totieq@gmail.com1,ruslanmajid777@gmail.comi,asriatiyusuf@gmail.com3
Abstract
The IMCI is one of the indicators for the 2020-2024 Strategic Plan that all health centers have to
implement the IMCI approach on visit of sick toddlers an the targets is 87 %. In Kendari City itself,
the coverage of health centers that have implementing the IMCI in 2018-2020 is around 67%. The
purpose of this study was to analyze the differences in factors as well as knowledge, attitudes,
facilities and leadership support that influence the implementation of services for sick toddlers in
health centers that do and do not implement IMCI. This research is an observational analytic study
with a case-control design. The results showed that there was a significant difference between
knowledge (p=0.031) and facilities (p=0.009), meanwhile there was no significant difference
between attitudes (p=0.946) and leadership support (p=0.604) on implementing the IMCI at health
centers. It is suggested that the health office can coordinate with all health centers in Kendari City
in order to provide IMCI in the form of training and services to health workers in order to
optimally implement ICMI.
Keywords: IMCI, health center, sick toddler.
Abstrak
MTBS merupakan salah satu indikator Renstra 2020-2024 bahwa semua Puskesmas harus
menerapkan pendekatan MTBS pada kunjungan balita sakit dengan target 87%. Di Kota Kendari
sendiri cakupan Puskesmas yang telah menerapkan MTBS tahun 2018-2020 sekitar 67%. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan faktor serta pengetahuan, sikap, fasilitas dan
dukungan pimpinan yang mempengaruhi pelaksanaan pelayanan balita sakit di Puskesmas yang
melakukan dan tidak melaksanakan MTBS. Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan desain case control. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara pengetahuan (p=0,031) dan fasilitas (p=0,009), sedangkan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara sikap (p=0,946) dan dukungan kepemimpinan (p=0,604) pada penerapan
MTBS di pusat kesehatan. Disarankan agar dinas kesehatan dapat berkoordinasi dengan seluruh
Puskesmas yang ada di Kota Kendari agar dapat memberikan MTBS berupa pelatihan dan
pelayanan kepada tenaga kesehatan agar dapat melaksanakan ICMI secara optimal.
25
1. Pendahuluan pendekatan MTBS pada kunjungan balita sakit.
Untuk mengurangi angka kematian Karena menurut data SDKI 2012 dan Risfaskes
anak, WHO telah menerapkan strategi-strategi 2011 ada korelasi negatif antara presentasi
yang telah dilakukan sejak tahun 1990 sehingga Puskesmas yang melaksanakan MTBS dengan
angka kematian anak berkurang dari 12.7 juta kematian neonatal, bayi dan balita : dimana
pada tahun 1990 menjadi 6.2 juta pada tahun semakin besar presentase puskesmas yang
2018. Salah satu strategi yang dilakukan adalah melaksanakan MTBS, maka angka kematian
integrated management of childhood illness neonatal, bayi dan balita semakin rendah. (
(IMCI) for all children under five years old Pedoman Penjelasan Indikator Program
yang merupakan hasil kerjasama WHO dan Kesehatan Masyarakat dalam RPJM dan
UNICEF kemudian diadopsi oleh Indonesia Renstra Kementrian Kesehatan Tahun 2020-
dengan nama Manajemen Terpadu Balita Sakit 2024).
(MTBS). (WHO, 2015) Saat ini masih banyak puskesmas yang
IMCI telah dikembangkan sejak tahun belum dapat menerapkan MTBS. Beberapa
1996 yang merupakan kerjasama WHO dan studi menyebutkan bahwa, penerapan MTBS
UNICEF. Strategi ini merupakan suatu sangat ditentukan oleh sumber daya manusia
pendekatan yang terintregrasi/terpadu dalam (petugas kesehatan/penanggung jawab
tatalaksana balita sakit dengan berfokus program), tata laksana program, serta sarana
kesehatan anak usia 0-5 tahun secara pendukung. Keberhasilan MTBS berkaitan
menyeluruh. IMCI mulai diadaptasi oleh dengan kinerja petugas kesehatan akan
Departemen Kesehatan RI bekerjasama dngan berdampak pada kualitas deteksi dini penyakit
WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia pada balita dan mempercepat proses
(IDAI) sejak tahun 1997 dengan nama penyembuhan penyakit sehingga menurunkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). angka kematian bayi dan balita (Kemekes RI,
Kegiatan MTBS merupakan suatu upaya yang 2011)..
ditunjukan untuk menurunkan kesakitan dan Dalam beberapa jurnal penelitian yang
kematian sekaligus meningkatkan kualitas dilakukan oleh Kiplagat et al. 2014; Carai et al.
pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Pustu, 2019; bahwa ada beberapa faktor yang
dan Poskesdes.(Kemenkes RI, 2014) memiliki pengaruh dalam implementasi
Target RPJMN program kesehatan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit
keluarga tahun 2020-2024 terkait angka (MTBS) diantaranya adalah keterbatasan
kematian Bayi adalah 16 per 1000 KH sumber daya, kurangnya fasilitas kesehatan
sedangkan angka kematian Neonatal adalah 10 terutama akses terhadap obat-obatan, kurangnya
per 1000 KH Jumlah kematian Neonatal tahun pengetahuan dan pelatihan terhadap petugas
2020. di provinsi Sulawesi Tenggara adalah 274 yang bertanggung jawab serta kurangnya
sedangkan di kota kendari berjumlah 13.Jumlah dukungan kepemimpinan yang menyebabkan
kematian bayi tahun 2020 di provinsi Sulawesi pengawasan menjadi buruk sehingga
Tenggara adalah 359 sedangkan di kota kendari menyebabkan kurangnya akuntabilitas untuk
berjumlah 16. Jumlah kematian Balita tahun hasil-hasil program.
2020 di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Hal yang senada juga di ungkapkan
400, sedangkan di kota kendari berjumlah 17 oleh penelitian yang di lakukan oleh Adnyani
(Data program Kesehatan keluarga ,2020). (2016) ; Wiendasari (2018) ; suparmi (2018);
Salah satu indikator Renstra dalam penelitian yang mereka lalukan
Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024 ditemukan bahwa factor-faktor berikut
terkait kesehatan balita yaitu jumlah memberikan pengaruh terhadap pelayanan
Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan MTBS di Puskesmas, yakni tidak seimbangnya
pelayanan kesehatan balita. Dan salah satu jumlah petugas yang menangani bayi/balita sakit
kriteria dari indikator kesehatan balita ini dikarenakan petugas terlatih MTBS
adalah seluruh puskesmas melaksanakan melaksanakan tugas rangkap, petugas terlatih
26
Jurnal Kendari Kesehatan Masyarakat (JKKM) Vol 1 No 1 Tahun 2021
pindah tugas dan atau petugas terlatih populasi dijadikan sampel penelitian sehingga
melanjutkan pendidikan, kurangnya kepatuhan jumlah total sampel adalah 34 subjek dimana
petugas, waktu pelatihan yang singkat, kurangnya perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:1 (17
ketersediaan peralatan dan sarana/prasarana serta kasus dan 17 kontrol). Subjek dalam penelitian
kurangnya dukungan kepemimpinan. ini adalah dokter, bidan, dan perawat yang
Sulawesi Tenggara menempati urutan terlibat dalam pelayanan MTBS dan pelayanan
ke 31 dari 34 Provinsi di Indonesia dengan balita sakit di 10 puskesmas di kota kendari.
presentase pelaksanaan MTBS di Puskesmas
sebesar 37,38%. Angka ini menunjukkan bahwa 2.2 Metode Analisis Data
provinsi Sulawesi Tenggara belum mampu Analisis kuantitatif diawali dengan
mencapai target pelaksanaan MTBS di analisis univariate untuk menganalisis semua
Puskesmas sesuai target yang telah di tetapkan. variabel baik variabel terikat maupun variabel
Di Kota Kendari sendiri cakupan puskesmas bebas. Analisis bivariate dilakukan untuk
yang melaksanakan program MTBS pada tahun melihat hubungan masing-masing variabel
2018 dan tahun 2019 berjumlah 8 puskesmas bebas terhadap variabel terikat dengan
yaitu sebesar 53.33%. Sedangkan pada tahun menggunakan Uji Mann whitney U Test. Uji
2020 sebesar 66.7% atau 10 puskesmas dari Mann Whitney U Test ini digunakan untuk
total keseluruhan 15 puskesmas yang ada di melihat apakah ada perbedaan rata-rata nilai
Kota Kendari. Jumlah ini masih belum kasus dan control pada variabel-variabel yang
memenuhi target renstra 2020 – 2024 yaitu diteliti dan jika asumsi tes parametrik tidak
87%. (Data Capaian Program Kesehatan terpenuhi.
Keluarga Dinas Kesehatan Kota Kendari,
2020). 3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk 3.1. Karakteristik Responden
menganalisis perbedaan pada faktor-faktor yang Tabel 1 Karakteristik responden berdasarkan
mempengaruhi implementasi pelayanan balita jenis kelamin
sakit pada puskesmas yang melaksanakan dan Puskesmas
Total
tidak melaksanakan MTBS. Jenis melaksanakan MTBS
(n=34)
Kelamin Ya (n=17) Belum (n=17)
2. Metode n (%) n (%) n (%)
Peneltian ini merupakan penelitian Laki-laki 1 (5,88) 0 (0) 1 (2,9)
Perempuan 16(94,1) 17(100) 33(97,1)
analitik observasional dengan desain kasus-
kontrol dimana kelompok puskesmas yang telah Sumber : data primer, Juli 2021
melaksanakan MTBS dibandingkan dengan
Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan
kelompok puskemas yang belum melaksanakan
usia
MTBS. Pendekatan yang digunakan adalah
Puskesmas
cross sectional dimana variabel bebas dan Kelompok Total
melaksanakan MTBS
variabel terikat dikumpulkan dan dianalisis Usia (n=34)
Ya (n=17) Belum n=17)
dalam waktu bersamaan. (tahun)
n (%) n (%) n (%)
20-30 4 (23,5) 8 (47,05) 12 (35,3)
2.1 Metode Pengumpulan Data 31-40 7 (41,2)) 6 (35,3) 13 (38,2)
Metode pengumpulan data adalah 41-50 5 (29,4) 3 (17,6) 8 (23,5)
dengan kuesioner, observasi dan dokumentasi. >50 1 (5,8) 0 1 (2,9)
Kuesioner yang digunakan bersumber dari buku Sumber : data primer, Juli 2021
bagan MTBS dan penelitian-penelitian
terdahulu yang telah diuji reliabilitasnya. Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan
Penelitian ini dilaksanakan di 10 puskesmas di pendidikan
kota kendari yakni 5 puskesmas yang Puskesmas
Total
melaksanakan MTBS dan 5 puskesmas yang melaksanakan MTBS
Pendidikan (n=34)
Ya (n=17) Belum n=17)
belum melaksanakan MTBS.
n (%) n (%) n (%)
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah total sampling. Pada D III 6 (35,3) 8 (47,1) 14 (41,2)
penelitian ini seluruh
27
D IV 0 (0)) 1 (5,8) 1 (2,9) tenaga kesehatan pada puskesmas non MTBS
Sarjana 10(58,8) 7 (41,2) 17 (50) lebih tinggi dibandingkan dengan puskesmas
Ners 0 (0) 1 (5,8) 1 (2,9) MTBS yakni 13 reponden (76,5)
Master 1 (5,8) 0 (0) 1 (2,9) berpengetahuan baik di puskesmas non MTBS
dan hanya 6 responden (35,3) di puskesmas yg
Sumber : data primer, Juli 2021
sudah melaksanakan MTBS.
28
Jurnal Kendari Kesehatan Masyarakat (JKKM) Vol 1 No 1 Tahun 2021
Berdasarkan tabel 9, sebagian besar value menunjukkan 0.931 atau >0.05 sehingga
responden menyatakan dukungan dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang
kepemimpinan dengan kategori baik (85.3%). signifikan antara sikap petugas kesehatan pada
Sedangkan, 5 responden menyatakan dukungan puskesmas MTBS dan non MTBS mengenai
kepemimpinan dengan kategori cukup (14.7%). manajemen terpadu balita sakit di kota Kendari.
29
3.3.1 Perbedaan pengetahuan pelayanan sudah melaksanakan MTBS masih ada yang
balita sakit pada puskesmas yang belum pernah mendapatkan pelatihan MTBS,
melaksanakan MTBS dan tidak sehingga pengetahuan tenaga pelaksana MTBS
melaksanakan MTBS. di Puskesmas masih kurang baik. Disertai
Pada penelitian ini karakteristik dengan pengembangan pelatihan MTBS yang
Pendidikan responden berdasarkan jenis belum optimal sebagaimana yang diharapkan,
puskesmas yang melaksanakan MTBS dan kurangnya bimbingan teknis bagi pelaksana
mayoritas adalah sarjana sedangkan pada pada dan pemantauan paska pelatihan sebagai bagian
puskesmas yang belum melaksanakan MTBS, dari paket pelatihan sering dilupakan. Semakin
mayoritas berpendidikan Diploma. Namun, tinggi tingkat pengetahuan tenaga kesehatan
tenaga kesehatan pada puskesmas non MTBS tentang materi MTBS, maka akan semakin
memiliki lebih banyak tenaga yang terlatih mudah untuk menerapkan MTBS sesuai standar
dalam melaksanakan MTBS dibandingkan yang telah ditetapkan.
puskesmas MTBS. Hal tersebut dapat
dikarenakan semua tenaga kesehatan baik yang 3.3.2 Perbedaan sikap pelayanan balita sakit
berlatar pendidikan D III sampai jenjang S2 pada puskesmas yang melaksanakan MTBS
mempunyai kesempatan yang sama dalam dan tidak melaksanakan MTBS
memperoleh informasi terkait pelaksanaan
MTBS. Pelatihan MTBS menjadi salah satu alat
Penelitian yang mendukung penelitian untuk memperbaiki sikap dalam peningkatan
ini adalah penelitian Firdaus Nitmatul, dkk, mutu pelayanan MTBS di Puskesmas. Menurut
2013 tentang implementasi program Hastuti (2010) pelatihan MTBS diakui petugas
manajemen terpadu balita sakit ( MTBS) di kesehatan dapat membawa perubahan sikap
puskesmas wilayah kabupaten pasuruan yang terhadap penatalaksanaan MTBS. Hal ini
menyatakan bahwa petugas yang melayani sejalan dengan banyaknya responden di
balita sakit belum menunjang keberhasilan puskesmas non MTBS yang terlatih dalam
pencapaian tujuan MTBS oleh karena adanya pelaksanaan MTBS dibandingkan dengan
system rotasi kepegawaian maka belum semua puskesmas MTBS, sehingga sikap responden
petugas pelaksana telah mendapatkan pelatihan pada puskesmas non MTBS lebih tinggi
MTBS. Hal ini sejalan dengan kondisi dibandingkan responden pada puskesmas
puskemas yang ada di kota kendari, beberapa MTBS meskipun tidak signifikan.
tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan Hal ini dapat disebabkan pelatihan
pelatihan MTBS justru mereka bertugas di MTBS tidak hanya diikuti oleh petugas yang
puskesmas yang belum melaksanakan MTBS. berasal dari puskesmas MTBS, namun petugas
Berdasarkan hasil penelitian Hastuti pada puskesmas non MTBS juga ikut pelatihan
(2010) di puskesmas boyolali dengan judul MTBS. Dimana pelatihan MTBS yang diikuti
pengaruh Pengetahuan Sikap dan Motivasi oleh petugas akan memberikan banyak inormasi
terhadap Penatalaksanaan Manajemen Terpadu tentang pelayanan pada balita sakit. Pada
Balita Sakit (MTBS) pada Petugas Kesehatan di pelatihan MTBS tenaga kesehatan tidak hanya
Puskesmas Kabupaten Boyolali dengan hasil mendapatkan pengetahuan secara kognitif,
penenilitan menunjukan bahwa terdapat namun juga dari aspek psikomotor (Rohayati et
pengaruh yang signifikan antara variabel al., 2015).
pengetahuan, terhadap penatalaksanaan MTBS Pada penelitian ini, sikap baik yang
di Puskesmas Kabupaten Boyolali. ditujukkan oleh petugas puskesmas MTBS
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa maupun non MTBS juga dipengaruhi oleh
perbedaan pengetahuan responden pada teman sejawat, dalam hal memberikan
puskesmas non MTBS yang lebih dibandingkan pelayanan tentunya teman yang ada disekitar
dengan puskesmas MTBS disebabkan karena akan saling memberikan dampak pada perilaku
mereka sudah pernah mendapatkan pelatihan baik itu dokter, perawat dan bidan yang
MTBS, hanya saja puskesmasnya belum menjalankan pelayanan balita sakit. Hal ini
memberikan pelayanan MTBS pada bayi dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan
balita yang berobat ke Puskesmas. Sebaliknya Hastuti (2010) yang menyebutkan bahwa ada
penanggungjawab MTBS di puskesmas yang pengaruh sikap petugas kesehatan terhadap
30
Jurnal Kendari Kesehatan Masyarakat (JKKM) Vol 1 No 1 Tahun 2021
31
dukungan kepemimpinan (kepala puskesmas) 2. Peneliti selanjutnya diharapkan untuk
yang melakukan monitoring dan memberikan lebih mengembangkan variabel penelitian lain
motivasi pada stafnya dalam melaksanakan yang terkait dengan Implementasi Manajemen
MTBS di puskesmas. Terpadu Balita Sakit di Puskesmas.
32
Jurnal Kendari Kesehatan Masyarakat (JKKM) Vol 1 No 1 Tahun 2021
33
https://lib.unnes.ac.id/26244/. Diakses tanggal 8
Juli 2020].
34