Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indikator kesehatan suatu negara atau daerah diukur dengan skala angka
kematian ibu, angka kematian bayi dan umur harapan hidup. Semakin tinggi
angka kematian ibu dan bayi maka akan semakin rendah derajat kesehatan
kesejahteraan suatu negara. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2012 angka
kematian ibu tercatat mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Rata-rata
kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi adalah 32 kematian per
1.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).
Untuk menekan angka kematian ibu dan bayi dilakukan upaya “Safe
motherhood” yaitu program untuk menjaga dan menjamin keselamatan dan
kesehatan wanita selama hamil, bersalin, nifas dan wanita usia produktif. Salah
satu pilar Safe motherhood yaitu Keluarga Berencana (KB), yang memastikan
bahwa setiap orang/ pasangan mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB
agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan, dan
jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tidak
diinginkan. Kehamilan yang masuk kedalam “4 terlalu”, yaitu terlalu muda atau
terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak (Karwati,
2011, 21).
Keluarga Berencana merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah
mortalitas ibu dan anak karena dapat menolong pasangan suami istri, menghindari
kehamilan resiko tinggi. Keluarga Berencana tidak dapat menjamin kesehatan ibu
dan anak, tetapi dengan melindungi keluarga terhadap kehamilan resiko tinggi,
KB dapat menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan (Hartanto, 2010,
22).
Visi dan misi program Keluarga Berencana adalah membangun kembali dan
melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB nasional yang kuat

1
2

dimasa mendatang, sehingga visi untuk mewujudkan keluarga berkualitas 2015


dapat tercapai (Sujiyatini, 2011, 28).
Metode kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan usia subur secara
rasional berdasarkan kebutuhan, seperti pasangan yang istrinya belum mencapai
usia 20 tahun sebaiknya menunda kehamilan dengan cara menggunakan
kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya
kesuburan dapat terjamin 100% serta efektifitas yang tinggi yaitu pil KB, AKDR
dan cara sederhana. Untuk ibu yang mengatur atau menjarangkan kehamilan pada
usia 20 – 30 tahun sebaiknya memilih alat kontrasepsi yang efektifitas tinggi,
reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan punya anak lagi, dapat
dipakai 3-4 tahun sesuai jarak kelahiran yang direncanakan. Kontrasepsi yang
cocok yaitu AKDR, Suntik KB, pil KB atau implant. Sedangkan untuk keluarga
yang memiliki 2 anak dan umur istri lebih 30 tahun sebaiknya tidak hamil lagi.
Kondisi seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang efektifitas tinggi sperti
AKDR, implant, suntik KB atau pil KB. Jika pasangan tidak mengharapkan
mempunyai anak lagi disarankan metode kontap (Suratun, 2008, 27).
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
tingkat prevalensi pemakaian alat kontrasepsi yang menunjukkan tingkat
kesetaraan ber-KB diantara pasangan usia subur (PUS) mencapai 99,0% (suatu
cara). Sebanyak 98,9% diantaranya menggunakan cara KB modern. Penggunaan
kontrasepsi didominasi oleh alat kontrasepsi jangka pendek, terutama suntikan
yang mencapai 98,0% dan pil 97,3%. Tingkat pemakaian metode KB jangka
panjang (MKJP), yaitu IUD 82,3%, implant, metode operasi pria
(MOP/vasektomi) dan metode operasi wanita (MOW/tubektomi) hanya sebesar
10,6% (SDKI, 2012).
Menurut BKKBN Provinsi Jambi, pada tahun 2014 jumlah peserta KB aktif
sebanyak 572.662 orang. Dengan pengguna alat kontrasepsi IUD 6,44%, MOP
0,23%, MOW 0,80%, kondom 2,33%, implant 14,04%, suntik 41,69%, dan pil
34,47% (BKKBN, 2014).
Di Kabupaten Bungo, pada tahun 2014 jumlah peserta KB aktif sebanyak
45.248 orang. Dengan pengguna alat kontrasepsi IUD 4,32%, MOP 0,37%, MOW
3

0,83%, kondom 1,65%, implant 17,70%, suntik 38,67%, dan pil 36,46%
(BKKBN, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pustu Sungai Mengkuang periode
Januari - September 2014 jumlah peserta KB aktif sebesar 380 akseptor, KB
suntik sebanyak 319 (83,95%) akseptor dan KB pil 61 (16,05%) akseptor.
Sedangkan implant, IUD, MOW dan MOP tidak ada akseptor.
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan paritas dengan
penggunaan alat kontrasepsi di Pustu Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo
Tengah Kabupaten Bungo Tahun 2014”.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi hormonal
di Pustu Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo tahun
2014.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi
hormonal di Pustu Sungai Mengkuang kecamatan Rimbo Tengah kabupaten
Bungo tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi paritas pengguna alat kontrasepsi
hormonal di Pustu Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah
Kabupaten Bungo tahun 2014.
2. Diketahuinya distribusi frekuensi penggunaan alat kontrasepsi
hormonal di Pustu Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah
Kabupaten Bungo tahun 2014.
3. Diketahuinya hubungan paritas dengan penggunaan alat
kontrasepsi hormonal di Pustu Sungai Mengkuang Kecamatan
Rimbo Tengah Kabupaten Bungo tahun 2014.
4

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Akseptor KB
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah sarana informasi
dan menambah pengetahuan akseptor KB tentang alat kontrasepsi.
1.4.3 Bagi Puskesmas Pembantu Sungai Mengkuang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam memberikan
komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat terutama
pasangan usia subur (PUS).
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan referensi
yang nantinya akan berguna bagi mahasiswa Akbid Amanah Muara
Bungo dalam proses belajar mengajar.

1.5 Hipotesis Penelitian


Tidak ada hubungan paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi hormonal
di Pustu Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo tahun
2014.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini
dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat
dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan (Proverawati, 2010,
1).
Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti
“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel
telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi,
kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat
adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan
maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah
pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki
kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Cunningham dalam
Suratun, 2008, 27).

2.2 Jenis-jenis Kontrasepsi


2.2.1 Kontrasepsi Alamiah
a. Metoda Kalender
Sistem kalender merupakan salah satu cara/metode
kontrasepsi sederhana yang dapat dikerjakan sendiri oleh pasangan
suami istri dengan tidak melakukan senggama pada masa subur.
Metode ini efektif bila dilakukan dengan baik dan benar. Dengan
menggunakan kalender setiap pasangan dimungkinkan dapat
merencanakan setiap kehamilannya (Meilani, 2010, 47).
Keuntungan dari sistem kalender adalah :
1. Lebih sederhana.
2. Dapat digunakan oleh setiap wanita yang sehat.

5
6

3. Tidak membutuhkan alat atau pemeriksaan khusus dalam


penerapannya.
4. Tidak mengganggu saat berhubungan seksual.
5. Dapat menghindari resiko kesehatan yang berhubungan dengan
kontrasepsi.
6. Tidak memerlukan biaya.
7. Tidak memerlukan tempat pelayanan kontrasepsi.
Sebagai metode yang alami, sistem kalender juga memiliki
keterbatasan yaitu antara lain :
1. Memerlukan kerjasama yang baik atara suami istri.
2. Harus ada motivasi dan disiplin dalam menjalankannya.
3. Pasangan suami istri tidak bisa berhubungan seksual setiap saat.
4. Pasangan suami istri harus tau masa subur.
5. Harus mengamati siklus menstruasi.
6. Siklus menstruasi yang tidak teratur (Proverawati,2010,8).
Perhitungan masa subur akan efektif apabila siklus menstruai
teratur. Untuk itu perlu pengamatan minimal enam kali menstruasi.
1. Bila siklus haid teratur (28 hari)
Maka hari pertama dalam siklus haid dihitung sebagai hari
ke-1. Masa subur adalahhari ke-3 sebelum dan sesudah ovulasi,
yaitu 14 hari sebelum menstruasi berikutnya, yaitu pada hari ke-
12 hingga hari ke-16 dalam siklus haid.
2. Bila siklus haid tidak teratur
a) Catat jumlah hari dalam siklus haid selama 6 bulan (6
siklus). Satu siklus haid dihitung dari hari pertama haid saat
ini sampai hari pertama haid berikutnya.
b) Jumlah hari terpendek dalam 6 siklus haid dikurangi 18.
Hitungan ini menentukan hari pertama masa subur. Jumlah
hari terpanjang selama 6 siklus haid dikurangi 11. Hitungan
ini menentukan hari terakhir masa subur (Meilani, 2010,
49).
7

b. Metode Lendir Serviks


Pengamatan dilakukan pada lendir yang melindungi servik
(mulut rahim) dari bakteri-bakteri penyebab penyakit dan dari
sperma sebelum masa subur. Pada saat menjelang ovulasi lendir ini
akan mengandung lebih banyak air (menjadi encer) sehingga
mudah dilalui oleh sperma. Setelah ovulasi lendir akan kembali
menjadi lebih padat. Perubahan lendir ini bervariasi bagi setiap
wanita dan pada setiap siklus. Untuk mengamati perubahan ini,
bagi wanita tertentu cukup dengan mengamati lendir yang berada
di liang vagina, tetapi bagi wanita lain mungkin harus mngambil
lendir dari mulut rahim. Jika lendir mulai keluar atau bagi wanita
yang mengalami keputihan (sering mengeluarkan lendir) lendir
mengencer, bergumpal, dan lengket, maka hal ini menunjukkan
bahwa akan terjadi ovulasi sehingga senggama harus diindari atau
dengan menggunakan alat kontrasepsi. Pada puncak masa subur,
yaitu menjelang dan pada saat ovulasi lendir akan keluar dalam
jumlah yang lebih banyak, menjadi transparan, encer, dan bening
seperti putih telur dan dapat ditarik diantara 2 jari seperti benang.
Tiga hari setelah puncak masa subur dapat dilakukan senggama
tanpa alat kontrasepsi.
c. Koitus Interuptus
Metode koitus interuptus juga dikenal dengan metode
senggama terputus. Teknik ini dapat mencegah kehamilan dengan
cara sebelum terjadi ejakulasi pada pria, pria tersebut harus
menarik penisnya dari vagina sehingga tidak setetespun sperma
masuk kedalam rahim wanita.
Walaupun teknik ini dapat mencegah kehamilan, beberapa
penelitian menyatakan resiko kegagalan metode ini cukup tinggi.
Ini disebabkan karena kontrol atas teknik ini tidak ada pada
perempuan. Jadi sepenuhnya diserahkan pada kesadaran pihak
pasangan. Ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang pria
8

untuk merasakan tanda ejakulasi dan kecepatannya menarik penis


dan mendapatkan orgasme diluar vagina (Meilani,2010,73).
d. Kondom
Penggunaan kondom akan cukup efektif bila digunakan
secara tepat dan benar. Kegagalan penggunaan kondom dapat
diperkecil dengan menggunakan kondom secara tepat, yaitu
gunakan pada saat penis sedang ereksi dan dilepaskan sesudah
ejakulasi. Alat kontrasepsi ini paling mudah didapat serta tidak
merepotkan.
Kegagalan biasanya terjadi bila kondom robek karena kurang
hati-hati atau karena tekanan pada saat ejakulasi sehingga terjadi
perembesan. Kondom efektif digunakan bagi siapa saja. Alergi
terhadap karet kondom adalah hal yang sangat jarang terjadi. Jika
ada keluhan iritasi dan merasa tidak nyaman setelah berhubungan,
sebaiknya hal ini dikonsultasikan dengan dokter dan mencari
alternatif kontrasepsi lainnya (Proverawati,2010,33).
e. Diafragma
Diafragma adalah salah satu jenis kontrasepsi, yang
dirancang atau disesuaikan dengan vagina untuk menutupi serviks.
Diafragma merupakan kap yang bebentuk bulat, cembung, terbuat
dari karet atau lateks yang dapat dibengkokkan.
Jenis alat kontrasepsi diafragma ini efektif bila cara
penggunaannya benar dan tepat, serta efektif sekitar 94% bila
wanita selalu menggunakannya, dan sekitar 84% bila wanita tidak
selalu menggunakannya (Proverawati,2010,39).
f. Spermatisida
Spermatisida adalah alat kontrasepsi yang mengandung
bahan kimia yang digunakan untuk membunh sperma. Ketika
memasukkan spermatisida kedalam vagina, tidak diperkenankan
menggunakan tangan, tetapi harus menggunakan alat yang telah
disediakan dalam kemasan.
9

Spermatisida terdiri atas aerosol (busa), tablet vagina dan


krim. Dengan cara kerjanya yaitu menyebabkan sel selaput sel
sperma pecah, memperlambat mortalitas sperma dan menurunkan
kemampuan pembuahan sel telur (Proverawati,2010,34).
2.2.2 Kontrasepsi mekanis (AKDR/IUD)
AKDR merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan
dipasang dalam uterus. AKDR memiliki benang yang menggantung sampai
liang vagina, hal ini dimaksudkan agar keberadaannya bisa diperiksa oleh
akseptor sendiri.
AKDR mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup
sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus. Hal
ini dikarenakan adanya AKDR yang dianggap sebagai benda asing sehingga
menyebabkan peningkatan leukosit. Tembaga yang dililitkan pada AKDR
juga bersifat toksik terhadap sperma dan ovum.
Efektifitas AKDR dalam mencegah kehamilan mencapai 98% hingga
100% bergantung pada jenis AKDR.
Keuntungan AKDR adalah :
a. Efektif dengan segera yaitu setelah 24 jam dari pemasangan.
b. Reversibel dan efektif.
c. Tidak mengganggu hubungan seksual.
d. Metode jangka panjang.
e. Tidak mengganggu produksi ASI.
f. Dapat dipasang segera setelah melahirkan.
Sedangkan kerugian dari AKDR adalah :
a. Dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi panggul
b. Perforasi uterus, usus dan kandung kemih.
c. Bila terjadi kehamilan bisa terjadi kehamilan ektopik.
d. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
e. Prosedur medis diperlukan sebeblum pemasangan
f. Adanya perdarahan bercak selama 1-2 hari pasca pemasangan.
g. Klien tidak bisa memasang atau melepas sendiri.
10

h. Kemungkinan terlepasnya AKDR setelah pemasangan atau selama


pemakaian (Meilani,2010,118).
2.2.3 Kontrasepsi Hormonal
a. Pil
1. Pil Kombinasi
Pil kombinasi adalah pil yang mengandung hormon
estrogen dan progesteron. Dengan cara kerjanya yaitu menekan
ovulasi, mencegah implantasi, lendir serviks mengental
sehingga sulit dilalui oleh sperma.
Pil kombinasi memiliki manfaat antara lain :
a) Memiliki efektifitas yang tinggi bila digunakan setiap hari
b) Resiko terhadap kesehatan sangat kecil
c) Tidak mengganggu hubungan seksual
d) Siklus haid menjadi teratur
e) Dapat digunakan jangka panjang
f) Dapat digunakan hingga menopause
g) Mudah dihentikan setiap saat
h) Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan
i) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat
j) Membantu mencegah kehamilan ektopik, kanker ovarium,
kanker endometrium, kista ovarium, radang panggul dan
dismenore.
Pil kombinasi memiliki keterbasan antara lain :
a) Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya
setiap hari.
b) Mual terutama 3 bulan pertama.
c) Perdarahan bercak terutama 3 bulan pertama.
d) Pusing
e) Nyeri payudara
f) Berat badan naik sedikit
g) Tidak boleh diberikan pada ibu menyusui.
11

h) Dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan


i) Tidak mencegah IMS (Sujiyatini,2011,99).
2. Pil Progestin
Pil progestin cara kerjanya yaitu menekan sekresi
gonadotropin, endometrium mengalami transformasi lebih awal,
mengentalkan lendir serviks dan mengubah motilitas tuba
sehingga transportasi sperma terganggu.
Efektivitas pil ini sangat efektif (98,5%). Pada
penggunaan minipil jangan sampai terlupa satu atau dua tablet
atau jangan sampai terjadi gangguan gastrointestinal (muntah,
diare), karena akibat kemungkinan terjadi kehamilan sangat
besar.
Pil progestin memiliki keterbatasan antara lain :
a) Hampir 30-60% mengalami gangguan haid (perdarahan sela,
spotting, amenorea).
b) Peningkatan/penurunan berat badan.
c) Harus digunakan setiap hari pada waktu yang sama.
d) Bila lupa 1 pil saja, kegagalan menjadi sangat besar.
e) Payudara menjadi tegang, mual pusing, dermatitis atau
jerawat.
f) Resiko kehamilan ektopik cukup tinggi.tidak melindungi dari
IMS (Sujiyatini,2011,106).
b. Suntik
Kontrasepsi suntik adalah suatu cara kontrasepsi melalui
penyuntikan hormon estrogen dan progesteron maupun hormon
progesteron saja, sebagai suatu usaha pencegahan kehamilan pada
wanita usia subur (Yuhedi, 2014, 76).
Teknik penyuntikan ialah secara intramuskular (IM) dalam,
di daerah muskulus gluteus maksimus. Musculus ini dapat diukur
dari spina iliaca anterior superior (SIAS) sampai dengan os
12

coccygeus kemudian diambil 1/3 bagian dari SIAS (Meilani, 2010,


105).
Ada dua jenis kontrasepsi suntik, yaitu KB suntik kombinasi
dan KB suntik berisi hormon progestin.
1. KB Suntik Kombinasi
KB suntik kombinasi merupakan KB suntik yang berisi
hormon estrogen dan progesteron. Mengandung 25 mg
Medroksi progesteron asetat dan 5 mg estradiol sipionat yaitu
cyclofem. KB suntik ini diberikan melalui injeksi intramuskular
(IM) 1 bulan sekali (Yuhedi, 2014, 76).
2. KB Suntik berisi hormon progestin
a) Depoprovera
Depoprovera biasa disingkat dengan DMPA berisi depo
medoksiprogesteron asetat dan diberikan dalam suntikan
tunggal 150mg secara intramuscular setiap 12 minggu.
DMPA saat ini tersedia dalam spuit yang sebelumnya telah
diisi dan dianjurkan untuk diberikan tidak lebih dari 12
minggu dan 5 hari setelah suntikan terakhir.
Injeksi DMPA jangan diberikan kurang dari 11 minggu
atau lebih dari 14 minggu setelah penyuntikan sebelumnya,
DMPA menimbulkan amenorea pada banyak pemakai, efek
ini dipandang sebagai kekurangan oleh banyak wanita
menganggap bahwa pendarahan yang teratur merupakan
suatu tanda kesehatan dan menggunakan haid sebagai
indikator bahwa mereka tidak hamil. Walaupun pemulihan
fertilitas setelah penghentian penyuntikan dapat tertunda
selama 6-12 bulan, studi-studi menunjukkan bahwa 60-78%
wanita hamil dalam 1 tahun setelah injeksi terakhir.
b) Noristerat
Noristerat (NETEN) merupakan sebuah progestin yang
berasal dari testosterone dibuat dalam larutan minyak.
13

Larutan minyak tidak mempunyai ukuran partikel yang tetap


dengan akibat pelepasan obat dari tempat suntikan kedalam
sirkulasi darah dapat sangat bervariasi, NETEN ini lebih
cepat dimetabolisir dan kembalinya kesuburan lebih cepat
dibandingkan dengan DMPA, setelah disuntikan NETEN
harus dirubah menjadi norethidrone (NET) sebelum ia
menjadi aktif secara biologis. Kadar puncak dalam serum
tercapai dalam 7 hari setelah penyuntikan, kemudian
menurun secara tetap dan tidak ditemukan lagi dalam waktu
2,5-4 bulan setelah disuntikan (Sukarni, 2013, 380).
Efektifitas kontrasepsi suntik adalah antara 99% dan 100%
dalam mencegah kehamilan. Kontrasepsi suntik adalah bentuk
kontrasepsi yang sangat efektif karena angka kegagalan
penggunaannya lebih kecil. Hal ini karena wanita tidak perlu
mengingat untuk meminum pil atau tidak ada penurunan efektifitas
yang disebabkan oleh diare dan muntah (Sukarni, 2013, 380).
Keuntungan alat kontrasepsi suntik antara lain :
1. Efektifitas tinggi
2. Bertahan sampai 8-12 minggu
3. Penurunan disminorea dan menoragi yang menyebabkan
anemia berkurang
4. Penurunan gejala pramenstruasi
5. Penyakit radang panggul berkurang
6. Kemungkinan penurunan endometriosis karena pengentalan
lendir serviks
7. Efektifitas tidak berkurang karena diare, muntah atau
penggunaan antibiotik (Sukarni, 2013, 382).
14

Kerugian penggunaan alat kontrasepsi suntik antara lain :


1. Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak
2. Keterlambatan kembalisubur sampai 1 tahun
3. Depresi
4. Berat badan meningkat
5. Galaktore
6. Setelah diberikan tidak dapat ditarik kembali
7. Dapat berkaitan dengan osteoporosis pada pemakaian jangka
panjang
8. Efek suntikan pada kanker payudara (Sukarni, 2013, 381).
Alat kontrasepsi suntik memiliki efek samping yaitu :
1. Gangguan haid
Pola haid yang normal menjadi amenore, perdarahan
irregular, perdarahan bercak, perubahan dalam frekuensi, lama
dan jumlah darah yang hilang. Insiden yang tinggi dari amenore
diduga berhubungan dengan atrofi endometrium. Sedangkan
sebab-sebab dari perdarahan ireguler masih belum jelas, dan
tampaknya tidak ada hubungan dengan perubahan-perubahan
dalam kadar hormone atau histology endometrium.
2. Berat badan bertambah
Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar
bervariasi antara 1kg-5kg dalam tahun pertama. Penyebab
pertambahan berat badan terjadi karena bertambahnya lemak
tubuh, dan bukan karena retensi cairan tubuh.
3. Sakit kepala
Insiden sakit kepala adalah sama pada DMPA maupun
NETEN terjadi pada < 1-17 % akseptor
4. Pada sistem kardiovaskuler
Efeknya sangat sedikit, mungkin ada sedikit peninggian
dari kadar insulin dan penurunan HDL kolesterol (Sukarni,
2013, 382).
15

c. Implant
Implant atau susuk KB adalah alat kotrasepsi yang terdiri dari
enam kapsul kecil berisi hormon levonogestrel yang dipasang
dibawah kulit lengan bagian atas bagian dalam. Implan dipakai
selama lima tahun.
Cara kerja kontrasepsi implant adalah melepaskan sejumlah
hormon yang dapat mencegah lepasnya ovum dari tuba falopi dan
mengentalkan lendir pada mulut uterus, sehingga sel sperma tidak
dapat masuk kedalam uterus. Hormon ini juga dapat menipiskan
selaput lendir uterus sehingga hasil pembuahan tidak dapat
tertanam didalam uterus.
Keuntungan penggunaan implant antara lain :
1. Daya guna tinggi.
2. Perlindungan jangka panjang (5 tahun).
3. Pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan.
4. Tidak perlu dilakukan periksa dalam.
5. Tidak mengganggu kegiatan senggama.
6. Klien perlu kembali ke tempat pelayanan jika ada keluhan.
7. Dapat dicabut setiap saat.
Kerugian penggunaan implant antara lain :
1. Sering ditemukan gangguan menstruasi.
2. Nyeri kepala.
3. Penurunan/peningkatan berat badan.
4. Nyeri payudara.
5. Perasaan mual.
6. Perubahan perasaan atau kegelisahan (Yuhedi, 2014,104).
2.2.4 Kontrasepsi Mantap
a. Tubektomi
Tubektomi atau sterilisasi pada wanita merupakan metode
pengikatan dan pemotongan tuba falopi agar ovum tidak dapat
dibuahi oleh sperma.
16

Keuntungan tubektomi adalah :


1. Permanen dan efektif.
2. Tidak mempengaruhi proses menyusui.
3. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal.
4. Dapat mencegah kehamilan lebih dari 99%.
5. Tidak ada efek samping jangka panjang.
Sedangkan kerugian tubektomi adalah :
1. Ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan.
2. Rasa sakit jangka pendek setelah tindakan.
Tubektomi baik dilakukan pada wanita yang berusia lebih
dari 26 tahun dan memiliki anak lebih dari 2 (Yuhedi,2014,107).
b. Vasektomi
Vasektomi atau sterilisasi pria merupakan tindakan
pengikatan dan pemotongan vas deferens agar sperma tidak keluar
dari penis.
Keuntungan metode ini adalah :
1. Permanen dan efektif.
2. Tidak mengganggu hubungan seksual.
3. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal.
4. Dapat mencegah kehamilan lebih dari 99%.
5. Tidak ada efek samping jangka panjang.
Kerugian vasektomi adalah :
1. Harus ada pembedahan minor.
2. Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin memiliki
anak (Yuhedi,2014,109).

2.3 Paritas
2.3.1 Pengertian
Menurut BKKBN dalam Dahliana (2013), paritas adalah seseorang
wanita yang pernah melahirkan bayi dapat hidup.
17

2.3.2 Klasifikasi
Menurut Muchtar (2013, 69), klasifikasi paritas adalah:
a) Primipara
Primipara adalah seorang wanita yang sudah melahirkan satu
kali. Kontrasepsi yang disarankan wanita primipara yang berusia
20 sampai 24 tahun alat kontrasepsi yang cocok adalah pil, suntik,
AKDR, cara sederhana. Wanita primipara usia diatas 35 tahun
resiko tinggi sehingga membutuhkan bimbingan, bantuan, dan
pengawasan ahli.
b) Multipara
Multipara adalah seseorang yang sudah pernah melahirkan
beberapa kali (2-3 kali). Wanita multipara yang berusia kurang 20
sampai 24 tahun prioritas utama alat kontrasepsi yang digunakan
adalah AKDR, AKBK, suntik, pil, cara sederhana, kontap. Wanita
multipara yang berusia 25 tahun sampai 34 tahun alat kontrasepsi
yang cocok adalah kontap, AKBK, AKDR, Pil, dan cara sederhana.
Wanita multipara usia di atas 35 tahun alat kontrasepsi yang cocok
adalah kontap, AKDR, AKBK, cara sederhana dan Pil.
c) Grande Multipara
Grande multipara adalah seorang wanita yang sudah
melahirkan 4 orang anak atau lebih. Wanita grande multipara yang
berusia kurang 20 sampai 24 tahun prioritas utama alat kontrasepsi
yang digunakan adalah kontap, AKBK, AKDR, suntik, Pil, cara
sedehana. Wanita grande multipara yang berusia 25 tahun sampai
29 tahun alat kontrasepsi yang cocok adalah kontap, implant,
AKDR, suntik, cara sederhana. Wanita grande multipara diatas 35
tahun alat kontrasepsi yang cocok adalah kontap, AKDR, AKBK,
suntik, dan cara sederhana dan Pil.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Rancangan penelitian merupakan suatu rencana struktur dan strategi untuk
menjawab permasalahan yang dihadapi atau diteliti dengan mengoptimalkan
validitas. Jenis penelitian ini adalah korelasi yaitu bertujuan untuk menentukan
ada tidaknya hubungan, dan jika ada berapa eratnya hubungan serta berarti atau
tidaknya hubungan tersebut (Arikunto, 2010, 313).
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, hal ini dikarenakan setiap variabel
dalam penelitian baik variabel independen (paritas) maupun variabel dependen
(penggunaan alat kontrasepsi) akan digambarkan secara univariat, juga akan
diketahui hubungan antara kedua variabel (bivariat).
Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu
suatu penelitian yang dilakukan sesaat, artinya objek penelitian diamati hanya satu
kali dan tidak ada perlakuan terhadap responden. Untuk mengetahui hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen maka pengukurannya
dilakukan secara bersama-sama (Notoatmodjo, 2012, 37).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pembantu Sungai Mengkuang
kecamatan Rimbo Tengah kabupaten Bungo.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret tahun 2015.

18
19

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono
dalam Hidayat, 2010, 68).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta KB aktif di Pustu
Sungai Mengkuang kecamatan Rimbo Tengah kabupaten Bungo dari bulan
Januari - September 2014 yang berjumlah 380 orang.
3.3.2 Sampel
Menurut Hidayat (2010, 68) sampel merupakan bagian dari populasi
yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.
Teknik pengambilan sampel tersebut menurut Arikunto bahwa
“Apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua. Selanjutnya
apabila subjeknya besar bisa diambil sampelnya 10%, 15%, 20%, 25% atau
lebih (Arikunto, 2006, 135).
Penulis menetapkan untuk pengambilan sampel tersebut sebesar 10%
dari populasi (P) > 100 (380) yaitu :
10% x P = 10% x 380
= 38
Sampel dalam penelitian ini adalah 38 akseptor KB yang berkunjung
ke Pustu Sungai Mengkuang saat dilakukan penelitian.

3.4 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep lainnya, antara variabel yang satu dengan
variabel lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2012, 43).
20

Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent

Penggunaan Alat
Paritas
Kontrasepsi

3.5 Definisi Operasional


Tabel 3.1
Definisi Operasional
Definisi Alat Cara
No Variabel Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur
1 Penggunaan Jenis alat Buku Observasi 1)Suntik Nominal
alat kontrasepsi Register 2)Pil
kontrasepsi yang 3)Implant
digunakan 4)IUD
akseptor KB 5)Kondom
untuk 6)MOP
mencegah 7)MOW
kehamilan (Hartanto,
2010, 42).
2 Paritas Jumlah anak Buku Observasi 1) Primipara Ordinal
yang pernah Register 2) Multipara

dilahirkan oleh 3) Grande-


multipara
seorang ibu
(Muchtar,
2013, 69).

3.6 Jenis Pengumpulan Data


3.6.1 Data Primer
Data primer didapatkan dengan menggunakan lembar kuesioner yang
diisi sendiri oleh responden. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang
disampaikan peneliti kepada responden.
21

3.6.2 Data Sekunder


Data ini menggunakan data sekunder yang diambil dari buku register
KB, yaitu ibu atau akseptor KB yang mendapatkan pelayanan kontrasepsi
pada waktu penelitian.

3.7 Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
3.7.1 Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan.
3.7.2 Coding
Coding merupakan kegiatan memberikan kode numeric (angka)
terhadap data yang diteliti.
a. Paritas
1. Primipara diberi kode 1
2. Multipara diberi kode 2
3. Grandemultipara diberi kode 3
b. Alat Kontrasepsi
1. Suntik diberi kode 1
2. Pil diberi kode 2
3. Implant diberi kode 3
4. IUD diberi kode 4
5. Kondom diberi kode 5
6. MOP diberi kode 6
7. MOW diberi kode 7
3.7.3 Entry Data
Merupakan kegiatan memasukkan data kedalam komputer.
3.7.4 Cleaning
Dilakukan untuk memastikan bahwa keseluruhan data sudah
dikelompokkan dan tidak terdapat kesalahan dalam memasukkan data
sehingga siap untuk dianalisis lebih lanjut.
22

3.8 Analisa Data


3.8.1 Analisa Univariat
Menurut Ariani (2014, 80), teknik analisis data yang digunakan pada
penelitian ini adalah analisis univariat yaitu analisis yang bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.
Dalam penelitian ini jenis datanya adalah data kategorik yang hanya
menjelaskan angka atau nilai, jumlah dan persentase masing-masing dengan
menggunakan rumus :

f ❑
P= x 100 %
n

Keterangan :
P = Persentase
f = Jumlah jawaban yang benar
n = Jumlah total pertanyaan
3.8.2 Analisa Bivariat
Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan paritas dengan
penggunaan alat kontrasepsi suntik menggunakan uji statistik chi square
dengan rumus sebagai berikut :
( O−E )2
x 2= ∑
E
Keterangan :
X2 = Statistik Chi-square
Ʃ = Jumlah
O = Nilai yang diamati
E = Nilai yang diharapkan
(Hidayat, 2011, 127).
Jika P. Value < 0, 05 maka secara statistik disebut bermakna (ada
hubungan), maka Ha diterima.
Jika P. Value > 0,05 maka secara statistik disebut tidak bermakna (Tidak
ada hubungan), maka Ha ditolak.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Analisa Univariat
a. Distribusi Frekuensi Paritas Terhadap Penggunaan Alat
Kontrasepsi
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Paritas Terhadap Penggunaan Alat
Kontrasepsi
Jumlah
Paritas
F %
Primipara 16 42,11
Multipara 16 42,11
Grandemultipara 6 15,78
Jumlah 38 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa mayoritas akseptor KB


merupakan primipara sebanyak 16 orang (42,11%) dan multipara
sebanyak 16 orang (42,11%).
b. Distribusi Frekuensi Penggunaan Alat Kontrasepsi
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Penggunaan Alat Kontrasepsi
Jumlah
Alat Kontrasepsi
F %
Suntik 27 71,05
Pil 11 28,95
Implant 0 0
IUD 0 0
Kondom 0 0
MOP 0 0
MOW 0 0
Jumlah 38 100

Dari tabel 4.2 diatas, diketahui bahwa mayoritas akseptor KB


menggunakan alat kontrasepsi suntik sebanyak 27 responden
(71,05%).

23
24

4.1.2 Analisa Bivariat


Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Penggunaan Alat Kontrasepsi Berdasarkan
Paritas
Penolong Persalinan
Jumlah
Paritas Suntik Pil P
F % F % F %
Primipara 12 75,00 4 25,00 16 100
Multipara 11 68,75 5 31,25 16 100 0,896
Grandemultipara 4 66,67 2 33,33 6 100
Jumlah 27 71,05 11 28,95 38 100

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa, responden primipara


mayoritas menggunakan alat kontrasepsi suntik sebanyak 12
responden (75%), responden multipara mayoritas menggunakan alat
kontrasepsi suntik sebanyak 11 responden (68,75%).
Hasil uji chi-square diperoleh hasil P = 0,896, maka tidak ada
hubungan antara paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi (P>0,05).

4.2 Pembahasan
4.2.1 Distribusi Frekuensi Paritas Terhadap Penggunaan Alat
Kontrasepsi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas akseptor KB
merupakan primipara sebanyak 16 orang (42,11%) dan multipara sebanyak
16 orang (42,11%).
Menurut Muchtar (2011), paritas adalah jumlah anak yang telah
dilahirkan oleh seorang ibu. dengan klasifikasi primipara untuk ibu yang
telah melahirkan anak 1 orang, multipara untuk ibu yang telah melahirkan
anak 2-3 orang dan grandemultipara untuk ibu yang telah melahirkan anak 4
orang atau lebih.
Penelitian ini serupa dengan penelitian Erman dan Elviani (2012)
yang menyatakan bahwa Ibu-ibu akseptor KB kelurahan Muara Enim
wilayah kerja Puskesmas Perumnas sebagian besar mempunyai jumlah anak
1-2 orang yakni sebanyak 56,6%.
25

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa mayoritas


responden dikategorikan dalam paritas rendah, sehingga dalam memilih
metode kontrasepsi cenderung untuk menjarangkan atau menunda
kehamilan sehingga memilih alat kontrasepsi suntik dan pil, bukan untuk
menghentikan kehamilan seperti kontrasepsi yang bersifat permanen yaitu
sterilisasi pria atau wanita yang merupakan kontrasepsi bukan hormonal.
4.2.2 Distribusi Frekuensi Penggunaan Alat Kontrasepsi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas akseptor KB
menggunakan alat kontrasepsi suntik sebanyak 27 responden (71,05%).
Menurut Atikah Proverawati (2010, 1) kontrasepsi adalah upaya untuk
mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun
permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat
atau obat-obatan.
Tersedia berbagai jenis metode kontrasepsi modern, ada yang
mengandung hormon, dan tidak mengandung hormon. Untuk kontrasepsi
hormonal, terdiri atas kontrasepsi oral/pil, injeksi/suntik, dan implant. Untuk
metode kontrasepsi non hormonal terdiri atas kontrasepsi IUD/AKDR dan
kontrasepsi mantap (tubektomi dan vasektomi) (Hartanto, 2010, 42)
Penelitian serupa dilakukan Dahliana (2013), dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden yang menggunakan kontrasepsi suntik
sebanyak 26 orang (65%), lebih besar dibandingkan dengan responden yang
tidak menggunakan kontrasepsi suntik yaitu sebanyak 14 orang (35%).
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa mayoritas responden
menggunakan alat kontrasepsi suntik. Berdasarkan wawancara di lapangan,
hal itu disebabkan faktor antara lain lingkungan dan efek samping alat
kontrasepsi itu sendiri. Ibu yang tinggal di lingkungan yang sebagian besar
ibu-ibu menggunakan alat kontrasepsi suntik, cenderung mengikuti untuk
menggunakan alat kontrasepsi suntik. Selain itu, efek samping alat
kontrasepsi lain seperti menggunakan alat kontrasepsi pil dengan alasan
mual dan pusing, alat kontrasepsi IUD atau implant dengan alasan merasa
takut.
26

4.2.3 Distribusi Frekuensi Penggunaan Alat Kontrasepsi Berdasarkan


Paritas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden primipara mayoritas
menggunakan alat kontrasepsi suntik sebanyak 12 responden (75%),
responden multipara mayoritas menggunakan alat kontrasepsi suntik
sebanyak 11 responden (68,75%).
Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
hasil P > 0,05, artinya tidak ada hubungan paritas dengan penggunaan alat
kontrasepsi di Pustu Sungai Mengkuang kecamatan Rimbo Tengah
kabupaten Bungo tahun 2014.
Penelitian berbeda dilakukan oleh Amalia (2008), yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara paritas dengan pemilihan alat kontrasepsi (P
value < 0,05).
Menurut asumsi peneliti, penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang
mengatakan akseptor KB dengan paritas tinggi memilih metode ontrasepsi
jangka panjang. Dimana hasil penelitian ini, seluruh akseptor KB di Pustu
Sungai Mengkuang menggunakan alat kontrasepsi suntik da pil, dengan
mayoritas ibu baik dengan paritas tinggi maupun rendah menggunakan alat
kontrasepsi suntik. Sehingga tidak ditemukan hubungan yang signifikan
antara paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi.
27

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan tentang hubungan paritas dengan
penggunaan alat kontrasepsi di Puskesmas Pembantu Sungai Mengkuang
kabupaten Bungo tahun 2015, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Mayoritas akseptor KB adalah ibu dengan paritas primipara dan
multipara.
b. Mayoritas alat kontrasepsi yang digunakan adalah suntik.
c. Tidak ada hubungan antara paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi
kepada masyarakat tentang Keluarga Berencana dan alat kontrasepsi,
agar masyarakat dapat memilih alat kontrasepsi yang baik digunakan
menurut usia, paritas dan faktor lainnya.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada mahasiswi
sehingga mahasiswi dapat memberikan penyuluhan dan berbagi
informasi kepada masyarakat mengenai alat kontrasepsi.
5.2.3 Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian
selanjutnya serta menambah wawasan baru bagi peneliti lain.

Anda mungkin juga menyukai