NIM : 21220159
A. Definisi MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah modul yang secara rinci menjelaskan
penanganan balita sakit yang datang ke fasilitas kesehatan (Syafrudin &Hamidah,
2009). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI dalam Bahasa Inggris) merupakan suatu pendekatan yang
terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit usia 0-5 tahun secara
menyeluruh (Maryunani, 2014).
Menurut Maryunani (2014): (1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan
suatu bentuk manajemen yang dilakukan secara terpadu, tidak terpisah; (2) Dikatakan
‘terpadu dan terintegrasi’ karena bentuk manajemen atau pengelolaannya dilaksankan
secara Bersama dna penanganan kasusnya tidak terpisah-pisah, yang meliputi
manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian imunisasi, pencegahan penyakit,
dan promosi untuk tumbuh-kembang; (3) Disamping itu juga, pelaksanaan MTBS yang
terpadu ini sangat cocok untuk balita yang berobat ke puskesmas.
Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Pelaksanaan Program MTBS Sumber daya
manusia kesehatan (SDMK) merupakan salah satu sub sistem dalam sistem kesehatan
nasional yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui berbagai upaya dan pelayanan kesehatan. Upaya dan pelayanan
kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, memiliki etik dan
moral tinggi, keahlian dan berwenang. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan konsep Depkes RI
(2009), dari langkah-langkah yang diterapkan di dalam MTBS jelas bahwa berkaitan peran
dan tanggung jawab antar petugas Puskesmas sangat erat. Diantara peran tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayan MTBS adalah Melakukan pemeriksaan umum terhadap bayi dan
balita 26 meliputi: Infeksi, (pemeriksanaan dengan melihat), Palpasi, (pemeriksaan dengan
meraba), Auskultasi (pemeriksaan dengan mendengar). Petugas kesehatan tenaga atau
pegawai mempunyai tugas dan peran dalam memberikan pelayanan secara menyuluruh dan
terpadu kepada masyarakat diwilayah tempat dimana bekerja. Pelayanan yang berkualitas
tidak akan
terlepas dari tenaga memberi jasa pelayanan tersebut baik dari segi jumlah, keahlian dan
latar belakang atau pengalaman pribadinya. Dengan pengetahuan dan kompetensi yang
sesuai maka efektifitas pelayanan akan semakin tinggi karena semakin efektif pelayanan
kesehatan maka semakin tinggi pula pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dirasakan
(Depkes RI, 2009). Pelayanan yang handal dan bermutu bukan saja dilihat dari
perseorangan tenaga saja tetapi rasio jumlah penduduk indonesia yang cukup besar,
sehingga diperlukan jumlah tenaga kesehatan yang dapat seimbang dan merata pada semua
lapisan masyarakat. Disamping itu jumlah tenaga yang lebih banyak dengan keahlian dan
keprofesional yang lebih bermutu maka pemanfaatan pelayanan diharapkan dapat
memberikan perubahan derajat kesehatan masyarakat yang lebih optimal. Dalam penerapan
MTBS, tenaga kesehatan diajarkan untuk memperhatikan sacara tepat dan cepat semua
gejala anak sakit, sehingga segera dapat ditentukan apakah anak dalam keadaan sakit berat
dan perlu segera dirujuk, jika penyakitnya tidak parah tenaga kesehatan bisa memberikan
pengobatan sesuai pedoman MTBS. Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh
petugas Puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh petugas
yang meliputi perawat, bidan, petugas gizi, petugas imunisasi, petugas obat, 27 pengelola
SP2TP, pengelola Program P2M, petugas Loket dan lain-lain. Diseminasi informasi
dilaksanakan oleh petugas yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh superviordari
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, disampaikan meliputi: konsep umum MTBS serta peran
dan tanggung jawab petugas Puskesmas dalam penerapan MTBS. Sedangkan kegiatan yang
sfesifik dari MTBS selama mengadakan kunjungan adalah memperkuat ketrampilan petugas
kesehatan, memeriksa kembali fasilitas penunjang MTBS serta pemecahan masalahnya,
membuat kesimpulan dari kunjungan dan informasi tentang tatalaksana MTBS dan fasilitas
kesehatan penunjangnya (WHO, 2009). Penelitian Ika Susilowati, dkk (2016), menunjukkan
bahwa ada hubungan antara peran petugas dengan pelaksanaan program manajemen terpadu
balita sakit (MTBS) dengan p value = 0,001. Dapat kita ketahui bahwa semakin petugas
berperan maka semakin baik pelaksanaan MTBS.
Merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang
berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi upaya kuratif terhadap
penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif
dan preventif yang meliputi imunisasi dan pemberian vitamin A dan konseling pemberian
makan. Tujuan utama tatalaksana ini untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak
balita dan menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014)
Tindak Lanjut
Gejala Utama
Status Gizi
Tanda Status
Bahay Imunisasi
a Masalah Lain
Umum Perlu dirujuk
Pengobatan spesifik
Perawatan di rumah
Menentukan Tindakan
Pengobatan
Seiring bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun, maka terdapat peningkatan jumlah
Puskesmas juga di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan RI jumlah Puskesmas di
Indonesia dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 terus mengalami peningkatan,
jumlah Puskesmas pada tahun 2017 mencapai 9.825 17 Puskesmas yang tersebar di
Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Dengan bertambahnya jumlah Puskesmas
setiap tahunnya juga termasuk dalam hambatan penetalaksanaan MTBS, karena semakin
banyaknya petugas kesehatan yang harus dilatih, tetapi pengadaan pelatihan hanya 10
kali dalam satu tahun. Hambatan lain yakni perpindahan tenaga kesehatan yang telah
mengikuti pelatihan, serta kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung untuk
penatalaksanaan MTBS (Maryunani, 2014).
Pada pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada umur 2 bulan sampai dengan 5
tahun tahap pelaksanaan sama seperti pada bayi umur kurang dari 2 bulan yaitu dengan
tahap penilaian dan gejala, tahap kalisifikasi dan tingkat kegawatan, tahap tindakan dan
pengobatan, tahap pemberian konseling dan tahap pelayanan tindak lanjut, adapun secara
jelas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Penilaian Tanda & Gejala, pada penilaian tanda & gejala pada bayi umur 2 bulan
sampai dengan 5 tahun ini yang dinilai adalah tindakannya tanda bahaya umum (tidak
bisa minum atau muntah,kejang, letargis atau tidak sadar dan keluhan seperti batuk atau
kesukaran bernafas, adanya diare, lemah, masalah telinga, mall nutrisi, anemia dan lain-
lain.
2. Penilaian pertama keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum, tarikan
dinding wajah ke dalam, stridor, nafas cepat. Penentuan frekuensi pernapasan adalah
pada anak usia 2 bulan sampai 12 bulan normal pernapasan 50 atau lebih permenit
sedangkan frekuensi pernapasan anak usia 12 bulan sampai 5 tahun adalah 40 kali
permenit.
3. Penilaian kedua keluhan dan tanda adanya diare seperti letargis atau tidak sadar, atau
cenderung tidak bisa minum atau malas makan maka turgor kulit jelek, gelisah, rewel,
haus atau banyak minum adanya darah dalam tinja (berak campur darah).
4. Penilain ketiga tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umu, kaku kuduk, dan
adanya infeksi lokal seperti kekeruhan pada kornea mata,luka pada mulut,mata bernanah
adanya tanda presyok seperti nadi lemah,ektremitas dingin,muntah darah,berak
hitam,perdarahan hidung,perdarahan bawah kulit,nyeri ulu hati dan lain-lain.
5. Penilaian keempat tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga,adanya
pembengkakan,adanya cairan keluar dari telinga yang kurang dari 14 hari,dan lain-lain.
6. Penilaian kelima tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus,bengkak pada
kedua kaki,telapak tangan pucat,status gizi dibawa garis merah pada pemeriksaan berat
badan menurut umur.
2. Dehidrasi
Pada klasifikasi dehidrasi tindakan dapat dikelompokkan berdasarkan derjat dari
dehidrasi, apabila klasfikasinya dehidrasi berat maka tindakannya adalah sbb:
a. Berikan cairan intravena secepatnya, apabila anak dapat minum berikan oralit
melalui mulut sambil infus dipersiapkan, berikan 100 ml/kg ringer laktat atau NaCl
b. Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi, apabila belum
membaik berikan tetesan intravena
d. Lakukan monitoring kembali sesudah 6 jam pada bayi atau pada anak sesudah 3
jam dan tentukan kembali status dehidrasi kemudian ditentukan status dehidrasi dan
lakukan sesuai dengan derjat dehidrasi
e. Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
5. Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat maka tindakannya adalah
pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, saleo mata tetrasiklin atau kloramefnikol
apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian paracetamol apabila disertai
demam tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian apabila campak disertai komplikasi
mata dan mulut ditambahkan dengan gentian violet dan apabila hanya campak saja
tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain maka tindakannya hanya diberikan
vitamin A.
F. Pemberian Konseling
Pada pemberian konseling yang dilakukan manajemen terpadu balita sakit umur 2 bulan
sampai dengan 5 tahun pada umumnya adalah konseling tentang:
1. Konseling pemberian makan pada anak
a. Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada anak menyatakan cara
meneteki anak, berapa kali sehari apakah pada malam hari menetek, kemudian
anak mendapat makan atau minum lain, apabila anak berat badan berdasarkan
umur sangat rendah menyatakan berapa banyak makan atau minum yang
diberikan pada anak apakah anak dapat makan sendiri dan bagaimana caranya
apakah selama sakait makan ditambah dan lain-lain.
b. Menganjurkan cara pemberian makan pada ibu
Depkes RI. 2009. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Lesley Bamford. 2008. IMCI: new developments and trends. National Department of
Health.
WHO. 2009. Overview of IMCI strategy and implementation. Department Child and
Adolescent Health and Development. Jeneva.