Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH SIMULASI MTBS

DI Susun Oleh

Kelompok 2

1. Erwin Munazir (2022206203117p)


2. Yeremia Adi Saputra S (2022206203118p)
3. Dinar Aria Mutu (2022206203162p)
4. Agit Bala Putra (2022206203165p)
5. Dewi Wahyuningrum (2022206203182p)

FALKUTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

PROGRAN STUDI SI KEPERAWATAN KONVERSI

TAHUNAJARAN 2023/2024
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II TINJUAN TUTORIAL

A. Definisi MTBS
B. Sejarah MTBS
C. Tujuan MTB
D. Sasaran MTBS
E. Pelaksanaan MTBS di Puskesmas
F. Penilaian Tanda dan Gejala
G. Penentuan Tindakan dan Pengobatan
H. Tenaga Kesehatan Yang melaksanakan MTBS
I. Cakupan Pelayanan Kesehatan MTBS
J. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan MTBS
K. Cara Penatalaksanaan Balita Sakit Dengan
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tahunnya lebih dari sepuluh juta anak di dunia meninggal sebelum
mencapai usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan oleh lima kondisi
yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati, antara lain pneumonia, diare,
malaria, campak, dan malnutrisi. Sering kali dikombinasi dari beberapa penyakit
lain. (Soenarto, 2009).
Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh masalah dalam
ketrampilan petugas kesehatan, sistim kesehatan, dan praktek di keluarga dan
komunitas. Perlu adanya integrasi dari faktor –faktor tersebut untuk
memperbaiki kesehatan anak sehingga tercipta peningkatan derajat kesehatan.
Perbaikan kesehatan anak dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen
kasus anak sakit, memperbaiki gizi, memberikan imunisasi, mencegah trauma,
mencegah penyakit lain, dan memperbaiki dukungan psikososial. Berdasarkan
alasan tersebut, munculah program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
(Soenarto, 2009).
Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di
unit rawat jalan kesehatan dasar seperti puskesmas (Prasetyawati, 2012).
WHO tahun 2005 telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok
diterapkan Negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka
kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita bila dilaksanakan
dengan lengkap dan baik. Karena pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk
mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian pada
balita di dunia, termasuk diare. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya
preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa
konseling) dan upaya kuratif (pengobatan). (Mu’is, dkk, 2015).
B. Tujuan
1. Mengidentifikasi definisi dari MTBS.
2. Mengidentifikasi sejarah dari MTBS.
3. Mengidentifikasi tujuan dari MTBS.
4. Mengidentifikasi sasaran MTBS.
5. Mengidentifikasi pelaksanaan MTBS di Puskesmas.
6. Mengidentifikasi penilaian dan tanda gejala penyakit berdasarkan MTBS.
7. Mengidentifikasi penentuan tindakan dan pengobatan berdasarkan MTBS.
8. Mengidentifikasi tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS.
9. Mengidentifikasi cakupan pelayanan kesehatan MTBS.
10. Mengidentifikasi faktor yang memengaruhi pelaksanaan MTBS.
11. Mengidentifikasi cara penatalaksanaan balita sakit dengan pendekatan MTBS.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
MTBS merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit
yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi
upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi
telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi
dan pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan. Tujuan utama
tatalaksana ini untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan
menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014).
Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan (perawat,bidan/desa) yang
berada di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara
aktif dan terstruktur, meliputi:
1. Melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala penyakit dengan cara
tanya, lihat,dengar,raba,
2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan serta pengobatan anak,
3. Memberikan konseling dan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang.

B. Sejarah MTBS
Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun
1996.Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO.Modul tersebut
digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari
SEARO. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap
dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan
program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun
belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum
adanya tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada
tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya
komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang
dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan
Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang
melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas
dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan
(melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah
kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.
MTBS bukan program kesehatan, tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana
balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. WHO
memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan
kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.
Ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu:
1. Komponen I : meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam
tatalaksana kasus balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan)
2. Komponen II : memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit
pada balita lebih efektif
3. Komponen III : Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam
perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit
(meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal
sebagai “Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat”).
Untuk keberhasilan penerapan MTBS, proporsi penekanan pada ketiga
komponen harus sama besar.

C. Tujuan MTBS
1. Menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering
pada balita.
2. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anak.
Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0 – 7 hari
terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %), prematuritas (32,4
%), sepsis (12,0 %).Kematian neonatal 7 – 29 hari disebabkan oleh sepsis
(20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %).
Kematian bayi terbanyak karena diare (42 %) dan pneumonia (24 %),
penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %)
dan DBD (6,8 %).
Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan
MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain
pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah
gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan
menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh perawat dan bidan
untuk mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank Dunia, 1993
melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk
mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan
Akut (ISPA), diare, campak malaria, kurang gizi, yang sering merupakan
kombinasi dari keadaan tersebut.

D. Sasaran Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)


Adapun sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua
kelompok sasaran, yaitu yaitu kelompok usia 1 hari- 2 bulan dan kelompok usia
2 bulan- 5 tahun (Vera, 2015 ; Depkes RI, 2008) .
Pada dasarnya MTBS juga dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) digunakan pada bayi umur kurang
dari 2 bulan baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Melalui kegiatan ini
bayi baru lahir dapat dipantau kesehatannya dan didekteksi dini. Jika
ditemukan masalah petugas kesehatan dapat menasehati dan mengajari ibu
untuk melakukan Asuhan Dasar Bayi Muda. Berikut adalah urutan penilaian
tata laksana bayi muda:
a. Memeriksa kemungkinan kejang
b. Memeriksa gangguan napas
c. Memeriksa hipotermi
d. Memeriksa kemungkinan infeksi bakteri
e. Memeriksa ikterus
f. Memeriksa gangguan saluran cerna
g. Apakah bayi diare
h. Memeriksa kemungkinan BB rendah dan masalah pemberian ASI
2. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
MTBS digunakan pada anak dengan usia 2 bulan- 5 tahun.

E. Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas


Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani balita sakit
sesuai dengan Protap MTBS, meliputi :
1. Melakukan Anamnesa
Wawancara terhadap orang tua bayi dan balita mengenai keluhan utama,
lamanya sakit, pengobatan yang telah diberikan dan riwayat penyakit lainnya.
2. Pemeriksaan
a. Untuk bayi umur 1 hari- 2 bulan
Mengajari Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : Pemeriksaan
kemungkinan kejang, gangguan nafas, suhu tubuh, adanya infeksi, ikterus,
gangguan pencernaan, BB dan status imunisasi
b. Untuk bayi 2 bulan- 5 tahun
Pemeriksaan yang dilakukan adalah : keadaan umum, respirasi, derajat
dehidrasi, suhu, pemeriksaan telinga, diare, status gizi, anemia, imunisasi
dan vitamin A, dan keluhan lain.
c. Menentukan klasifikasi, tindakan, penyuluhan/ konseling pada ibu dan
konsultasi dokter. ( Depkes RI, 2008).
3. Pengobatan
untuk balita sakit yang mendapatkan terapi rawat jalan, maka petugas
kesehatan dapat mengajari ibu cara pememberian obat oral dirumah, obat-
obat yang diberikan sesuai dengan diagnosa pasien seperti (antibiotik oral,
antimalaria oral, parasetamol, vitamin A, zat besi, dan obat cacingan).
Sedangkan anak dengan tanda bahaya umum mempunyai masalah serius
perlu dirujuk segera. (Yulia Astuti, 2014)
Bagan Tatalaksana Kasus dengan MTBS

1
Menentukan perlunya
Ya,
rujukan segera
Dirujuk 2
Balita sakit dg Tanda 3
bahaya umum Menentukan tindakan
dan pengobatan pra Merujuk
rujukan
Balita sakit tanpa
tanda bahaya umum

TIDAK DIRUJUK

44

Menentukan tindakan
dan pengobatan untuk
anak yang tidak
memerlukan rujukan
segera

F. Penilaian Tanda Dan Gejala


Pada penilaian tanda dan gejala, yang dinilai adalah ada atau tidaknya tanda
bahaya umum.
1. Penilaian pertama, Keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum,
tarikan dinding dada kedalam, stridor, nafas cepat.
2. Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis atau tidak
sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek,
gelisah, rewel, haus atau banyak minum, adanya darah dalam tinja.
3. Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umum,
kaku kuduk, dan adanya infeksi local seperti kekeruhan pada kornea mata,
luka pada mulut, mata bernanah, adanya tanda pre syock seperti nadi lemah
ekstremitas dingin muntah darah, berak hitam, perdarahan hidung, nyeri ulu
hati, dan lain-lain.
4. Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga, adanya
pembengkakan, dan lain-lain.
5. Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus,
bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat, status gizi dibawah garis
merah pada pemeriksaan berat badan menurut umur.

Penentuan Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan :

1. Klasifikasi Pneumonia

a. Pneumonia berat, apabila adanya tanda bahaya umum, tarikan dinding dada
kedalam, adanya stridor.

b. Pneumonia, apabila ditemukan tanda frekuensi nafasyang sangat cepat.

c. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada pneumonia dan hanya keluhan
batuk.

2. Klasifikasi Dehidrasi

a. Dehidrasi berat, apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak sadar,
mata cekung, turgor jelek sekali.

b. Dehidrasi ringan atau sedang, dengan tanda gelisah, rewel, mata cekung,
haus, turgor jelek.

c. Diare tampa dehidrasi, apabila tidak cukup adanya tanda dehidrasi.

3. Klasifikasi Diare Persisten

a. Diare persisiten berat, diare lebih dari 14 hari dan adanya tanda dehidrasi.

b. Diare persisten, tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi.

4. Klasifikasi Disentri

Apabila diarenya disertai dengan darah dalam tinja.

5. Klasifikasi Risiko Malaria

a. Klasifikasi dengan resiko tinggi :

Klasifikasi penyakit berat dengan demam(suhu 37,5 derajat celcius atau


lebih) apabila ditemukan tanda bahaya umum disertai dengan kaku kuduk.
b. Klasifikasi resiko rendah :

1) Klasifikasi penyakit berat dengan demam apabila ada tanda bahaya


umum atau kaku kuduk,

2) Klasifikasi malaria apabila tidak ditemukan tanda demam atau campak.

3) Klasifikasi demam mungkin bukan malaria apabila hanya ditemukan


pilek atau adanya campak.

c. Klasifikasi tampa resiko :

1) Klasifikasi Penyakit berat dengan demam apabila ditemukan tanda


bahaya umum dan kaku kuduk.

2) Klasifikasi demam bukan malaria apabila tidak ditemukan tanda bahaya


umum dan tidak ada kaku kuduk.

6. Klasifikasi Campak

a. Campak dengan komplikasi berat apabila ditemukan adanya tandabahaya


umum, terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya tandaumum campak,
adanya batuk, pilek atau mata merah.

b. Campak dengan komplikasi apabila ditemukan tanda mata bernanah serta


luka dimulut.

c. Campak, apabila hanya tanda khas campak yang tidak disertai tanda
klasifikasi di atas.

7. Klasifikasi DBD (demam kurang dari 7 hari)

a. DBD apabila ditemukan tanda seperti petekie, tanda syock.

b. Mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah, bintik
perdarahan bawah kulit,dan uji torniqet negatif.

c. Mungkin bukan DBD apabila hanya ada demam.

8. Klasifikasi masalah telinga


a. Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkakan dan nyeri
dibelakang telinga.

b. Infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang keluar dari
telinga dan telah terjadi kurang dari 14hari serta adanya nyeri telinga.

c. Infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau nanah yang
keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih.

d. Tidak ada infeksi telinga apabila tidak ada ditemukan gejala seperti di atas.

9. Klasifikasi status gizi

a. Klasifikasi gizi buruk (anemia berat), apabila BB sangat kurus, adanya


bengkak pada kedua kaki serta pada telapak tangan, ditemukan adanya
kepucatan.

b. Klasifikasi bawah garis merah (anemia), apabila ditemukan tanda telapak


tangan agak pucat, BB menurut umur dibawah garis merah.

c. Tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada tanda seperti
diatas.

G. Penentuan tindakan dan pengobatan


1. Pneumonia
Pengobatan pneumonia berat :
a. Berikan dosis pertama antibiotika : Kotrimoksazol dan amoksilin.
b. Lakukan rujukan segera
1) Apabila pneumonia saja berikan antibiotika yang sesuai selam 5
hari, berikan pelega tenggorokan dan pereda batuk, beri tahu ibu
atau keluarga, lakukan kunjungan ulang setelah 2 hari.
2) Apabila batuk bukan pneumonia berikan pelega tenggorokan,
beri tahu ibu dan keluarga, dan lakukan kunjungan ulang setelah
5 hari.
2. Dehidrasi
a. Pengobatan dehidrasi berat :
1) Berikan cairan intravena secepatnya, berikan oralit, berikan 100
ml/kg RL atau NACL
2) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi,
apabila belum membaik berikan tetesan intravena cepat.
3) Berikan oralit (kurang lebih 5ml/kg/jam) segera setelah anak mau
minum.
4) Lakukan monitoring kembali setelah 6 jam pada bayi dan 3 jam
pada anak.
5) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
b. Pengobatan dehidrasi ringan atau sedang :
1) Lakukan pemberian oralit 3 jam pertama.
2) Lakukan monitoring setelah 3 jam pemberian terhadap tingkat
dehidrasi.
c. Pengobatan tanpa dehidrasi :
1) Berikan cairan tambahan sebanyak anak mau, dan lakukan
pemberian oralit apabila anak tidak memperoleh ASI eksklusif.
2) Lanjutkan pemberian makan.
3. Diare Persisten
Tindakan ditentukan oleh dehidrasi, kemudian jika ditemukan adanya kolera,
maka pengobatan yang dapat dianurkan adalah pilihan pertama antibiotik
kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah tetrasiklin.
4. Disentri
Tindakan pada disentri dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik yang
sesuai, misalnya pilihan pertamanya adalah kotrimoksazol dan pilihan
keduanya adalah asam nalidiksat.
5. Risiko Malaria
Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi risiko malaria adalah
sebagai berikut.
a. Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara
intramuskukar. Selanjutnya anjurkan anak tetap berbaring dalam 1 jam
dan ulangi suntikan kina pada 4 dan 8 jam kemudian. Selanjutnya 12 jam
sampai anak mampu meminum obat malaria secara oral dan jangan
memberikan suntikan kina sampai dengan lebih dari 1 minggu dan pada
risiko rendah jangan berikan pada anak usia kurang dari 4 bulan.
b. Pemberian obat antimalaria oral ( untuk malaria saja) dengan ketentuan
dosis sebagai berikut untuk pilihan antimalaria pertama adalah klorokuin
+ primakuin dan pilihan kedua adalah sulfadoksin primetin + primakuin
(untuk anak ≥ 12 bulan) dan tablet kina (untuk anak <12 bulan).
c. Lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah pemberian klorokuin dan
apabila dalam waktu tersebut terdapat muntah maka ulangi pemberian
klorokuin.
d. Pemberian antibiotik yang sesuai.
e. Mencegah penurunan kadar gula darah.
f. Pemberian parasetamol apabila terjadi demam tinggi (≥ 38,5 derajat
celcius).
6. Campak
Pada campak dpat dilkukan tindakan sebagai berikut:
a. Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat, maka tindakannya
adalah pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, salep mata
tetrasiklin, atau kloramfenikol.
b. Apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian parasetamol
dianjurkan jika disertai demma tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian
apabila campak disertai komplikasi mata dan mulut ditambahkan dengan
pemberian gentian violet, jika hanya campak saja tidak ditemukan
penyakit atau komplikasi lain, maka tindakannya hanya diberikan
vitamin A.
7. Demam Berdarah Dengue
Pada demam berdarah dengue, tindakan yang dapat dilakukan antara lain
apabila ditemukan syok, maka segera diberi cairan intravena, pertahankan
kadar gula darah. Bila dijumpai demam tingg , maka berikan parasetamol dan
caira atau oralit bila dilakukan rujukan selama perjalanan.
Ketentuan pemberian cairan pra-rujukan pada demam berdarah.
a. Berikan cairan ringer laktat, jika memungkinkan beri glukosa 5% ke
dalam ringer laktat melalui intravena atau apabila tidak berikan oralit
atau cairan per oral selama perjalanan.
b. Apabila tidak ad, berikan cairan NaCl 10-20 ml/kgBB/30menit.
c. Pantau selama setelah 30 menit dan bila nadi teraba, berikan cairan
intravena dengan tetesan 10 ml/kgBB dalam 1 jam. Apabila nadi tidak
teraba berikan cairan dengan tetesan 15-20 ml/kgBB dalam 1 jam.
8. Klasifikasi Masalah Telinga
Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telinga dapat dilakukan
antara lain dengan memberikan dosis pertama untuk antibiotik yang sesuai.
Parasetamol dapat diberikan apabila dijumpai demam tinggi, apabila ada
ifeksi akut pada telinga, maka pengobatan sama seperti mastoiditis krnis
ditambah dengan mengeringkan telinga dengan kain penyerap.
9. Klasfikasi Status Gizi
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain pemberian vitamin A. Apabila
anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan dijumpai
adanya anemia, maka dapat dilakukan pemberian tablet zat besi. Jika berada
di daerah risiko tinggi malaria, dapat diberikan antimalaria oral dan pirantel
pamoat hanya diberikan untuk anak usia 4 bulan atau lebih dan belum pernah
diberikan dalam 6 bulan terakhir serta hasil pemeriksaan tinja positif.

H. Tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS


Tenaga kesehatan pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit di unit rawat jalan
tingkat dasar adalah Paramedis (bidan, perawat) dan dokter, bukan untuk rawat
inap dan bukan untuk kader.

I. Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan


MTBS
Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke
puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Hal ini dapat diukur dengan
rumus berikut :
Rumus yang digunakan adalah :
% Cakupan MTBS = Ʃ BS x 100%
Ʃ total
Ʃ BS = Jumlah anak balita sakit yang memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana
MTBS di Puskesmas disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Ʃ total = Jumlah seluruh anak balita sakit yang berkunjung ke Puskesmas
disuatu Wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang ke
puskesmas (register rawat jalan di puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang
mendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan
MTBS. (Kemenkes RI, 2010).

J. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Manajemen Tepadu Balita Sakit


(MTBS)
Berdasarkan Kemenkes RI (2011) keberhasilan penerapan MTBS di Puskesmas
tidak terlepas dari adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan MTBS, monitoring pasca
pelatihan serta bimbingan teknis bagi perawat dan bidan yang dilakukan oleh
kepala puskesmas atau Dinas kesehatan setempat, dan kelengkapan sarana dan
prasarana pendukung dalam pelaksanaan MTBS termasuk ketersediaan obat-
obatan di puskesmas. Bila dihubungkan dengan Teori Lawrence Green (1980),
didapatkan sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)
Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya
perubahan perilaku seseorang dalam hal ini orang yang dimaksud bisa juga
dilihat dari segi tenaga kesehatan, Faktor ini terwujud dalam umur,
pengetahuan, sikap, keyakinan, dan sebagainya. Dalam hal ini yang dibahas
pada faktor Predisposisi dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
di puskesmas adalah pengetahuan dan pelatihan. ( Husni, 2012).
Pengetahuan Tenaga kesehatan Tentang MTBS merupakan hal-hal yang
harus diketahui oleh seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan MTBS di
puskesmas meliputi :
a. Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
Kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan anamnesa pada
ibu masalah yang dihadapi anaknya, memeriksa tanda bahaya
umum dan menanyakan kepada ibu empat keluhan
utama,memeriksa dan mengklasifikasikan status gizi dan
anemia,memeriksa status imunisasi anak dan pemberian vitamin
A serta menilai keluhan lain yang dihadapi anak.
b. Menentukan Tindakan dan Pengobatan
Hal-hal yang harus dipahami petugas kesehatan adalah kapan
harus menentukan rujukan segera, menentukan tindakan dan
pengobatan pra rujukan maupun untuk anak yang tidak
memerlukan rujukan, memilih obat yang sesuai dan menentukan
dosis dan jadwal pemberian pemberian, dll.
c. Pengetahuan tenaga kesehatan tentang cara memberi konseling
yang baik kepada ibu tentang cara pemberian obat oral dan
pemberian cairan dirumah, cara mengobati infeksi lokal dirumah
serta jadwal kunjungan ulang.
d. Pengetahuan tenaga kesehatan tentang manajemen terpadu bayi
muda umur kurang dari 2 bulan
e. Pengetahuan tenaga kesehatan tentang memberi pelayanan tindak
lanjut
f. Hal-hal yang harus diketahui adalah menentukan status
kunjungan anak, menilai tanda-tanda sesuai dengan formulir
MTBS, memilih tindakan dan pengobatan berdasarkan tanda-
tanda yang ada termasuk bila ada masalah baru pada anak balita
(Kemenkes RI, 2014).

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)


Faktor pemungkin yang dimaksud adalah faktor yang memungkinkan
seseorang untuk bertindak. Faktor pemungkin dapat terwujud dari adanya
sarana dan prasarana atau fasilitas yang mendukung pelaksanaan suatu
program kesehatan. Misalnya seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sangat dipengaruhi dengan
kelengkapan sarana dan prasarana penunjang, seperti kelengkapan obat-
obatan di puskesmas dan ketersediaan serta kondisi alat yang digunakan
untuk melaksanakan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
a. Sarana dan Prasarana Pelayanan MTBS
Hal yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan MTBS di puskesmas
meliputi Formulir MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan obat-obatan yang
yang secara umum telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) dan Laporan Pemakian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
yang di gunakan di Puskesmas.Obat-obat yang digunakan dalam
penanganan Balita sakit adalah obat yang lazim sudah ada, kecuali obat
yang belum tersedia di puskesmas, obat-obat yang diperlukan adalah :

Nama obat yang digunakan dalam MTBS


1. Kotrimoksasol tablet dewasa 20. Suntikan Penisilin Prokain
2. Kotrimoksasol tablet Anak 21. Suntikan Artemeter
3. sirup Kotrimoksasol 22. Suntikan Kinin HCL
4. Sirup amoksisilin 23. Suntikan Fenobarbital
5. Tablet amoksilin 24. Suntikan Diazepam
6. Kapsul Tetrasiklin 25.Tetrasiklin atau Kloramfenikol salep mata
7. Tablet asam Nalidiksat 26. Gentian Violet 1 %
8. Tablet Metronidazol 27. Tablet Niasin
9. Tablet Primakuin 28. Gliserin
10. Tablet Kina 29. Vitamin A 200.000 IU
11. Tablet Artesunate 30. Vitamin A 100.000 IU
12. Tablet Amodiakuin 31. Tablet Zinc
13.Tablet Parasetamol 32.Aqua Bides untuk pelarut
14. Tablet Albendazol 33. Oralit 200 cc
15. Tablet pirantel Pamoat 34. Cairan infus NaCl 0,9%
16. Tablet besi 35. Cairan infus RL
17. Sirup Besi 36. Cairan Infus Dextrose 5 %
18. suntikan Ampisilin 37. alkohol 70%
Sumber: (Kemenkes.RI, 2008)
Peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) diPuskesmas,yaitu :
1) Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik
2) Tensi meter dan manset anak
3) Termometer
4) Timbangan Bayi
5) Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih
6) Infus set dan Wing needles no 23 dan no 25
7) Semprit dan jarum suntik : 1 ml, 2,5 ml, 5 ml dan 10 ml
8) Kasa/ kapas
9) Pipa lambung (NGT)
10) Alat penumbuk obat
11) Alat penghisap lendir
12) RDT : Rapid Diagnostik Test untuk malaria
13) Kalau mungkin miskroskop untuk pemeriksaan malaria

Obat diatas yang belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat, suntikan
gentamisin, suntikan kinun, infus set dan manset anak. Walaupun obat dan
alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak berarti menghambat pelayanan
bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan obat
pilihan kedua atau obat yang diperlukan bagi anak yang akan dirujuk
sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan pada institusi rujukan.
(Kemenkes.RI, 2014)

Langkah- langkah penyiapan obat dan alat :

1) Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas.


Dalam menentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan
penilaian berdasarkan pemakaian dan kebutuhan 6 bulan sebelumnya
dengan menggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan
dengan tersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/ dapat
digunakan.
2) Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di
puskesmas, maka dalam mengajukan permintaan obat berikutnya,
tambahkan jumlah obat yang masih kurang dan usulkan obat yang
belum ada.
b. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi
yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi.
SDM yang kurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, salah
satunya mengakibatkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan secara optimal
dengan cepat dan tepat pada waktunya (Sedarmayanti,2001). Program
MTBS tentunya akan dapat berjalan dengan baik apabila mempunyai
SDM dalam hal ini petugas kesehatan yang berkompeten.
Pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia adalah suatu siklus
yang harus terus terjadi secara terus menerus untuk mengantisipasi
perubahan di luar organisasi tersebut (Notoatmodjo, 2009).
Dinas kesehatan Propinsi Bali untuk meningkatan pengetahuan, kemampuan
dan ketrampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) telah melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan di
Puskesmas (dokter, bidan, perawat) secara berkelanjutan dari tahun 1998
hingga sekarang, dengan menggunakan dana APBN dilakukan monitoring
dan evaluasi berkala terhadap hasil pelatihan tersebut. Tujuan dari pelatihan
MTBS ini adalah untuk mengajarkan proses manajemen kasus kepada
perawat, bidan, dokter dan tenaga kesehatan lain yang menangani balita sakit
dan balita muda di fasilitas pelayanan dasar agar mampu:
1) Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi
dan
2) pemberian vitamin A
3) Membuat klasifikasi
4) Menentukan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi anak dan
memutuskan apakah seorang anak perlu dirujuk
5) Memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama
pemberian antibiotik, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah
turunnya gula darah dengan pemberian air gula, resomal, cara
menghangatkan anak untuk mencegah hipotermia serta merujuk anak
6) Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti
7) pemberian oralit, vitamin A, tablet Zinc
8) Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak
termasuk pemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas
kesehatan.
9) Melakukan penilaian ulang dan pemberian perawatan yang tepat pada
saat anak datang kembali untuk pelayanan tindak lanjut.
( Kemekes.RI,2014)

K. Cara Penatalaksanaan Balita Sakit dengan Pendekatan MTBS


Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) sudah terintegrasi di dalam
pendekatan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS), maka bagan MTBM
menjadi bagian dari bagan MTBS. MTBM dan MTBS sudah diterapkan di
seluruh provinsi di Indonesia sehingga sudah menjadi milik masyarakat.
Banyaknya permintaan bagan MTBS (termasuk bagan MTBM) oleh Dinas
Kesehatan provinsi/kabupaten perlu dipenuhi sehingga perkembangan
penerapannya di lapangan tidak tersendat. Oleh karena itu masyarakat dan
tenaga kesehatan yang memerlukan dapat memperbanyak bagan ini untuk
meningkatkan kelancaran implementasi penerapannya di Puskesmas, Polindes,
Poskesdes, Klinik swasta, Rumah Sakit, dll.
Agar lebih mudah dipelajari, maka bagan MTBM ditampilkan terpisah dengan
bagan MTBS. Berikut ini bagan-bagan MTBS dan MTBM.
BAB III

KESIMPULAN

MTBS merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit


yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi upaya
kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi
dan upaya promotif dan preventif.

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada
tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Hingga akhir tahun 2009, penerapan
MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh Puskesmas mampu
menerapkan.
MTBS bertujuan menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait
penyakit tersering pada balita.dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kesehatan anak.
Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani balita sakit
sesuai dengan Protap MTBS, meliputi, anamnesa, pemeriksaan, dan pengobatan.
Penilaian tanda gejala dibagi atas tanda bahaya umum dan tingkat klasifikasi dan
penentuan kegawat daruratan.
Penentuan tindakan dan pengobatan pada MTBS berdasarka penyebab dari
penyakit pada anak.
Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke
puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Berdasarkan Kemenkes RI (2011) keberhasilan penerapan MTBS di Puskesmas
tidak terlepas dari adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
tenaga kesehatan dalam melakukan MTBS, monitoring pasca pelatihan serta bimbingan
teknis bagi perawat dan bidan yang dilakukan oleh kepala puskesmas atau Dinas
kesehatan setempat, dan kelengkapan sarana dan prasarana pendukung dalam
pelaksanaan MTBS termasuk ketersediaan obat-obatan di puskesmas.
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) sudah terintegrasi di dalam
pendekatan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS), maka bagan MTBM menjadi
bagian dari bagan MTBS.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Departemen
kesehatan RI.

Depkes RI. Pedoman Penyelenggaraan Manajemen Terpadu. Balita Sakit Berbasis


Masyarakat (MTBS-M). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Domili, M.F. (2013) Faktor-faktorMu’is, Abdul, dkk. 2015. Hubungan Penerapan


Manajemen Terpadu Balita Sakit (Mtbs) Diare dengan Kesembuhan Diare
pada Balita di Puskesmas Bahu Kota Manado. Dalam www.portalgaruda.org.
Diakses pada Tanggal 2 April 2018. Pdf.

Prasetyawati, Arsita Eka. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Yogyakarta: Nuha
Medika.

Soenarto, Y. 2009. MTBS: Strategi Untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Anak.


Disampaikan pada Simposium Pediatri TEMILNAS 2009.

Anda mungkin juga menyukai