Anda di halaman 1dari 23

Departemen Keperawatan Anak

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT


“MTBS”

OLEH :

SRI WAHYUNI, S.KEP


(70900120006)

PEMBIMBING

EKA HADRAYANI, S.KEP, NS, M.KEP

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XVII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR
2020

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

A. Pengertian MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI dalam Bahasa Inggris) merupakan suatu pendekatan
yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit usia 0-5 tahun secara
menyeluruh [ CITATION Mar141 \l 1033 ].
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat
jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit
pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya
promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan
konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian
bayi dan anak balita serta menekan morbiditas karena penyakit tersebut. Balita
(bawah lima tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk umur 5 tahun).
[CITATION Kem14 \l 1033 ]
Manajemen terpadu balita sakit merupakan suatu pndekatan manajemen
keperawatan untuk menciptakan pelayanan keperawatab secara terpadu terhadap
pelayanan promotif, prevetif, dan kuratif secara terstruktur meliputi Tanya, lihat,
raba dan dengar kemudian membuat klasifikasi untuk pemberian tindakan
pengobatan sampai pada konseling tindak lanjut [ CITATION Kem15 \l 1033 ].
Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan (perawat,bidan/desa) yang
berada di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara
aktif dan terstruktur, meliputi :
1. Melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala penyakit dengan cara
tanya, lihat, dengar, dan raba
2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan serta pengobatan anak
3. Memberikan konseling dan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang[ CITATION
Dwi15 \l 1033 ].

B. Tujuan MTBS
MTBS bertujuan untuk menurunkan angka kematian serta menekan
morbiditas pada bayi dan anak terkait tanda bahaya , pneumonia, diare, campak,

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
malaria, DBD, Infeksi Telinga, status gizi, anemia, status HIV, dan status
imunisasi [ CITATION Kem15 \l 1033 ].
Terdapat dua tujuan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), tujuan
yang pertama yakni tujuan secara umum yang bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan yang sering terjadi pada balita dan mengurangi angka kematian balita,
serta memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anak. Tujuan yang ke dua, yakni tujuan secara luas yang bertujuan untuk menilai
tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi, dan pemberian
vitamin A, membuat klasifikasi, menentukan tindakan yang sesuai dengan
klasifikasi dan menentukan apakah anak perlu dirujuk, memberi pengobatan pra-
rujukan, seperti dosis pertama antibiotic, vitamin A, dan perawatan anak untuk
mencegah menurunnya gula darah dengan pemberian air gula, serta mencegah
hipotermia. Pada tujuan secara luas juga dilakukan tindakan di fasilitas kesehatan
berupa tindakan (preventif dan kuratif), seperti imunisasi, tablet zinc, dan oralit,
mengedukasi ibu cara pemberian obat dirumah dan asuhan dasar bayi muda, serta
melakukan penilaian ulang dan memberi tindakan pada saat anak kembali untuk
pelayanan tindak lanjut [ CITATION Mar141 \l 1033 ].
Selain itu MTBS juga bertujuan:
1. Meningkatkan keterampilan petugas
2. Menilai, mangklasifikasi dan mengetahui resiko dari penyakit yang timbul
3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan dirumah
4. Dapat meningkatkan upaya penemuan kasus secara dini, memperbaiki
manajemen penanganan dan pengobatan, promosi serta peningkatan
pengetahuan bagi ibu – ibu dalam merawat anaknya dirumah serta upaya
mengoptimalkan system rujukan dari masyarakat ke fasilitas pelayanan primer
dan rumah sakit sebagai rujukan.
5. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anak.
6. Sebagai pedoman kerja bagi petugas dalam pelayanan balita sakit
7. Memperbaiki sistem kesehatan
Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan
dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).
2. MTBS mengkombinasikan perbaikan tatalaksana kasus pada balita sakit
(kuratif) dengan aspek gizi, imunisasi dan konseling ( promotif dan preventif).
3. Agar penerapan MTBS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka
diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh, meliputi

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
pengembangan sistem pelatihan, pelatihan berjenjang, pemantauan pasca
pelatihan, penjaminan ketersediaan formulir MTBS, ketersediaan obat dan
alat, bimbingan teknis dan lain-lain[ CITATION Kem14 \l 1033 ].

Tiga komponen khas yang menguntungkan yang dimiliki Praktek MTBS


yaitu:
1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita sakit
(petugas kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS dapat memeriksa dan
menangani pasien balita)
2. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi
didalam pendekatan MTBS)
3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan)[ CITATION Moe13 \l
1033 ]

C. Sejarah MTBS
WHO dan UNICEF meresmikan Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI) pada pertengahan tahun 1990 untuk meningkatkan kelangsungan hidup
bayi di negaranegara berkembang karena setiap 1.000 kelahiran angka kematian
bayi mencapai lebih dari 40 bayi dan menyediakan pelayanan terintegrasi
diantaranya adalah pencegahan, pengobatan, serta perawatan pada balita yang
sakit. Kemudian strategi diperluas termasuk perawatan bayi baru lahir atau usia
dibawah satu minggu yang mengalami sakit, dan secara berkala memperbarui
pengetahuan teknis mengenai IMCI ini untuk kemajuan pendekatan ini dalam
rangka mengurangi angka kematian bayi. Lebih dari 100 negara mengadopsi
IMCI dan mengimplementasikan nya baik secara keseluruhan atau sebagian.
Terdapat tiga komponen dalam IMCI yakni meningkatkan ketrampilan tenaga
kesehatan, memperkuat sistem kesehatan, serta meningkatkan praktik dari
keluarga dan komunitas. IMCI terbukti berkontribusi untuk mengurangi angka
kematian anak pada era Millennium Development Goals (MDGs), penelitian pada
saat itu juga membuktikan bahwa IMCI bila di terapkan pada fasilitas kesehatan
dan komunitas mampu mengurangi 15% angka kematian anak [ CITATION Moe13 \l
1033 ].

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
Indonesia juga mengadopsi dan mengimplementasikan pendekatan IMCI
dimulai pada tahun 1997, dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)). Menurut info Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2009 jumlah puskesmas di Indonesia yang sudah
menerapkan MTBS pada tahun 2009 yakni 51,9% dari total puskesmas yang
tersebar di seluruh Indonesia. Dengan kriteria penatalaksanaan menggunakan
MTBS minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit. Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009 dari 933 puskesmas yang tersebar di
Jawa Timur, puskesmas yang sudah melaksanakan MTBS adalah 692 puskesmas,
tetapi hanya sedikit puskesmas yang sudah memenuhi kriteria penatalaksanaan
MTBS yakni 0,7%. Dari sekian banyak puskesmas di Jawa Timur yang
menerapkan MTBS, tetapi pada kenyataannya masih sedikit puskesmas yang
menerapkan MTBS sesuai kriteria [ CITATION Moe13 \l 1033 ].

D. Sasaran MTBS
Sasaran MTBS adalah anak usia 0-5 tahun yang dibagi menjadi dua kelompok
yakni: Kelompok usia satu hari sampai dua bulan atau biasa disebut bayi muda
dan kelompok usia dua bulan sampai lima tahun. Pelayanan Kesehatan yang
diberikan pada penatalaksanaan MTBS tidak hanya untuk anak sakit, tetapi juga
kepada anak sehat yaitu pemberian imunisasi. Sasaran MTBS pada anak balita di
layanan kesehatan tingkat dasar yakni untuk mengurangi angka kematian balita
[ CITATION Mar141 \l 1033 ].

E. Ruang lingkup MTBS


1. Penilaian, klasifikasi dan pengobatan bayi muda umur 1 hari- 2 bulan dan
anak sakit umur 2 bulan- 5 tahun
Menilai anak maksudnya adalah melakukan penilaian dengan cara
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Pengobatan yang telah ditetapkan dalam bagan penilaian dan klasifikasi
Membuat klasifikasi diartikan membuat sebuah keputusan mengenai
kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat keparahannya.Memilih
suatu kategori atau klasifikasi untuk setiap gejala utama yang berhubungan
dengan berat ringannya penyakit. Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk
menentukan tindakan, bukan sebagai diagnose spesifik penyakit. Menentukan

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
tindakan dan memberi pengobatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan
klasifikasi, memberi obat untuk diminum di rumah dan juga mengajari ibu
tentang cara memberikan obat serta tindakan lain yang harus dilakukan di
rumah.
3. Konseling bagi ibu
Memberi konseling bagi ibu juga termasuk menilai cara pemberian makan
anak, member anjuran pemberian makan yang baik untuk anak serta kapan
harus membawa anaknya kembali ke fasilitas kesehatan.

4. Tindakan dan pengobatan


Pemberian tindakan dan pengobatan bertujuan untuk memberikan edukasi
kepada ibu tentang cara pemberian obat oral dirumah, cara mengobati infeksi
lokal dirumah, pemberian pengobatan di klinik, dll.
5. Pelayanan tindak lanjut
Pelayanan tindak lanjut meliputi menilai dan membuat klasifikasi,
menentukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling, dan tindak lanjut
saat melakukan kunjungan ulang pada bayi umur kurang dari 2 bulan baik
sehat maupun sakit. Pada prinsipnya, proses manajemen kasus pada bayi
muda umur kurang dari 2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur 2 bulan
tidak berbeda dengan anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.

F. Penatalaksanaan MTBS
1. Pelaksanaan Protap Pelayanan MTBS
Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani balita
sakit sesuai dengan Protap MTBS, meliputi :
a. Anamnesa :
Wawancara terhadap orang tua bayi dan balita mengenai keluhan utama,
lamanya sakit, pengobatan yang telah diberikan dan riwayat penyakit
lainnya.

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
b. Pemeriksaan :
1) Untuk bayi umur 1 hari-2 bulan
Pemeriksaan yang dilakukan: Periksa kemungkinan kejang, gangguan
nafas, suhu tubuh, adanya infeksi, ikterus, gangguan pencernaan, BB,
status imun.
2) Untuk bayi 2 bulan - 5 tahun
Pemeriksaan yang dilakukan: Keadaan umum, respirasi, derajat
dehidrasi, suhu, periksa telinga, status gizi, imun, penialaian
pemberian makanan.
3) Menentukan klasifikasi, tindakan, penyuluhan dan konsultasi dokter
[CITATION Dep081 \l 1033 ].

c. Pengobatan
Pengobatan untuk balita sakit yang mendapatkan terapi rawat jalan,
maka petugas kesehatan dapat mengajari ibu cara pememberian obat oral
dirumah, obat-obat yang diberikan sesuai dengan diagnosa pasien seperti
(antibiotik oral, antimalaria oral, parasetamol, vitamin A, zat besi, dan
obat cacingan). Sedangkan anak dengan tanda bahaya umum mempunyai
masalah serius perlu dirujuk segera [ CITATION Dwi15 \l 1033 ].
2. Langkah-langkah kegiatan MTBS
a. Persiapan pasien
Minta keluarga untuk ikut berperan dalam melakukan penilaian dan
pemberian tindakan sehingga anak sebisa mungkin dalam kondisi rilex.
b. Persiapan lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat dengan cukup
penerangan serta ketersediaan sarana untuk menjaga privacy pasien.
c. Persiapan alat

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
1) Formulir penilaian MTBS untuk balita sakit usia 2 bulan sampai 5
tahun, dan formulir bayi muda umur kurang dari 2 bulan.
2) Buku Bagan MTBS
3) Alat
a) Timbangan BB
b) Alat ukur tinggi badan/ panjang badan
c) Thermometer
d) Stateskop
d. Prosedur pelaksanaan
1) Tahap Pra-interaksi
a) Memberi salam dengan mengucapkan basmalah dan membaca
do’a, kemudian melakukan kontrak waktu.
b) Menyiapkan alat yang akan di gunakan
c) Mencuci tangan
2) Tahap orientasi
a) Memberi salam kemudian menyapa orang tua dan anak dengan
cara memanggil nama anak.
b) Menjelaskan maksud dan tujuan dilakukannya pemeriksaan dan
menanyakan persetujuan kesiapan anak dan orang tua sebelum
kegiatan dilakukan.
c) Mengajak ke tempat atau ruangan yang telah disiapkan atau
memilih tempat yang didinginkan.
3) Tahap kerja
a) Menetapkan usia anak untuk menyesuaikan dengan formulir
penilaian yang akan digunakan.
b) Melakukan proses tanya jawab pada anak, orang tua atau keluarga
yang mendampingi secara terstruktur berdasarkan formulir
penilaian dengan cara melingkari setiap jawaban atau gejala yang
ditemukan.

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
c) Data hasil Tanya jawab kemudian di klasifikasikan berdasarkan
buku bagan kemudian menentukan tindakan/ pengobatan segera
berdasarkan gejala yang ada.
d) Penentuan rencana tindak lanjut setelah pemberian pengobatan
dalam bentuk konseling kesehatan kepada orang tua dan keluarga.
4) Tahap terminasi
a) Melakukan evaluasi hasil penilaian secara keseluruhan
berdasarkan formulir yang digunakan.
b) Menyampaikan hasil pemeriksaan pada orang tua atau keluarga
dengan mengajarkan do’a kesembuhan ALLAHUMMA
RABBANNAA ADZHIBIL BA'SA WASY FIHU. WA ANTAS
SYAAFI, LAA SYIFAAA ILLA SYIFAAUKA, SYIFAA-AN LAA
YUGHAADIRU SAQOMAA Artinya: “Ya Allah, Rabb manusia,
hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan, Engkau Zat
Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali
kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan
penyakit lain” (HR Bukhari dan Muslim).
c) Berpamitan sambil mengucapkan salam dan menyampaikan bahwa
“...Kami tiada membebai seseorang melainkan menurut
kesanggupannya….’ (QS. Al Mu’minuun (23): 62).
d) Mencuci tangan
e) Mencatat atau mendokumentasikan hasil pemeriksaan. [ CITATION
Tim20 \l 1033 ]
3. Langkah Penilaian dan Klasifikasi MTBS
Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS untuk melakukan
penilaian/pemeriksaan dengan cara:
a. Penilaian tanda dan gejala
Pada tahap kerja, petugas melakukan penilaian atau pemeriksaan
dengan menanyakan kepada orang tua atau wali, apa saja keluhan anak.

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
Kemudian petugas memeriksa dengan cara ‘’lihat dan dengar” atau “lihat
dan raba”. Petugas akan melihat atau memeriksa apakah anak tampak
letargis atau tidak sadar.
1) Umur 0 sampai 2 bulan
Pada penilaian tanda dan gejala yang pertama kali dilakukan pada
balita umur 1 hari sampai 2 bulan adalah:
a) Pertama menilai adanya kemungkinan penyakit sangat berat atau
infeksi bakteri
b) Kedua, adanya tanda atau gejala ikterus
c) Ketiga, adanya tanda atau gejala diare
d) Keempat, adanhya tanda dan gejala HIV
e) Kelima, adanya tanda atau gejala kemungkinan berat badan rendah
dan masalah pemberian ASI
f) Keenam, melakukan pemeriksaan pada status vitamin
g) Ketujuh, melakukan pemeriksaan pada status imunisasi
2) Umur 2 bulan sampai 5 tahun
Pada penilaian tanda dan gejala pada bayi umur 2 bulan sampai
dengan 5 tahun ini yang dinilai adalah ada tidaknya tanda bahaya
umum (tidak bisa minum atau menyusu, muntah, kejang, letargis atau
tidak sadar) dan keluhan seperti batuk atau kesukaran bernafas, adanya
diare, demam, masalah telinga, malnutrisi, anemia dan lain-lain.
a) Penilaian pertama, keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda
bahaya umum, tarikan dinding dada ke dalam, stridor, nafas cepat.
b) Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis,
mata cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek,
gelisah, rewel, haus atau banyak minu.
c) Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda
bahaya umum, kaku kuduk dan adanya infeksi lokal.

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
d) Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada
telinga, adanya pembengkakkan.
e) Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan
bertambah kurus, bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat
dan sebagainya.
b. Penentuan klasifikasi dan Tingkat Kegawatan
Petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil
tanya-jawab dengan orang tua dan pemeriksaan. Adapun klasifikasi
MTBS sebagai berikut:
1) Bayi muda umur kurang dari 2 bulan
a) Klasifikasikan adanya kemungkinan Penyakit Sangat Berat atau
Infeksi Bakteri
 Penyakit Sangat Berat Atau Infeksi Bakteri Berat : adanya
gejala Tidak mau minum atau memuntahkan semua, Riwayat
kejang, Bayi bergerak hanya ketika distimulasi atau tidak
bergerak sama sekali, Napas cepat (≥ 60 kali/menit), Napas
lambat (≤ 30 kali/menit), Tarikan dinding dada ke dalam yang
sangat kuat, Suhu tubuh ≥ 37,5 ˚C, Ÿ Suhu tubuh ˂ 35,5 ˚C,
Nanah yang banyak di mata, Pusar kemerahan meluas sampai
ke dinding perut >1 cm.
 Infeksi Bakteri Lokal: adanya gejala salah satu dari tanda ini;
Pusar kemerahan/bernanah, Pustul di kulit, Mata bernanah.
 Mungkin Bukan Infeksi: Tidak terdapat salah satu tanda diatas
b) Klasifikasikan : Ikterus
 Ikterus berat: adanya gejala Timbul kuning pada hari pertama
(<24 jam) setelah lahir, Kuning pada telapak tangan dan
telapak kaki

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
 Ikterus: adanya gejala timbul kuning pada umur ≥ 24 jam
sampai umur 14 hari, Kuning tidak sampai telapak tangan dan
telapak kaki
 Tidak ada ikterus : gejala tidak kuning
c) Klasifikasikan Diare untuk dehidrasinya
 Diare dehidrasi berat: terdapat 2 atau lebih tanda gejala;
bergerak hanya jika dirangsang atau tidak bergerak sama
sekali, Mata cekung, Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
 Diare dehidrasi ringan/ sedang: terdapat 2 atau lebih tanda
gejala; Gelisah/rewel, Mata cekung, Cubitan perut kembali
lambat
 Diare tanpa dehidrasi: Tidak cukup tanda untuk dehidrasi
berat atau ringan/sedang
d) Klasifikasikan Status HIV
 Terpajan HIV: adanya tanda gejala: Ibu HIV positif DAN bayi
masih mendapatkan ASI atau berhenti menyusu < 6 minggu
pada saat ibu di tes HIV atau Ibu HIV positif dan bayi belum di
tes, atau Bayi HIV positif
 Mungkin bukan infeksi HIV: adanya tanda dan gejala Ibu HIV
Negatif atau Bayi Tes HIV Negatif atau Ibu HIV positif dan
bayi HIV negatif setelah berhenti ASI < 6 minggu
e) Klasifikasikan Berat Badan Menurut Umur Dan/Atau Masalah
Pemberian ASI
 Berat Badan Rendah Menurut Umur Dan/Atau Masalah
Pemberian Asi: adanya gejala Berat badan menurut umur
rendah, ASI kurang dari 8 kali/hari, Mendapat makanan atau
minuman lain selain ASI, Posisi bayi salah, Tidak melekat
dengan baik, Tidak mengisap dengan efektif, Terdapat luka
atau bercak putih (thrush) di mulut, Terdapat celah bibir /

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
langit-langit, Ibu HIV positif, Mencampur pemberian ASI
dengan makanan lain
 Berat Badan Tidak Rendah Dan Tidak Masalah Pemberian
Asi: tidak terdapat tanda/gejala di atas
f) Klasifikasikan Berat Badan Menurut Umur Dan/Atau Masalah
Pemberian Minum
 Berat badan rendah menurut umur dan / atau masalah
pemberian minum: adanya tanda dan gejala Barat badan
berdasarkan umur rendah, Pemberian minum kurang dari 8
kali/hari, menggunakan botol, Cara menyiapkan atau
membersihkan perlengkapan minum bayi tidak sesuai atau
tidak higienis, Terdapat luka atau bercak putih (thrush) di
mulut
 Berat Badan Tidak Rendah Dan Tidak Ada Masalah
Pemberian Minum: tidak terdapat tanda/gejala di atas
2) Balita umur 2 bulan sampai 5 tahun
a. Klasifikasi tanda bahaya umum, perlu penanganan segera
 Penyakit sakit berat : adanya tanda gejala Tidak bisa minum
atau menyusu, Memuntahkan semua makanan dan/atau
minuman, Pernah atau sedang mengalami kejang, Rewel atau
gelisah, Letargis atau tidak sadar, Ada stridor, Tampak biru
(sianosis), Ujung tangan dan khaki pucat dan dingin
b. Klasifikasikan Batuk atau Sukar Bernapas
 Pneumonia berat : adanya tanda gejala tarikan dinding dada ke
dalam , atau Saturasi Oksigen < 90%
 Pneumonia : adanya tanda gejala nafas cepat
 Batuk bukan pneumonia : Tidak ada tanda-tanda Pneumonia
Berat maupun Pneumonia
c. Klasifikasikan Diare

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
 Diare dehidrasi berat: : adanya tanda gejala Letargis atau tidak
sadar, Mata Cekung, Tidak bisa minum atau malas minum,
Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
 Diare dehidrasi ringan/ sedang: adanya tanda gejala 2 atau
lebih; Gelisah, rewel/ mudah marah, Mata cekung, Haus,
minum dengan lahap, Cubitan kulit perut kembali lambat
 Diare tanpa dehidrasi : Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau
ringan/sedang.
 Diare persisten berat: ditemukan diare lebih dari 14 hari dan
terjadi dehidrasi
 Diare persisten: ditemukan diare lebih dari 14 hari dan tanpa
dehidrasi
 Disentri: adanya darah dalam tinja
d. Klasifikasikan Demam Resiko Malaria
 Penyakit berat dengan demam: adanya Ada tanda bahaya,
Kaku kuduk
 Malaria : adanya Demam (pada anamnesis atau teraba panas
atau suhu ≥ 37,5 °C , Mikroskopis RDT positif
 Demam mungkin bukan malaria: adanya RDT negatif,
Ditemukan penyebab demam lainnya
 Penyakit berat dengan demam (Tanpa Risiko Malaria dan tidak
ada riwayat bepergian ke daerah malaria): adanya Ada tanda
bahaya, Kaku kuduk
 Demam bukan malaria: Tidak ada tanda bahaya umum, Tidak
ada kaku kuduk
e. Klasifikasikan Campak

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
 Campak dengan komplikasi berat : Ada tanda bahaya umum,
Adanya kekeruhan pada kornea mata, Ada luka di mulut yang
dalam atau luas
 Campak dengan komplikasi pada mata dan/atau mulut: Ada
nanah pada mata, Ada luka pada mulut
 Campak: Campak sekarang atau dalam 3 bulan terakhi
f. Klasifikasikan Demam Berdarah Dengue
 Demam Berdarah Dengue (DBD): ada tanda tanda syok atau
gelisah, muntah bercampur darah/seperti kopi, berak berwarna
hitam, perdarahan dari hidung atau gusi, bintik-bintik
perdarahan di kulit (petekie) dan uji torniket positif, sering
muntah
 Mungkin DBD: demam mendadak tinggi dan terus menerus,
nyeri ulu hati atau gelisah, bintik-bintik perdarahan di kulit dan
uji torniket (-)
 Demam Mungkin Bukan DBD: tidak ada satupun gejala di
atas
g. Klasifikasikan Masalah Telinga
 Mastoiditis : Pembengkakan yang nyeri di belakang telinga
 Infeksi Telinga Akut : nyeri telinga, rasa penuh di telinga dan
dapat keluar cairan dari telinga selama kurang dari 14 hari
 Infeksi Telinga Kronis : tampak cairan/nanah keluar dari
telinga dan telah terjadi selama 14 hari atau lebih
 Tidak Ada Infeksi Telinga : Tidak ada nyeri telinga dan tidak
ada nanah keluar dari telinga
h. Klasifikasikan Status Gizi
 Gizi buruk dengan komplikasi : Terlihat sangat kurus, Edema
pada kedua kaki, BB/PB (TB) < - 3 SD ATAU LiLA < 11,5

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
cm , salah satu dari; ada tanda bahaya umum, klasifikasi berat
atau - ada masalah pemberian ASI
 Gizi buruk tanpa komplikasi : Terlihat sangat kurus, Edema
minimal (kedua punggung tangan/kaki) atau tidak tampak
edema, BB/PB (TB) < - 3 SD ATAU LiLA < 11,5 cm dan
tidak ada komplikasi medis
 Gizi kurang : BB/PB (TB) ≥ - 3 SD - < - 2 SD atau LiLA
antara 11,5 cm - < 12,5 cm
 Gizi baik : BB/PB (TB) antara - 2 SD - + 2 SD atau LiLA ≥
12,5 cm
i. Klasifikasikan Anemia
 Anemia berat: Telapak tangan sangat pucat
 Anemia : Telapak tangan agak pucat
 Tidak anemia : Tidak ditemukan tanda kepucatan pada telapak
tangan
j. Klasifikasikan Status HIV
 Infeksi HIV terkonfirmasi : Anak usia 18 bulan keatas dan Tes
HIV Positif
 Infeksi HIV terkonfirmasi : Anak usia < 18 bulan dan tes HIV
Positif, ATAU Ibu HIV Positif dan anak HIV Negatif tapi
masih mendapat ASI kurang dari 6 minggu sebelum anak di
Tes HIV, atau Ibu HIV Positif dan status HIV anak tidak
diketahui
 Diduga terinfeksi HIV : Anak usia < 18 bulan dan tes HIV
Positif, ATAU Ibu HIV Positif dan anak HIV Negatif tapi
masih mendapat ASI kurang dari 6 minggu sebelum anak di
Tes HIV, atau Ibu HIV Positif dan status HIV anak tidak
diketahui

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
 Kemungkinan bukan infeksi HIV : Anak tes HIV negatif atau
Ibu Tes HIV Negatif [ CITATION Kem15 \l 1033 ]
4. Langkah Penentuan Tindakan/Pengobatan MTBS
a. Penentuan tindakan/ pengobatan dilakukan setelah menetapkan masalah
kesehatan yang terjadi pada balita sesuai dengan klasifikasinya
berdasarkan dari tanda dan gejala suatu penyakit tersebut. Contonhya:
anak yang mungkin DBD, tindakan/pengobatan yang dapat dilakukan
yaiu:
1) Beri dosis pertama parasetamol, jika demam tinggi (≥ 38,5 ° C), tidak
boleh golongan salisilat dan ibuprofen. Pemberian dosis di sesuaikan
dengan BB anak, serta jenis obat yang diberikan baik itu tablet atau
sirup.
2) Nasihati untuk lebih banyak minum: oralit/cairan lain.
3) Nasihati kapan kembali segera.
4) Kunjungan ulang 1 hari jika tetap demam
b. Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan
mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-
langkah tindakan/ pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/
klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain:

1) Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah; Mengajari ibu cara
mengobati infeksi lokal di rumah;

2) Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di


rumah, misal aturan penanganan diare di rumah; Memberikan
konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan selama anak
sakit maupun dalam keadaan sehat

3) Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan, dan


lain-lain [ CITATION Moe13 \l 1033 ].

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
c. Tindakan dan pengobatan berdasarkan penyakit
1) Pneumonia
a) Pengobatan pneumonia berat :
1) Berikan dosis pertama antibiotika
2) Kotrimoksazol dan amoksilin.
3) Lakukan rujukan segera.
b) Pneumonia saja
1) Berikan antibiotika yang sesuai selam 5 hari,
2) Berikan pelega tenggorokan dan pereda batuk,
3) Beri tahu ibu atau keluarga
4) Lakukan kunjungan ulang setelah 2 hari.
c) Batuk bukan pneumonia
1) Berikan pelega tenggorokan
2) Beri tahu ibu dan keluarga,
3) Lakukan kunjungan ulang setelah 5 hari.
2) Dehidrasi
a) Pengobatan dehidrasi berat :
1) Berikan cairan intravena secepatnya, berikan oralit, berikan
100 ml/kg RL atau NACL
2) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi,
apabila belum membaik berikan tetesan intravena cepat.
3) Berikan oralit (kurang lebih 5ml/kg/jam) segera setelah anak
mau minum.
4) Lakukan monitoring kembali setelah 6 jam pada bayi dan 3
jam pada anak.
5) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
b) Pengobatan dehidrasi ringan atau sedang :
1) Lakukan pemberian oralit 3 jam pertama.

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
2) Lakukan monitoring setelah 3 jam pemberian terhadap tingkat
dehidrasi.
c) Pengobatan tanpa dehidrasi :
1) Berikan cairan tambahan sebanyak anak mau, dan lakukan
pemberian oralit apabila anak tidak memperoleh ASI eksklusif.
2) Lanjutkan pemberian makan.
3) Diare persisten
Tindakan ditentukan oleh dehidrasi, kemudian jika ditemukan
adanya kolera, maka pengobatan yang dapat dianjurkan adalah pilihan
pertama antibiotik Kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah
Tetrasiklin.
4) Disentri
Tindakan pada disentri dapat dilakukan dengan pemberian
antibiotik yang sesuai, misalnya pilihan pertamanya adalah
Kotrimoksazol dan pilihan keduanya adalah asam Nalidiksat.
5) Risiko Malaria
Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi risiko malaria
adalah sebagai berikut.
a) Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara
intramuskukar. Selanjutnya anjurkan anak tetap berbaring dalam 1
jam dan ulangi suntikan kina pada 4 dan 8 jam kemudian.
Selanjutnya 12 jam sampai anak mampu meminum obat malaria
secara oral dan jangan memberikan suntikan kina sampai dengan
lebih dari 1 minggu dan pada risiko rendah jangan berikan pada
anak usia kurang dari 4 bulan.
b) Pemberian obat antimalaria oral ( untuk malaria saja) dengan
ketentuan dosis sebagai berikut untuk pilihan antimalaria pertama
adalah klorokuin + primakuin dan pilihan kedua adalah

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
sulfadoksin primetin + primakuin (untuk anak ≥ 12 bulan) dan
tablet kina (untuk anak < 12 bulan)
c) Lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah pemberian
klorokuin dan apabila dalam waktu tersebut terdapat muntah maka
ulangi pemberian klorokuin.
d) Pemberian antibiotik yang sesuai
e) Mencegah penurunan kadar gula darah.
f) Pemberian parasetamol apabila terjadi demam tinggi (≥ 38,5
derajat celcius).
6) Campak
Pada campak dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a) Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat, maka
tindakannya adalah pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai,
salep mata tetrasiklin, atau kloramfenikol.
b) Apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian parasetamol
dianjurkan jika disertai demma tinggi (38,5 derajat celcius),
kemudian apabila campak disertai komplikasi mata dan mulut
ditambahkan dengan pemberian gentian violet, jika hanya campak
saja tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain, maka
tindakannya hanya diberikan vitamin A.
7) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pada demam berdarah dengue, tindakan yang dapat dilakukan
antara lain apabila ditemukan syok, maka segera diberi cairan
intravena, pertahankan kadar gula darah. Bila dijumpai demam tinggi,
maka berikan parasetamol dan caira atau oralit bila dilakukan rujukan
selama perjalanan. Ketentuan pemberian cairan pra-rujukan pada
demam berdarah:

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
a) Berikan cairan ringer laktat, jika memungkinkan beri glukosa 5%
ke dalam ringer laktat melalui intravena atau apabila tidak berikan
oralit atau cairan per oral selama perjalanan.
b) Apabila tidak ada, berikan cairan NaCl 10-20 ml/kgBB/30menit.
c) Pantau selama setelah 30 menit dan bila nadi teraba, berikan cairan
intravena dengan tetesan 10 ml/kgBB dalam 1 jam. Apabila nadi
tidak teraba berikan cairan dengan tetesan 15-20 ml/kgBB dalam 1
jam.
8) Masalah telinga
Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telinga dapat
dilakukan antara lain dengan memberikan dosis pertama untuk
antibiotik yang sesuai. Parasetamol dapat diberikan apabila dijumpai
demam tinggi, apabila ada ifeksi akut pada telinga, maka pengobatan
sama seperti mastoiditis krnis ditambah dengan mengeringkan telinga
dengan kain penyerap.
9) Status Gizi
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain pemberian vitamin A.
Apabila anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan
dijumpai adanya anemia, maka dapat dilakukan pemberian tablet zat
besi. Jika berada di daerah risiko tinggi malaria, dapat diberikan
antimalaria oral dan pirantel pamoat hanya diberikan untuk anak usia 4
bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6 bulan terakhir
serta hasil pemeriksaan tinja positif [ CITATION Kem15 \l 1033 ].

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
Daftar Pustaka
Depkes RI, b. (2008). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dwi. (2015). Skripsi: Faktor Yang Mempengaruhi Penatalaksanaan Manajemen


Terpadu Balita Sakit. Badung-Bali: Universitas Udayana. Retrieved Januari
13, 2020, from https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1420015024-3-skripsi
%20dwi%20Bab%20II.pdf

Kemenkes RI. (2015). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta: Direktoran Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes
RI.

Kemenkes RI, a. (2014). Pedoman Penyelenggara Manajemen Terpadu Balita Sakit


Berbasis Masyarakat (MTBS-M). Jakarta: Katalog dalam Terbitan Kementrian
kesehatan RI.

Maryunani. (2014). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Malang. Retrieved


Januari 13, 2021, from Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS):
http://eprints.umm.ac.id/49012/3/BAB%20II.pdf

Moelyo, A. G., Widardo, & Herlambang, G. (2013). Ketrampilan Managemen


Terpadu Balita Sakit. Surakarta: FK Universitas Sebelas Maret.

Tim Penyusun: Dosen Ners UINAM. (2020). Buku Kepanitraan Umum Ners
Angkatan XVII (Manajemen Terpadu Balita Sakit). Makassar: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar: Jurusan
Keperawatan Program Profesi Ners.

Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)


Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar
Sri Wahyuni, S.Kep. (70900120006)
Profesi Ners Angkatan XVII UIN Alauddin Makassar

Anda mungkin juga menyukai