Anda di halaman 1dari 49

PERSEPSI AKSEPTOR TENTANG PETUGAS LAPANGAN

KELUARGA BERENCANA TERHADAP PEMILIHAN


KONTRASEPSI

Proposal

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan


Jurusan Kebidanan Diploma IV Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kendari

OLEH :

Zafitri Nulandari
NIM.P00312016055

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D-IV KEBIDANAN
2020

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PLKB merupakan salah satu komponen penting dalam upaya

peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga

sebagai indikator kemajuan yang telah dicapai oleh suatu daerah.

Penyuluh KB bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam

memberikan berbagai penyuluhan program KB. (Supriadi, 2017)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan penduduk

dunia pada tahun 2050 berjumlah 9,6 milyar jiwa meningkat dari tahun

2000 yaitu 6,1 milyar jiwa. Jumlah penduduk indonesia sebanyak 237,5

juta jiwa pada tahun 2015. Pada tahun 2025 sampai tahun 2025

sampai tahun 2050 diperkirakan akan mengalami peningkatan yaitu

303,8 juta orang sedangkan jumlah penduuk miskis berdasarkan BPS

(Badan Pusat Statistik) pada maret 2016 menyebutkan sebanyak

28,01 juta jiwa (BPS Indonesia, 2017).

Di Indonesia, sebagian besar peserta KB aktif menggunakan

kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek, dengan

penggunaan terbanyak pada suntik KB. Kecenderungan ini terjadi

sejak tahun 1987. Berdasarkan hasil SDKI penggunaan suntik KB

meningkat dari 28% pada tahun 2002 menjadi 31,6% pada tahun

2007 menjadi 31,9% pada tahun 2012 dan menetap menjadi 31,9%

pada tahun 2017. Pemakaian metode kontrasepsi yang jangka


3

panjang seperti sterilisasi (tubektomi dan vasektomi), IUD cenderung

menurun. Penggunaan IUD, misalnya, menurun dari sekitar 6,4%

pada tahun 2002 menjadi 4,8% pada tahun 2007 menjadi 3,9% pada

tahun 2012 dan 3,5% pada tahun 2017.(Badan Pusat Statistik (BPS),

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),

dan Kementrian Kesehatan RI, 2017).

Data Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015 jumlah pasangan

usia subur tercatat sebanyak 392.680 PUS dengan jumlah peserta KB

aktif sebanyak 265.447 pasangan (67,60%) dan jumlah peserta KB

baru tercatat sebanyak 77.062 (19,62%). Jenis kontrasepsi suntik

37,84%, pil 38,65%, implant 15,73%, IUD 1,71%, MOP/MOW

1,75% dan kondom sebanyak 4,32% (Dinkes Provinsi Sultra, 2015).

Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) menurut hasil

pengumpulan data Pemerintahan Kabupaten Kolaka Dinas Kesehatan

pada tahun 2016 jumlah PUS sebanyak 44.929, dengan peserta KB

aktif sebanyak 31.645 dengan cakupan 70,4%. tahun 2015 jumlah

PUS sebanyak 46.239, dengan peserta KB aktif sebanyak 28.065

dengan cakupan 60,7%. tahun 2014 sebanyak 59.946 PUS dengan

peserta KB Aktif sebanyak 28.432 atau sekitar 49,9%, tahun 2013

sebanyak 59.946 PUS dengan peserta KB Aktif sebanyak 28.432 atau

sekitar 49,9%. Jika dilihat dari tahun 2014 ke tahun 2015 terjadi

peningkatan cakupan, hal ini dimungkinkan dari sistem pencatatan dan

pelaporan yang semakin baik, selain itu adanya sosialisasi dan


4

bimbingan teknis yang intensif kepada pengelola laporan di

Puskesmas. Berikut gambaran peserta KB aktif di Kabupaten kolaka

selama 6 tahun terakhir. Adapun jenis kontrasepsi yang digunakan

oleh peserta KB aktif tahun 2016 yakni IUD 1.123 orang, MOP/MOW

464 orang, Implant 3.960 orang, Kondom 545 orang, suntik 16.940

orang, Pil 8.613 orang. (Dinkes Kabupaten kolaka, 2016).

Hasil survey di Wilayah Kerja Puskesmas Tosiba Kecamatan

Samaturu Kabupaten Kolaka pada bulan Januari sampai Desember

2019 terdapat 4.826 pasangan usia subur (PUS). Yang menjadi

Peserta KB aktif berjumlah 2750. sebanyak 826 orang

menggunakan KB Pil, 1532 orang menggunakan KB suntik, 35 orang

menggunakan KB IUD, 31 orang menggunakan KB MOW, 33 orang

menggunakan KB MOP, 267 orang menggunakan KB Implant dan 26

orang menggunakan Kondom. Dari data diatas menunjukkan bahwa

dari 4.826 pasangan usia subur hanya 2750 yang menjadi peserta KB

aktif, sebagian besar menggunakan kontrasepsi jangka pendek yaitu

pil dan suntik, padahal masih ada metode yang lebih efektif yaitu

penggunaan metode jangka panjang seperti IUD, MOW, MOP, dan

Implan.

Gerakan keluarga berencana sekarang ini sedang

berusaha meningkatkan mutu para pelaksana dan pengelola agar

masyarakat mengetahui pentingnya progam keluarga berencana.

Pemerintah terus memotivasi, menghimbau, dan menekankan pada


5

masyarakat agar memiliki keluarga kecil dengan slogan program

keluarga berencana “Dua anak lebih baik”. Keseriusan

pemerintah dalam menyukseskan Program keluarga berencana

dibuktikan dengan kinerja petugas lapangan keluarga berencana

(PLKB) yang rutin melakukan penyuluhan keluarga berencana agar

masyarakat mau mengikuti program keluarga berencana. (Hartanto,

2004)

Tujuan dari program keluarga berencana adalah untuk

membangun manusia Indonesia sebagai obyek dan subyek

pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan ibu, anak, dan

keluarga. Selain itu program KB juga ditujukan untuk menurunkan

angka kelahiran dengan menggunakan salah satu jenis kontrasepsi

secara sukarela yanf didasari keinginan dan tanggung jawab seluruh

masyarakat (BKKBN, 2014)

Mewujudkan Program Keluarga Berencana Nasional

dibutuhkan Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana yang

bertanggung jawab untuk mengembangkan gerakan pembangunan

keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera di tingkat Desa dan

kelurahan, hal ini disebabkan karena seorang petugas lapangan

keluarga berencana merupakan ujung tombak balai penyuluhan

keluarga berencana yang bersentuhan langsung dengan masyarakat

dalam pelayanan konseling, sehingga upaya peningkatan jumlah


6

peserta keluarga berencana sangat berkaitan dengan Peran

petugas lapangan (Hartanto, 2004)

Terdapat beberapa penelitian terkait masalah ini diantaranya

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Viana Safrida Harahap (2018)

dengan judul Pengaruh Kredibilitas Komunikasi Penyuluh Lapangan

Keluarga Berencana (PLKB) Terhadap Peningkatan Akseptor Keluarga

Berencana Di Kota Medan. Pemahaman terhadap sistem dan teknik

berkomunikasi secara baik bagi seorang penyuluh lapangan menjadi

prasyarat keberhasilan dalam tugasnya. Dalam bentuk lahiriah,

seorang tenaga penyuluh harus pandai bergaul dengan masyarakat

dari berbagai latar belakang, pendidikan, ekonomi, agama dan juga

tata nilai sebagai kebudayaan yang dimiliki dan diwariskan secara

turun temurun, terbuka dengan orang lain dan menguasai teknik

pendekatan masyarakat. Selain itu, keramahan, kejujuran, kesetiaan,

tepat waktu, tepat materi serta tepat cara harus dimiliki oleh penyuluh

sebagai komunikator.

Pemilhan alat kontrasepsi di Wilayah Puskesmas Tosiba

diperlukan karena masih kurangnya pemakaian kontrasepsi metode

jangka panjang pada PUS, alasan mereka Adanya perasaan takut,

khawatir terkait dengan biaya dan perlakuan petugas merupakan

pandangan dari sudut pembeli yang mempengaruhi psikologis

pasien. Faktor psikologis yang mempengaruhi pembeli (pasien)

tersebut adalah persepsi. Persepsi dinyatakan sebagai suatu proses


7

menafsir sensasi-sensasi dan memberikan arti kepada stimuli.

Persepsi merupakan penafsiran realitas dan masing-masing orang

memandang dari sudut perspektif yang berbeda. Persepsi tertentu

akan berpengaruh pada perilaku konsumen yang akhirnya

berpengaruh pada keputusan membeli. Dari 19 Desa di Kecamatan

Samaturu ada 9 desa Pasangan usia subur (PUS) yang belum

berhasil menacapai target peserta KB aktif yaitu Lawulo 37,28% , Ulu

Konaweha 47,56%, Latuo 46,47%, Awa 47,24%, Amamotu 39,71%,

Puu Tamboli 43,09%, Tosiba 37,85%, Tonganapo 33,33%, Wowa

Tamboli 47,42 %.

Oleh karena itu dalam rangka mengubah persepsi pasangan

usia subur terhadap pemilihan kontrasepsi, maka perlu dilakukan

penelitian terhadap masyarakat sebagai sasaran pelayanan KB,

untuk mengetahui “Persepsi Akseptor Tentang Peran Petugas

Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Terhadap Pemilihan Alat

Kontrasepsi di Puskesmas Tosiba Kecamatan Samaturu Kabupaten

Kolaka”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah adakah Hubungan “Persepsi

Akseptor Tentang Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)

Terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi di Puskesmas Tosiba

Kecamatan Samaturu Kabupaten Kolaka”.


8

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana Persepsi ibu tentang Petugas

Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Terhadap pemilihan alat

kontrasepsi di Puskesmas Tosiba Kecamatan Samaturu Kabupaten

Kolaka

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Persepsi Akseptor Tentang Petugas

Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di Puskesmas Tosiba

Kecamatan Samaturu Kabupaten Kolaka.

b. Mengidentifikasi Pemilihan Alat Kontasepsi di Puskesmas

Tosiba Kecamatan Samaturu Kabupaten Kolaka.

c. Menganalisis Persepsi Akseptor Tentang Petugas

Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Terhadap Pemilihan

Alat Kontasepsi di Puskesmas Tosiba Kecamatan Samaturu

Kabupaten Kolaka.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah wawasan dan sebagai syarat

menyelesaikan pendidikan di Politeknik Kesehatan Kendari

Jurusan Kebidanan Kendari dan sebagai bahan referensi ilmiah

untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.


9

2. Manfaat Praktisi

a. Peneliti

Memberikan pengalaman dan pengetahuan dalam

melakukan penelitian mulai dan perencanaan hingga

pelaksanaan penelitian,

b. Masyarakat

Manfaat penelitian bagi Pasangan Usia Subur agar

menggunakan alat kontrasepsi untuk mengurangi angka

kelahiran, mengatur jarak kelahiran untuk meningkatkan

kesejahteraan ibu dan anak sehingga tercapai keluarga kecil

bahagia sejahtera.

c. Puskesmas

Sebagai bahan informasi bagi tenaga kesehatan yang

bertugas di Wilayah Kerja Puskesmas Tosiba Kecamatan

Samaturu Kabupaten Kolaka agar dapat meningkatkan

cakupan pemilihan alat kontrasepsi.

E. Keaslian penelitian

Keaslian penelitian adalah perbedaan dengan penelitian

sebelumnya sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan

dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi,


10

yaitu kejujuran, rasional, objektif, serta terbuka. Penelitian terdahulu

tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ku rni a ti .A (2 01 7 ) dengan

judul strategi petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dalam

pelayanan konseling kb pada balai penyuluhan kb di kecamatan

somba opu kabupaten gowa. Jenis penelitian yang digunakan

adalah Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan

penelitian yang digunakan adalah pendekatan bimbingan dan

psikologi. Informan kunci dan informan pendukung penelitian

ini adalah Para Petugas Lapangan Keluarga Berencana,

Kepala dan Kasubag tata usaha Balai Penyuluhan Keluarga

Berencana. Pengumpulan data menggunakan observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengolahan dan analisis

data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan

penarikan kesimpulan. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya

yaitu judul penelitian, jenis penelitian, dan lokasi penelitian.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Viana Safrida Harahap (2018)

dengan judul Pengaruh Kredibilitas Komunikasi Penyuluh

Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Terhadap Peningkatan

Akseptor Keluarga Berencana Di Kota Medan. Jenis penelitian

yang digunakan adalah menggunakan paradigma positivisme

sebagai suatu proses komunikasi linier atau proses sebab akibat

yang mencerminkan komunikator untuk mengubah pengetahuan


11

(sikap atau perilaku) komunikan yang pasif. Perbedaan dengan

penelitian sebelumnya yaitu judul penelitian, jenis penelitian, dan

lokasi penelitian.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Badrun Munandar (2017) dengan

judul peran informasi keluarga berencana pada persepsi dalam

praktik keluarga berencana. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sensus. Analisa data dilakukan dengan uji

statistik chi-square dengan menggunakan Program SPSS versi

17.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memperoleh informasi KB melalui televisi (58,2%),

serta terdapat pengaruh informasi terhadap persepsi dan

partisipasi KB. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu

judul penelitian, jenis penelitian, dan lokasi penelitian

4. Penelitian yang dilakukan oleh Happy martalena simanungkalit

(2017) faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi

pada wanita di kota palangka raya. Jenis penelitian ini adalah

observasional analitik dengan metode Cross Sectional.Populasi

dalam penelitian ini adalah wanita/ibu yang berstatus menikah,

menggunakan kontrasepsi modern (Akseptor KB MKJP dan non

MKJP) dan bertempat tinggal di Kota Palangka Raya.Jumlah

sampel yaitu sebanyak 308 responden.Uji statistik yang digunakan

adalah uji Chi-square (X2) dan Fisher Exact Test. Perbedaan


12

dengan penelitian sebelumnya yaitu judul penelitian, lokasi

penelitian.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Ismail Affandy Siregar (2018)

dengan judul Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Program KB

Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Oleh Pasangan Usia Subur di

Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli-Tengah. Jenis penelitian

ini merupakan penelitian kuantitatif. Populasinya adalah Pasangan

Usia Subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi yaitu

sebanyak 1404 dan sampelnya sebanyak 150 responden.

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu judul penelitian,

jenis penelitian, dan lokasi penelitian


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Tinjauan Umum tentang Pemilihan Kontrasepsi

a. Pengertian keluarga berencana

Keluarga berencana adalah upaya untuk mengatur

kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur

jarak kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan

sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga

yang berkualitas. Adapun menurut UU No 10/1992 keluarga

berencana adalah segala upaya peningkatan kepedulian

masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia

dan sejahtera. Sehingga dari pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa KB adalah upaya manusia untuk

mengatur atau membatasi kelahiran, mengatur jarak

kehamilan untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan

sejahtera (Fitri,2018). Menurut WHO keluarga berencana

adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami

istri untuk menghindari kelahiran yang tidak dinginkan,

mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat

kelahiran (dalam hubungan dengan suami istri), dan

menentukan jumlah anak dalam keluarga. Menurut UU RI

nomor 52 tahun 2009, keluarga berencana adalah upaya


14

mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,

mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, serta

bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan

keluarga yang berkualitas.

Program keluarga berencana nasional diatur dalam

undang - undang nomor 10 tahun 1992 tentang

perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga

sejahtera, serta peraturan presiden nomor 7 tahun 2005

tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional

(RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam peraturan presiden

tersebut, pembagunan keluarga berencana diarahkan untuk

mengendalikan pertumbuhan penduduk serta meningkatkan

keluarga kecil berkualitas. Untuk mencapai tujuan tersebut,

pembangunan keluarga berencana diselenggarakan melalui 4

program pokok, yaitu: program keluarga berencana dan

kesehatan reproduksi, program kesehatan, serta program

penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas (BKKBN,

2015).

b. Tujuan Program Keluarga Berencana

Dalam internationale conference on population and

development (ICPD) Kairo 1994, disebutkan bahwa salah

satu tujuan program keluarga berencana yaitu membantu

pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan


15

bertanggung jawab tentang jumlah dan jarak antara satu

anak dengan anak lainnya dan untuk mendapatkan

informasi dan sarana dalam melakukannya, juga untuk

memberi kebebasan serta ketersediaan berbagai macam

alat kontrasepsi yang aman dan sehat. Menurut badan

kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN),

tujuan kelurga berencana adalah :

1) Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu

dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya.

2) Meningkatkan martabat kehidupan rakyat dengan cara

menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan

penduduk tidak melebihi kemampuan untuk

meningkatkan reproduksi.

Adapun visi dari badan kependudukan dan keluarga

berencana nasional (BKKBN) tahun 2014 yaitu “menjadi

lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan

penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas”

sedangkan misi badan kependudukan dan keluarga

berencana nasional (BKKBN) tahun 2014 adalah :

a) Mengarus utamakan pembangunan berwawasan

kependudukan.

b) Menyelenggarakan keluarga berencana dan kesehatan

reproduksi.
16

c) Memfasilitasi pembangunan keluarga.

d) Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan

kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan

keluarga.

e) Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi

secara konsisten (BKKBN, 2014).

c. Akseptor Keluarga Berencana (KB)

1) Pengertian

Akseptor keluarga berencana (KB) adalah peserta

keluarga berencana (family planning participant) yaitu

pasangan usia subur dimana salah seorang menggunakan

salah satu cara atau alat kontrasepsi untuk tujuan

pencegahan keha milan, baik melalui program maupun

non program.

2) Jenis – jenis Akseptor KB

a) Akseptor aktif, yaitu akseptor yang ada pada saat ini

menggunakan cara atau alat kontrasepsi untuk

menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

b) Akseptor aktif kembali yaitu: pasangan usia subur yang

telah menggunakan kontrasepsi selama 3 bulan atau

lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan kembali

menggunakan.
17

c) Cara / alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama atau

berganti cara setelah berhenti 3 bulan berturut – turut

bukan karena hamil. Akseptor KB baru, yaitu: akseptor

yang baru pertama kali menggunakan alat / obat

kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan

alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.

d) Akseptor KB (Keluarga Berencana) dini, yaitu: Para

ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam

waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.

e) Akseptor langsung, yaitu: para istri yang memakai

salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah

melahirkan atau abortus.

f) Akseptor drop out, yaitu: akseptor yang menghentikan

kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2015).

d. Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” berarti mencegah

atau melawan, dan konsepsi berarti pertemuan antara sel telur

(sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang

menyebabkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah metode

yang digunakan untuk mencegah kehamilan (Amalia and

Afriany, 2015). Kontrasepsi terbagi atas dua yaitu secara alami

dan bantuan alat. Kontrasepsi alami merupakan metode

kontrasepsi tanpa menggunakan bantuan alat apapun,


18

caranya adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual

pada masa subur, cara ini lebih dikenal dengan metode

kalender. Kelebihannya adalah memperkecil kemungkinan

terjadinya efek samping karena tidak menggunakan alat

sedangkan kelemahannya adalah kurang efektif karena kadar

perhitungan masa subur bisa meleset dan tidak akurat

(Wikojoastro, 2013).

a. Alat kontrasepsi dibagi menjadi :

1) Kondom

Terbuat dari latex. Terdapat kondom untuk pria

maupun wanita serta berfungsi sebagai pemblokir

sperma. Kegagalan pada umumnya karena kondom tidak

dipasang sejak permulaan senggama atau terlambat

menarik penis setelah ejakulasi sehingga kondom terlepas

dan cairan sperma tumpah di dalam vagina. (Jitowiyono

dan Rouf, 2019).

2) IUD (Intra Uterina Device)

Intra Uterine Device (IUD) adalah alat kontrasepsi

dalam rahim yang terbuat dari plastik elastis dililit

tembaga atau campuran tembaga dan perak. Lilitan

logam menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan waktu

penggunaan dapat mencapai 5 - 10 tahun (Proverawati,

2010:52). Mekanisme kerja IUD yaitu mencegah


19

terjadinya pembuahan dengan mengeblok bersatunya

ovum dengan sperma, mengurangi jumlah sperma yang

mencapai tuba falopi, mengonaktifkan sperma

(Jitowiyono dan Rouf, 2019).

3) Pil

Pil adalah pil / tablet dalam kemasan yang

mengandung estrogen dan progesteron atau hanya

progesterone saja yang diminum setiap hari selama 21

atau 28 hari kalender. Pil keluarga berencana (KB) cara

kerjanya mengendalikan lendir mulut rahim sehingga

sperma tidak masuk kedalam rahim (Jitowiyono dan

Rouf, 2019 ).

4) Suntik KB

Suntik keluarga berencana adalah kontrasepsi suntik

dengan hormone progesteron yang disuntikan ke bokong/

otot panggul setiap 3 (bulan) sekali atau dengan hormon

estrogen yang disuntikkan setiap 1 (bulan) bulan sekali.

Suntik keluarga berencana (KB) bekerja mencegah

lepasnya sel telur dari indung telur wanita, mengentalkan

lender rahim serta menipiskan selaput lendir sehingga

tidak siap untuk kehamilan. (Jitowiyono dan Rouf, 2019 ).

5) Implant
20

Susuk atau implan adalah salah satu jenis

kontrasepsi yang pemakaiannya dengan cara

memasukkan tabung kecil di bawah kulit pada bagian

tangan yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan.

Tabung kecil berisi hormon tersebut akan terlepas sedikit-

sedikit sehingga mencegah kehamilan.Implan terdiri dari

6 kapsul / batang dalam sekali pemakaian dimasukkan

kebawah kulit lengan selama 3 atau 5 tahun ( Jitowiyono

dan Rouf, 2019).

6) MOP (Metode Operasi Pria)

Vasektomi atau sterilisasi pria atau medis operasi

pria (MOP) adalah tindakan penutupan (pemotongan,

pengikatan, penyumbatan). Kedua saluran mani pria /

suami sehingga sewaktu melakukan hubungan seksual

sel mani tidak dapat keluar membuahi sel telur dan

mencegah terjadinya kehamilan (Jitowiyono dan Rouf,

2019).

7) MOW (Metode Operasi Wanita)

Menurut BKKBN, MOW (medis operatif wanita) /

tubektomi atau juga dapat disebut sterilisasi adalah

tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur.

Dengan demikian, sel telur tidak akan bertemu dengan


21

sperma laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan

(Jitowiyono dan Rouf, 2019).

2. Tinjauan Umum tentang Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan pengorganisasian, penginterpretasian

terhadap stimulus yang diindrakan sehingga merupakan respon

yang integrated dalam individu. Karena dalam pengindraan

orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam

persepsi dikaitkan dengan objek (Walgito, 2004). Menurut

Davidoff dan Rogers (1981) dikutip dalam buku Walgito (2004)

maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena perasaan,

kemampuan berpikir, pengalaman - pengalaman individu tidak

sama. Maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil

persepsi akan berbeda karena persepsi bersifat individual.

b. Faktor yang Berperan dalam Persepsi

1) Faktor Eksternal

a) Kontras

Cara untuk menarik perhatian dengan membuat

kontras baik pada warna, ukuran, dan bentuk atau

gerakan.

b) Perubahan Intensitas

Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya

yang berubah menjadi intensitas tinggi akan menarik perhatian.


22

c) Pengulangan

Pengulangan lebih menarik perhatian, walaupun pada

mulanya stimulus tersebut tidak masuk dalam rentan perhatian,

maka akhirnya akan mendapatkan perhatian.

d) Sesuatu yang baru

Stimulus yang baru akan menarik perhatian kita daripada

sesuatu yang telah diketahui.

e) Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak

Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan

menarik perhatian kita.

2) Faktor Internal

a) Pengalaman / pengetahuan : pengalaman masa lalu atau

yang pernah dipelajari akan menyebabkan terjadinya

perbedaan interpretasi.

b) Harapan (expectation) : harapan terhadap sesuatu akan

mempengaruhi persepsi terhadap stimulus.

c) Kebutuhan : kebutuhan menyebabkan stimulus masuk

dalam rentang perhatian dan menyebabkan

menginterpretasikan stimulus secara berbeda.

d) Motivasi : motivasi akan mempengaruhi persepsi

seseorang. Nilai yang baik akan memotivasi seseorang

untuk menjaganya.

e) Emosi : emosi seseorang mempengaruhi persepsi

terhadap stimulus yang ada.


23

f) Budaya : latar belakang budaya yang sama akan

menginterpretasikan orang dalam kelompoknya secara

berbeda (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku kesehatan yang baik dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, sikap, dan keterampilan. Faktor yang

mempenaruhi sikap menurut Azwar (2011) meliputi

pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap

penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga

pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor

emosional. Kenyataannya pengetahuan tidak cukup

merubah perilaku karena (Emilia, 2008) yaitu :

1) Informasi yang banyak akan mempengaruhi pengetahuan

dan orang akan mempersepsikan informasi sesuai

dengan predisposisi psikologisnya dengan cara memilih

atau membuang informasi yang tidak dikehendaki karena

menimbulkan kecemasan.

2) Menerima stimulus dan diinterpretasikan oleh individu

sesuai dengan pengalaman pribadinya. Proses ini

tergantung pengalaman yang mempengaruhi nilai dan

sikap individu.

3) Input yang diterima dan dianalisis harus memiliki

persoalan (kepentingan) bagi individu sehingga timbul

tindakan (perilaku). Faktor yang mempengaruhi perilaku


24

menurut Green (2000) meliputi faktor predisposisi

(pengetahuan, sikap, kepercayaan keyakinan, nilai-nilai

dan motivasi), faktor enabling / pendukung (fasilitas atau

sarana kesehatan), dan faktor reenforcing/pendukung

(undang - undang, sikap, dan perilaku tokoh masyarakat).

Tahap perubahan pengetahuan menjadi perilaku sebagai

berikut:

Tindakan/p
interprestasi rilaku
persepsi kesehatan
pengetahuan

Gambar 1. Tahap-tahap Perubahan Pengetahuan Menjadi

Perilaku

c. Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Faktor yang mempengaruhi persepsi yang memungkinkan

terjadinya perubahan perilaku dikutip dalam buku Maulana (2009).

sebagai berikut:

1) Variabel demografi (umur, jenis kelamin, latar belakang

budaya).

2) Variabel sosiopsikologis (keperibadian, kelas sosial, dan

tekanan sosial).

3) Variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman


25

sebelumnya).

3. Tinjauan Tentang PLKB (Petugas Lapangan Keluarga

Berencana)

a. Pengertian PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana)

PLKB merupakan ujung tombak pengelola KB di

lapangan. Undang - undang republik indonesia no. 52 tahun

2009 tentang perkembangan kepndudukan dan pembangunan

keluarga dan peraturan presiden no. 62 tahun 2010 tentang

badan kependudukan dan keluarga berencana nasional

menyatakan bahwa BKKBN mempunyai tugas melaksanakan

tugas pemerintah di bidang pengendalian penduduk dan

penyelenggaraan keluarga berncana agar amanat tersebut

dapat terimplementasikan perlu ditetapkan norma standar

prosedur dan kriteria (NSPK) di bidang pengendalian penduduk

dan pelanggaran keluarga berencana. Salah satu NSPK sesuai

UU 52/2009 adalah pedoman penyediaan dan pemberdayaan

tenaga fungsional penyuluh keluarga berencana di lingkungan

pemerintah daerah, hal ini telah sesuai dengan pasal 38, yakni

di BKKBN ditetapkan jabatan fungsional penyuluh keluarga

berencana nasional sesuai dengan kebutuhan. Peraturan

pemerintah no. 38 tahun 2007 tentang pembangian urusan

pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan

pemerintah daerah kabupaten dan kota pada lampiran


26

peraturan pemerintah tersebut pada sub bidang penguatan

pelembagaan keluarga kecil berkualitas. Pemerintah daerah

kabupaten dan kota diamanatkan menetapkan formasi dan

sosialisasi jabatan fungsional penyuluh keluarga berencana,

dan dilanjutkan peraturan pemerintah no.41 tahun 2007 tentang

organisasi pemerintah daerah dimana dalam program keluarga

berencana merupakan urusan wajib dan masuk dalam rumpun

pemberdayaan permpuan dan keluarga berencana.

Rasio PLKB dengan jumlah kelurahan / desa adalah 1

idealnya membina 1-2 desa atau kelurahan. Hasil evaluasi dan

capaian secara nasional program KB nasional tahun 2004-2009

cenderung stagnan, keberhasilan pelaksanaan program KB

nasional telah memberikan sumbangan yang berarti terhadap

pembangunan nasional, khususnya dalam pengendalian laju

pertumbuhan penduduk. salah satu aspek yang menunjang

keberhasilan tersebut adalah sumber daya manusia yang

potensial terutama ada tingkat ini lapangan yang selama ini

telah melaksanakan tugas dengan baik yaitu tenaga fungsional

PLKB.

Dilihat dari tugas pokok dan fungsi PLKB adalah agent of

change pada keluarga dan masyarakat luas menuju perubahan

dari tidak mendukung menjadi pendukung menjadi mendukung

program KB, dari tidak peduli menjadi peduli, dari tidak mau
27

berpartisipasi menjadi berperan serta. PLKB juga merupakan

dalah satu komponen penting dalam upaya peningkatan

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga sebagai

indikator kemajuan yang telah dicapai oleh satu daerah. PLKB

bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam memberikan

berbagai penyuluhan program. (Dariah, 2012).

b. Tujuan PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana)

Adapun tujuannya, sebagai berikut :

1) Memahami visi dan misi Program keluarga berencana

nasional

2) Peningkatan pengetahuan dan wawasan nasional

3) Dapat mengembangkan berbagai kegiatan operasional di

wilayah kerjanya

c. Kedudukan dan Peran PLKB ( Petugas Lapangan Keluarga

Berencana )

1) Kedudukan

PLKB adalah aparat pemerintah ( PNS / Non PNS )

yang berkedudukan di desa atau kelurahan dengan tugas,

wewenang dan tanggung jawab melakukan kegiatan berupa

penyuhulan, penggerakan, pelayanan, evaluasi dan

pengembangan program keluarga berencana nasional serta

kegiatan program pembangunan lainnya yang ditugaskan

oleh pemerintahdaerah di wilayah kerjanya ( Supriadi, 2017 ).


28

2) Peran

PLKB memiliki beberapa peran dalam program

kerjaanya hal ini perlu dilakukan agar target program KB

(keluarga berencana) setiap tahunnya tercapai, peran PLKB

sbb:

a) Pengelola pelaksanaan kegiatan program KB nasional di

desa atau kelurahan.

b) Penggerak partisipasi masyarakat dalam program KB

nasional di desa atau kelurahan.

c) Pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam

pelaksanaan program KB nasional di desa / kelurahan.

d) Menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan

beebagai pihak dalam pelaksanaan program KB Nasional

di desa / kelurahan (Supriadi, 2017).

3) Fungsi

Peran petugas lapangan keluarga berencana (PLKB)

mempunyai fungsi merencanakan, mengorganisasikan,

melaksanakan, mengembangkan, melaporkan dan

mengevaluasi program KB nasional dan program

pembangunan lainnya di wilayah kerja Desa atau Kelurahan

(Supriadi, 2017).

4) Tugas

a) Perencanaan
29

Dalam perencanaan, tugas PLKB meliputi

penugasan potensi wilayah kerja yang di awali dengan

pengumpulan data, analisa, serta penentuan prioritas

sasaran sampai pada penyusunan rencana dan jadwal

kegiatan.

b) Pengorganisasian

Dalam pengorganisasian, tugas PLKB adalah

mengajak tenaga kader memberikan pelatihan dan

orientasi untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan kader, memfasilitasi dan memberikan

kesempatan yang lebih besar kepada kader untuk

berperan sampai dengan perkembangan kemitraan dan

jaringan kerja dengan berbagai instansi dan lembaga

sosial organisasi masyarakat LSOM yang ada.

c) Pelaksanaan

Tugas PLKB meliputi pelaksanaan berbagai

kegiatan program baik yang bersifat pemberian informasi

maupun pemberian pelayanan program keluarga

berencana kesehatan reproduksi, program keluarga

sejahtera.

d) Pelaporan dan Evaluasi


30

Dalam hal pelaporan dan evaluasi, Tugas PLKB

meliputi Mencatat berbagai kegiatan sesuai dengan yang

diharapkan dan penyelenggaraan evaluasi secara berkala.

5) Optimalisasi Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)

Untuk meningkatkan optimalisasi kualitas kerja

Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) ada beberapa hal yang

yang telah di lakukan oleh Penyuluh Keluarga Berencana

yaitu:

a) Memperbarui strategi penyuluhan yang dilakukan

penyuluh lapangan melalui sosialisasi program keluarga

berencana dengan jumlah penyuluh dan masyarakat yang

banyak hingga satu program dapat terselesaikan dengan

waktu yang lebih tepat.

b) Meningkatkan kemampuan penyuluh lapangan dalam

bekerja agar mampu menciptakan hasil pekerjaan yang

maksimal.

c) Meningkatkan pelayanan dari segi sarana dan prasarana

yang lebih mencukupi dalam program penyuluhan.

d) Meningkatkan kualitas pengetahuan, pemahaman

mengenai program KB secara utuh dan terstruktur.

e) Meningkatkan hubungan yang baik dengan masyarakat,

dengan cara menambah kader baru yang dapat

memberikan suasana baru bagi masyarakat.


31

f) Dapat dilakukan peningkatan waktu dalam pelaksanaan

program keluarga berencana oleh penyuluhan lapangan

4. Hubungan Persepsi Akseptor tentang PLKB terhadap

Pemilihan Kontrasepsi

Pada hakikatnya penyuluhan / sosialisasi adalah suatu

kegiatan komunikasi, karena prosesnya yang dimulai dari

mengetahui, memahami, meminati dan menerapkannya dalam

kehidupan yang nyata. Proses komunikasi dalam penyuluhan

selalu dikaitkan dengan tujuan untuk mengubah sikap, pendapat

atau perilaku, pengetahuan dan keterampilan sasaran komunikasi,

baik secara langsung atau tidak langsung sehingga sasaran

komunikasi akan berubah menuju ke arah lebih baik dengan cara

mengikuti saran, gagasan atau inovasi yang diajarkan. Menurut

Undang - undang republik indonesia nomor. 52 tahun 2009

tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan

keluarga, dalam paragraf dua mengenai keluarga berencana

dinyatakan bahwa : untuk mewujudkan pembangunan keluarga

sejahtera, pemerintah indonesia telah menetapkan kebijaksanaan

upaya penyelenggaraan keluarga berencana. Kebijaksaan

tersebut dilakukan dengan upaya peningkatan keterpaduan dan

peran serta masyarakat, pembinaan keluarga dan pengaturan

kelahiran dengan memperhatikan nilai-nilai agama, keselarasan,

dan keseimbangan, antara jumlah penduduk dengan daya dukung


32

dan dayatamping lingkungan, kondisi perkembangan sosial

ekonomi dan sosial budaya, serta tatanilai yang hidup dalam

masyarakat. Salah satu cara yang efektif untuk mensukseskan

program KB adalah dengan penyuluhan. Penyuluh lapangan

keluarga berencana (PLKB) memiliki pengertian yaitu perangkat

pemerintah daerah yang melaksanakan tugas dan fungsi

pengelolaan, pergerakan, dan pengembangan potensi partisipasi

masyarakat sesuai dengan tujuan kondisi dan kebutuhan program

keluarga berencana nasional di tingkat desa / kelurahan serta

untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi

dan pengembangan (Safrida, 2018).

B. Landasan Teori

Persepsi merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap

stimulus yang diindrakan sehingga merupakan respon yang integrated dalam

individu. Karena dalam pengindraan orang akan mengaitkan dengan

stimulus, sedangkan dalam persepsi dikaitkan dengan objek (Walgito, 2004).

Faktor yang mempengaruhi persepsi yang memungkinkan terjadinya

perubahan perilaku adalah umur, seks, etnik, kepribadian, sosioekonomi dan

pengetahuan.

1. Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” berarti mencegah

atau melawan, dan konsepsi berarti pertemuan antara sel telur

(sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang

menyebabkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah metode yang


33

digunakan untuk mencegah kehamilan (Amalia and Afriany,

2015).

Dilihat dari tugas pokok dan fungsi PLKB adalah agent of

change pada keluarga dan masyarakat luas menuju perubahan

dari tidak mendukung menjadi pendukung menjadi mendukung

KB, dari tidak peduli menjadi peduli, dari tidak mau berparttisipai

menjadi berperan serta. PLKB juga merupakan salah satu

dicapai oleh suatu daerah. PLKB bersentuhan langsung dengan

masyarakat dalam memberikan berbagai penyuluhan program

(Supriadi, 2017). Faktor yang mempengaruhi perilaku menurut

Green (2000) meliputi faktor predisposisi (pengetahuan, sikap,

kepercayaan keyakinan, nilai-nilai dan motivasi), faktor enabling /

pendukung (fasilitas atau sarana kesehatan), dan faktor

reinforcing / pendukung (undang-undang, sikap, dan perilaku

tokoh masyarakat).

C. Kerangka Teori

Persepsi

a. Umur
Pemilihan
b. Seks
kontrasepsi
c. Etnik
d. Kepribadian
e. Sosioekonomi
f. pengetahuan
34

Perilaku

a. Factor predisposisi (pengetahuan,


sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-
nilai dan motivasi)
b. Factor enabling/pendukung (PLKB)
c. Factor reenfocing/pendukung (undang-
undang, sikap, dan perilaku tokoh
masyarakat)

Gambar 2. Kerangka Teori di Modifikasi dari Everett 2016,


Supriadi 2017, Notoadmodjo 2015

D. Kerangka Konsep

Persepsi Akseptor
tentang PLKB Pemilihan kontrasepsi

Gambar 3. Kerangka konsep petugas lapangan keluarga


berencana

Variabel bebas (Independent) :Persepsi akseptor tentang petugas

Lapangan keluarga berencana

Variabel terikat (Dependent) : Pemilihan kontrasepsi

E. Hipotesis Penelitian

Adanya hubungan persepsi aksetor tentang petugas lapangan

keluarga berencana (PLKB) terhadap pemilihan kontrasepsi.


35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

observasional study dengan rancangan cross sectional study atau

studi potong lintang untuk melihat dinamika hubungan variabel

independen (persepsi akseptor terhadap petugas lapangan keluarga

berencana) dan variabel dependen (pemilihan kontrasepsi) pada saat


36

yang bersamaan. Pengambilan data dengan menggunakan data

primer yang diperoleh dari hasil kuesioner.

SAMPEL

Persepsi Akseptor Persepsi Akseptor


terhadap PLKB terhadap PLKB
Baik Kurang

MKJP Non MKJP MKJP Non MKJP

Gambar 3. Skema Penelitian Cross Sectional

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Tosiba Kecamatan samaturu

kabupaten Kolaka.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April tahun 2020

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
37

Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan usia subur

(PUS) pengguna akseptor yang tercatat di Puskesmas Tosiba

kecamatan samaturu kabupaten kolaka yang diambil berdasarkan

data kunjungan pada bulan November-Desember 2019.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari jumlah

populasi. Teknik Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel

dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2011). Alasan

mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2011) jumlah

populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi dijadikan sampel

penelitian semuanya. Sampel yang diambil dalam penelitian ini

adalah

Besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan kriteria inklusi

dan eksklusi. Karakter sampel merupakan karakteristik umum subjek

penelitian (Supriadi, 2017) dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subjek yang dimasukkan

dalam penelitian terdiri dari :

1) Pasangan usia subur (PUS) yang bersedia menjadi responden dan

menandatangani format informed consent

2) Pernah menerima informasi program KB dari PLKB di kecamatan

samaturu
38

b. Kriteria eksklusi yaitu kriteria dari subjek penelitian yang tidak boleh

ada, jika subjek mempunyai kriteria eksklusi maka subjek harus

dikeluarkan dari penelitian (Supriadi, 2017), dalam penelitian ini terdiri

dari :

1) Responden yang tidak menrima informasi yaitu ibu yang memiliki

penyakit seperti (Jantung, Hipertensi, Diabetes Melitus, infertilitas)

2) Bukan pasangan usia subur (PUS)

D. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa

saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya :

1. Variabel Bebas (Variable Independen)

Variabel bebas adalah variable yang mempengaruhi atau menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat

(Sugiyono, 2010:4). Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah :

Persepsi Akseptor KB tentang PLKB

2. Variabel Terikat (Variabel Dependen)

    variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas atau independen (Sugiyono,

2010:4).  Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah : Pemilihan

kontrasepsi
39

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Pemilihan kontrasepsi

Pemilihan kontrasepsi di dalam penelitian ini adalah

pasangan usia subur (PUS) pengguna akseptor yang diberikan

penyuluhan kepada Petugas Lapangan Keluarga Berencana

(Amalia and Afriany, 2015)

MKJP : jika memilih jenis kontrasepsi IMPLAN, IUD, MOW, MOP

Non MKJP : jika memilih jenis kontrasepsi Pil dan Suntik

Skala Ukur : Nominal

2. Persepsi Akseptor tentang Petugas Lapangan Keluarga Berencana

(PLKB)

Persepsi terhadap Petugas lapangan keluarga berencana

Salah satu faktor penting dalam penilaian akseptor KB/akseptor

terhadap kualitas pelayanan KB yaitu kemampuan teknis petugas

dalam memberikan pelayanan kontrasepsi. Faktor ini akan sangat

mempengaruhi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Akseptor Terhadap Kualitas Pelayanan Keluarga Berencana Di

Puskesmas Di Masa Krisis akseptor dalam memanfaatkan

pelayanan yang diberikan dan untuk memperoleh pelayanan KB

yang berkualitas dan maksimal.

Hasil ukur :

Positif : jika jumlah skor ≥50%

Negatif : jika jumlah skor ≤50%


40

Skala Ukur : Ordinal

F. Instrumen Penelitian

Arikunto, S (2016) mendefinisikan instrumen penelitian adalah

alat bantu pada waktu peneliti menggunakan metode pengumpulan

data. Notoatmodjo (2008) memaknai instrumen adalah suatu alat

pengumpul data dalam bentuk apapun. Instrumen adalah alat yang

digunakan untuk melakukan pengumpulan data (Sugiyono, 2015)

Kuesioner adalah adalah daftar pertanyaan yang telah disusun untuk

memperoleh data sesuai yang diinginkan peneliti (Notoadmojo, 2008).

Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Pada

bagian awal instrumen penelitian berisi data karakteristik responden

yang terdiri dari nama responden, umur, pendidikan, pekerjaan, dan

alat kontrasepsi yang digunakan saat ini. Pada bagian kedua berisi

variabel independen yaitu peran petugas keluarga berencana (PLKB)

terdiri dari 15 pernyataan dengan nilai median 7 dengan bobot

jawaban jika benar maka skor 1 dan jika salah maka skor 0. (Supriadi,

2017)

G. Alur Penelitian

Alur penelitian di jelaskan sebagai berikut :

PASANGAN USIA SUBUR

PENGUMPULAN DATA

ANALISIS DATA
41

PEMBAHASAN

KESIMPULAN

Gambar 4. Alur penelitian

H. Jenis dan cara Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber perolehan data, jenis data penelitian ini terdiri

dari data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari responden melalui

kuesioner yang diberikan. Pengambilan data dilakukan dengan

teknik kuesioner yaitu pengumpulan data dengan menggunakan

daftar pertanyaan terkait dengan penelitian yang telah disiapkan.

Data primer dalam penelitian ini di dapatkan dari pengisian

kuisioner tantang Persepsi Akseptor tentang PLKB, dan

wawancara.

a. Kuisioner

Kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan

tentang hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010). Kuesioner

dalam penelitian ini digunakan untuk memeperoleh informasi

dari responden

b. Wawancara
42

Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk

mengumpulkan data dimana penulis mendapatkan keterangan

atau bercakap-cakap berhadapan muka (face to face) dengan

orang tersebut (Notoadmodjo, 2012).

I. Analisis Data.

1. Teknik Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dengan

menggunakan kuesioner, dibuat dalam master tabel, kemudian

diolah dengan menggunakan program SPSS dan dianalisis.

Adapun prosedurnya sebagai berikut :

a) Editing / Pengeditan

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang

telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-

kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan

bersifat koreksi.

b) Coding / Pemberian kode

Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data

yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat

yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan


43

petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang

akan dianalisis.

c) Entry Data / Pemberian Skor

Setelah melakukan koding di SPSS, selanjutnya menginput

data pada masing-masing variabel. Urutan data yang diinput

berdasarkan nomor responden pada kuesioner.

d) Cleaning Data

Setelah proses penginputan data, maka dilakukan cleaning

data dengan cara melakukan analisis frekuensi pada semua

variabel untuk melihat ada tidaknya missing data. Data yang

missing dibersihkan sehingga dapat dilakukan proses analisis

2. T e k n i k Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisa

univariat pada penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran

PLKB. Untuk menentukan presentasi dalam penelitian ini digunakan

rumus menurut rumus icham (2008) adalah :


44

f
p= ×100 %
n

Keterangan :

P = Proporsi

F = Frekuensi

n = Jumlah sampel

kemudian peneliti akan menghitung distribusi frekuensi dan

mencari presentasi pada setiap variabel dengan menggunakan

komputer.

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesis dengan

menentukan hubungan antar variabel independen dan dependen,

yaitu peran PLKB terhadap pemilihan alat kontrasepsi pada

pengguna akseptor dengan menggunakan uji statistik Chi Square

pada derajat kemaknaan 95% (α≤0.05). (Arikunto, 2010).

Rumus:

( 0−E ) 2
x 2= ∑ [ 2 ]
Keterangan :

X2 = chi-squartest
45

O = Frekuensi observasi

E = Frekuensi harapan

Adapun ketentuan yang dipakai pada uji statistic ini adalah :

a. H0 diterima, jika x2 hitung < x2 (jika p value > 0,05) artinya Tidak

terdapat adanya Pengaruh Peran Petugas Lapangan Keluarga

Berencana (PLKB) terhadap Pemilihan Kontrasepsi.

b. HA ditolak, jika x2 hitung ≥ x2 (jika p value < 0,05) Terdapat

adanya Pengaruh Peran Petugas Lapangan Keluarga terhadap

Pemilihan Kontrasepsi.

J. Etika Penelitian

Etika penelitian kebidanan merupakan masalah yang

sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian kebidanan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian

harus di perhatikan. Antara lain adalah sebagai berikut:

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti kepada responden, dengan memberikan lembar

persetujuan. Tujuan Informed Consent adalah agar responden

mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui

dampaknya. Jika responden bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jiki ibu melahirkan tidak


46

bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden.

Beberapa informasi yang harus ada dalam Informed Consent

tersebut antara lain : partisipasi pasien, tujuan di lakukannya

tindakan, jenis data yang di butuhkan, komitmen, prosedur

pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,

kerahasiaan, informasi yang mudah di hubungi, dan lain-lain.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang

memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan

cara tidak memberikan atau mencantumkan nama ibu melahirkan

pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, bila informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilapotkan pada hasil riset (Puji Rahadju.

2015).

K. Kelemahan Penelitian

Kelemahan penelitian Observasional Cross-sectional:


47

1. Penelitian ini tidak dapat di gunakan untuk membantu perubahan

yang terjadi dengan berjalannya waktu karena pengamatan pada

subjek studi hanya dilakukan satu kali selama penelitian

2. Penelitian Cross-sectional dengan tujuan analitis sulit untuk

menentukan komparabilitas kedua kelompok yang dibandingkan

karena tidak diketahui apakah insidensi terjadi sebelum atau

sesudah terjadi

3. Sulit untuk mengendalikan ekstrapolasi pada populasi yang sangat

besar

4. Penelitian Cross-sectional tidak dirancang untuk penelitian analitik

5. Penelitian Cross-sectional tidak dapat untuk menentukan sebab

akibat pada perubahan biokimia dan fisiologi, karena sebab dan

akibat dapat saling mempengaruhi. (Puji Rahadju. 2015)


48

DAFTAR PUSTAKA

Aysanti Yuliana Paulus. (2019). Pengaruh Lingkungan Fisik dan Sosial


Budaya terhadap Akses Layanan Keluarga Berencana pada
Pasangan Miskin di Usia Reproduksi. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Vol. 15, No.2. 258-268
Badan Pusat Statistik (2017, desember). Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Kementrian Kesehatan
RI. 2012. Survey Demografi dan Kesehatan Inonesia Tahun 2017
[Online] http: // www. bkkbn. go.id / litbang /pusdu/ Hasil
%20Penelitian/SDKI%202017/Laporan%20Pendahuluan%20SDKI
%202017.pdf di akses tanggal 1 juni 2020.

Badrun Munandar. (2017). Peran informasi keluarga berencana pada


persepsi dalam praktik keluarga berencana. Jurnal swarnabhumi. Vol.
2, No.1. 51-59
Destyna Yohana Gultom. (2016). Pengaruh Pemberian Konseling KB oleh
Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) terhadap Ibu Dalam
Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Jurnal Ilmiah
Kebidanan IMELDA. Vol. 2, No.2. 63-67
Elsa, B.H, Bambang, H. Colti, S. (2018). Pengaruh Peran PLKB Terhadap
Partisipasi KB Pria. Jurnal Kesmas Indonesia. Vol. 10, No.2. 172-183
Happy Martalena Simanungkalit. (2017). Faktor yang berhubungan
dengan pemilihan alat kontrasepsi pada wanita di kota palangka raya.
Jurnal kebidanan Vol 3, no.2

Hartanto, D & Wulandri, A., (2014). Gerakan Keluarga Berencana.


Yogyakarta:Andi Yogyakarta
Ismail Affandy Siregar. (2018). Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan
Program KB Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Oleh Pasangan
Usia Subur .jurnal Tropical Medicine (TM). Volume 1 Issue 1

Jitowiyono, S., rouf, M.S. (2019) Keluarga Berencana (KB) Dalam


Perspektif Bidan,yogyakarta:PT. Pustaka Baru.
Kurniati A .(2017). Strategi petugas lapangan keluarga berencana (PLKB)
dalam pelayanan konseling KB pada balai penyuluhan KB di
kecamatan somba opu kabupaten gowa, Skripsi. Uin Alauddin
Meri Flora Ernestin. (2019). Hubungan Pengetahuan dan Persepsi PUS
Pria dengan Penggunaan Kondom / Vasektomi. CHMK Midwifery
Scientific Journal. Vol. 2, No.2. 15-19
49

Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara (2015) Data rekapan KB


Tahun 2015. Diakses pada 1 juni 2020.

Resy, T.M, Destyana, G . (2019). Pengaruh Pemberian Konseling KB


terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).
Jurnal Ilmiah Kebidanan IMELDA. Vol. 5, No.2. 651-654
Surya Dewi Puspita. (2019). Dukungan istri, Peran Petugas KB dalam
Peningkatan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana. ARTERI:
Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol. 1, No.1. 43-49
Supriadi. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kapasa. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.

Viana Savrida Harahap. (2018) . Pengaruh Kredibilitas Komunikasi


Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Terhadap
Peningkatan Akseptor Keluarga Berencana Di Kota Medan.
jurnal.interaksi Vol. 2. No.2, juli 2018
WWW pubinfo. (id) di akses tahun (2020) Dari
https://www.pubinfo.id/instansi-330-bkkbn--badan-kependudukan-
dan-keluarga-berencana-nasional.html

Anda mungkin juga menyukai