mewakili WHO, FHI360, UNICEF
dan UNAIDS bertemu di Bandung, Indonesia dengan para ahli statistik, metodologi, dan
program manager dari Kementerian Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
(KPAN), Badan Pusat Statistik, Universitas Airlangga, dan Universitas Udayana. Dalam
pertemuan ini diperoleh rekomendasi untuk menyempurnakan metodologi PSE sehingga
memperoleh hasil yang lebih akurat . Pertemuan kelompok kerja lain dilaksanakan
pada bulan Juli 2016 dengan para ahli teknis untuk mengkaji dan menyempurnakan
hasil PSE. Selain itu lokakarya-lokakarya tim inti bersama reviewer dan kontributor
dilaksanakan pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2016 untuk memfinalisasi
PSE dan mengakomodasi input lebih lanjut.
2.1. Tujuan
Tujuan estimasi jumlah LSL, WPS, Penasun, Waria, dan pelanggan WPS serta pelanggan
Waria adalah untuk:
B
B. Mengekstrapolasi angka pemetaan yang telah
disesuaikan dengan mobilitas dengan
kota/kabupaten yang tidak dipetakan dengan
model regresi
Pada umumnya, sumber-sumber data berbeda yang digunakan untuk menghitung PSE
juga mencerminkan sub-kelompok berbeda. Misalnya, data pemetaan merefleksikan ponci
yang sering mendatangi hotspot yang telah diketahui dan, dengan demikian, dianggap
mencerminkan anggota ponci yang saat ini aktif terlibat dalam perilaku berisiko tinggi.
Meski demikian, periode waktu sesungguhnya dari perilaku berisiko, jenis perilaku (seks
oral versus seks anal) dan usia dari mereka yang dipetakan tidak diukur. Sebaliknya,
STBP mencerminkan ponci yang memenuhi kriteria keikutsertaan dalam survei, yaitu
berusia 15 tahun atau lebih dan telah terlibat dalam perilaku berisiko terkait selama bulan
terakhir (untuk WPSL dan WPSTL) atau 12 bulan terakhir (untuk LSL dan Penasun).6
Perbedaan definisi ini penting dalam interpretasi setiap sumber data (lihat Lampiran
1 untuk definisi ponci dalam pemetaan dan STBP). Tantangan utama dalam PSE ini
adalah bekerja dengan perbedaan-perbedaan ini dan menghasilkan estimasi akhir
yang mencerminkan segmen populasi target yang diharapkan. Analisis yang dilakukan
sebagai bagian dari kegiatan PSE ini dirancang untuk menghasilkan estimasi jumlah
yang mencerminkan definisi populasi pada Tabel 1.
6. Tidak ada kerangka waktu yang digunakan untuk menentukan keikutsertaan Waria dalam STBP.
Populasi Definisi
WPS Perempuan berusia 15 tahun ke atas yang menerima uang atau barang
untuk melakukan seks penetratif anal atau vaginal dalam 12 bulan
terakhir.
LSL Laki-laki secara biologis yang berusia 15 tahun ke atas yang berhubungan
seks dengan laki-laki lain dalam 12 bulan terakhir
Penasun Laki-laki atau perempuan berusia 15 tahun ke atas yang menyuntik
obat-obatan yang dikategorikan sebagai napza dalam 12 bulan terakhir
Waria Laki-laki secara biologis berusia 15 tahun ke atas yang mengidentifikasi
identitas gender mereka sebagai perempuan
Pelanggan WPS Laki-laki berusia 15 sampai 49 tahun yang membayar perempuan
dengan uang atau barang untuk melakukan seks penetratif anal atau
vaginal dalam 12 bulan terakhir
Pelanggan Waria Laki-laki berusia 15 sampai 49 tahun yang membayar Waria (sesuai
definisi di atas) dengan uang atau barang untuk seks penetratif anal
dalam 12 bulan terakhir.
Data untuk kandidat variabel prediktor diperoleh dari sumber-sumber data berikut:
1. Sakernas (2015): Survei ini mengukur data tenaga kerja dari anggota rumah tangga,
berusia ≥10 tahun di seluruh 511 kota/kabupaten di Indonesia. Sejumlah 200.000
rumah tangga dipilih secara acak. 7
2. Susenas (2015): Survei ini mengukur kondisi sosioekonomi, termasuk kesehatan,
pendidikan, kesuburan, keluarga berencana, tempat tinggal, dll. dari anggota rumah
tangga di seluruh 511 kota/kabupaten di Indonesia. Survei ini dilakukan dua kali
setahun. Survei pertama mengambil sampel 300.000 rumah tangga secara acak
dan dirancang untuk menghasilkan estimasi di tingkat kota/kabupaten. Survei kedua
mencakup sub-sampel dari survei pertama sebesar 75.000 rumah tangga untuk
menghasilkan estimasi tingkat provinsi. 8
3. Survei PODES (2014): Survei ini merupakan survei terhadap 73.709 desa yang
dipilih secara acak di 511 kota/kabupaten di Indonesia. Data yang tersedia terkait
dengan infrastruktur, populasi dan kesehatan reproduksi, sumber daya alam, dan
pendidikan di tingkat desa. Data dikumpulkan dari petugas pemerintah di desa-desa
terpilih, misalnya kepala desa. 9
4. Proyeksi Populasi Indonesia. Proyeksi ini didasarkan pada sensus nasional pada
tahun 2010 untuk memperoleh jumlah populasi berusia 15-49 tahun pada tahun
2015. 10
7. Badan Pusat Statistik. Survei Angkatan Kerja Nasional 2015. Tersedia di: https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.
php/dasar/pdf?kd=5&th=2015
8. Badan Pusat Statistik. Indonesia - Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 Maret (KOR). http://microdata.bps.
go.id/mikrodata /index.php/catalog/657
9. Badan Pusat Statistik. Indonesia – Pendataan Potensi Desa 2014. http://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.
php /catalog/PODES)
10. Bappenas, Badan Pusat Statistik dan UNFPA 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 – 2035. Tersedia di:
http://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indonesia_2010-2035.pdf
Beberapa variabel diperoleh dari data PODES yang diagregat di tingkat desa dan,
dengan demikian, diekspresikan sebagai proporsi desa dengan karakteristik tertentu
(e.g., proporsi desa dengan bar, proporsi desa dengan SMA swasta). Variabel-variabel
ini tidak dapat didisagregasi lebih lanjut.
Dasar pemikiran untuk menyatakan sejumlah variabel dalam proporsi dan bukan angka
absolut adalah untuk memperhitungkan perbedaan jumlah (dalam hal total populasi atau
jumlah desa) di kota/kabupaten dengan memodelkan tingkat relatif dari karakteristik
tertentu di setiap kota/kabupaten.
Meskipun demikian, karena langkah ini mungkin membatasi variasi antara kota/kabupaten,
khususnya ketika angkanya relatif sangat kecil terhadap populasi total, sejumlah prediktor
tetap disajikan dalam angka absolut (misalnya jumlah laki-laki usia 15-49 tahun). Terakhir,
kami mengeksplorasi jumlah total laki-laki dan perempuan berusia 15-49 tahun di setiap
kota/kabupaten dari proyeksi populasi10 dengan hipotesis bahwa jumlah populasi pada
suatu kota/kabupaten mungkin terkait dengan jumlah anggota ponci di lokasi.
Dengan pertimbangan data pemetaan tidak tersedia untuk semua wilayah, kami juga
memasukkan wilayah (region) sebagai variabel prediktor. Kami menentukan 6 wilayah
yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan NTT, Sulawesi, dan Maluku dan Papua.
Prediktor yang akhirnya dipilih diperlihatkan pada Tabel 3.
Kami mengukur kecocokan model (goodness of fit) dari Model Regresi Multivariable
dengan menggunakan koreksi AIC dan R-squared yang disesuaikan (adjusted
R-squared). Asumsi klasik untuk model regresi linier juga diuji, termasuk uji untuk:
Setelah prediktor dibuat, variabel dibuat untuk mewakili estimasi PSE untuk 1) kota/
kabupaten yang dipetakan dengan menggunakan angka pemetaan sesungguhnya
yang telah dikoreksi untuk mobilitas dan 2) kota/kabupaten yang belum dipetakan,
dengan menggunakan prediksi angka pemetaan yang telah dikoreksi untuk mobilitas.
Model regresi akhir diperlihatkan dalam Tabel 4.
Berdasarkan pengkajian terhadap jenis lokasi yang dimasukkan ke dalam data pemetaan,
kami menerapkan penyesuaian untuk memperhitungkan ponci yang tidak mendatangi
lokasi-lokasi yang dilakukan pemetaan (“populasi tersembunyi”), sehingga kemungkinan
tidak tertangkap dalam pemetaan. Penyesuaian ini diambil dari jawaban-jawaban survei
STBP yang dilakukan pada tahun 2015 (Tabel 5). Untuk informasi lebih lanjut terkait
data STBP dan keterbatasan data STBP, lihat Lampiran 1.
Q867.
Dalam tahun
terakhir, apakah
Anda pernah
mengikuti
pertemuan/diskusi
kesehatan terkait
HIV?
* Juga menggunakan pertanyaan yang sama dalam data STBP 2013 untuk kota/kabupaten yang tidak melakukan
pemetaan pada tahun 2015 (WPS = Q608/Q803; Penasun = Q854; LSL = Q952)
Tidak ada data STBP di seluruh Provinsi, Estimasi rata-rata dari kota/kabupaten
tetapi tersedia dari kota/kabupaten lain di wilayah yang sama
di wilayah yang sama
Tidak ada data STBP di seluruh wilayah* Estimasi rata-rata dari semua
kota/kabupaten dalam STBP
* Sulawesi tidak tercakup dalam STBP 2015, jumlah orang berusia 15-49 tahun di wilayan ini adalah
sekitar 18 juta atau 7,2% dari populasi total
Survei Demografis dan Kesehatan Indonesia (SDKI)12 yang dilaksanakan pada tahun
2012 menunjukkan data pria yang sudah menikah yang membayar untuk berhubungan
seks dalam tahun terakhir berdasarkan kelompok umur dan Provinsi. SDKI juga
merupakan survei rumah tangga yang representatif secara nasional yang menggunakan
pengambilan sampel acak multi-tahap konvensional, yang diasumsikan dapat mewakili
seluruh populasi rumah tangga sehingga lebih sesuai untuk PSE dibandingkan dengan
STBP (untuk penghitungan pelanggan WPS dengan menggunakan data STBP seperti
di atas). Di antara 60,9% laki-laki berusia 15 sampai 49 tahun yang dilaporkan menikah
11 GARPR online reporting 2016, China 2013 HIV estimation and United Nations, Department of Economic and
Social Affairs, Populasi Division (2015). World Populasi Prospects: The 2015 Revision
12 BPS, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan, MEASURE DHS ICF
Internasional.2012 Demographic and Health Survey.
Untuk menentukan jumlah pelanggan WPS, diskusi melalui email dilakukan antar konsultan
AEM, konsultan lain, dan para pemangku kepentingan selama periode 27 September
sampai 3 October 2016. Konsultan AEM menyatakan bahwa proporsi ter-update untuk
negara-negara Asia berkisar dari 5% hingga 15.3%.13 Meskipun demikian, konsultan
lain beranggapan bahwa beberapa dari angka tersebut diperoleh dari laki-laki berisiko
tinggi. Saat ini, data pelanggan yang tersedia di Indonesia adalah dari STBP yang juga
datang dari laki-laki berisiko tinggi. Dengan demikian, data ini tidak dapat secara langsung
digunakan untuk menyesuaikan estimasi pelanggan di seluruh kota/kabupaten. Oleh
karena itu, tim PSE membuat sejumlah konsensus untuk masalah ini:
Dengan merata-ratakan 88 pelanggan per Waria per tahun, yang disesuaikan dengan
jumlah hari waria menjual seks per tahun, dan diperkirakan bahwa 69% Waria menjual
seks. Selain itu, 3% dari laki-laki berisiko tinggi melaporkan pernah membeli seks dari
waria dan 0,5% melaporkan membeli seks dari waria dalam tahun terakhir. Angka 0,5%
ini digunakan untuk menghitung estimasi jumlah pelanggan Waria per tahun.
13 HIV and AIDS Data Hub for Asia Pacific. Percentage of men who reported paying for sex in the last 12 months,
countries where data is available, 2006 - 2014
Perhitungan di atas mengahasilkan estimasi jumlah populasi final untuk WPS, LSL,
Waria, Penasun, dan Pelanggan WPS dan Pelanggan Waria seperti yang diungkapkan
dalam tabel di bawah ini. Estimasi jumlah tertinggi adalah untuk Pelanggan WPS yang
mencapai 5 juta dan estimasi terendah adalah untuk penasun yang hanya berjumlah
33 ribu. Tingkat keyakinan (CI) 95% relatif sempit untuk WPS, LSL, Pelanggan WPS
dan Pelanggan Waria tetapi relatif lebar waria dan Penasun.
PSE 2016 menggunakan metode regresi dan ekstrapolasi. Metode ini telah digunakan
di Indonesia sejak tahun 2009 dan disempurnakan dalam PSE 2012, dan metode
ekstrapolasi juga digunakan secara luas di dunia. Upaya untuk melakukan PSE secara
rutin merupakan bukti kuatnya komitmen Kementerian Kesehatan dan para pemangku
kepentingan untuk menyediakan data ilmiah bagi perencanaan program pencegahan
HIV/AIDS di Indonesia. Selain itu, PSE 2016 juga telah mengalami sejumlah perbaikan
dibandingkan dengan PSE sebelumnya (lihat paragraf di bawah), telah diperiksa dan
disepakati oleh para pemangku kepentingan utama dan relevan sebagai bagian dari
proses verifikasi (validitas rupa). Secara umum, para pemangku kepentingan nasional
dan regional menerima hasil PSE 2016 sebagai hasil yang dapat diandalkan, khususnya
untuk PSE di tingkat nasional dan provinsi.
Estimasi dalam PSE 2016 seperti yang tersaji pada Tabel 4 hanya merefleksikan
mereka yang sering mendatangi lokasi. Estimasi tersebut harus memasukkan sejumlah
penyesuaian untuk meningkatkan kemiripan mereka dengan jumlah populasi target
sebenarnya. Untuk menghindari kemungkinan penghitungan ganda pada data pemetaan
hotspot, data telah disesuaikan untuk mobilitas di dalam kota/kabupaten tersebut
sehingga kami tidak melakukan deflasi. Esktrapolasi dilakukan untuk kota/kabupaten
yang sudah dipetakan terhadap kota/kabupaten yang belum dipetakan. Terakhir, faktor
inflasi diterapkan untuk memperhitungkan anggota ponci yang tidak datang ke lokasi.
PSE final setelah penyesuaian dengan faktor inflasi menghasilkan jumlah setiap Ponci
secara nasional seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 7. Perbandingan dengan PSE
201214 (Tabel 8) memperlihatkan bahwa terdapat tren (kecenderungan) penurunan
untuk hampir semua Ponci, khususnya LSL, penasun, pelanggan WPS dan pelanggan
Waria. Meskipun jumlah WPS relatif sama, jumlah waria sedikit mengalami peningkatan.
Walau PSE 2016 menggunakan metode yang serupa dengan PSE 2012, PSE 2016
menggunakan lebih banyak sumber data dan memiliki penyesuaian yang berbeda
yang mungkin berkontribusi terhadap perbedaan tersebut. Tabel 8 memperlihatkan
perbandingan persentase PSE 2016 antara populasi total perempuan/laki-laki usia 15-45
tahun di Indonesia,10 dengan nilai umum regional di Asia. Meskipun demikian, banyak
dari laporan tersebut juga didasarkan pada estimasi atau prediksi. Misalnya, proporsi
WPS berada di kisaran nilai umum yang diketahui untuk wilayah Asia, tetapi data untuk
Indonesia juga datang dari estimasi sebelumnya di Indonesia.
PSE 2016 menghasilkan angka untuk LSL yang relatif jauh di bawah PSE 201215
(1.095.970) dan bahkan di bawah nilai umum di Asia.11 LSL yang diestimasi dalam
PSE 2016 terbatas pada mereka yang melakukan hubungan seks pada tahun terakhir,
sehingga memiliki definisi yang lebih sempit dibandingkan dengan PSE 2012. Jumlah
LSL yang dihasilkan dalam PSE 2012 adalah 1,6% dari jumlah laki-laki usia 15-49 tahun
di Indonesia pada tahun 2015. Meskipun demikian, angka ini telah diperdebatkan di
antara para pemangku kepentingan karena dianggap terlalu tinggi. Lebih jauh lagi, tidak
ada satu pun studi yang ada saat ini yang mendukung bahwa jumlah LSL mencapai
2% dari populasi laki-laki di Indonesia. Sebuah penelitian jejaring di tiga kota besar di
Indonesia memberikan kesan bahwa LSL tidak terlalu tersembunyi. Banyak di antara
mereka sering mengunjungi lebih dari satu hotspot satu kali sebulan. Sebagian besar
dari mereka mencari teman, dan 30% pada akhirnya menjalin hubungan seksual.
Sebuah penelitian berbasis web di Jakarta yang menilai pengunjung situs LSL selama
satu minggu menghasilkan 22.493 nomor telepon unik untuk mengakses setidaknya
satu web provider. Berdasarkan data BPS, orang rata-rata memiliki 2 – 3 telepon seluler
sehingga akan menghasilkan sekitar 7.648 atau 11.472 LSL di Jakarta. Angka ini berada
dalam kisaran PSE untuk Jakarta. Meskipun demikian, penelitian ini kurang memberikan
informasi yang jelas terkait metodenya karena tidak ada laporan yang sahih yang
dapat diperoleh. Selain itu, penelitian ini juga tidak dapat menghilangkan kemungkinan
penghitungan ganda LSL, dan tidak bisa memastikan bahwa hanya populasi LSL yang
mengakses website, dan penelitian ini dilakukan hanya selama satu minggu. Diskusi
dengan petugas lapangan LSL di Jakarta (25 Juli 2016) dan juga di Bali (14 Juli 2016)
menyimpulkan bahwa estimasi PSE 2012 untuk LSL terlalu tinggi. Namun, mereka juga
tidak dapat memberikan estimasi terbaik akibat kurangnya catatan individu LSL yang
berada di dalam jangkauan mereka. Meskipun demikian, kami menganggap bahwa ini
merupakan estimasi terbaik untuk situasi saat ini, tetapi akan perlu data pendukung
untuk PSE selanjutnya.
Pemetaan tahun 2014 dan 2015 dilaksanakan dengan menggunakan metode terstandar,
memiliki cakupan hotspot yang tinggi, dan tersedia di semua wilayah yang berarti akan
merefleksikan kota/kabupaten di Indonesia secara lebih baik. Meskipun demikian,
pemetaan terutama dilakukan di daerah perkotaan sehingga keterwakilan PSE untuk
daerah pedesaan lebih kecil daripada daerah perkotaan. Selain itu, definisi data pemetaan
ponci terbatas pada mereka yang secara langsung ditemui di tempat-tempat atau lokasi
tertentu (yaitu hotspot, bar, dll). Oleh karena itu, PSE ini tidak mencakup ponci yang
menggunakan cara lain (misalnya via internet, telepon seluler) untuk menemui pelanggan
atau pasangan mereka.
Salah satu tujuan estimasi PSE adalah untuk menetapkan target program AIDS. Seperti
yang telah diungkapkan dalam Gambar 1 dan 2 proses PSE dimulai dengan data
pemetaan yang mewakili subset ponci terkecil sampai ponci ditentukan dalam proses
PSE. Setiap subset ponci akan menghasilkan data untuk penggunaan yang berbeda-
beda. Ketika menggunakan estimasi jumlah untuk penetapan target, penting sekali untuk
memperhitungkan rancangan intervensi yang akan direncanakan, sub kelompok mana
yang akan ditarget, dan bagaimana indikator cakupan layanan ditentukan. Sebagai
contoh, suatu strategi pencegahan untuk WPS yang mencakup penjangkauan di tempat
hiburan untuk mempromosikan tes HIV dan membagikan kondom mungkin akan paling
baik dilakukan dengan menghitung target penjangkauan bulanan berdasarkan estimasi
jumlah WPS di hotspot yang belum disesuaikan untuk faktor inflasi (untuk populasi yang
tidak pergi ke lokasi). Di sisi lain, jika tujuannya adalah melakukan pemodelan epidemi di
kalangan WPS, maka “estimasi terbaik” yang mencakup faktor inflasi harus digunakan.
Meskipun demikian, dalam laporan ini kami hanya memberikan angka akhir yang telah
mempertimbangkan FI untuk semua ponci. Demikian pula, target untuk cakupan selama
satu tahun atau periode waktu yang lebih panjang (misalnya target tahuan jumlah LSL
yang dites HIV) harus menerapkan penyesuaian untuk turnover tahunan populasi LSL
ke dalam estimasi PSE yang ada dalam laporan ini.
16 Prasetyo et al. – Blood-borne viruses in drug abuser inmates. J Infect Dev Ctries 2013; 7(6):453-467
17 E. J. Nelwan et al. Blood-borne infections in an Indonesian prison. Tropical Medicine and Internasional Health. volume
15 no 12 pp 1491–1498 december 2010
18 Sawitri et al., Estimating the number of the people who inject drugs in Bali, 2010. Drug and Review (2012), p.1-5, DOI:
10.1111/j.1465-3362.2012.00428.x. APSAD Press
19 Vandepitte et al., 2006. Estimates of the number of female sex workers in different regions of the world. Sex Transm
Infect 2006;82(Suppl III):iii18–iii25. doi: 10.1136/sti.2006.020081 (Indonesia, based on 2002 PSE)
20 AIDS data hub, 2015. HIV and AIDS. Review on Slide. Female Sex Workers. Last update: December 2015
21 GARPR online reporting 2016, China 2013 HIV estimation and United Nations, Department of Economic and Social
Affairs, PopulationDivision (2015). World Population Prospects: The 2015 Revision online reporting 2016 (Indonesia
didasarkan pada PSE 2012)
22 Sam Winter, 2002. Counting kathoey.http://www.wariaasia.org/paper_counting_kathoey.htm
23 Sam Winter, 2002. Country Report: Thailand. http://wariaasia.org/country_report_thailand.htm
24 Gary J. Gates, Williams Institute. 2011. How many people are lesbian, gay, bisexual, and waria?
25 UNODC. Global trends in injecting and hiv. EMCDDA week on : measuring, understanding and Responding to drug
problems in Europe. 23-27 september 2013. http://www.emcdda.europa.eu/attachements.cfm/att_230536_EN_05.pdf
26 Mathers et al. 2008. Global epidemiology of injecting drug use and HIV among people who inject drugs: a systematic
review. www.thelancet.com Dipublikasikan online September 24, 2008 DOI:10.1016/S0140-6736(08)61311-2
b. Keterbatasan data prediktor disebabkan oleh data prediktor yang lebih mewakili
karakteristik populasi umum dan kurang sensitif untuk mendeteksi keberadaan ponci
di kota/kabupaten. Di antara semua sumber data yang digunakan untuk prediktor,
PODES menyumbang lebih banyak prediktor dibandingkan yang lain. Namun,
PODES didasarkan pada wawancara dengan orang kunci di kota/kabupaten,
umumnya kepala desa terkait untuk memberikan profil kota/kabupaten sehingga
mungkin bersifat subjektif.
c. Keterbatasan data STBP untuk digunakan sebagai sumber faktor inflasi atau deflasi:
• Pemilihan Provinsi dan kota/kabupaten masih belum acak (berbasis program,
fokus di kota besar dan di wilayah Jawa dan Sumatra)
• Pemilihan ponci untuk LSL dan Penasun menggunakan perekrutan teman
sebaya sehingga mungkin tidak representatif
Terakhir, tim estimasi ingin menekankan bahwa PSE 2016 ini akan menjadi estimasi
terbaik untuk situasi saat ini, tetapi PSE tetap merupakan suatu estimasi. Oleh karena itu,
penggunaanya harus mempertimbangkan semua atribut yang tercakup di dalam hasilnya.
Tabel A-1. Definisi Ponci dalam sumber data PSE: Pemetaan dan STBP
LSL Laki-laki yang berhubungan Laki-laki secara biologis berusia 15+ dan
seks dengan laki-laki lain berhubungan seks dengan laki-laki lain pada
tahun terakhir
Penasun Laki-laki atau perempuan Laki-laki atau perempuan berusia 15+ yang telah
yang menyuntik napza menyuntik napza pada
pada tahun terakhir tahun terakhir
menyuntik napza pada
tahun terakhir
Waria Laki-laki secara biologis Laki-laki secara biologis berusia 15+ yang dikenal
yang mengidentifikasi diri sebagai Waria oleh
sebagai perempuan teman-teman sebayanya
Daftar hotspot dan waktu puncak berkumpul di setiap hotspot dibuat di setiap kota/
kabupaten berdasarkan input dari pemangku kepentingan (Komisi Penanggulangan AIDS
provinsi dan kota/kabupaten, dinas pariwisata, dinas sosial, dan LSM) dan informasi dari
orang kunci sebelum proses pemetaan dilakukan. Pemetaan dilaksanakan di lebih dari
99% hotspot yang telah diidentifikasi. Pemetaan sejumlah hotspot tidak dilakukan akibat
keterbatasan waktu dan tim pemetaan cenderung memetakan hotspot-hotspot besar
terlebih dahulu. Data pemetaan disesuaikan untuk penghitungan ganda dan mobilitas
(di kota/kabupaten terkait. Tabel A-2 memaparkan distribusi dan proporsi pemetaan
setiap ponci di wilayah.
• Proporsi data pemetaan dari 2012: a= 46,5% (53 kota/kabupaten), b=33,65% (35 kota/kabupaten),
c= 63,2% (60 kota/kabupaten) dan proporsi data pemetaan dari 2014: d=100,0% (72 Kota/kabupaten)
• “Apakah Anda pergi ke hotspot lain untuk bertemu teman/pelanggan sebelum datang
ke sini?”
• “Apakah Anda berencana pergi ke hotspot lain untuk bertemu teman/pelanggan
hari ini/malam ini?”
• “Ketika Anda pergi untuk menemui teman/pelanggan Anda, berapa banyak hotspot
berbeda yang Anda kunjungi dalam satu hari/malam?”
Reliabilitas
Selama kegiatan pemetaan, petugas lapangan mengevaluasi reliabilitas informan kunci
dengan memberikan skor subjektif 1 (kurang) sampai 3 (paling) dapat diandalkan. Data
yang menerima skor reliabilitas tinggi saja yang digunakan.
Hasil kunjungan pertama dan kedua kemudian dibahas di antara surveyor dan angka
akhir dibuat sebagai konsensus jumlah yang disepakati di antara para surveyor tersebut.
Pemetaan tidak sesuai untuk digunakan ketika proporsi populasi yang datang ke lokasi
relatif kecil. Saat ini tidak ada bukti yang tersedia untuk menilai aspek ini di Indonesia.
Dalam pertemuan pengkajian, tim PSE lokal memaparkan beberapa faktor yang
menunjukkan bahwa proporsi ponci yang mendatangi lokasi mungkin sebenarnya menurun
karena di antaranya akibat semakin banyaknya digunakan aplikasi telepon seluler jejaring
geo-sosial di kalangan LSL, WPS dan Waria dan karena semakin meningkatnya stigma,
implementasi aspek hukum dan sosial yang tidak toleran sehingga menyebabkan ponci
tetap tersembunyi dan menjauh dari lokasi pertemuan umum.
Bentuk fungsional Linier, Poisson dan binomial Linier, Poisson dan binomial negatif
model regresi negatif dihitung. dihitung.
Bentuk fungsional dipilih Di antara ketiga regresi, regresi
berdasarkan diagnostik di atas: linier memberikan hasil paling
Linier untuk WPSL, WPSTL, LSL masuk akal untuk semua Ponci
Binomial Negatif untuk Penasun
R2model regresi WPSL 66%; WPSTL 52% WPS: 71%
LSL 44% LSL: 26%
Penasun: 71% Penasun: 21%
Waria: 74% Waria: 24%
Penyesuaian lain
Penyesuaian mobilitas untuk Tidak dimasukkan Dimasukkan
memperhitungkan
kemungkinan
penghitungan ganda
di seluruh tempat
Faktor inflasi untuk • Faktor inflasi diperoleh dari • Faktor inflasi diperoleh dari STBP
memperhitungkan STBP 2009 dan 2011 2013, STBP 2015. Namun,
Ponci yang tidak datang • Di kota/kabupaten yang akhirnya
ke lokasi yang sering tidak memiliki data STBP, FI berikut ini yang digunakan:
didatangi Ponci yang rata-rata data STBP tingkat o Untuk LSL – berdasarkan
dipetakan provinsi digunakan konsensus pemangku
• Di kota/kabupaten yang tidak kepentingan dan komunitas
memiliki data STBP di seluruh o WPS dan waria –
provinsinya, faktor dirata- berdasarkan STBP 2013
ratakan dari kota/kabupaten dan 2015
lain yang masuk dalam STBP o Penasun – berdasarkan
dalam kategori GFATM yang STBP 2013 dan 2015
sama
• LSL: Faktor dari 5,0 sampai 11,8
• Penasun: Faktor dari 1,2 sampai 2,9
• WPS, Waria: tidak ada
PSE pelanggan
PSE pelanggan WPS Berdasarkan estimasi jumlah Berdasarkan SDKI (2%), Asian
pelanggan WPS per tahun dalam common (5-7%)13, dan
STBP dikalikan dengan estimasi konsensus setelah
jumlah WPS. perhitungan dari hasil STBP
Dipisahkan antara WPSL dan (7,5% dari rata-rata populasi
WPSTL Tidak dipisah antara pelanggan
WPSL dan WPSTL
PSE pelanggan Waria Berdasarkan estimasi jumlah STBP 2015 menyatakan 0,5%
pelanggan Waria per tahun laki-laki berisiko tinggi membeli
dalam STBP dikalikan dengan seks dari waria selama
estimasi jumlah waria. tahun terakhir. Angka ini
dikalikan dengan jumlah laki-laki
usia 15-49 tahun di kota
kabupaten berdasarkan
sensus proyeksi populasi 2015.
Metodologi estimasi jumlah yang digunakan pada tahun 2012 menghasilkan estimasi-
estimasi yang cukup matang di tingkat nasional tetapi keakuratan estimasi di tingkat kota/
kabupaten memiliki ketidakpastian yang lebih besar dan kemungkinan sangat bervariasi
dari satu kota/kabupaten ke kota/kabupaten lain. Sejauh estimasi akan digunakan untuk
menghitung target cakupan program tingkat kota/kabupaten dan menilai kinerja program
dalam menjangkau Ponci dan ODHA dengan informasi dan layanan terkait HIV, tim
estimasi merasa bahwa partisipasi lebih lanjut dari provinsi dan kota/kabupaten dalam
penentuan angka akhir diperlukan.
Dengan demikian, estimasi tingkat provinsi dan kota/kabupaten yang dihasilkan seperti
yang dipaparkan di atas dikirimkan ke setiap Provinsi untuk dikaji. Provinsi diberi otoritas
untuk melakukan penyesuaian terhadap estimasi jumlah di kota/kabupaten berdasarkan
informasi dan data yang dimilikinya sementara estimasi nasional dan provinsi dianggap
sudah tetap. Pembatasan tersebut diperlukan untuk memastikan adanya rekonsiliasi
antara estimasi jumlah Ponci dan ODHA di tingkat kota/kabupaten, provinsi, dan nasional.
Untuk mengestimasi jumlah pelanggan pekerja seks, tim mengambil rata-rata jumlah
pelanggan per tahun, yang disesuaikan dengan hari kerja, yang dilaporkan oleh WPSL
(131 pelanggan per tahun) dan WPSTL (143 pelanggan per tahun) dalam STBP 2015
dengan menggunakan rumus berikut:
1. Menghitung jumlah pelanggan per WPS (WPSL dan WPSTL) per tahun
Provinsi LSL
Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 12.194 7.312 17.257
Sumatera Utara 41.867 34.804 49.132
Sumatera Barat 14.469 10.476 18.654
Riau 18.754 16.113 21.397
Jambi 9.983 7.559 12.405
Sumatera Selatan 24.123 20.381 27.868
Bengkulu 6.061 3.860 8.262
Lampung 21.972 18.665 25.273
Kep. Bangka Belitung 3.996 2.456 5.538
Kepulauan Riau 10.237 8.926 11.777
DKI Jakarta 60.696 59.469 62.017
Jawa Barat 138.606 132.662 144.548
Jawa Tengah 77.722 70.013 85.427
DI Yogyakarta 12.646 11.545 13.746
Jawa Timur 99.075 90.709 107.443
Banten 45.492 43.732 47.256
Bali 13.306 11.322 15.287
Nusa Tenggara Barat 13.650 11.448 15.851
Nusa Tenggara Timur 11.763 7.063 16.611
Kalimantan Barat 13.097 10.009 16.179
Kalimantan Tengah 7.095 4.126 10.178
Kalimantan Selatan 11.684 8.820 14.550
Kalimantan Timur 12.752 10.711 14.956
Kalimantan Utara 2.409 1.500 3.511
Sulawesi Utara 7.085 4.095 10.389
Sulawesi Tengah 7.851 5.058 10.714
Sulawesi Selatan 24.331 19.046 29.618
Sulawesi Tenggara 6.628 3.935 9.710
Gorontalo 3.959 2.638 5.279
Sulawesi Barat 3.720 2.398 5.042
Maluku 5.048 2.931 7.470
Maluku Utara 3.386 1.559 5.588
Papua Barat 1.944 762 4.807
Papua 6.709 2.538 13.100
NASIONAL 754.310 648.641 866.840
Provinsi WPS
Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 2.710 583 7.570
Sumatera Utara 14.234 8.079 21.943
Sumatera Barat 12.783 8.901 17.797
Riau 7.181 4.569 9.796
Jambi 4.544 1.986 7.188
Sumatera Selatan 7.630 4.235 11.323
Bengkulu 1.304 566 3.255
Lampung 7.532 4.534 10.717
Kep. Bangka Belitung 3.313 1.072 5.645
Kepulauan Riau 4.705 3.273 6.664
DKI Jakarta 21.405 17.444 25.386
Jawa Barat 25.281 17.806 34.220
Jawa Tengah 8.938 3.566 18.599
DI Yogyakarta 3.511 1.356 6.181
Jawa Timur 12.672 6.244 24.661
Banten 5.476 3.552 8.012
Bali 5.188 3.431 6.955
Nusa Tenggara Barat 2.127 1.131 3.212
Nusa Tenggara Timur 1.470 141 3.998
Kalimantan Barat 11.593 6.231 17.316
Kalimantan Tengah 5.208 1.580 11.181
Kalimantan Selatan 9.148 4.559 14.662
Kalimantan Timur 14.034 8.879 19.459
Kalimantan Utara 2.219 1.243 4.128
Sulawesi Utara 3.059 898 7.275
Sulawesi Tengah 6.052 1.663 10.801
Sulawesi Selatan 15.303 7.711 23.144
Sulawesi Tenggara 2.058 642 5.400
Gorontalo 746 111 2.722
Sulawesi Barat 1.376 250 3.076
Maluku 1.741 846 3.550
Maluku Utara 155 0 1.367
Papua Barat 542 326 1.780
Papua 1.553 706 5.330
NASIONAL 226.791 128.114 364.313
Provinsi Waria
Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 1.992 222 4.338
Sumatra Utara 3.038 914 5.668
Sumatra Barat 902 168 2.501
Riau 1.264 525 2.000
Jambi 946 215 1.757
Sumatra Selatan 1.612 483 2.819
Bengkulu 572 85 1.206
Lampung 1.248 386 2.155
Kep. Bangka Belitung 205 33 721
Kepulauan Riau 450 118 953
DKI Jakarta 1.103 644 1.590
Jawa Barat 4.073 2.471 5.711
Jawa Tengah 3.806 1.826 5.829
DI Yogyakarta 293 36 662
Jawa Timur 4.268 1.606 7.112
Banten 1.623 1.020 2.217
Bali 674 204 1.214
Nusa Tenggara Barat 679 209 1.361
Nusa Tenggara Timur 616 45 2.510
Kalimantan Barat 1.303 287 3.051
Kalimantan Tengah 562 7 2.298
Kalimantan Selatan 1.231 214 2.470
Kalimantan Timur 704 174 1.459
Kalimantan Utara 115 0 793
Sulawesi Utara 965 300 2.054
Sulawesi Tengah 294 4 1.575
Sulawesi Selatan 1.852 605 3.440
Sulawesi Tenggara 670 103 2.008
Gorontalo 136 0 557
Sulawesi Barat 129 3 748
Maluku 178 9 1.824
Maluku Utara 334 28 1.682
Papua Barat 159 8 3.237
Papua 932 86 10.120
NASIONAL 38.928 13.038 89.640
Provinsi Penasun
Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 147 0 2.260
Sumatra Utara 1.393 221 4.732
Sumatra Barat 936 237 2.601
Riau 602 183 1.657
Jambi 454 76 1.441
Sumatra Selatan 1.047 276 2.505
Bengkulu 227 40 1.131
Lampung 843 254 2.126
Kep. Bangka Belitung 277 67 917
Kepulauan Riau 690 351 1.341
DKI Jakarta 1.705 1.048 2.764
Jawa Barat 6.053 3.774 8.861
Jawa Tengah 3.433 1.527 6.527
DI Yogyakarta 313 136 802
Jawa Timur 2.824 859 6.592
Banten 2.105 1.548 3.631
Bali 516 193 1.366
Nusa Tenggara Barat 702 250 1.604
Nusa Tenggara Timur 395 40 2.589
Kalimantan Barat 1.302 440 2.842
Kalimantan Tengah 814 181 2.377
Kalimantan Selatan 466 168 2.003
Kalimantan Timur 1.242 534 2.550
Kalimantan Utara 370 56 950
Sulawesi Utara 664 94 2.045
Sulawesi Tengah 478 11 1.679
Sulawesi Selatan 2.305 888 4.620
Sulawesi Tenggara 329 103 1.666
Gorontalo 24 0 605
Sulawesi Barat 65 0 641
Maluku 594 168 1.663
Maluku Utara 177 0 1.161
Papua Barat 0 0 0
Papua 0 0 0
NASIONAL 33.492 14.016 88.812