Anda di halaman 1dari 52

ii ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016

KATA PENGANTAR

Estimasi jumlah individu di antara populasi kunci dengan risiko tinggi terhadap HIV
(Ponci) sangat penting untuk mengadvokasi sumber daya, memprioritaskan pencegahan
dan aktivitas program lainnya, memprediksi jumlah orang yang hidup dengan HIV-AIDS
(ODHA) dan dampak dari Epidemi HIV melalui pemodelan, serta menilai cakupan program.
Estimasi jumlah populasi (PSE) merupakan komponen penting dalam pengawasan serta
pemantauan dan evaluasi.

Kementerian Kesehatan mulai melaksanakan estimasi jumlah populasi (PSE) sejak tahun
2002. Metode PSE terus diperbarui dan diperbaiki untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik. Laporan Estimasi Jumlah Populasi Kunci tahun 2016 merupakan pembaharuan
laporan Estimasi Populasi Kunci Terdampak HIV pada tahun 2012 yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan pada tahun 2014. Laporan ini menggambarkan situasi yang
komprehensif dan dapat dipahami dalam kaitannya dengan jumlah dari populasi kunci
yang terkena dampak HIV sampai ke tingkat kabupaten/kota.

Hasil estimasi pada tahun 2012 menunjukkan bahwa ada 7,4 sampai 10,2 juta orang
dengan nilai rata-rata sekitar 8,8 juta populasi kunci. Hasil estimasi ini kemudian
dimasukkan dalam perhitungan estimasi dan proyeksi HIV / AIDS di Indonesia pada
tahun 2011-2016. Latihan PSE 2016 menghasilkan perkiraan ukuran populasi akhir dari
FSW, LSL, Waria, PWID, dan Klien FSW dan Waria yang perkiraan tertinggi adalah klien
FSW yang berjumlah 5 juta, dan perkiraan ukuran terkecil adalah PWID yang hanya
memperhitungkan 33 ribu. Hasil estimasi ini digunakan juga dalam perhitungan estimasi
dan proyeksi HIV/AIDS tahun 2015-2020.

Proses estimasi ukuran populasi kunci telah melalui proses yang panjang dan kompleks
yang melibatkan berbagai mitra terkait. Metodologi dan hasil estimasi ini telah dikaji
oleh sekelompok ahli dan dipresentasikan kepada pemangku kepentingan. Hasil kajian
tersebut menyatakan bahwa dengan segala keterbatasan yang ada dalam perhitungan
estimasi ini, hasilnya adalah hasil terbaik yang bisa didapat dengan data yang tersedia
pada saat perhitungan dilakukan.

Kami menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada semua pihak atas perhatian,
bantuan dan kontribusi dalam persiapan, implementasi, dan peningkatan kegiatan estimasi.
Semoga buku ini bermanfaat untuk program pengendalian HIV-AIDS, tidak hanya untuk
Kementerian Kesehatan, tetapi juga untuk semua mitra kerja pengendalian HIV-AIDS.

Jakarta, Februari 2017


Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

dr. H. Mohamad Subuh, MPPM


NIP 196201191989021001

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 iii


DAFTAR KONTRIBUTOR

TIM KERJA

Anak Agung Sagung Sawitri - WHO/Konsultan; Ari Wulan Sari – Kementerian Kesehatan;
Dwi Rahmadini - Komisi Penanggulangan AIDS Nasional; Irma Siahaan –komisi
Penanggulangan AIDS Nasional; Lely Wahyuniar –UNAIDS; Leonita Agustine—UNAIDS;
Muhardi Kahar –Badan Pusat Statistik; Rizky Hasby – Kementerian Kesehatan; Sigit Ari
Saputro – Universitas Airlangga; Yori Novrianto – FHI 360.

PENULIS
Anak Agung Sagung Sawitri – WHO/Konsultan

PENINJAU
Siti Nadia Tarmizi – Kementerian Kesehatan; Endang Budi Hastuti – Kementerian
Kesehatan; Triya Novita Dinihari – Kementerian Kesehatan; Irawati Panca – Kementerian
Kesehatan; Gerald Jacobson – WHO/Konsultan; Lisa G. Johnston – FHI360/Konsultan;
Dongbao Yu – WHO; Taoufik Bakkali – UNAIDS; Fetty Wijayanti – WHO; Geoffrey Nan
Li – UNICEF; Caroline Francis – FHI 360; Siti Sulami – FHI 360; Indang Trihandini –
Universitas Indonesia; Mondastri Korib – Universitas Indonesia; Rossy – Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat; Aan Hermawan – Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

KONTRIBUTOR
Asep Hardiansyah – GWL Ina; Ayu Oktariani – IPPI; Christian – Gaya Dewata; Christian
P. – Kios Atmajaya; Citra Wahyuningsih – VCT Sanglah; Cok Istri Sri Dharma Astiti –
Dinas Kesehatan Provinsi Bali; D W Wirma – KPA Provinsi Bali; Dewa Nyoman Wirawan
– Udayana / Yayasan Kerti Praja; Dewi Dian – VCT Sanglah; Eva Kartikasari – YKS; Fais
Abdillah – Yakeba; Fonny J Silvanus – NAC; Gde Agus Suryadinata – Dinas Kesehatan
Provinsi Bali; Hartini – IPPI; I Made Adi Wiguna – Dinas Kesehatan Provinsi Bali; I Made
Ari Sudana – KPA Provinsi Bali; I N Kenyem Subagja – Dinas Kesehatan Provinsi Bali; I
N Sudiyasa – Dinas Kesehatan Provinsi Bali; Irawati – Kementerian Kesehatan; Komang
Ayu Trisna – VCT Sanglah; Kon Sriwiyartini – RS Sanglah; Luh Putu Musnitarini – Dinas
Kesehatan Provinsi Bali; M. Syamsoel – Orbit; Made Ratri – VCT Sanglah; Marstyo
Catur – YSS; Ni Luh KD Sri Sastradewi – Dinas Kesehatan Provinsi Bali; Ni Nyoman Sri
Sutarmi – VCT Sanglah; Ni Putu Putri Pratiwi – Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten
Badung; Novita E Wuntu – Citra Usada Indonesia; Otto Sugiarto – Yayasan Dua Hati;
Pipiet Laksmono – GWL Ina; Priscillia Anastasia – WHO DKI Jakarta; Puji Suryantini -
WHO Indonesia; Rediscoveri – YKB; Resti –Bandungwangi; Retno Mulyaningsih – GF
AIDS; Rosidin MA– YIM; Saban – Karisma; Saiman – Bandungwangi; Tetty Rahmawati
– USAID; Tiara Nisa – WHO Indonesia; Titik Suwarti – Kementerian Kesehatan; Vinny
Sutriani – Kementerian Kesehatan; Yahya Anshori – KPA Provinsi Bali; Yenny Tju.

iv ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


RINGKASAN EKSEKUTIF

Estimasi jumlah populasi (Population size estimates, PSEs) merupakan komponen penting
dalam merencanakan dan mengevaluasi program pencegahan HIV serta memproyeksikan
Orang yang Hidup dengan HIV-AIDS (ODHA) di Indonesia di masa datang. PSE 2016
merupakan kerjasama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional (KPAN), Badan Pusat Statistik, dan Universitas dengan dukungan teknis
dari WHO, UNAIDS, dan FHI Linkages. Hasil estimasi telah dinilai dalam hal validitas
rupa (face validity) oleh para pemangku kepentingan dan komunitas yang terkait.

Indonesia telah memulai PSE sejak tahun 2002. Metode PSE terus diperbarui dan
ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. PSE yang dilakukan pada tahun
2016 mengadopsi metode PSE 2012 dengan beberapa perbaikan dalam hal sumber
data tambahan yang lebih bervariasi dan telah diperbarui, menggunakan konsep-konsep
teoretis dalam pemilihan prediktor, dan mengimplementasikan faktor-faktor penyesuaian.
Populasi kunci (Ponci) yang diestimasi mencakup wanita pekerja seks (WPS), laki-laki
seks dengan laki-laki (LSL), waria, dan pengguna napza suntik (Penasun). Pelanggan
WPS dan pelanggan waria juga turut diestimasi.

PSE 2016 menggunakan model regresi multivarian untuk mengekstrapolasi hasil estimasi
berdasarkan pemetaan yang dilakukan di sejumlah tempat (“lokasi”) yang sering didatangi
oleh Ponci di kota/kabupaten terpilih, terhadap kota/kabupaten yang tidak melaksanakan
pemetaan untuk memperoleh PSE nasional. Penyesuaian lebih lanjut dilakukan pada
hasil estimasi untuk memperhitungkan anggota Ponci yang mungkin tidak terefleksi
dalam angka-angka pemetaan.

Data utama yang digunakan untuk memprediksi estimasi jumlah adalah data pemetaan
dan STBP 2015. PSE 2016 dimulai dengan penilaian data dan proses pemerolehan data
tersebut. Langkah selanjutnya adalah memilih variabel-variabel prediktor untuk model
ekstrapolasi berdasarkan kerangka teori dan kebermaknaan statistik. Langkah ini diikuti
dengan pengembangan dan pencocokan (fitting) model regresi terhadap data pemetaan,
dan menggunakan model yang telah dicocokkan tersebut (fitted) untuk mengekstrapolasi
angka pemetaan di kota/kabupaten yang belum dipetakan. Penyesuaian lebih lanjut
pada hasil estimasi juga dilakukan untuk mempertimbangkan anggota Ponci yang tidak
datang ke lokasi. Selain itu, perhitungan tambahan dilakukan untuk menyesuaikan angka
pemetaan menjadi angka yang mewakili jumlah Ponci selama periode 12 bulan. Hasil
estimasi juga dinilai dalam hal validitas rupa (face validity) dan revisi yang dilakukan
bisa merupakan hasil konsensus antara para pemangku kepentingan dan para ahli.

Hasil utama PSE 2016 adalah sebagai berikut:

• Estimasi jumlah Ponci yang diperoleh dari model regresi dan penyesuaian adalah:
WPS 226.791 (128.114, 364.313), LSL 754.310 (648.641, 866.840), waria 38.928
(13.038, 89.640), dan penasun 33.492 (14.016, 88.812).

• Estimasi jumlah Ponci yang diperoleh dari pengalian dengan angka proporsi populasi
kunci di Asia dan konsensus: pelanggan WPS 5.254.065 (4.415.776, 6.159.431)

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 v


• Estimasi jumlah Ponci yang diperoleh dari pengalian hasil PSE dengan angka
proporsi dari STBP: Pelanggan Waria waria 350.119 (327.596, 375.236)

Sejumlah diskusi telah dilakukan untuk menetapkan hasil estimasi tersebut di atas.
Berikut ini adalah poin-poin utama yang didiskusikan:

• Estimasi jumlah WPS stabil dan mirip dengan PSE 2012, serta sejalan dengan
kisaran jumlah WPS secara umum di Asia.

• Estimasi jumlah LSL jauh lebih rendah dari jumlah pada PSE 2012, dan juga lebih
rendah dari kisaran jumlah umum di Asia. Kondisi ini disebabkan penggunaan
angka inflasi melalui suatu konsensus karena saat ini tidak ada data pendukung
yang akurat untuk dipergunakan sebagai angka inflasi. Sedangkan faktor inflasi
untuk LSL pada PSE tahun 2012 masih diperdebatkan.

• Estimasi jumlah Waria sedikit lebih tinggi daripada pada PSE 2012 dan jauh lebih
rendah daripada di negara lain. Meskipun demikian, jumlah ini dapat diterima dalam
hal validitas rupa (face validity).

• Estimasi jumlah Penasun jauh lebih rendah daripada pada PSE 2012 dan laporan
lain. Meskipun demikian, terdapat data pendukung terhadap keakuratan angka ini.

• Jumlah pelanggan WPS lebih rendah daripada pada PSE 2012 tetapi masih dalam
kisaran Asia secara umum. Sebagian besar data pelanggan yang tersedia berasal
dari lelaki berisiko tinggi. Dengan demikian, konsensus harus digunakan untuk
memperoleh estimasi akhir.

• Pelanggan waria lebih rendah daripada PSE 2012 tetapi tidak ada data pendukung
yang tersedia.

PSE 2016 tetap memiliki keterbatasan. Meskipun metode statistik yang digunakan canggih,
data yang digunakan masih memiliki beberapa kelemahan dan pasti memengaruhi hasil
PSE. Demikian pula, estimasi menghasilkan angka yang kurang dapat diandalkan di
tingkat kota/kabupaten. Selain itu, masih banyak konsensus yang harus dibuat selama
pembuatan PSE yang mungkin mengandung kesalahan.

Dalam batas tertentu, angka-angka ini merupakan yang terbaik yang dapat digunakan
dalam perencanaan dan evaluasi program. Dengan mengingat bahwa angka-angka ini
adalah hasil estimasi, diperlukan pemahaman mengenai cara penggunaan hasil PSE.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengembangkan kapasitas staf kesehatan
di tingkat provinsi dan kota/kabupaten terkait PSE dan atribut-atributnya. Peningkatan
lebih lanjut untuk sumber data utama masih diperlukan.

vi ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


GLOSARIUM

AEM : AIDS Epidemic Modeling


BPS : Badan Pusat Statistik
FI : Faktor Inflasi
STBP : Survei Terpadu Biologis dan Perilaku
FHI Linkages : Family Health International Linkage (FHI360)
HIV : Human Immunodeficiency Virus
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
KPAN : Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
LSL : Laki-laki seks dengan laki-laki
ODHA : Orang yang Hidup dengan HIV
Penasun : Pengguna Napza Suntik
PODES : Survei Potensi Desa
Ponci : Populasi Kunci
PSE : Population Size Estimate (Estimasi Jumlah Populasi)
UNAIDS : United Nations on AIDS
WHO : World Health Organization (Badan Kesehatan Dunia)
WPS : Wanita Pekerja Seks
WPSL : Wanita Pekerja Seks Langsung
WPSTL : Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung
SAKERNAS : Survei Angkatan Kerja Nasional
SUSENAS : Survei Sosial Ekonomi Nasional

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 vii


viii ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................iii
DAFTAR KONTRIBUTOR................................................................................................... iv
RINGKASAN EKSEKUTIF.................................................................................................. v
GLOSARIUM .................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ix
1. LATAR BELAKANG..................................................................................................... 1
2. METODOLOGI.............................................................................................................. 3
2.1. Tujuan .................................................................................................................. 3
2.2 Gambaran Umum Proses PSE............................................................................. 3
2.3. Definisi Ponci........................................................................................................ 4
3. LANGKAH-LANGKAH PENGHITUNGAN PONCI......................................................... 7
3.1. Pengkajian data pemetaan................................................................................... 7
3.2. Ekstrapolasi penghitungan pada kota/kabupaten yang dipetakan terhadap
kota/kabupaten yang tidak dipetakan dengan model regresi.............................. 7
3.3. Menggunakan faktor inflasi untuk memperhitungkan ponci yang tidak pergi
ke lokasi................................................................................................................ 14
3.4. Mengestimasi Jumlah Pelanggan Wanita Pekerja Seks....................................... 17
3.5. Mengestimasi Jumlah Pelanggan Waria............................................................... 18
4. HASIL .................................................................................................................. 19
5. Pembahasan............................................................................................................... 20
Lampiran 1. Sumber dan Keterbatasan Pemetaan dan STBP.................................... 25
Lampiran 2. Perbandingan PSE 2012 dengan PSE 2016........................................... 30
Lampiran 3. Penyesuaian estimasi jumlah Ponci tingkat kota/kabupaten untuk
digunakan dalam penetapan target cakupan program dan menilai
kinerja program......................................................................................... 34
Lampiran 4. Penghitungan Pelanggan dengan Menggunakan
Metode PSE 2012..................................................................................... 35
Lampiran 5. Hasil PSE Berdasarkan Provinsi.............................................................. 36
Lampiran 6. Kriteria informasi Akaike........................................................................... 40

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 ix


1 LATAR BELAKANG

Estimasi jumlah individu pada populasi kunci (Ponci) yang memiliki risiko lebih tinggi untuk
terpapar HIV sangat penting untuk advokasi terkait sumber daya, prioritas pencegahan
dan kegiatan program lain di suatu kelompok, memprediksi jumlah orang yang hidup
dengan HIV-AIDS (ODHA) dan dampak epidemi HIV melalui pemodelan, serta menilai
cakupan program. 1Estimasi jumlah populasi (population size estimate, PSE) merupakan
komponen penting surveilans serta monitoring dan evaluasi.

Di Indonesia, Sub Direktorat HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan beberapa kali estimasi jumlah ponci pada
tahun 2002, 2004, 2006, 2009, dan 2012.2 Indonesia membuat estimasi jumlah pada
enam ponci yaitu: laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), wanita pekerja seks (WPS),
pelanggan wanita pekerja seks, pengguna napza suntik (Penasun), Waria (wanita pria),
dan pelanggan waria pekerja seks. Dari seluruh negara di dunia, Indonesia merupakan
salah satu dari 38 negara yang membuat estimasi jumlah di tingkat nasional dengan
menggunakan metodologi yang terdokumentasi baik untuk semua ponci.3

Tantangan utama yang dihadapi oleh semua negara dalam estimasi jumlah ponci pada
tingkat nasional karena data ponci umumnya hanya tersedia secara terbatas pada
beberapa pusat-pusat kota yang digunakan sebagai tempat studi PSE, pemetaan, dan/
atau survei terpadu biologis dan perilaku (STBP). 4 Ponci seringkali tersembunyi dan
sulit dijangkau sehingga survei konvensional dan metode pemilihan sampel seringkali
tidak dapat dilaksanakan dengan baik pada kelompok ini.5 Meskipun terdapat beberapa
metode untuk estimasi jumlah, semua metode ini mengandung bias dan memiliki tingkat
kesalahan statistik yang tinggi (misalnya interval keyakinan yang lebar). Mulai tahun 2009,
Indonesia mengadopsi strategi statistik yang canggih dengan menggunakan model regresi
multivarian untuk mengekstrapolasi estimasi berdasarkan pemetaan yang dilaksanakan
di tempat-tempat yang seringkali didatangi oleh ponci (“lokasi”) di kota/kabupaten terpilih
terhadap kota/kabupaten lain yang belum melaksanakan pemetaan untuk memperoleh
PSE nasional. Pendekatan ini juga mencakup penyesuaian-penyesuaian tambahan
pada hasil estimasi untuk memperhitungkan anggota ponci yang mungkin tidak terefleksi
dalam angka pemetaaan. Indonesia merupakan salah satu dari 13 negara di dunia
yang menggunakan pemodelan regresi untuk menghasilkan estimasi nasional.2 Pada
tahun 2012, PSE untuk ponci diestimasi dengan menggunakan metode pemodelan
ini berdasarkan data pemetaan 2010. Namun, hasil PSE mungkin telah menghasilkan

1. UNAIDS/WHO Working Group on Global HIV/AIDS and STI Surveillance. Guidelines on Estimating the Size of
Populations Most at Risk to HIV. 2010. Geneva, Switzerland.
2. Kementerian Kesehatan Indonesia. 2012 Estimasi Jumlah Populasi Kunci Terdampak (PKT). 2014. Jakarta,
Indonesia.
3. Sabin K, Zhao J, Garcia Calleja JM, Sheng Y, Arias Garcia S, Reinisch A, et al. Availability and Quality of Size
Estimations of Female Sex Workers, Men Who Have Sex with Men, People Who Inject Drugs and Waria Women
in Low- and Middle-Income Countries. Sandstrom P, editor. PLoS One. 2016. 11(5):e0155150. Tersedia di: http://
dx.plos.org/10.1371/journal.pone.0155150.
4. Yu D, Calleja JMG, Zhao J, Reddy A, Seguy N. Estimating the Size of Key Populations at Higher Risk of HIV
infection: a Summary of Experiences and Lessons Presented During a Technical Meeting on Size Estimation
among Key Populations in Asian Countries. West PacificSurvey Response. 2014;5(3).
5. Magnani R, Sabin K, Saidel T, Heckathorn D. Review of sampling hard-to-reach and hidden populations for HIV
surveillance. AIDS 2005;19:S67-S72.

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 1


estimasi yang terlalu rendah atau berlebihan akibat kualitas data pemetaan yang belum
terstandar. Laporan akhir merekomendasikan agar kegiatan pemetaan di masa depan
harus mengikuti proses yang lebih teliti dan menggunakan protokol standar. Pada tahun
2014, kegiatan pemetaan terstandar dilakukan pada ponci dan membuat perbaikan
dalam hal menilai mobilitas atau frekuensi kunjungan, melakukan lebih dari satu kali
kunjungan ke hot spot, mengumpulkan data dari anggota ponci maupun populasi non-
kunci di lokasi-lokasi terpilih, dan memasukkan wilayah-wilayah dengan kepadatan ponci
rendah dan menengah selain wilayah dengan kepadatan ponci yang tinggi.

Model regresi yang digunakan untuk ekstrapolasi 2016 ini disusun dengan menggunakan
pemetaan 2012 hingga 2015 yang dilakukan di lebih dari 70 kota/kabupaten (dari 511 kota/
kabupaten dan 34 provinsi di seluruh Indonesia), menyasar tempat-tempat yang diketahui
sebagai tempat ponci berkumpul (“lokasi” atau “hotspot”). Selama pemetaan, jumlah
ponci yang mendatangi hotspot diestimasi oleh anggota ponci setempat dan pemangku
kepentingan terkait dalam beberapa pertemuan. Selain itu, tim lapangan mengunjungi
setiap lokasi di waktu-waktu ponci banyak berkumpul untuk memastikan penghitungan
maksimal anggota ponci yang ada di tempat tersebut. Angka-angka pemetaan ini hanya
tersedia di kota/kabupaten yang melakukan pemetaan, namun variabel-variabel prediktor
dalam model ekstrapolasi diperoleh dari sensus nasional dan survei sosial kesehatan
yang berskala nasional, sehingga memberikan dasar untuk mengekstrapolasi angka-
angka pemetaan terhadap kota/kabupaten yang tidak dilakukan pemetaan.

Proses PSE 2016 di Indonesia terdiri dari beberapa langkah, termasuk penilaian data
dan proses memperoleh data pemetaan, pemilihan variabel prediktor untuk model
ekstrapolasi, pengembangan dan pencocokan (fitting) model regresi terhadap data
pemetaan, penggunaan model yang telah dicocokkan (fitted) untuk mengekstrapolasi
angka pemetaan ke kota/kabupaten yang belum dipetakan, penyesuaian hasil estimasi
untuk memperhitungkan anggota-anggota ponci yang tidak datang ke lokasi, perhitungan
tambahan untuk mengkonversi angka-angka pemetaan menjadi angka yang mewakili
jumlah ponci selama periode 12 bulan, dan penilaian hasil estimasi dalam hal validitas
rupa (face validity).

Pada bulan Maret dan November 2016, Kemenkes telah melakukan PSE yang terbaru. Dari
tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2016, para ahli teknis yang mewakili WHO, FHI360, UNICEF
dan UNAIDS bertemu di Bandung, Indonesia dengan para ahli statistik, metodologi, dan
program manager dari Kementerian Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
(KPAN), Badan Pusat Statistik, Universitas Airlangga, dan Universitas Udayana. Dalam
pertemuan ini diperoleh rekomendasi untuk menyempurnakan metodologi PSE sehingga
memperoleh hasil yang lebih akurat . Pertemuan kelompok kerja lain dilaksanakan
pada bulan Juli 2016 dengan para ahli teknis untuk mengkaji dan menyempurnakan
hasil PSE. Selain itu lokakarya-lokakarya tim inti bersama reviewer dan kontributor
dilaksanakan pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2016 untuk memfinalisasi
PSE dan mengakomodasi input lebih lanjut.

2 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


2 METODOLOGI

2.1. Tujuan
Tujuan estimasi jumlah LSL, WPS, Penasun, Waria, dan pelanggan WPS serta pelanggan
Waria adalah untuk:

1. Mengevaluasi cakupan program yang sudah ada,


2. Sebagai dasar untuk perencanaan program,
3. Mengestimasi jumlah ODHA pada tahun ini,
4. Memproyeksi jumlah ODHA dan beban HIV di masa datang.

2.2 Gambaran Umum Proses PSE


Beberapa langkah dalam proses PSE nasional untuk ponci di Indonesia dipaparkan
secara rinci dalam laporan dan lampirannya (Gambar 1). Proses dimulai dengan menilai
data dari kegiatan pemetaan yang dilakukan pada tahun 2014 – 2015 (Subbab 3.1 dan
Lampiran). Data pemetaan telah direduksi untuk memperhitungkan kemungkinan terjadi
penghitungan ganda (penyesuaian untuk mobilitas ponci). Hasil akhir penyesuaian
mobilitas tersebut menghasilkan estimasi jumlah ponci yang mendatangi hotspot selama
waktu-waktu puncak di kota/kabupaten yang dilakukan pemetaan. Langkah berikutnya
adalah menggunakan hasil dari kota/kabupaten “yang dipetakan” untuk memprediksi
ponci pada kota/kabupaten yang tidak dipetakan melalui ekstrapolasi dengan pemodelan
regresi (subbab 3.2). Data pemetaan (di kota/kabupaten yang dipetakan) dan estimasi
yang telah diekstrapolasi (pada kota/kabupaten yang tidak dipetakan) disesuaikan lebih
lanjut dengan menggunakan faktor inflasi untuk memperhitungkan anggota ponci yang
tidak mendatangi lokasi saat pemetaan. Faktor-faktor inflasi ini diperoleh dari data survei
STBP WPS, waria dan Penasun pada tahun 2015 (Subbab 3.3). Untuk LSL, faktor inflasi
didasarkan pada konsensus. Terakhir, para ahli lokal mengkaji estimasi untuk menilai
validitas rupa (face validity) termasuk membandingkan dengan sumber data lain (misalnya
data program penjangkauan HIV, data ARV, dan cakupan ARV). Dalam batas tertentu,
tim PSE mempertimbangkan untuk melakukan langkah lebih lanjut dengan faktor-faktor
inflasi lain ketika sebagian besar ahli setempat sepakat bahwa hasil PSE awal kurang
tepat. Terdapat kesepakatan untuk menggunakan hasil PSE di tingkat provinsi dan
bukan di tingkat kota/kabupaten. Terdapat juga usulan untuk memberikan penjelasan
lebih lanjut tentang cara penggunaan hasil PSE secara bijak (LAMPIRAN).

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 3


Gambar 1. Langkah dalam penghitungan PSE Ponci di Indonesia, 2016

D D. Menyesuaikan PSE berdasarkan kajian


validitas rupa (face validity)

C C. Menerapkan faktor-faktor inflasi atau deflasi


untuk memperhitungkan Ponci tersembunyi

B
B. Mengekstrapolasi angka pemetaan yang telah
disesuaikan dengan mobilitas dengan
kota/kabupaten yang tidak dipetakan dengan
model regresi

A A. Memulai dengan angka pemetaan dari hotspot


di kota/kabupaten yang dipetakan, dan
disesuaikan untuk mobilitas antar hotspot
(Lihat Laporan Pemetaan)

2.3. Definisi Ponci


Pada kegiatan PSE, definisi Ponci memiliki implikasi penting dalam interpretasi hasil
estimasi dan definisi ponci harus ditentukan berdasarkan tujuan PSE. Sebagai ilustrasi,
Gambar 2 memperlihatkan lingkaran-lingkaran konsentrik yang mewakili subset LSL
yang berbeda. Dalam ilustrasi (hipotetik) ini, ukuran setiap lingkaran proporsional dengan
jumlah relatif LSL di setiap sub-kelompok. Gambar ini memperlihatkan bagaimana
definisi LSL yang berbeda dapat menyebabkan estimasi jumlah yang sangat berbeda.
Misalnya, jika tujuannya adalah untuk memodelkan semua kemungkinan penularan HIV
(lingkaran C) selama jangka waktu satu tahun, “populasi” LSL dapat didefinisikan secara
luas sebagai semua laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain dalam
12 terakhir. Sebagai alternatif, populasi dapat didefinisikan secara lebih sempit sebagai
LSL yang terlibat dalam perilaku berisiko tinggi (misalnya seks anal tanpa pelindung)
dalam bulan terakhir jika tujuannya adalah untuk merencanakan program pencegahan
jangka pendek yang menyasar mereka yang saat ini menghadapi risiko terbesar untuk
tertular HIV (lingkaran E).

4 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


Gambar 2. Menentukan laki-laki seks dengan laki-laki sesuai tujuan PSE

A A. Jumlah total laki-laki yang aktif secara


seksual

B. Laki-laki yang PERNAH berhubungan seks


B dengan laki-laki lain

C. Laki-laki yang pernah berhubungan seks

C dengan laki-laki lain DALAM SETAHUN


TERAKHIR

D. Laki-laki yang pernah berhubungan seks


D dengan laki-laki lain DALAM SEBULAN
TERAKHIR

E. Laki-laki yang pernah berhubungan seks


berisiko tinggi dengan laki-laki lain DALAM
E SEBULAN TERAKHIR

Pada umumnya, sumber-sumber data berbeda yang digunakan untuk menghitung PSE
juga mencerminkan sub-kelompok berbeda. Misalnya, data pemetaan merefleksikan ponci
yang sering mendatangi hotspot yang telah diketahui dan, dengan demikian, dianggap
mencerminkan anggota ponci yang saat ini aktif terlibat dalam perilaku berisiko tinggi.
Meski demikian, periode waktu sesungguhnya dari perilaku berisiko, jenis perilaku (seks
oral versus seks anal) dan usia dari mereka yang dipetakan tidak diukur. Sebaliknya,
STBP mencerminkan ponci yang memenuhi kriteria keikutsertaan dalam survei, yaitu
berusia 15 tahun atau lebih dan telah terlibat dalam perilaku berisiko terkait selama bulan
terakhir (untuk WPSL dan WPSTL) atau 12 bulan terakhir (untuk LSL dan Penasun).6

Perbedaan definisi ini penting dalam interpretasi setiap sumber data (lihat Lampiran
1 untuk definisi ponci dalam pemetaan dan STBP). Tantangan utama dalam PSE ini
adalah bekerja dengan perbedaan-perbedaan ini dan menghasilkan estimasi akhir
yang mencerminkan segmen populasi target yang diharapkan. Analisis yang dilakukan
sebagai bagian dari kegiatan PSE ini dirancang untuk menghasilkan estimasi jumlah
yang mencerminkan definisi populasi pada Tabel 1.

6. Tidak ada kerangka waktu yang digunakan untuk menentukan keikutsertaan Waria dalam STBP.

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 5


Tabel 1. Definisi Ponci untuk estimasi jumlah akhir

Populasi Definisi

WPS Perempuan berusia 15 tahun ke atas yang menerima uang atau barang
untuk melakukan seks penetratif anal atau vaginal dalam 12 bulan
terakhir.
LSL Laki-laki secara biologis yang berusia 15 tahun ke atas yang berhubungan
seks dengan laki-laki lain dalam 12 bulan terakhir
Penasun Laki-laki atau perempuan berusia 15 tahun ke atas yang menyuntik
obat-obatan yang dikategorikan sebagai napza dalam 12 bulan terakhir
Waria Laki-laki secara biologis berusia 15 tahun ke atas yang mengidentifikasi
identitas gender mereka sebagai perempuan
Pelanggan WPS Laki-laki berusia 15 sampai 49 tahun yang membayar perempuan
dengan uang atau barang untuk melakukan seks penetratif anal atau
vaginal dalam 12 bulan terakhir
Pelanggan Waria Laki-laki berusia 15 sampai 49 tahun yang membayar Waria (sesuai
definisi di atas) dengan uang atau barang untuk seks penetratif anal
dalam 12 bulan terakhir.

6 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


3 langkah-langkah penghitungan ponci

3.1. Pengkajian data pemetaan


Data pemetaan yang dikumpulkan dari 72 hingga 114 kota/kabupaten per ponci
(mencakup 14% hingga 22% dari total 511 kota/kabupaten di Indonesia), digunakan untuk
mengembangkan model ekstrapolasi. Protokol Kementerian Kesehatan untuk kegiatan
pemetaan 2014 dan 2015 juga dikaji dan proses pemetaan didiskusikan dengan staf
Kementerian Kesehatan dan KPAN untuk memahami keterwakilan dan reliabilitas data
pemetaan. Data pemetaan tahun 2014 dan 2015 telah dilakukan penyesuaian dalam
hal mobilitas; tetapi penyesuaian ini tidak dilakukan untuk data pemetaan tahun 2012.
Informasi lebih lanjut terkait pengumpulan data pemetaan, penyesuaian mobilitas, dan
keterbatasannya tersedia di Lampiran 1.

3.2. Ekstrapolasi penghitungan pada kota/kabupaten yang dipetakan terhadap


kota/kabupaten yang tidak dipetakan dengan model regresi
Tujuan model regresi adalah untuk mengekstrapolasi hasil pemetaan (yaitu jumlah
anggota ponci yang sering mendatangi hotspot di kota/kabupaten yang dipetakan), yang
sudah disesuaikan untuk mobilitas, pada kota/kabupaten yang tidak dilakukan pemetaan.
Sebuah model dikembangkan untuk setiap ponci. Model ekstrapolasi dikembangkan dari
data survei sosio demografis dan kesehatan nasional dan diujikan pada hasil pemetaan.
Variabel-variabel yang tersedia dalam survei-survei ini sangat kaya sehingga langkah
pertama ekstrapolasi adalah memilih dan mencermati variabel-variabel sebagai variabel
potensial untuk model regresi (“kandidat variabel”).

3.2a. Menentukan kandidat variabel prediktor


Kandidat variabel untuk model ekstrapolasi dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
teoretis yaitu faktor-faktor apa yang mungkin berkaitan secara kuat dengan jumlah ponci
yang ditemukan di hotspot-hotspot. Sebuah kerangka kerja konseptual dikembangkan
oleh para ahli teknis dan lokal pada beberapa pertemuan di bulan April - Juni 2016
di Jakarta dan Bandung. Tema (konstruk) yang dihipotesiskan terkait dengan angka
pemetaan untuk setiap ponci disajikan pada Tabel 2. Sebagian besar jenis konstruk
yang dimasukkan ke dalam kerangka kerja konseptual terbatas oleh jenis-jenis data
yang tersedia dalam survei nasional, yang terdiri dari jumlah populasi, kemiskinan,
kejahatan, dan jenis-jenis tempat yang spesifik yang mungkin dikunjungi oleh ponci di
kota/kabupaten atau desa-desa dalam satu kota/kabupaten.

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 7


Tabel 2. Kerangka kerja teoretis yang digunakan untuk memilih
variabel-variabel preditor untuk model ekstrapolasi

Konstruk Asosiasi teoretis dengan jumlah Ponci di hotspot


LSL
Keberadaan tempat-tempat hiburan/ Lokasi-lokasi tersebut dikenal sebagai hotspot
pariwisata seperti bioskop, pub, (yaitu tempat LSL berkumpul dan mencari
diskotik, lapangan tenis, pasangan)
kolam renang, dan pusat-pusat
kebugaran
Tempat kerja laki-laki di sektor jasa LSL diperkirakan bekerja di sektor-sektor jasa tertentu
seperti gym, marketing, dan hiburan
Populasi yang lebih besar LSL diperkirakan sering tinggal di kota-kota besar
karena adanya tempat-tempat hiburan/pariwisata di
kota-kota tersebut
WPS
Keberadaan tempat-tempat hiburan/ Lokasi-lokasi tersebut dikenal sebagai hotspot (yaitu
pariwisata seperti area publik tempat WPS menemukan pelanggan)
terbuka, hotel, taman,
lapangan, dan wisma
Tempat kerja perempuan WPS diperkirakan bekerja di sektor-sektor jasa
di sektor jasa tertentu seperti salon, bar, karaoke, hotel, dan restoran
Kemiskinan WPS diperkirakan memiliki sumber daya ekonomi
terbatas dan datang dari keluarga miskin
Lingkungan hukum WPS biasanya dikaitkan dengan tindakan penekanan
secara hukum karena sifat pekerjaan yang ilegal
Demografi Karakteristik WPS adalah berusia muda, sudah
bercerai, kurang berpendidikan, berpindah-pindah
akibat pekerjaannya
Populasi yang lebih besar WPS diperkirakan sering tinggal di kota-kota besar
karena adanya tempat-tempat hiburan/pariwisata di
kota-kota tersebut
Waria
Keberadaan tempat-tempat hiburan/ Lokasi-lokasi tersebut dikenal sebagai hotspot (yaitu
pariwisata seperti area publik tempat Waria menemukan pelanggan)
terbuka, hotel, taman, lapangan,
dan wisma
Sektor jasa yang luas Waria diperkirakan bekerja di sektor-sektor jasa tertentu
seperti salon, bar, karaoke, hotel, dan restoran
Kemiskinan Waria diperkirakan memiliki sumber daya ekonomi
terbatas, pendapatan yang lebih rendah, tinggal di
daerah kumuh

8 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


Konstruk Asosiasi teoretis dengan jumlah Ponci di hotspot
Populasi yang lebih besar Waria diperkirakan sering tinggal di kota-kota besar
karena adanya tempat-tempat hiburan/pariwisata di
kota-kota tersebut
Penasun
Angka kejahatan Penasun dianggap lebih sering terlibat dalam kejahatan,
termasuk pelanggaran terkait napza dan pelanggaran
yang tidak terkait napza yang sebagian disebabkan
oleh penyalahgunaan napza
Kemiskinan Penasun diperkirakan sering memiliki masalah sosial di
masa awal hidupnya, seperti kemiskinan atau menjadi
anak jalanan
Populasi yang lebih besar Penasun diperkirakan sering tinggal di kota-kota besar
karena ketersediaan pasokan napza

Data untuk kandidat variabel prediktor diperoleh dari sumber-sumber data berikut:

1. Sakernas (2015): Survei ini mengukur data tenaga kerja dari anggota rumah tangga,
berusia ≥10 tahun di seluruh 511 kota/kabupaten di Indonesia. Sejumlah 200.000
rumah tangga dipilih secara acak. 7
2. Susenas (2015): Survei ini mengukur kondisi sosioekonomi, termasuk kesehatan,
pendidikan, kesuburan, keluarga berencana, tempat tinggal, dll. dari anggota rumah
tangga di seluruh 511 kota/kabupaten di Indonesia. Survei ini dilakukan dua kali
setahun. Survei pertama mengambil sampel 300.000 rumah tangga secara acak
dan dirancang untuk menghasilkan estimasi di tingkat kota/kabupaten. Survei kedua
mencakup sub-sampel dari survei pertama sebesar 75.000 rumah tangga untuk
menghasilkan estimasi tingkat provinsi. 8
3. Survei PODES (2014): Survei ini merupakan survei terhadap 73.709 desa yang
dipilih secara acak di 511 kota/kabupaten di Indonesia. Data yang tersedia terkait
dengan infrastruktur, populasi dan kesehatan reproduksi, sumber daya alam, dan
pendidikan di tingkat desa. Data dikumpulkan dari petugas pemerintah di desa-desa
terpilih, misalnya kepala desa. 9
4. Proyeksi Populasi Indonesia. Proyeksi ini didasarkan pada sensus nasional pada
tahun 2010 untuk memperoleh jumlah populasi berusia 15-49 tahun pada tahun
2015. 10

7. Badan Pusat Statistik. Survei Angkatan Kerja Nasional 2015. Tersedia di: https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.
php/dasar/pdf?kd=5&th=2015
8. Badan Pusat Statistik. Indonesia - Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 Maret (KOR). http://microdata.bps.
go.id/mikrodata /index.php/catalog/657
9. Badan Pusat Statistik. Indonesia – Pendataan Potensi Desa 2014. http://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.
php /catalog/PODES)
10. Bappenas, Badan Pusat Statistik dan UNFPA 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 – 2035. Tersedia di:
http://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indonesia_2010-2035.pdf

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 9


Sebagian variabel prediktor yang terpilih dibuat dalam bentuk proporsi dengan membagi
jumlah individu dalam hal variabel terkait dengan jumlah total perempuan dan/atau laki-
laki berusia 15 – 49 tahun di kota/kabupaten yang sama, sesuai dengan data proyeksi
populasi 10 (misalnya proporsi wanita muda yang sudah bercerai pada kelompok wanita
berusia 15 sampai 49 tahun). Denominatornya mencakup perempuan dalam model WPS,
laki-laki dalam model LSL dan waria, serta laki-laki dan perempuan dalam model Penasun.

Beberapa variabel diperoleh dari data PODES yang diagregat di tingkat desa dan,
dengan demikian, diekspresikan sebagai proporsi desa dengan karakteristik tertentu
(e.g., proporsi desa dengan bar, proporsi desa dengan SMA swasta). Variabel-variabel
ini tidak dapat didisagregasi lebih lanjut.

Dasar pemikiran untuk menyatakan sejumlah variabel dalam proporsi dan bukan angka
absolut adalah untuk memperhitungkan perbedaan jumlah (dalam hal total populasi atau
jumlah desa) di kota/kabupaten dengan memodelkan tingkat relatif dari karakteristik
tertentu di setiap kota/kabupaten.

Meskipun demikian, karena langkah ini mungkin membatasi variasi antara kota/kabupaten,
khususnya ketika angkanya relatif sangat kecil terhadap populasi total, sejumlah prediktor
tetap disajikan dalam angka absolut (misalnya jumlah laki-laki usia 15-49 tahun). Terakhir,
kami mengeksplorasi jumlah total laki-laki dan perempuan berusia 15-49 tahun di setiap
kota/kabupaten dari proyeksi populasi10 dengan hipotesis bahwa jumlah populasi pada
suatu kota/kabupaten mungkin terkait dengan jumlah anggota ponci di lokasi.

Dengan pertimbangan data pemetaan tidak tersedia untuk semua wilayah, kami juga
memasukkan wilayah (region) sebagai variabel prediktor. Kami menentukan 6 wilayah
yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan NTT, Sulawesi, dan Maluku dan Papua.
Prediktor yang akhirnya dipilih diperlihatkan pada Tabel 3.

10 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


Tabel 3. Prediktor akhir untuk setiap populasi kunci

Prediktor Variabel LSL WPS Waria Penasun


Proporsi desa dengan pendapatan
dari sektor pergudangan Prop12 √
Proporsi desa dengan daerah kumuh Prop16 √ √ √
Proporsi desa dengan industri
pertambangan Prop17 √
Proporsi desa dengan area publik
terbuka Prop24 √ √
Proporsi desa per kota/kab dengan
bioskop yang masih berjalan Prop25 √
Proporsi desa dengan pub atau diskotik
yang masih berjalan Prop26 √
Proporsi desa dengan sinyal telepon
seluler yang berfungsi Prop28 √
Proporsi desa dengan warung makanan Prop34 √
Proporsi desa dengan hotel Prop35 √
Proporsi desa dengan lokasi anak jalanan Prop41 √ √
Proporsi desa dengan kasus napza Prop38 √
Proporsi desa dengan lapangan tenis Prop52 √
Proporsi desa dengan kolam renang Prop53 √
Proporsi desa dengan pusat kebugaran Prop55 √
Proporsi laki-laki berusia 15-49 tahun
yang bekerja di sektor jasa PropXp4 √
Proporsi perempuan berusia 15-49 tahun
yang pindah kerja pada tahun terakhir
dan bekerja di sektor jasa PropXw11 √
Jumlah total populasi berusia 15-49
tahun di kota/kabupaten total_pop √ √ √
Wilayah Region √ √ √ √

3.2b. Algoritma untuk menghitung Ponci


Tim PSE melakukan beberapa langkah analisis statistik untuk mengembangkan model
di kota/kabupaten yang dipetakan, dan mengekstrapolasi model tersebut ke kota/
kabupaten yang belum dipetakan. Langkah-langkah tersebut mencakup: 1) memilih
variabel prediktor, 2) mencocokkan model regresi terbaik, dan 3) mengaplikasikan model
regresi untuk kota/kabupaten yang belum dipetakan untuk memprediksi jumlah ponci.
Langkah-langkah ini digambarkan pada Gambar 3.

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 11


A. Memilih variabel prediktor
Setelah variabel dipilih berdasarkan model teoretis, model regresi sederhana
digunakan untuk memilih variabel-variabel yang memiliki korelasi bermakna (nilai
P <0,05) dan R-square yang telah disesuaikan. Tiga model (linier, poisson, dan
binomial negatif) dipilih untuk menjalankan regresi pada saat jenis variabel dependen
merupakan hasil hitungan. Langkah ini menghasilkan tiga bentuk fungsi regresi. Setiap
variabel prediktor untuk ponci yang bermakna dalam regresi bivariat dimasukkan ke
dalam model regresi berganda (multiple regression). Pada setiap model dari ketiga
model bentuk fungsional tadi, hubungan diuji dengan menggunakan transformasi
prediktor berbeda: natural log, square root dan polinomial (x + x²).

B. Mencocokkan model yang paling cocok


Setelah regresi multipel (multiple regression) dilakukan dengan menggunakan
regresi linier, Poisson, dan Binomial Negatif, uji asumsi klasik dilakukan untuk
menentukan model regresi terbaik dengan menilai kecocokan model (goodness
of fit) dan hasil prediksi jumlah ponci. Berdasarkan kriteria tersebut, model regresi
terbaik untuk pemodelan semua ponci adalah bentuk Regresi Linier Berganda
(Linear Regression Multiple).

Kami mengukur kecocokan model (goodness of fit) dari Model Regresi Multivariable
dengan menggunakan koreksi AIC dan R-squared yang disesuaikan (adjusted
R-squared). Asumsi klasik untuk model regresi linier juga diuji, termasuk uji untuk:

- Autokorelasi (dengan menilai nilai Durbin Watson),


- Homoskedasitas (dengan menilai plot regresi terstandar dan nilai
heteroskedastisitas),
- Linearitas (dengan menilai plot nilai-nilai yang diprediksi), multikolinearitas
(dengan menilai VIF dan toleransi) untuk memperoleh model yang paling cocok,
dan
- normalitas (dengan menilai skewness dan plot kurtosis (skor Z)).

C. Menerapkan model regresi untuk kota/kabupaten yang tidak dipetakan untuk


memprediksi estimasi akhir ponci
Variabel-variabel tersisa yang ditemukan tidak bermakna lagi dikeluarkan dari model
multivariabel melalui regresi stepwise backward dengan ambang batas penerimaan
P<0,10. Sembilan puluh lima persen interval keyakinan (CI) dan, dalam sejumlah
kasus, plausibility bound (yaitu ketika batas bawah keyakinan lebih rendah dari
jumlah yang dipetakan), dihitung berdasarkan standard error sebagai bagian dari
prosedur untuk memprediksi jumlah ponci dengan menggunakan STATA.

Setelah prediktor dibuat, variabel dibuat untuk mewakili estimasi PSE untuk 1) kota/
kabupaten yang dipetakan dengan menggunakan angka pemetaan sesungguhnya
yang telah dikoreksi untuk mobilitas dan 2) kota/kabupaten yang belum dipetakan,
dengan menggunakan prediksi angka pemetaan yang telah dikoreksi untuk mobilitas.
Model regresi akhir diperlihatkan dalam Tabel 4.

12 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


Gambar 3. Algoritma Analisis Statistik untuk PSE 2016

Penetapan data Ponci berdasarkan Pengelompokan dan penetapan variabel


PODES, SUSESNAS dan SAKERNAS untuk setiap Ponci dari sumber data

Pemilihan variabel prediktor dengan


menggunakan regresi Linier sederhana,
Poisson, dan Binomial Negatif

Mengevaluasi setiap variabel terpilih


Memperoleh regresi bivariat untuk setiap dengan menilai korelasi bermakna
ponci dalam 3 fungsi regression form (nilai P) dan adj. R²

Bentuk Regresi Binomial Bentuk Regresi Poisson Bentuk Regresi Linear


Negatif Bivariat Bivariat Bivariat

Pemodelan Regresi Berganda dengan menggunakan prediktor tiap Ponci


(dari regresi bivariat)

Bentuk Regresi Binomial Bentuk Regresi Poisson Bentuk Regresi Linier


Negatif Berganda Berganda Berganda
yi
( yi + i )
i
μi ln(μi ) = i
= 0
+ X +
1 i
X + ... +
2 i2 k
X ik Yi = β0 + β1 X i + β2 X i 2 + ... + ε i
Yi = i
yi ! ( i ) (μi + i ) (μ i + i )

1. Menilai Goodness of Fit (Korelasi jumlah dan prediktor bermakna Ponci)


2. Penilaian Hasil Prediktif (R-squared)
3. Penyesuaian terkait estimasi jumlah Ponci

Memilih Model Regresi Multivariat à Bentuk Regresi Linier Berganda


(Mengukur Goodness of Fit dari Model regresi multivariabel berdasarkan
koreksi AIC dan R squared yang telah disesuaikan/adjusted)

Asumsi Klasik Pengujian Regresi Linier)


(Uji autokorelasi, uji homoskedastisitas, Linearitas, multikolinearitas,
dan Normalitas)

Memprediksi jumlah Ponci (estimasi akhir untuk tiap Ponci)

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 13


Tabel 4. Model regresi akhir untuk setiap populasi kunci

Ponci Persamaan Regresi R AIC Point 95% CI


Square Bawah Atas
WPS Y = 1079,9 prop16 + 537,4 prop24 0,71 1713,5 138.101 32.320 222.476
(n= 114) + 8,3 prop34 + 42,1 prop35 –
2382,9 prop41 –
1148644xw11 – 415,3
dummy2 +0,82 total_pop_sqrt
LSL Y = 2033,5 prop_laki + 76,1 0,21 1585,8 124.626 0 310.427
(n=103) prop25 + 16,8 prop 26 – 461,8
prop52 – 154,5 prop53 + 31,4
prop 55 – 4233,9 xp4 + 155,3
dummy2 – 397,7 dummy6
Waria Y = 31,5 prop12 + 47,5 prop16 – 0,24 1192,4 33.378 0 76.599
(n=95) 71,8 prop17 – 11,2 prop24 +
99,2 prop28 + 0,1 total_pop
Penasun Y = 258,5 prop16 – 185,5 prop38
(n=72) + 398,8 prop41 + total_pop 0,21 937,4 26.557 0 67.394

3.3. Menggunakan faktor inflasi untuk memperhitungkan ponci yang


tidak pergi ke lokasi

Berdasarkan pengkajian terhadap jenis lokasi yang dimasukkan ke dalam data pemetaan,
kami menerapkan penyesuaian untuk memperhitungkan ponci yang tidak mendatangi
lokasi-lokasi yang dilakukan pemetaan (“populasi tersembunyi”), sehingga kemungkinan
tidak tertangkap dalam pemetaan. Penyesuaian ini diambil dari jawaban-jawaban survei
STBP yang dilakukan pada tahun 2015 (Tabel 5). Untuk informasi lebih lanjut terkait
data STBP dan keterbatasan data STBP, lihat Lampiran 1.

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, kami menghitung proporsi peserta survei


yang telah menjawab “YA” pada pilihan yang mencerminkan kemungkinan tidak tercakup
(missing) dalam pemetaan untuk setiap ponci. Jumlah dari peserta survei tersebut
dibagi dengan jumlah total peserta STBP sehingga dihasilkan proporsi populasi yang
tidak tercakup (missing) dalam pemetaan. Proporsi ini digunakan sebagai faktor inflasi
untuk setiap ponci di tingkat kota/kabupaten berdasarkan aturan-aturan umum (Tabel 6).
Misalnya, ketika persentase populasi WPS tersembunyi adalah 19,5%, maka jumlah yang
diperoleh dari model regresi dianggap 81,5% dari jumlah populasi WPS sesungguhnya
di kota/kabupaten tersebut. Oleh karena itu, akan ditambahkan 19,5% x total ponci
yang diperoleh untuk regresi pada kota/kabupaten tersebut. Ini juga diterapkan untuk
semua Ponci di kota/kabupaten tersebut. Selain faktor inflasi, juga digunakan faktor
deflasi (Q610) untuk WPS dalam upaya mencakup migrasi antara kota karena pada
saat pemetaan, angka ini tidak dikoreksi.

14 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


Tabel 5. Pertanyaan dan jawaban survei STBP yang digunakan untuk penyesuaian*

Penasun LSL WPS Waria


Q858. Q309. Q610. Q310.
Apakah Anda pernah Dimana Anda paling Sebelum kota ini, Dimana Anda
bertemu/kenal dengan sering bertemu di berapa kotakah paling sering
petugas lapangan dengan LSL lain Anda pernah bertemu dengan
untuk HIV & IMS? menjual seks? teman-teman
Anda?

Q867.
Dalam tahun
terakhir, apakah
Anda pernah
mengikuti
pertemuan/diskusi
kesehatan terkait
HIV?

Dasar pemikiran: Dasar pemikiran: Dasar pemikiran: Dasar pemikiran:


Untuk Untuk Q610 digunakan Untuk
memperhitungkan memperhitungkan untuk memperhitungkan
apakah seseorang orang yang tidak pergi memperhitungkan orang yang tidak
pernah ke tempat pertemuan mobilitas antar pergi ke tempat
dijangkau/terpapar kota/kabupaten pertemuan
upaya pencegahan (pada awalnya Q615
HIV digunakan tetapi
hasil perhitungannya
menunjukkan
PSE <200.000)

Q867 digunakan untuk


memperhitungkan
apakah seseorang
telah terjangkau/terpapar
upaya pencegahan HIV.

* Juga menggunakan pertanyaan yang sama dalam data STBP 2013 untuk kota/kabupaten yang tidak melakukan
pemetaan pada tahun 2015 (WPS = Q608/Q803; Penasun = Q854; LSL = Q952)

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 15


Tabel 6. Penentuan faktor-faktor penyesuaian berdasarkan kota/kabupaten

Ketersediaan data STBP di kota/kabupaten Cara penyesuaian untuk


“populasi anggota tersembunyi”
Tersedia di kota/kabupaten Estimasi STBP kota/kabupaten tersebut
Tidak ada data STBP di kota/kabupaten Estimasi rata-rata kota/kabupaten
tetapi ada data STBP dari kota/kabupaten di Provinsi yang sama
lain di Provinsi yang sama

Tidak ada data STBP di seluruh Provinsi, Estimasi rata-rata dari kota/kabupaten
tetapi tersedia dari kota/kabupaten lain di wilayah yang sama
di wilayah yang sama

Tidak ada data STBP di seluruh wilayah* Estimasi rata-rata dari semua
kota/kabupaten dalam STBP

* Sulawesi tidak tercakup dalam STBP 2015, jumlah orang berusia 15-49 tahun di wilayan ini adalah
sekitar 18 juta atau 7,2% dari populasi total

Faktor inflasi populasi tersembunyi untuk kota/kabupaten yang tidak


tercakup dalam STBP
Faktor inflasi untuk memperhitungkan anggota populasi tersembunyi diambil dari STBP.
Aturan diperlukan untuk menentukan faktor inflasi apa yang akan diterapkan di kota/
kabupaten yang tidak tercakup dalam STBP. Dalam kasus seperti itu, faktor inflasi rata-
rata dari kota/kabupaten lain di provinsi atau wilayah yang sama yang tercakup dalam
STBP digunakan (Tabel 6).

Faktor inflasi (FI) populasi tersembunyi untuk LSL


Faktor inflasi untuk LSL didasarkan pada metode di atas (dengan menggunakan STBP
2015) dan menghasilkan rata-rata FI sebesar 1,7 kali (1,6 – 1,9). Penerapan FI di
seluruh kota/kabupaten menyebabkan jumlah LSL di seluruh kota/kabupaten bervariasi
dari 0 sampai 1.388 LSL sementara secara nasional jumlahnya adalah 208.808 LSL.
Estimasi berdasarkan pemetaan setelah penyesuaian mobilitas (yaitu kemungkinan
penghitungan ganda), ekstrapolasi untuk kota/kabupaten yang tidak dipetakan, dan faktor
inflasi untuk memperhitungkan anggota ponci yang tidak pergi ke lokasi menghasilkan
estimasi PSE awal sebesar 0,3% dari populasi total laki-laki (sesuai dengan yang
diterapkan) secara nasional, berdasarkan proyeksi sensus Indonesia 2015. Persentase
ini jauh di bawah jumlah PSE yang dilaporkan di tempat lain di wilayah dan dunia.

16 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


Penyesuaian ahli lokal terhadap PSE awal
Dengan mempertimbangkan adanya kemungkinan estimasi yang terlalu rendah yang
seringkali terjadi pada estimasi jumlah berbasis pemetaan (lihat sub-bab lampiran dan
pembahasan), pertemuan ahli lokal yang dilaksanakan pada tanggal 27 sampai 29 Juli
2016 menganggap bahwa estimasi jumlah LSL di Indonesia seharusnya serupa dengan
yang dilaporkan di negara-negara lain di wilayah ini. Data UNAIDS menunjukkan bahwa
PSE regional untuk LSL adalah sekitar 2% dari populasi laki-laki berusia 15 sampai 49
tahun.11 Jumlah ini akan serupa dengan penerapan faktor inflasi populasi tersembunyi
sekitar 4,0 pada jumlah pemetaan yang telah diekstrapolasi. Karena angka 2% masih
dianggap tinggi, angka ini digunakan sebagai FI maksimal yang dialokasikan untuk kota-
kota besar seperti ibu kota provinsi. Kota-kota lain yang dianggap sebagai perkotaan
tetapi bukan ibu kota diberi angka di bawah 2% secara arbitrer. Sementara itu, kota/
kabupaten yang dianggap sebagai pedesaan diberi angka terendah sebesar 0,5%.

3.4. Mengestimasi Jumlah Pelanggan Wanita Pekerja Seks


Dengan merujuk ke PSE 2012, jumlah pelanggan pekerja seks dan waria dihitung dengan
mengalikan jumlah WPS yang diestimasi. Metode ini diterapkan untuk menghitung
dengan jumlah rata-rata pelanggan WPSL dan WPSTL per minggu (4) dan jumlah hari
kerja (23-25) untuk 10 bulan per tahun yang diperoleh dari hasil survei STBP 2015 untuk
WPSL/WPSTL. Karena definisi pekerjaan seks dalam STBP 2015 hanya satu bulan
dan juga untuk mengurangi penghitungan ganda pelanggan per WPS, faktor koreksi
digunakan. Dengan menggunakan Q617 dan Q618 dari survei STBP 2015 untuk Laki-
Laki Berisiko Tinggi (LBT), jumlah LBT yang mencari WPS berbeda adalah 3,3 WPS
per tahun. Hasil ini mengarah kepada hampir 19 juta atau 27% laki-laki berusia 15-49
tahun di Indonesia. Karena angka ini dihitung (Lampiran 4) dari survei laki-laki berisiko
tinggi, angka ini dianggap terlalu tinggi.

Survei Demografis dan Kesehatan Indonesia (SDKI)12 yang dilaksanakan pada tahun
2012 menunjukkan data pria yang sudah menikah yang membayar untuk berhubungan
seks dalam tahun terakhir berdasarkan kelompok umur dan Provinsi. SDKI juga
merupakan survei rumah tangga yang representatif secara nasional yang menggunakan
pengambilan sampel acak multi-tahap konvensional, yang diasumsikan dapat mewakili
seluruh populasi rumah tangga sehingga lebih sesuai untuk PSE dibandingkan dengan
STBP (untuk penghitungan pelanggan WPS dengan menggunakan data STBP seperti
di atas). Di antara 60,9% laki-laki berusia 15 sampai 49 tahun yang dilaporkan menikah

11 GARPR online reporting 2016, China 2013 HIV estimation and United Nations, Department of Economic and
Social Affairs, Populasi Division (2015). World Populasi Prospects: The 2015 Revision
12 BPS, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan, MEASURE DHS ICF
Internasional.2012 Demographic and Health Survey.

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 17


pada saat survei, 1,9% melaporkan membayar untuk berhubungan seks pada tahun
sebelumnya. Dengan asumsi bahwa laki-laki yang belum menikah memiliki proporsi yang
sama dengan laki-laki yang sudah menikah dalam membeli seks pada tahun sebelumnya,
persentase ini dikalikan dengan estimasi jumlah laki-laki berusia 15 sampai 49 tahun
(sesuai dengan proyeksi populasi pada sensus 2010), untuk menghasilkan estimasi
jumlah laki-laki yang sudah menikah yang merupakan pelanggan pekerja seks. Langkah
ini menghasilkan estimasi jumlah pelanggan WPS sebesar 1,4 juta di Indonesia. Karena
membeli seks ke WPS merupakan perilaku yang distigma di Indonesia, persentase 2%
ini mungkin merupakan estimasi yang terlalu rendah.

Untuk menentukan jumlah pelanggan WPS, diskusi melalui email dilakukan antar konsultan
AEM, konsultan lain, dan para pemangku kepentingan selama periode 27 September
sampai 3 October 2016. Konsultan AEM menyatakan bahwa proporsi ter-update untuk
negara-negara Asia berkisar dari 5% hingga 15.3%.13 Meskipun demikian, konsultan
lain beranggapan bahwa beberapa dari angka tersebut diperoleh dari laki-laki berisiko
tinggi. Saat ini, data pelanggan yang tersedia di Indonesia adalah dari STBP yang juga
datang dari laki-laki berisiko tinggi. Dengan demikian, data ini tidak dapat secara langsung
digunakan untuk menyesuaikan estimasi pelanggan di seluruh kota/kabupaten. Oleh
karena itu, tim PSE membuat sejumlah konsensus untuk masalah ini:

• Kota/kabupaten yang memiliki hasil STBP menggunakan proporsi pelanggan dari


hasil STBP 2015 (catatan: kota/kabupaten dengan data STBP mencakup 4% dari
jumlah total kota/kabupaten)
• Kota/kabupaten tanpa hasil STBP tetapi merupakan ibu kota provinsi, kota besar,
terletak di jalur jalan ekonomi/dekat pantai, atau dekat pabrik besar diberi proporsi
pelanggan sebesar 10%. Angka ini dihitung berdasarkan hasil STBP terendah dan
tertingi (5% sampai 13,5%) (catatan: kota/kabupaten yang masuk dalam kategori
ini adalah 13,7% dari jumlah total kota/kabupaten)
• Kota/kabupaten tanpa hasil STBP, tidak memenuhi kriteria (2), diberi proporsi
terendah 5% (catatan: kota/kabupaten dalam kategori ini mencakup 82,3% dari
seluruh kota/kabupaten)

3.5. Mengestimasi Jumlah Pelanggan Waria


Estimasi ini dihitung dengan menggunakan data dari survei STBP untuk waria dan laki-
laki berisiko tinggi (berdasarkan kategori pekerjaan) yang dilaksanakan pada tahun 2015.

Dengan merata-ratakan 88 pelanggan per Waria per tahun, yang disesuaikan dengan
jumlah hari waria menjual seks per tahun, dan diperkirakan bahwa 69% Waria menjual
seks. Selain itu, 3% dari laki-laki berisiko tinggi melaporkan pernah membeli seks dari
waria dan 0,5% melaporkan membeli seks dari waria dalam tahun terakhir. Angka 0,5%
ini digunakan untuk menghitung estimasi jumlah pelanggan Waria per tahun.

13 HIV and AIDS Data Hub for Asia Pacific. Percentage of men who reported paying for sex in the last 12 months,
countries where data is available, 2006 - 2014

18 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


4 HASIL

Perhitungan di atas mengahasilkan estimasi jumlah populasi final untuk WPS, LSL,
Waria, Penasun, dan Pelanggan WPS dan Pelanggan Waria seperti yang diungkapkan
dalam tabel di bawah ini. Estimasi jumlah tertinggi adalah untuk Pelanggan WPS yang
mencapai 5 juta dan estimasi terendah adalah untuk penasun yang hanya berjumlah
33 ribu. Tingkat keyakinan (CI) 95% relatif sempit untuk WPS, LSL, Pelanggan WPS
dan Pelanggan Waria tetapi relatif lebar waria dan Penasun.

Tabel 7. Estimasi jumlah populasi akhir untuk Ponci

Populasi Point 95% CI


Bawah Atas
WPS 226.791 128.114 364.313
LSL 754.310 648.641 866.840
Waria 38.928 13.038 89.640
Penasun 33.492 14.016 88.812
Pelanggan WPS 5.254.065 4.415.776 6.159.431
Pelanggan Waria 350.119 327.596 375.236

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 19


5 PEMBAHASAN

PSE 2016 menggunakan metode regresi dan ekstrapolasi. Metode ini telah digunakan
di Indonesia sejak tahun 2009 dan disempurnakan dalam PSE 2012, dan metode
ekstrapolasi juga digunakan secara luas di dunia. Upaya untuk melakukan PSE secara
rutin merupakan bukti kuatnya komitmen Kementerian Kesehatan dan para pemangku
kepentingan untuk menyediakan data ilmiah bagi perencanaan program pencegahan
HIV/AIDS di Indonesia. Selain itu, PSE 2016 juga telah mengalami sejumlah perbaikan
dibandingkan dengan PSE sebelumnya (lihat paragraf di bawah), telah diperiksa dan
disepakati oleh para pemangku kepentingan utama dan relevan sebagai bagian dari
proses verifikasi (validitas rupa). Secara umum, para pemangku kepentingan nasional
dan regional menerima hasil PSE 2016 sebagai hasil yang dapat diandalkan, khususnya
untuk PSE di tingkat nasional dan provinsi.

PSE 2016 melaksanakan estimasi jumlah berbasis pemetaan di kota/kabupaten Indonesia


untuk menyusun estimasi nasional terkait jumlah LSL, Waria, WPS dan Penasun di
Indonesia. Semua wilayah, termasuk Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan
Nusa Tenggara, dan serta Papua telah tercakup dalam pemetaan secara proporsional.
Namun, pemetaan hanya mencakup 1/5 dari 511 kota/kabupaten dan hampir setengahnya
masih menggunakan data pemetaan 2012 yang tidak terstandar. Untuk mengatasi
keterbatasan umum dalam data pemetaan, seperti kemungkinan penghitungan ganda
dan jumlah individu terbatas yang mendatangi lokasi yang telah dikenal, penyesuaian
diterapkan pada estimasi berdasarkan pada data yang dikumpulkan selama pemetaan,
data STBP, dan pendapat para ahli lokal. Lebih dari 99% hotspot yang telah diidentifikasi
pada kota/kabupaten yang telah dipetakan pada tahun 2014-2015 menunjukkan cakupan
yang baik atau mewakili hotspot di lokasi tersebut.

Estimasi dalam PSE 2016 seperti yang tersaji pada Tabel 4 hanya merefleksikan
mereka yang sering mendatangi lokasi. Estimasi tersebut harus memasukkan sejumlah
penyesuaian untuk meningkatkan kemiripan mereka dengan jumlah populasi target
sebenarnya. Untuk menghindari kemungkinan penghitungan ganda pada data pemetaan
hotspot, data telah disesuaikan untuk mobilitas di dalam kota/kabupaten tersebut
sehingga kami tidak melakukan deflasi. Esktrapolasi dilakukan untuk kota/kabupaten
yang sudah dipetakan terhadap kota/kabupaten yang belum dipetakan. Terakhir, faktor
inflasi diterapkan untuk memperhitungkan anggota ponci yang tidak datang ke lokasi.

PSE final setelah penyesuaian dengan faktor inflasi menghasilkan jumlah setiap Ponci
secara nasional seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 7. Perbandingan dengan PSE
201214 (Tabel 8) memperlihatkan bahwa terdapat tren (kecenderungan) penurunan
untuk hampir semua Ponci, khususnya LSL, penasun, pelanggan WPS dan pelanggan
Waria. Meskipun jumlah WPS relatif sama, jumlah waria sedikit mengalami peningkatan.
Walau PSE 2016 menggunakan metode yang serupa dengan PSE 2012, PSE 2016
menggunakan lebih banyak sumber data dan memiliki penyesuaian yang berbeda
yang mungkin berkontribusi terhadap perbedaan tersebut. Tabel 8 memperlihatkan
perbandingan persentase PSE 2016 antara populasi total perempuan/laki-laki usia 15-45
tahun di Indonesia,10 dengan nilai umum regional di Asia. Meskipun demikian, banyak
dari laporan tersebut juga didasarkan pada estimasi atau prediksi. Misalnya, proporsi
WPS berada di kisaran nilai umum yang diketahui untuk wilayah Asia, tetapi data untuk
Indonesia juga datang dari estimasi sebelumnya di Indonesia.

20 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


PSE 2016 telah memberikan rentangan kemungkinan variasi dalam estimasi karena
adanya ketidakpastian dalam data yang tersedia untuk analisis meskipun beberapa di
antaranya bukan merupakan suatu interval keyakinan. Demikian pula, Estimasi poin
untuk jumlah WPS dan Pelanggan WPS berada di kisaran nilai umum di Asia tetapi
tidak untuk ponci lainnya. Kondisi ini akan dijelaskan di paragraf berikut.

PSE 2016 menghasilkan angka untuk LSL yang relatif jauh di bawah PSE 201215
(1.095.970) dan bahkan di bawah nilai umum di Asia.11 LSL yang diestimasi dalam
PSE 2016 terbatas pada mereka yang melakukan hubungan seks pada tahun terakhir,
sehingga memiliki definisi yang lebih sempit dibandingkan dengan PSE 2012. Jumlah
LSL yang dihasilkan dalam PSE 2012 adalah 1,6% dari jumlah laki-laki usia 15-49 tahun
di Indonesia pada tahun 2015. Meskipun demikian, angka ini telah diperdebatkan di
antara para pemangku kepentingan karena dianggap terlalu tinggi. Lebih jauh lagi, tidak
ada satu pun studi yang ada saat ini yang mendukung bahwa jumlah LSL mencapai
2% dari populasi laki-laki di Indonesia. Sebuah penelitian jejaring di tiga kota besar di
Indonesia memberikan kesan bahwa LSL tidak terlalu tersembunyi. Banyak di antara
mereka sering mengunjungi lebih dari satu hotspot satu kali sebulan. Sebagian besar
dari mereka mencari teman, dan 30% pada akhirnya menjalin hubungan seksual.
Sebuah penelitian berbasis web di Jakarta yang menilai pengunjung situs LSL selama
satu minggu menghasilkan 22.493 nomor telepon unik untuk mengakses setidaknya
satu web provider. Berdasarkan data BPS, orang rata-rata memiliki 2 – 3 telepon seluler
sehingga akan menghasilkan sekitar 7.648 atau 11.472 LSL di Jakarta. Angka ini berada
dalam kisaran PSE untuk Jakarta. Meskipun demikian, penelitian ini kurang memberikan
informasi yang jelas terkait metodenya karena tidak ada laporan yang sahih yang
dapat diperoleh. Selain itu, penelitian ini juga tidak dapat menghilangkan kemungkinan
penghitungan ganda LSL, dan tidak bisa memastikan bahwa hanya populasi LSL yang
mengakses website, dan penelitian ini dilakukan hanya selama satu minggu. Diskusi
dengan petugas lapangan LSL di Jakarta (25 Juli 2016) dan juga di Bali (14 Juli 2016)
menyimpulkan bahwa estimasi PSE 2012 untuk LSL terlalu tinggi. Namun, mereka juga
tidak dapat memberikan estimasi terbaik akibat kurangnya catatan individu LSL yang
berada di dalam jangkauan mereka. Meskipun demikian, kami menganggap bahwa ini
merupakan estimasi terbaik untuk situasi saat ini, tetapi akan perlu data pendukung
untuk PSE selanjutnya.

Tren (kecenderungan) penurunan tajam jumlah Penasun di Indonesia mungkin terkait


dengan angka kematian yang tinggi dan kurangnya pasokan heroin untuk beberapa tahun
terakhir. Jumlah kematian yang tinggi di kalangan Penasun di Indonesia telah disadari
tetapi tidak terdokumentasi dengan baik. Telah diketahui bahwa prevalensi HIV dan
Hepatitis C di kalangan Penasun juga sangat tinggi,16,17 yang mungkin menyebabkan
kematian. Sebuah penelitian di Bali mendukung estimasi tingginya kematian Penasun
selama periode 2007 sampai 2009. Selain itu, data polisi menunjukkan pergeseran
dramatis dalam penangkapan untuk kepemilikan napza pada tahun 2000 – 2003 (37,4%
terkait heroin, 11% terkait amfetamin) 18 jika dibandingkan dengan penangkapan pada
tahun 2009 (3,1% terkait heroin, 30,9% terkait amfetamin). Jumlah Penasun ini sangat
berbeda dengan estimasi terakhir pada tahun 2012.15

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 21


Jumlah Waria yang diperoleh dari PSE 2016 jauh lebih kecil daripada nilai umum di
Thailand dan di Amerika Serikat, bahkan untuk hasil estimasi tertinggi (atas) sekali pun.
Data yang tersedia sangat terbatas untuk estimasi jumlah populasi Waria dan Pelanggan
Waria di negara-negara Asia lain. PSE terakhir pada tahun 2012 melaporkan jumlah
Waria sebesar 37.99815 atau merupakan 0,056% pria berusia 15-49 tahun di Indonesia.
Angka ini sedikit di bawah estimasi PSE 2016 untuk waria.

Pemetaan tahun 2014 dan 2015 dilaksanakan dengan menggunakan metode terstandar,
memiliki cakupan hotspot yang tinggi, dan tersedia di semua wilayah yang berarti akan
merefleksikan kota/kabupaten di Indonesia secara lebih baik. Meskipun demikian,
pemetaan terutama dilakukan di daerah perkotaan sehingga keterwakilan PSE untuk
daerah pedesaan lebih kecil daripada daerah perkotaan. Selain itu, definisi data pemetaan
ponci terbatas pada mereka yang secara langsung ditemui di tempat-tempat atau lokasi
tertentu (yaitu hotspot, bar, dll). Oleh karena itu, PSE ini tidak mencakup ponci yang
menggunakan cara lain (misalnya via internet, telepon seluler) untuk menemui pelanggan
atau pasangan mereka.

Salah satu tujuan estimasi PSE adalah untuk menetapkan target program AIDS. Seperti
yang telah diungkapkan dalam Gambar 1 dan 2 proses PSE dimulai dengan data
pemetaan yang mewakili subset ponci terkecil sampai ponci ditentukan dalam proses
PSE. Setiap subset ponci akan menghasilkan data untuk penggunaan yang berbeda-
beda. Ketika menggunakan estimasi jumlah untuk penetapan target, penting sekali untuk
memperhitungkan rancangan intervensi yang akan direncanakan, sub kelompok mana
yang akan ditarget, dan bagaimana indikator cakupan layanan ditentukan. Sebagai
contoh, suatu strategi pencegahan untuk WPS yang mencakup penjangkauan di tempat
hiburan untuk mempromosikan tes HIV dan membagikan kondom mungkin akan paling
baik dilakukan dengan menghitung target penjangkauan bulanan berdasarkan estimasi
jumlah WPS di hotspot yang belum disesuaikan untuk faktor inflasi (untuk populasi yang
tidak pergi ke lokasi). Di sisi lain, jika tujuannya adalah melakukan pemodelan epidemi di
kalangan WPS, maka “estimasi terbaik” yang mencakup faktor inflasi harus digunakan.
Meskipun demikian, dalam laporan ini kami hanya memberikan angka akhir yang telah
mempertimbangkan FI untuk semua ponci. Demikian pula, target untuk cakupan selama
satu tahun atau periode waktu yang lebih panjang (misalnya target tahuan jumlah LSL
yang dites HIV) harus menerapkan penyesuaian untuk turnover tahunan populasi LSL
ke dalam estimasi PSE yang ada dalam laporan ini.

16 Prasetyo et al. – Blood-borne viruses in drug abuser inmates. J Infect Dev Ctries 2013; 7(6):453-467
17 E. J. Nelwan et al. Blood-borne infections in an Indonesian prison. Tropical Medicine and Internasional Health. volume
15 no 12 pp 1491–1498 december 2010
18 Sawitri et al., Estimating the number of the people who inject drugs in Bali, 2010. Drug and Review (2012), p.1-5, DOI:
10.1111/j.1465-3362.2012.00428.x. APSAD Press

22 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


Tabel 8. Proporsi hasi PSE di populasi dan perbandingan dengan nilai umum di Asia

Populasi Persentasi di kalangan Niai umum di Negara-Negara Asia


laki-laki/perempuan atau Indonesia berdasarkan literatur
Indonesia berusia 15-49
tahun pada tahun 2015
WPS 0,3% (0,2% hingga 0,5%) Indonesia: 0,3% to 0,4% perempuan berusia
15-49 tahun 15,19
Malaysia: 0,2%, Filipina: 0,3%, Thailand 0,8% 20
LSL 1,1% (0,9% hingga 1,3%) Negara-negara Asia: rata-rata 2% (0,5 hingga
3,3%) 21
Waria 0,06% (0,02% – 0,13%) Thailand: 0,3% 22,23, , AS: 0,3% 24
Penasun 0,05% (0,02% – 0,13%) Global: 0,31%; Asia & Asia Tenggara: 0,25% 25
Indonesia: 0,14 (0,13-0,16) 26
Pelanggan 7,5% (6,3% – 8,9%) Asia Selatan dan Asia Tenggara: 5-7% 13
WPS 5-15,4% 14
Indonesia, 3 kota: 3%
Pelanggan 0,5% (0,47% – 0,54%) Tidak ada publikasi terkait
Waria

Estimasi jumlah juga memberikan gambaran cara meningkatkan jangkauan strategi


intervensi yang ada saat ini. Faktor inflasi yang besar untuk memperhitungkan sub
kelompok ponci “tersembunyi” yang tidak mendatangi lokasi (yang dicapai melalui
konsensus antara ahli lokal yang telah terbiasa menjangkau ponci tersebut) menunjukkan
bahwa strategi-strategi baru diperlukan untuk menjangkau mayoritas ponci yang tidak
dapat dijangkau dengan strategi berbasis lokasi saja. Selain itu, strategi intervensi lain
yang secara spesifik menyasar ponci yang tidak mengunjungi lokasi berkumpul juga
diperlukan. Pendekatan-pendekatan yang telah terbukti efektif di tempat lain adalah
intervensi yang dijalankan oleh sebaya (yang disebarkan melalui jejaring sosial) dan
promosi layanan pencegahan dan tes berbasis internet.

Secara khusus, karena estimasi nasional dilakukan dengan menggunakan regresi


dengan jumlah sampel yang kecil dan dengan menggunakan rata-rata, rancangan ini
tidak dibuat untuk menghasilkan estimasi sub-nasional (misalnya untuk tingkat kota/
kabupaten, provinsi, atau region). Perlu kehati-hatian ketika menggunakan PSE untuk
estimasi di tingkat kota/kabupaten. Oleh karena itu, kami memberikan sejumlah usulan
umum di Lampiran 3 terkait cara menggunakan hasil PSE.

19 Vandepitte et al., 2006. Estimates of the number of female sex workers in different regions of the world. Sex Transm
Infect 2006;82(Suppl III):iii18–iii25. doi: 10.1136/sti.2006.020081 (Indonesia, based on 2002 PSE)
20 AIDS data hub, 2015. HIV and AIDS. Review on Slide. Female Sex Workers. Last update: December 2015
21 GARPR online reporting 2016, China 2013 HIV estimation and United Nations, Department of Economic and Social
Affairs, PopulationDivision (2015). World Population Prospects: The 2015 Revision online reporting 2016 (Indonesia
didasarkan pada PSE 2012)
22 Sam Winter, 2002. Counting kathoey.http://www.wariaasia.org/paper_counting_kathoey.htm
23 Sam Winter, 2002. Country Report: Thailand. http://wariaasia.org/country_report_thailand.htm
24 Gary J. Gates, Williams Institute. 2011. How many people are lesbian, gay, bisexual, and waria?
25 UNODC. Global trends in injecting and hiv. EMCDDA week on : measuring, understanding and Responding to drug
problems in Europe. 23-27 september 2013. http://www.emcdda.europa.eu/attachements.cfm/att_230536_EN_05.pdf
26 Mathers et al. 2008. Global epidemiology of injecting drug use and HIV among people who inject drugs: a systematic
review. www.thelancet.com Dipublikasikan online September 24, 2008 DOI:10.1016/S0140-6736(08)61311-2

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 23


Beberapa peningkatan untuk PSE 2016 telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas PSE
sesuai rekomendasi pada PSE 2012, termasuk penggunaan pemetaan terstandar dan
penambahan data yang digunakan untuk prediktor. Dengan adanya pemetaan terstandar,
populasi yang dipetakan dan siapa yang direfleksikan menjadi jelas. Tambahan data,
termasuk PODES, memberikan lebih banyak kesempatan untuk menentukan prediktor
mana yang akurat. Meskipun demikian, beberapa keterbatasan utama untuk PSE
2016 telah dicatat sebagai konsekuensi dari keterbatasan data yang digunakan seperti
data pemetaan, STBP, dan data prediktor. Selain itu, masih terdapat sebagian data
pemetaan yang diperoleh dari pemetaan 2012 yang kurang terstandarisasi. Keterbatasan-
keterbatasan ini dipaparkan secara rinci dalam Lampiran 1.

a. Keterbatasan pemetaan terstandar mencakup:


• Proporsi kota/kabupaten kecil (1/5 dari total)
• Pemilihan kota/kabupaten masih belum dilakukan secara acak (berbasis
program, fokus di kota besar, dan di wilayah Jawa dan Sumatra)
• Bergantung pada informan kunci yang ada di hotspot

b. Keterbatasan data prediktor disebabkan oleh data prediktor yang lebih mewakili
karakteristik populasi umum dan kurang sensitif untuk mendeteksi keberadaan ponci
di kota/kabupaten. Di antara semua sumber data yang digunakan untuk prediktor,
PODES menyumbang lebih banyak prediktor dibandingkan yang lain. Namun,
PODES didasarkan pada wawancara dengan orang kunci di kota/kabupaten,
umumnya kepala desa terkait untuk memberikan profil kota/kabupaten sehingga
mungkin bersifat subjektif.

c. Keterbatasan data STBP untuk digunakan sebagai sumber faktor inflasi atau deflasi:
• Pemilihan Provinsi dan kota/kabupaten masih belum acak (berbasis program,
fokus di kota besar dan di wilayah Jawa dan Sumatra)
• Pemilihan ponci untuk LSL dan Penasun menggunakan perekrutan teman
sebaya sehingga mungkin tidak representatif

Rekomendasi lebih lanjut adalah menyempurnakan metode data yang digunakan


untuk PSE, khususnya data pemetaan dan STBP. Untuk prediktor, harus lebih banyak
pertanyaan yang secara spesifik mendeteksi keberadaan ponci di kota/kabupaten.
Pertanyaan-pertanyaan ini bisa ditambahkan ke dalam survei SAKERNAS dan SUSENAS
selanjutnya yang didasarkan pada wawancara individual, pengambilan sampel acak,
dan tersedia di semua kota/kabupaten.

Terakhir, tim estimasi ingin menekankan bahwa PSE 2016 ini akan menjadi estimasi
terbaik untuk situasi saat ini, tetapi PSE tetap merupakan suatu estimasi. Oleh karena itu,
penggunaanya harus mempertimbangkan semua atribut yang tercakup di dalam hasilnya.

24 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


LAMPIRAN 1
Sumber dan Keterbatasan Pemetaan dan STBP
Tabel A-1 adalah definisi yang digunakan untuk populasi selama pemetaan dan STBP.
Definisi-definisi ini berbeda dengan yang digunakan dalam kegiatan PSE 2016 yang
telah disempurnakan agar lebih tepat.

Tabel A-1. Definisi Ponci dalam sumber data PSE: Pemetaan dan STBP

Populasi Definisi Pemetaan Definisi STBP


WPS Perempuan yang saat ini Perempuan usia 15+ yang melakukan seks
menjual seks untuk komersial setidaknya dengan satu
memperoleh uang atau pelanggan dalam bulan terakhir.
barang sebagai sumber WPSL: menjual seks sebagai pendapatan utama
pendapatan mereka. WPSTL: menjual seks sebagai pendapatan tambahan

LSL Laki-laki yang berhubungan Laki-laki secara biologis berusia 15+ dan
seks dengan laki-laki lain berhubungan seks dengan laki-laki lain pada
tahun terakhir
Penasun Laki-laki atau perempuan Laki-laki atau perempuan berusia 15+ yang telah
yang menyuntik napza menyuntik napza pada
pada tahun terakhir tahun terakhir
menyuntik napza pada
tahun terakhir

Waria Laki-laki secara biologis Laki-laki secara biologis berusia 15+ yang dikenal
yang mengidentifikasi diri sebagai Waria oleh
sebagai perempuan teman-teman sebayanya

Laki-laki Tidak tersedia Laki-laki berusia 15+ yang sudah bekerja


berisiko sebagai pelaut, TKBM, supir truk,
tinggi dan supir ojek

Gambaran Umum Data Pemetaan 2015


Berdasarkan rekomendasi PSE 2012, Indonesia mengadopsi prosedur pemetaan
terstandar sejak tahun 2014, yang mungkin meningkatkan PSE untuk tahun 2016.
Meskipun demikian, kota/kabupaten yang memiliki data pemetaan pada tahun 2014
sampai 2015 akan sangat terbatas untuk mengembangkan model yang baik untuk PSE.
Oleh karena itu, kami masih menggunakan data pemetaan tahun 2012; meskipun data-
data pemetaan ini tidak terstandar. Data pemetaan 2012 telah diperiksa untuk validitas
rupa (face validity) oleh tim dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional sehingga data
pemetaan ini hanya mencakup data yang dianggap dapat diandalkan (reliable). Pemetaan
tahun 2012, 2014, dan 2015 dilakukan di 72 hingga 114 kota/kabupaten dari jumlah
total 511 kota/kabupaten. Ini berarti bahwa cakupan kota/kabupatennya hanya 1/5 dari
jumlah total kota/kabupaten. Meskipun semua wilayah telah dicakup dalam pemetaan,
proporsinya lebih terdistribusi di Jawa (lihat Tabel A-2).

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 25


Estimasi jumlah populasi terutama menggunakan data yang dikumpulkan melalui
pemetaan. Meskipun demikian, karena kota/kabupaten tidak dipilih secara acak, terdapat
kemungkinan adanya bias akibat pemilihan kota/kabupaten yang tidak acak. Jumlah
kota/kabupaten yang dipetakan di setiap wilayah bersifat proporsional dengan jumlah
populasi umum berdasarkan data sensus sehingga pemetaan memberikan cakupan
untuk semua wilayah di Indonesia. Di setiap wilayah, kota/kabupaten terutama dipilih dari
kota-kota besar dan didasarkan pada ketersediaan sumber daya lokal untuk melakukan
pemetaan. Pendekatan ini memastikan bahwa data pemetaan dikumpulkan di tempat
yang sudah memiliki program.

Daftar hotspot dan waktu puncak berkumpul di setiap hotspot dibuat di setiap kota/
kabupaten berdasarkan input dari pemangku kepentingan (Komisi Penanggulangan AIDS
provinsi dan kota/kabupaten, dinas pariwisata, dinas sosial, dan LSM) dan informasi dari
orang kunci sebelum proses pemetaan dilakukan. Pemetaan dilaksanakan di lebih dari
99% hotspot yang telah diidentifikasi. Pemetaan sejumlah hotspot tidak dilakukan akibat
keterbatasan waktu dan tim pemetaan cenderung memetakan hotspot-hotspot besar
terlebih dahulu. Data pemetaan disesuaikan untuk penghitungan ganda dan mobilitas
(di kota/kabupaten terkait. Tabel A-2 memaparkan distribusi dan proporsi pemetaan
setiap ponci di wilayah.

Tabel A-2. Distribusi dan proporsi kota/kabupaten yang melakukan pemetaan27

Wilayah Total Kota/ Jumlah dan Persen Kota/Kabupaten


Kabupaten yang Dipetakan
WPS LSL Waria Penasun
F % F % F % F %
Sumatera 154 25 16 25 16 24 16 10 6
Jawa 119 47 39 44 37 39 33 48 40
Bali dan Nusa Tenggara 41 8 20 7 17 8 20 4 10
Kalimantan 56 10 18 9 16 9 16 4 7
Sulawesi 78 11 14 10 13 10 13 6 8
Indonesia Timur 63 13 21 8 13 5 8 0 0
Total 511 114a 22 103b 20 95c 19 72d 14

• Proporsi data pemetaan dari 2012: a= 46,5% (53 kota/kabupaten), b=33,65% (35 kota/kabupaten),
c= 63,2% (60 kota/kabupaten) dan proporsi data pemetaan dari 2014: d=100,0% (72 Kota/kabupaten)

27 Dokumen Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2012, 2014, dan 2015)

26 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


Catatan:
PSE menggunakan data pemetaan 2012 – 2015. Kota/kabupaten yang telah dipetakan
lebih dari satu kali menggunakan data terakhir. Sebelum tahun 2015, terdapat pemisahan
antara wanita pekerja seks langsung dan tidak langsung. Namun, berdasarkan
perkembangan baru-baru ini (misalnya pembubaran lokalisasi, perda menentang
prostitusi), semakin sulit untuk memisahkan pekerja seks langsung dan tidak langsung
sehingga tim memutuskan untuk tidak membedakan antara PSE langsung dan tidak
langsung. Keputusan tim ini juga sesuai dengan Kementerian Kesehatan yang tidak
akan lagi membedakan antara WPS langsung dan tidak langsung di masa datang.

Tokoh kunci untuk memberikan angka estimasi Ponci di suatu hotspot


Setiap hotspot dikunjungi oleh dua surveyor dengan pengetahuan akan lokasi hotspot
tersebut (yaitu anggota populasi kunci yang dikenal, mengenal lokasi, mengenal waktu
berkumpul puncak di lokasi, dll.). Setiap surveyor memilih setidaknya 3 informan kunci
yang tediri dari dua informan dari populasi kunci dan satu tidak berasal dari populasi
kunci (misalnya kasir di lokasi/bar, supir taksi, satpam, dll.). Informan kunci juga diminta
untuk menyebutkan jumlah orang yang dapat ditemui di hotspot pada saat jam puncak
kunjungan.

Penyesuaian hasil perhitungan pemetaan tingkat kota/kabupaten untuk mobilitas


Data pemetaan disesuaikan untuk mobilitas dan penghitungan ganda dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut:

• “Apakah Anda pergi ke hotspot lain untuk bertemu teman/pelanggan sebelum datang
ke sini?”
• “Apakah Anda berencana pergi ke hotspot lain untuk bertemu teman/pelanggan
hari ini/malam ini?”
• “Ketika Anda pergi untuk menemui teman/pelanggan Anda, berapa banyak hotspot
berbeda yang Anda kunjungi dalam satu hari/malam?”

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menghasilkan faktor koreksi untuk setiap ponci di setiap


hotspot dan faktor koreksi rata-rata di semua hotspot di kota/kabupaten diterapkan pada
penghitungan total tingkat kota/kabupaten untuk setiap ponci.

Memvalidasi data pemetaan

Reliabilitas
Selama kegiatan pemetaan, petugas lapangan mengevaluasi reliabilitas informan kunci
dengan memberikan skor subjektif 1 (kurang) sampai 3 (paling) dapat diandalkan. Data
yang menerima skor reliabilitas tinggi saja yang digunakan.

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 27


Kunjungan ulang
Kunjungan ulang ke hotspot dilakukan untuk 10% hotspot karena alasan-alasan berikut:
• Jumlah ponci lebih dari 50;
• Kunjungan tidak dilakukan saat waktu puncak berkumpul;
• Kunjungan terganggu (misalnya karen razia polisi, cuaca buruk);
• Jawaban yang diberikan oleh informan kunci bersifat samar atau tidak konsisten;
• Hostpot besar dan terletak di lokasi yang sulit diakses.

Hasil kunjungan pertama dan kedua kemudian dibahas di antara surveyor dan angka
akhir dibuat sebagai konsensus jumlah yang disepakati di antara para surveyor tersebut.

Kelemahan penggunaan data pemetaan


PSE di Indonesia pada ronde atau periode sebelumnya bergantung sepenuhnya pada
metode berbasis pemetaan. Pemetaan bermanfaat untuk program pencegahan. Namun,
PSE berbasis pemetaan memiliki sejumlah keterbatasan yang, secara keseluruhan,
mungkin akan menyebabkan estimasi yang terlalu rendah untuk alasan-alasan berikut:
• tidak mengidentifikasi semua lokasi;
• tidak mengidentifikasi semua anggota ponci di lokasi;
• hanya menghitung segmen populasi ponci yang pergi ke lokasi;
• bergantung pada informan kunci, yang mungkin memiliki bias dalam upaya mengingat
(recall bias) dan kesulitan yang mungkin dimiliki orang saat mengestimasi jumlah
orang yang ada di lokasi dalam waktu tertentu;
• Mengumpulkan data hanya satu kali di setiap lokasi dengan reliabiltias yang tidak
diketahui sejalan dengan waktu;
• Mengandalkan “periode puncak” yang mungkin menyebabkan estimasi berlebihan;
• Kesulitan mengekstrapolasi estimasi dari gambaran “sekilas” yang singkat selama
pengumpulan data terhadap jumlah ponci sesungguhnya yang sering mendatangi
lokasi dalam periode tertentu, misalnya satu bulan atau tahun;
• Jumlah lokasi dan kota/kabupaten yang dipetakan tidak memadai; dan,
• Kesulitan mengekstrapolasi lokasi yang dienumerasi tetapi tidak dapat dipetakan.

Pemetaan tidak sesuai untuk digunakan ketika proporsi populasi yang datang ke lokasi
relatif kecil. Saat ini tidak ada bukti yang tersedia untuk menilai aspek ini di Indonesia.
Dalam pertemuan pengkajian, tim PSE lokal memaparkan beberapa faktor yang
menunjukkan bahwa proporsi ponci yang mendatangi lokasi mungkin sebenarnya menurun
karena di antaranya akibat semakin banyaknya digunakan aplikasi telepon seluler jejaring
geo-sosial di kalangan LSL, WPS dan Waria dan karena semakin meningkatnya stigma,
implementasi aspek hukum dan sosial yang tidak toleran sehingga menyebabkan ponci
tetap tersembunyi dan menjauh dari lokasi pertemuan umum.

28 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


Gambaran Umum Data STBP 2015
Survei STBP 2015 untuk WPS, waria, LSL, penasun, dan laki-laki berisiko tinggi
mengumpulkan data dari 11 Provinsi terpilih dan 16 kota/kabupaten di indonesia yang
dipilih berdasarkan prevalensi HIV yang tinggi di kalangan ponci. Jumlah sampel untuk
mengukur perubahan perilaku sepanjang waktu adalah 250 orang untuk setiap ponci:
WPS (16 kota/kabupaten untuk WPSL, 13 kota/kabupaten untuk WPSTL), LSL (6
kota/kabupaten), waria (5 kota/kabupaten), penasun (6 kota/kabupaten) (lihat tabel di
bawah). LSL dan penasun diambil sampel dengan menggunakan perekrutan sebaya
(peer-to-peer) dan dianggap tidak representatif. Selain itu, laki-laki berisiko tinggi (LBT)
diambil sampelnya dengan menggunakan unadjusted cluster sampling. Estimasi akhir
dari kemungkinan ponci yang tidak dipetakan berkisar antara 19,7% sampai 38,8% dan
harus diinterpretasikan dengan hati-hati.

Tabel A-3. Daerah Survei STBP Tahun 2015

Provinsi Kota/Kabupaten Jumlah Populasi


Populasi Kunci Laki-Laki Berisiko Tinggi
WPSL WPSTL Penasun Waria LSL Pelaut TKBM Supir Supir
Truk Ojek
Sumatra Utara Medan 250 250 400
Deli Serdang dan
Serdang Bedagai 250 300 300
Kepulauan Riau Batam 250 250 400
Jakarta Jakarta Utara 250 250 250 250 400
Jakarta Barat 250
Jawa Barat Bandung 250 250 250 250 250
Bekasi 250 250
Jawa Tengah Semarang 250 250 250 250 250 400
Batang 250 400
Jawa Timur Surabaya 250 250 250 250 250 400
Banyuwangi 250
Malang Raya 250 250 250 250 250
Bali Denpasar 250 250 250 400
Nusa Tenggara Kupang 250 250 400
Timur
Papua Jayapura 250 250 300
Wamena 250
Lampung Bandar Lampung 250 250
Lampung Selatan 400
Maluku Ambon 250 250 400
TOTAL 4.000 3.250 1.500 1.250 1.500 2.400 400 1.500 600

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 29


LAMPIRAN 2
PERBANDINGAN PSE 2012 DENGAN PSE 2016
Tabel A-4 Perbandingan PSE 2012 dengan PSE 2016

PSE 2012 PSE 2016


Definisi
Ponci yang diestimasi WPS dianalisis berdasarkan WPS dianalisis sebagai satu Ponci
sub kelompok WPSL dan WPSTL tunggal
Kerangka waktu definisi Ponci Definisi lebih luas: tidak ada Definisi lebih sempit, kerangka
kerangka waktu yang diterapkan waktunya adalah satu tahun
(kecuali waria)
Model ekstrapolasi
Sumber variabel outcome Berbagai sumber data pemetaan Data pemetaan tak terstandar 2012
(tidak terstandard) dan dipilih Data pemetaan terstandar 2014
berdasarkan kriteria. dan 2015
Cakupan data pemetaan yang Cakupan data pemetaan yan
tersedia berkisar dari 24% tersedia berkisar dari 14%
sampai 52% sampai 22%
Cakupan data pemetaan 119 sampai 260 kota/kabupaten 72 sampai 114 kota/kabupaten per
per Ponci, sesuai dengan Ponci, sesuai dengan cakupan 14%
cakupan 24% sampai 52% sampai 22% di kota/kabupaten:
di kota/kabupaten:
WPSL (51%), WPSTL (52%) WPS (22%)
Waria (52%) Waria (19%)
LSL (29%) LSL (20%)
Penasun (24%) Penasun (14%)
Pembersihan data dan Mempertimbangkan di satu Setiap kota/kabupaten memiliki
pertimbangan data kota/kabupaten mungkin terdapat satu data pemetaan terkonsolidasi
pemetaan lebih dari satu data pemetaan sehingga semua data pemetaan
dari berbagai institusi, hitung digunakan
pemetaan yang tidak mungkin,
dan poin data ekstrim tidak
diikutsertakan
Sumber prediktor PODES 2011, Proyeksi populasi PODES 2015, SAKERNAS 2015,
2012 SUSENAS 2015, Sensus proyeksi
Populasi 2015
Pemilihan prediktor Kerangka kerja konseptual implisit Kerangka kerja konseptual eksplisit
Diagnostik regresi Diagnostik standard dilakukan Sebelum proses regresi, uji regresi
untuk menilai apakah dengan asumsi klasik dilakukan:
asumsi-asumsi teoretis dipenuhi:
• plot nilai prediksi terhadap setiap • plot nilai prediksi terhadap setia
prediktor untuk menilai linearitas prediktor untuk menilai linearitas
• plot sisa terhadap setiap • plot sisa terstandard terhada
prediktor untuk menilai setiap prediktor untuk menilai
homoskedastisitas heteroskedastisitas
• multikolinearitas dengan menilai
VIF (variance inflated factor) dan
toleransi
• autokorelasi dengan menilai nilai
Durbin Watson
• uji normalitas dengan menilai
skewness dan plot kurtosis
(Skor Z)

30 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


PSE 2012 PSE 2016

Bentuk fungsional Linier, Poisson dan binomial Linier, Poisson dan binomial negatif
model regresi negatif dihitung. dihitung.
Bentuk fungsional dipilih Di antara ketiga regresi, regresi
berdasarkan diagnostik di atas: linier memberikan hasil paling
Linier untuk WPSL, WPSTL, LSL masuk akal untuk semua Ponci
Binomial Negatif untuk Penasun
R2model regresi WPSL 66%; WPSTL 52% WPS: 71%
LSL 44% LSL: 26%
Penasun: 71% Penasun: 21%
Waria: 74% Waria: 24%
Penyesuaian lain
Penyesuaian mobilitas untuk Tidak dimasukkan Dimasukkan
memperhitungkan
kemungkinan
penghitungan ganda
di seluruh tempat
Faktor inflasi untuk • Faktor inflasi diperoleh dari • Faktor inflasi diperoleh dari STBP
memperhitungkan STBP 2009 dan 2011 2013, STBP 2015. Namun,
Ponci yang tidak datang • Di kota/kabupaten yang akhirnya
ke lokasi yang sering tidak memiliki data STBP, FI berikut ini yang digunakan:
didatangi Ponci yang rata-rata data STBP tingkat o Untuk LSL – berdasarkan
dipetakan provinsi digunakan konsensus pemangku
• Di kota/kabupaten yang tidak kepentingan dan komunitas
memiliki data STBP di seluruh o WPS dan waria –
provinsinya, faktor dirata- berdasarkan STBP 2013
ratakan dari kota/kabupaten dan 2015
lain yang masuk dalam STBP o Penasun – berdasarkan
dalam kategori GFATM yang STBP 2013 dan 2015
sama
• LSL: Faktor dari 5,0 sampai 11,8
• Penasun: Faktor dari 1,2 sampai 2,9
• WPS, Waria: tidak ada
PSE pelanggan
PSE pelanggan WPS Berdasarkan estimasi jumlah Berdasarkan SDKI (2%), Asian
pelanggan WPS per tahun dalam common (5-7%)13, dan
STBP dikalikan dengan estimasi konsensus setelah
jumlah WPS. perhitungan dari hasil STBP
Dipisahkan antara WPSL dan (7,5% dari rata-rata populasi
WPSTL Tidak dipisah antara pelanggan
WPSL dan WPSTL
PSE pelanggan Waria Berdasarkan estimasi jumlah STBP 2015 menyatakan 0,5%
pelanggan Waria per tahun laki-laki berisiko tinggi membeli
dalam STBP dikalikan dengan seks dari waria selama
estimasi jumlah waria. tahun terakhir. Angka ini
dikalikan dengan jumlah laki-laki
usia 15-49 tahun di kota
kabupaten berdasarkan
sensus proyeksi populasi 2015.

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 31


LAMPIRAN 3

Penyesuaian estimasi jumlah PONCI tingkat kota/kabupaten untuk digunakan


dalam penetapan target cakupan program dan menilai kinerja program

Metodologi estimasi jumlah yang digunakan pada tahun 2012 menghasilkan estimasi-
estimasi yang cukup matang di tingkat nasional tetapi keakuratan estimasi di tingkat kota/
kabupaten memiliki ketidakpastian yang lebih besar dan kemungkinan sangat bervariasi
dari satu kota/kabupaten ke kota/kabupaten lain. Sejauh estimasi akan digunakan untuk
menghitung target cakupan program tingkat kota/kabupaten dan menilai kinerja program
dalam menjangkau Ponci dan ODHA dengan informasi dan layanan terkait HIV, tim
estimasi merasa bahwa partisipasi lebih lanjut dari provinsi dan kota/kabupaten dalam
penentuan angka akhir diperlukan.

Dengan demikian, estimasi tingkat provinsi dan kota/kabupaten yang dihasilkan seperti
yang dipaparkan di atas dikirimkan ke setiap Provinsi untuk dikaji. Provinsi diberi otoritas
untuk melakukan penyesuaian terhadap estimasi jumlah di kota/kabupaten berdasarkan
informasi dan data yang dimilikinya sementara estimasi nasional dan provinsi dianggap
sudah tetap. Pembatasan tersebut diperlukan untuk memastikan adanya rekonsiliasi
antara estimasi jumlah Ponci dan ODHA di tingkat kota/kabupaten, provinsi, dan nasional.

32 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


LAMPIRAN 4

Penghitungan Pelanggan dengan Menggunakan Metode PSE 2012

Untuk mengestimasi jumlah pelanggan pekerja seks, tim mengambil rata-rata jumlah
pelanggan per tahun, yang disesuaikan dengan hari kerja, yang dilaporkan oleh WPSL
(131 pelanggan per tahun) dan WPSTL (143 pelanggan per tahun) dalam STBP 2015
dengan menggunakan rumus berikut:

1. Menghitung jumlah pelanggan per WPS (WPSL dan WPSTL) per tahun

• Data diambil dari STBP 2015 untuk WPSL


# pelanggan per minggu → 4 pelanggan
# hari kerja dalam satu bulan → 23 hari
# bulan kerja dalam satu tahun → 10 bulan
# pelanggan per WPSL per tahun → 4 x 32,9 = 131 pelanggan

• Data diambil dari STBP 2015 untuk WPSTL


# pelanggan per minggu → 4 pelanggan
# hari kerja dalam satu bulan → 25 hari
# bulan kerja dalam satu tahun → 10 bulan
# pelanggan per tahun → 4 x 35,7 = 143 pelanggan

2. Menyesuaikan kemungkinan penghitungan ganda pelanggan pekerja seks


yang sama dengan menggunakan pertanyaan dari STBP 2015 mengenai LBT

• LBT (Laki-Laki Berisiko Tinggi) STBP


# pekerja seks berbeda/tahun untuk tiap pelanggan → 3,3
# pelanggan dengan pekerja seks berbeda per tahun → (137 + 143)/3,3 =
83,6

3. Total Pelanggan WPS


# pelanggan = 83,6 x 226.791 (PSE 2016) = 18.96.101 pelanggan

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 33


LAMPIRAN 5
HASIL PSE BERDASARKAN PROVINSI
A. LSL

Provinsi LSL
Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 12.194 7.312 17.257
Sumatera Utara 41.867 34.804 49.132
Sumatera Barat 14.469 10.476 18.654
Riau 18.754 16.113 21.397
Jambi 9.983 7.559 12.405
Sumatera Selatan 24.123 20.381 27.868
Bengkulu 6.061 3.860 8.262
Lampung 21.972 18.665 25.273
Kep. Bangka Belitung 3.996 2.456 5.538
Kepulauan Riau 10.237 8.926 11.777
DKI Jakarta 60.696 59.469 62.017
Jawa Barat 138.606 132.662 144.548
Jawa Tengah 77.722 70.013 85.427
DI Yogyakarta 12.646 11.545 13.746
Jawa Timur 99.075 90.709 107.443
Banten 45.492 43.732 47.256
Bali 13.306 11.322 15.287
Nusa Tenggara Barat 13.650 11.448 15.851
Nusa Tenggara Timur 11.763 7.063 16.611
Kalimantan Barat 13.097 10.009 16.179
Kalimantan Tengah 7.095 4.126 10.178
Kalimantan Selatan 11.684 8.820 14.550
Kalimantan Timur 12.752 10.711 14.956
Kalimantan Utara 2.409 1.500 3.511
Sulawesi Utara 7.085 4.095 10.389
Sulawesi Tengah 7.851 5.058 10.714
Sulawesi Selatan 24.331 19.046 29.618
Sulawesi Tenggara 6.628 3.935 9.710
Gorontalo 3.959 2.638 5.279
Sulawesi Barat 3.720 2.398 5.042
Maluku 5.048 2.931 7.470
Maluku Utara 3.386 1.559 5.588
Papua Barat 1.944 762 4.807
Papua 6.709 2.538 13.100
NASIONAL 754.310 648.641 866.840

34 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


B. WPS

Provinsi WPS
Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 2.710 583 7.570
Sumatera Utara 14.234 8.079 21.943
Sumatera Barat 12.783 8.901 17.797
Riau 7.181 4.569 9.796
Jambi 4.544 1.986 7.188
Sumatera Selatan 7.630 4.235 11.323
Bengkulu 1.304 566 3.255
Lampung 7.532 4.534 10.717
Kep. Bangka Belitung 3.313 1.072 5.645
Kepulauan Riau 4.705 3.273 6.664
DKI Jakarta 21.405 17.444 25.386
Jawa Barat 25.281 17.806 34.220
Jawa Tengah 8.938 3.566 18.599
DI Yogyakarta 3.511 1.356 6.181
Jawa Timur 12.672 6.244 24.661
Banten 5.476 3.552 8.012
Bali 5.188 3.431 6.955
Nusa Tenggara Barat 2.127 1.131 3.212
Nusa Tenggara Timur 1.470 141 3.998
Kalimantan Barat 11.593 6.231 17.316
Kalimantan Tengah 5.208 1.580 11.181
Kalimantan Selatan 9.148 4.559 14.662
Kalimantan Timur 14.034 8.879 19.459
Kalimantan Utara 2.219 1.243 4.128
Sulawesi Utara 3.059 898 7.275
Sulawesi Tengah 6.052 1.663 10.801
Sulawesi Selatan 15.303 7.711 23.144
Sulawesi Tenggara 2.058 642 5.400
Gorontalo 746 111 2.722
Sulawesi Barat 1.376 250 3.076
Maluku 1.741 846 3.550
Maluku Utara 155 0 1.367
Papua Barat 542 326 1.780
Papua 1.553 706 5.330
NASIONAL 226.791 128.114 364.313

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 35


C. Pelanggan WPS

Provinsi Pelanggan WPS


Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 72.646 35.302 113.659
Sumatera Utara 234.352 179.209 293.196
Sumatera Barat 79.956 50.673 113.839
Riau 112.224 90.814 133.621
Jambi 57.804 38.807 77.419
Sumatera Selatan 302.650 272.318 332.962
Bengkulu 32.045 14.847 49.877
Lampung 150.431 123.670 177.178
Kep. Bangka Belitung 28.111 15.623 40.592
Kepulauan Riau 51.635 41.822 64.118
DKI Jakarta 281.423 271.880 292.123
Jawa Barat 948.932 900.762 997.078
Jawa Tengah 656.807 594.533 719.215
DI Yogyakarta 102.866 93.945 111.781
Jawa Timur 725.418 657.703 793.182
Banten 299.135 284.862 313.401
Bali 127.052 110.995 143.099
Nusa Tenggara Barat 76.799 58.959 94.630
Nusa Tenggara Timur 91.313 54.636 130.541
Kalimantan Barat 108.296 83.651 133.260
Kalimantan Tengah 42.272 19.249 67.238
Kalimantan Selatan 69.654 46.535 92.834
Kalimantan Timur 124.368 107.943 142.199
Kalimantan Utara 13.252 6.347 22.167
Sulawesi Utara 62.413 40.557 83.335
Sulawesi Tengah 46.187 24.384 69.368
Sulawesi Selatan 134.959 92.386 177.755
Sulawesi Tenggara 38.229 17.337 63.192
Gorontalo 18.782 8.348 29.482
Sulawesi Barat 21.339 10.698 32.038
Maluku 28.258 13.677 47.871
Maluku Utara 19.151 6.484 36.984
Papua Barat 19.394 8.450 42.575
Papua 75.912 38.370 127.623
NASIONAL 5.254.065 4.415.776 6.159.431

36 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


D. Waria

Provinsi Waria
Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 1.992 222 4.338
Sumatra Utara 3.038 914 5.668
Sumatra Barat 902 168 2.501
Riau 1.264 525 2.000
Jambi 946 215 1.757
Sumatra Selatan 1.612 483 2.819
Bengkulu 572 85 1.206
Lampung 1.248 386 2.155
Kep. Bangka Belitung 205 33 721
Kepulauan Riau 450 118 953
DKI Jakarta 1.103 644 1.590
Jawa Barat 4.073 2.471 5.711
Jawa Tengah 3.806 1.826 5.829
DI Yogyakarta 293 36 662
Jawa Timur 4.268 1.606 7.112
Banten 1.623 1.020 2.217
Bali 674 204 1.214
Nusa Tenggara Barat 679 209 1.361
Nusa Tenggara Timur 616 45 2.510
Kalimantan Barat 1.303 287 3.051
Kalimantan Tengah 562 7 2.298
Kalimantan Selatan 1.231 214 2.470
Kalimantan Timur 704 174 1.459
Kalimantan Utara 115 0 793
Sulawesi Utara 965 300 2.054
Sulawesi Tengah 294 4 1.575
Sulawesi Selatan 1.852 605 3.440
Sulawesi Tenggara 670 103 2.008
Gorontalo 136 0 557
Sulawesi Barat 129 3 748
Maluku 178 9 1.824
Maluku Utara 334 28 1.682
Papua Barat 159 8 3.237
Papua 932 86 10.120
NASIONAL 38.928 13.038 89.640

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 37


E. Pelanggan Waria

Provinsi Pelanggan Waria


Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 17.928 16.801 19.056
Sumatra Utara 27.345 25.739 28.964
Sumatra Barat 8.089 7.256 9.024
Riau 11.387 10.797 11.977
Jambi 8.514 7.975 9.054
Sumatra Selatan 14.520 13.685 15.347
Bengkulu 5.141 4.650 5.633
Lampung 11.221 10.485 11.958
Kep. Bangka Belitung 1.820 1.514 2.164
Kepulauan Riau 4.054 3.759 4.399
DKI Jakarta 9.946 9.652 10.241
Jawa Barat 36.713 35.385 38.039
Jawa Tengah 34.247 32.531 35.962
DI Yogyakarta 2.626 2.381 2.872
Jawa Timur 38.446 36.584 40.311
Banten 14.625 14.232 15.018
Bali 6.045 5.604 6.486
Nusa Tenggara Barat 6.087 5.597 6.577
Nusa Tenggara Timur 5.498 4.613 6.581
Kalimantan Barat 11.747 11.061 12.434
Kalimantan Tengah 5.043 4.515 5.731
Kalimantan Selatan 11.093 10.455 11.731
Kalimantan Timur 6.322 5.831 6.813
Kalimantan Utara 1.026 830 1.272
Sulawesi Utara 8.673 8.004 9.411
Sulawesi Tengah 2.625 2.233 3.269
Sulawesi Selatan 16.646 15.470 17.827
Sulawesi Tenggara 6.001 5.401 6.688
Gorontalo 1.207 962 1.503
Sulawesi Barat 1.137 871 1.431
Maluku 1.575 1.319 2.119
Maluku Utara 3.001 2.756 3.496
Papua Barat 1.419 1.230 2.065
Papua 8.352 7.418 9.783
NASIONAL 350.119 327.596 375.236

38 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


F. Penasun

Provinsi Penasun
Estimasi Point Estimasi Bawah Estimasi Atas
NAD 147 0 2.260
Sumatra Utara 1.393 221 4.732
Sumatra Barat 936 237 2.601
Riau 602 183 1.657
Jambi 454 76 1.441
Sumatra Selatan 1.047 276 2.505
Bengkulu 227 40 1.131
Lampung 843 254 2.126
Kep. Bangka Belitung 277 67 917
Kepulauan Riau 690 351 1.341
DKI Jakarta 1.705 1.048 2.764
Jawa Barat 6.053 3.774 8.861
Jawa Tengah 3.433 1.527 6.527
DI Yogyakarta 313 136 802
Jawa Timur 2.824 859 6.592
Banten 2.105 1.548 3.631
Bali 516 193 1.366
Nusa Tenggara Barat 702 250 1.604
Nusa Tenggara Timur 395 40 2.589
Kalimantan Barat 1.302 440 2.842
Kalimantan Tengah 814 181 2.377
Kalimantan Selatan 466 168 2.003
Kalimantan Timur 1.242 534 2.550
Kalimantan Utara 370 56 950
Sulawesi Utara 664 94 2.045
Sulawesi Tengah 478 11 1.679
Sulawesi Selatan 2.305 888 4.620
Sulawesi Tenggara 329 103 1.666
Gorontalo 24 0 605
Sulawesi Barat 65 0 641
Maluku 594 168 1.663
Maluku Utara 177 0 1.161
Papua Barat 0 0 0
Papua 0 0 0
NASIONAL 33.492 14.016 88.812

ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 39


LAMPIRAN 6
KRITERIA INFORMASI AKAIKE

Ponci Obs ll (null) ll (model) df AIC BIC


WPS 114 -916,719 -847,764 9 1713,527 1738,153
LSL 104 -795,24 -782,90 10 1585,80 1612,25
Penasun 72 -472,31 -463,69 5 937,38 948,77
Waria 95 -602,52 -589,22 7 1192,45 1210,32

40 ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016


ESTIMASI JUMLAH POPULASI KUNCI HIV DI INDONESIA TAHUN 2016 41

Anda mungkin juga menyukai