Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) mendefisinikan Keluarga

Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu individu atau pasangan

suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan

kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan

menentukan jumlah anak dalam keluarga. Keluarga berencana adalah gerakan

untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi

kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan

pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi

(Yanti, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO), penggunaan kontrasepsi

telah meningkat di banyak bagian dunia, terutama di Asia dan Amerika Latin

dan terendah di Sub-Sahara Afrika. Secara global, pengguna kontrasepsi telah

meningkat tidak signifikan dari 54% pada tahun 1990 menjadi 57,4% pada

tahun 2014 (WHO, 2014).

Mencegah kehamilan dengan alat kontrasepsi merupakan salah satu cara

mengurangi kepadatan penduduk yang akhir-akhir ini mengalami peningkatan

yang cukup drastis dari tahun ke tahun di seluruh Indonesia. Sebagai negara

yang sedang berkembang Indonesia memiliki masalah-masalah kependudukan

yang cukup serius dan harus segera diatasi. Jumlah penduduk di Indonesia

1
2

berada pada urutan keempat terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.

Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara 2,15% hingga 2,49% per

tahun. Kenaikan ini tentunya membawa dampak bagi kependudukan Indonesia.

Dalam penentuan kebijakan mengurangi laju pertumbuhan yang ada di

Indonesia. Dari situlah muncul program KB dan kini ditangani oleh Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (Marmi, 2016).

Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan tidak

langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya

adalah PUS yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara

penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak

langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB (Handayani, S 2010).

PUS berkisar antara usia 15-49 tahun dimana pasangan (laki-laki dan

perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ

reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Pada masa ini PUS harus dapat

menjaga dan memanfaatkan reproduksinya yaitu menekan angka kelahiran

dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval kehamilan

dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas

generasi yang akan datang (BKKBN, 2016).

Secara regional, proporsi PUS 15-49 tahun melaporkan penggunaan

metode kontrasepsi telah meningkat minimal 6 tahun terakhir. Di Afrika dari

23,6% menjadi 27,6%, di Asia telah meningkat dari 60,9% menjadi 61,6%,

sedangkan Amerika latin dan Karibia naik sedikit dari 66,7% menjadi 67,0%.

Diperkiraan 225 juta perempuan di negara-negara berkembang ingin menunda


3

atau menghentikan kesuburan tapi tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun

dengan alasan terbatas pilihan alat kontrasepsi dan pengalaman efek samping

(WHO, 2014).

Dari 47.665.847 jumlah PUS di Indonesia, pencapaian penggunaan

kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia tahun

2015 sebesar 60,9%. Propinsi Bengkulu dengan penggunaan alat kontrasepsi

sebanyak 67,41% dari 325.659 jumlah PUS yang ada (BKKBN, 2016).

Di Propinsi Bengkulu tahun 2016 terdapat jumlah PUS 350.488 orang.

Terdapat peserta KB Baru berjumlah 23.220 dan peserta KB Aktif berjumlah

264.003. Diketahui pemilihan jenis kontrasepsi non hormonal sebanyak

56.316 (21%) dan kontrasepsi hormonal sebanyak 207.687 (79%). Dengan

rincian peserta KB Baru sebagai berikut: akseptor kontrasepsi IUD 1,002

(4,8%) PUS, Implant 2,787 (13,2%) PUS, Pil 3,280 (15%) PUS, Suntik 12,414

(59%) PUS, Kondom 1,484 (7%) PUS, MOP 23 (0,1%) PUS, dan MOW 112

(0,5%) PUS. Dan peserta KB Aktif : akseptor kontrasepsi IUD 13,180 (5%)

PUS, Implant 37,285 (14%) PUS, Pil 48,558 (18%) PUS, Suntik 142,987

(54%) PUS, Kondom 15,142 (6%) PUS, MOP 1,109 (0,4%) PUS, dan MOW

4,822 (2%) PUS (Dinkes Propinsi Bengkulu, 2017).

Di Kota Bengkulu tahun 2016 tercatat jumlah PUS sebanyak 61,112

pasangan. Terdapat peserta KB Baru berjumlah 5,083 dan peserta KB Aktif

berjumlah 45,291. Berdasarkan laporan dari profil Dinas Kesehatan Kota

Bengkulu, dilihat dari perbandingan jumlah penggunaan KB diwilayah

puskesmas yang ada di Kota Bengkulu dapat dilihat bahwa jumlah PUS
4

terbanyak adalah di Puskesmas Lingkar Barat yaitu 2.692 pasangan,

Puskesmas Bentiring yaitu 986, dan Puskesmas Kuala Lempuing yaitu 870

(Dinkes Kota Bengkulu, 2017).

Puskesmas Lingkar Barat pada tahun 2017 jumlah PUS sebanyak 2.754

pasangan. Terdapat peserta KB Baru 89 orang dan peserta KB Akif sebanyak

2.274 pasangan. Diketahui pemilihan jenis alat kontrasepsi Hormonal

berjumlah 1,529 (67,2%) dan Non Hormonal berjumlah 745 (32,8%). Dengan

rincian peserta KB Baru adalah: IUD 15 (16,9%) PUS, Implant 12 (13,5%)

PUS, Pil 15 (16,9%) PUS, Suntik 35 (39,3%) PUS, Kondom 12 (13,5%) PUS,

MOP 0 (0,00%) PUS, MOW 0 (0,00%) PUS dan peserta KB Aktif adalah:

IUD 377 (16,6%) PUS, Implant 234 (10,3%) PUS, Pil 215 (9,5%) PUS,

Suntik 1,179 (51,8%) PUS, Kondom 135 (5,9%) PUS, MOP 6 (0,3%) PUS,

MOW 128 (5,6%) PUS (Puskesmas Lingkar Barat, 2017).

Menurut Pendit (2007), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

akseptor KB dalam memilih metode kontrasepsi adalah faktor pribadi (usia,

paritas, usia anak terkecil, tujuan reproduksi, frekuensi hubungan kelamin,

hubungan dengan pasangan, pengaruh orang lain, kemudahan metode,

pengenalan terhadap anatomi reproduksi), faktor kesehatan umum (risiko

PMS, infeksi HIV dan pemakaian kontrasepsi), faktor ekonomi dan

aksesibilitas (biaya langsung dan biaya lainnya), faktor budaya (kesalahan

persepsi mengenai suatu metode, kepercayaan religious dan budaya, tingkat

pendidikan, persepsi risiko kehamilan, status wanita).


5

Menurut Lontaan, Kusmiyati & Dompas (2012), hubungan tingkat

pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi menujukkan bahwa ada hubungan

antara tingkat pendidikan dengan pemilihan jenis kontrasepsi. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai

keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat

kelahiran yang rendah karena pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif

terhadap nilai anak dan akan menekan adanya keluarga besar.

Umur hubungannya dengan pemakaian kontrasepsi berperan sebagai

faktor intrinsik. Perbedaan struktur organ, komposisi biokimiawi termasuk

sistem hormonal pada suatu periode umur menyebabkan perbedaan pada

kontrasepsi yang dibutuhkan. Paritas atau jumlah anak harus diperhatikan

setiap keluarga karena semakin banyak anak semakin banyak pula tanggungan

kepala keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidup, selain itu juga harus

menjaga kesehatan reproduksi karena semakin sering melahirkan semakin

rentan teradap kesehatan ibu (Lontaan, Kusmiyati & Dompas, 2012).

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal

20 Mei 2018 di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Barat dari 10 Akseptor KB

Wanita terdapat 8 Akseptor KB Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi

hormonal yaitu Suntik 4 Akseptor KB Wanita dan Pil 4 Akseptor KB Wanita.

Kemudian 2 Akseptor KB Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi non

hormonal yaitu IUD. Dari 10 Akseptor KB Wanita didapatkan 4 Akseptor KB

Wanita memiliki pendidikan yang menengah memilih kontrasepsi hormonal, 4


6

Akseptor KB Wanita yang memiliki usia produktif yakni ≤ 35 tahun memilih

kontrasepsi hormonal, 2 PUS memiliki 3 anak memilih KB non hormonal.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan

Jenis Alat Kontrasepsi pada Akseptor KB Wanita di Wilayah Kerja Puskesmas

Lingkar Barat Kota Bengkulu”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah penelitian

adalah “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pemilihan jenis alat

kontrasepsi pada Akseptor KB Wanita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar

Barat Kota Bengkulu?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan jenis

alat kontrasepsi pada Akseptor KB Wanita di wilayah kerja Puskesmas

Lingkar Barat Kota Bengkulu.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran tentang pendidikan pada Akseptor KB

Wanita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu.

b. Untuk mengetahui gambaran tentang usia pada Akseptor KB Wanita di

wilayah kerja Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu.

c. Untuk mengetahui gambaran tentang paritas bagi Akseptor KB Wanita di

wilayah kerja Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu.


7

d. Untuk mengetahui gambaran tentang pemilihan jenis Alat Kontrasepsi

pada Akseptor KB Wanita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Barat

Kota Bengkulu.

e. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan pemilihan jenis alat

kontrasepsi pada Akseptor KB Wanita di wilayah kerja Puskesmas

Lingkar Barat Kota Bengkulu.

f. Untuk mengetahui hubungan usia dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi

pada Akseptor KB Wanita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Barat

Kota Bengkulu.

g. Untuk mengetahui hubungan paritas dengan pemilihan jenis alat

kontrasepsi pada Akseptor KB Wanita di wilayah kerja Puskesmas

Lingkar Barat Kota Bengkulu.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akseptor KB Wanita

Dari hasil penelitian ini diharapkan para akseptor KB wanita dapat

mengetahui dan memahami program keluarga berencana (KB) serta

melaksanakan program KB.

2. Bagi Puskesmas Lingkar Barat

Dapat memberikan informasi dan masukan bagi puskesmas terutama dalam

pelayanan terhadap pemilihan jenis alat kontrasepsi dan efek samping dari

penggunaan alat kontrasepsi.


8

3. Bagi STIKES Tri Mandiri Sakti

Hasil penelitian ini diharapkan menambah literatur, wawasan dan informasi

yang bermanfaat bagi mahasiswa STIKES TMS Bengkulu tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi pada

Akseptor KB Wanita.

4. Bagi Peneliti

Merupakan pengalaman berharga dan untuk mengaplikasikan ilmu bagi

peneliti dalam rangka menambah wawasan, pemahaman serta pengetahuan,

khususnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan jenis

alat kontrasepsi pada Akseptor KB Wanita.

5. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam

mengembangkan penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai