DI Susun Oleh
Kelompok 2
FALKUTAS KESEHATAN
TAHUNAJARAN 2023/2024
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II TINJUAN TUTORIAL
A. Definisi MTBS
B. Sejarah MTBS
C. Tujuan MTB
D. Sasaran MTBS
E. Pelaksanaan MTBS di Puskesmas
F. Penilaian Tanda dan Gejala
G. Penentuan Tindakan dan Pengobatan
H. Tenaga Kesehatan Yang melaksanakan MTBS
I. Cakupan Pelayanan Kesehatan MTBS
J. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan MTBS
K. Cara Penatalaksanaan Balita Sakit Dengan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahunnya lebih dari sepuluh juta anak di dunia meninggal sebelum
mencapai usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan oleh lima kondisi
yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati, antara lain pneumonia, diare,
malaria, campak, dan malnutrisi. Sering kali dikombinasi dari beberapa penyakit
lain. (Soenarto, 2009).
Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh masalah dalam
ketrampilan petugas kesehatan, sistim kesehatan, dan praktek di keluarga dan
komunitas. Perlu adanya integrasi dari faktor –faktor tersebut untuk
memperbaiki kesehatan anak sehingga tercipta peningkatan derajat kesehatan.
Perbaikan kesehatan anak dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen
kasus anak sakit, memperbaiki gizi, memberikan imunisasi, mencegah trauma,
mencegah penyakit lain, dan memperbaiki dukungan psikososial. Berdasarkan
alasan tersebut, munculah program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
(Soenarto, 2009).
Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di
unit rawat jalan kesehatan dasar seperti puskesmas (Prasetyawati, 2012).
WHO tahun 2005 telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok
diterapkan Negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka
kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita bila dilaksanakan
dengan lengkap dan baik. Karena pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk
mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian pada
balita di dunia, termasuk diare. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya
preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa
konseling) dan upaya kuratif (pengobatan). (Mu’is, dkk, 2015).
B. Tujuan
1. Mengidentifikasi definisi dari MTBS.
2. Mengidentifikasi sejarah dari MTBS.
3. Mengidentifikasi tujuan dari MTBS.
4. Mengidentifikasi sasaran MTBS.
5. Mengidentifikasi pelaksanaan MTBS di Puskesmas.
6. Mengidentifikasi penilaian dan tanda gejala penyakit berdasarkan MTBS.
7. Mengidentifikasi penentuan tindakan dan pengobatan berdasarkan MTBS.
8. Mengidentifikasi tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS.
9. Mengidentifikasi cakupan pelayanan kesehatan MTBS.
10. Mengidentifikasi faktor yang memengaruhi pelaksanaan MTBS.
11. Mengidentifikasi cara penatalaksanaan balita sakit dengan pendekatan MTBS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
MTBS merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit
yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi
upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi
telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi
dan pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan. Tujuan utama
tatalaksana ini untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan
menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014).
Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan (perawat,bidan/desa) yang
berada di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara
aktif dan terstruktur, meliputi:
1. Melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala penyakit dengan cara
tanya, lihat,dengar,raba,
2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan serta pengobatan anak,
3. Memberikan konseling dan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang.
B. Sejarah MTBS
Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun
1996.Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO.Modul tersebut
digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari
SEARO. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap
dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan
program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun
belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum
adanya tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada
tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya
komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang
dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan
Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang
melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas
dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan
(melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah
kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.
MTBS bukan program kesehatan, tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana
balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. WHO
memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan
kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.
Ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu:
1. Komponen I : meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam
tatalaksana kasus balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan)
2. Komponen II : memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit
pada balita lebih efektif
3. Komponen III : Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam
perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit
(meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal
sebagai “Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat”).
Untuk keberhasilan penerapan MTBS, proporsi penekanan pada ketiga
komponen harus sama besar.
C. Tujuan MTBS
1. Menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering
pada balita.
2. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anak.
Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0 – 7 hari
terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %), prematuritas (32,4
%), sepsis (12,0 %).Kematian neonatal 7 – 29 hari disebabkan oleh sepsis
(20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %).
Kematian bayi terbanyak karena diare (42 %) dan pneumonia (24 %),
penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %)
dan DBD (6,8 %).
Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan
MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain
pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah
gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan
menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh perawat dan bidan
untuk mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank Dunia, 1993
melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk
mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan
Akut (ISPA), diare, campak malaria, kurang gizi, yang sering merupakan
kombinasi dari keadaan tersebut.
1
Menentukan perlunya
Ya,
rujukan segera
Dirujuk 2
Balita sakit dg Tanda 3
bahaya umum Menentukan tindakan
dan pengobatan pra Merujuk
rujukan
Balita sakit tanpa
tanda bahaya umum
TIDAK DIRUJUK
44
Menentukan tindakan
dan pengobatan untuk
anak yang tidak
memerlukan rujukan
segera
1. Klasifikasi Pneumonia
a. Pneumonia berat, apabila adanya tanda bahaya umum, tarikan dinding dada
kedalam, adanya stridor.
c. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada pneumonia dan hanya keluhan
batuk.
2. Klasifikasi Dehidrasi
a. Dehidrasi berat, apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak sadar,
mata cekung, turgor jelek sekali.
b. Dehidrasi ringan atau sedang, dengan tanda gelisah, rewel, mata cekung,
haus, turgor jelek.
a. Diare persisiten berat, diare lebih dari 14 hari dan adanya tanda dehidrasi.
4. Klasifikasi Disentri
6. Klasifikasi Campak
c. Campak, apabila hanya tanda khas campak yang tidak disertai tanda
klasifikasi di atas.
b. Mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah, bintik
perdarahan bawah kulit,dan uji torniqet negatif.
b. Infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang keluar dari
telinga dan telah terjadi kurang dari 14hari serta adanya nyeri telinga.
c. Infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau nanah yang
keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih.
d. Tidak ada infeksi telinga apabila tidak ada ditemukan gejala seperti di atas.
c. Tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada tanda seperti
diatas.
Obat diatas yang belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat, suntikan
gentamisin, suntikan kinun, infus set dan manset anak. Walaupun obat dan
alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak berarti menghambat pelayanan
bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan obat
pilihan kedua atau obat yang diperlukan bagi anak yang akan dirujuk
sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan pada institusi rujukan.
(Kemenkes.RI, 2014)
KESIMPULAN
Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada
tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Hingga akhir tahun 2009, penerapan
MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh Puskesmas mampu
menerapkan.
MTBS bertujuan menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait
penyakit tersering pada balita.dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kesehatan anak.
Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani balita sakit
sesuai dengan Protap MTBS, meliputi, anamnesa, pemeriksaan, dan pengobatan.
Penilaian tanda gejala dibagi atas tanda bahaya umum dan tingkat klasifikasi dan
penentuan kegawat daruratan.
Penentuan tindakan dan pengobatan pada MTBS berdasarka penyebab dari
penyakit pada anak.
Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke
puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Berdasarkan Kemenkes RI (2011) keberhasilan penerapan MTBS di Puskesmas
tidak terlepas dari adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
tenaga kesehatan dalam melakukan MTBS, monitoring pasca pelatihan serta bimbingan
teknis bagi perawat dan bidan yang dilakukan oleh kepala puskesmas atau Dinas
kesehatan setempat, dan kelengkapan sarana dan prasarana pendukung dalam
pelaksanaan MTBS termasuk ketersediaan obat-obatan di puskesmas.
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) sudah terintegrasi di dalam
pendekatan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS), maka bagan MTBM menjadi
bagian dari bagan MTBS.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Departemen
kesehatan RI.
Prasetyawati, Arsita Eka. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Yogyakarta: Nuha
Medika.