Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
“Alat-alat Kontrasepsi pada Pria dan Wanita” dapat tersusun hingga selesai. Harapan penulis
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara ditentukan berdasarkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).Hal ini ditunjukkandengan masih tingginya
tingkat kelahiran setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat akan
memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kualitas dan kuantitas seseorang
dengan daya dukung serta daya tampung lingkungan yang kurang memadai, sehingga
mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat (BKKBN, 2016).
Tingkat pertumbuhan penduduk tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu
kelahiran (fertillitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi). Angka
fertilitas relatif masih tinggi dengan penyebaran penduduk tidak merata, masih tinggi nya
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), tingkat kesejahteraan
penduduk dilihat dari segi kesehatan yang relatif masih rendah, persebaran yang timpang
serta persoalan transmigrasi dan urbanisasi (Marmi, 2016). Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk dapat menangani permasalahan tersebut yaitu melalui program
Keluarga Berencana (KB) untuk mengendalikan fertilitas. KB merupakan suatu upaya
meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP), penggunaan alat kontrasepsi, pengaturan kelahiran yaitu 2 anak
cukup, jarak usia anak, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga kecil melalui promosi kesehatan, perlindungan, serta bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga kecil yang berkualitas (Kemenkes RI, 2015).
Pelaksanaan KB dapat mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya
kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.Pemilihan metode kontrasepsi yang tepat
dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan, dapat mencegah laju pertumbuhan penduduk
secara signifikan.Dampak positif dari upaya ini secara langsung akan berpengaruh
terhadap penurunan angka kesakitan dan kematian ibu akibat kehamilan yang tidak
direncanakan. Begitu juga dengan kesejahteraan hidup anak terkecil dari satu keluarga
dapat berjalan dengan baik tanpa harus melewatkan kualitas masa kecil yang masih
diberikan perhatian sepenuhnya oleh orang tua untuk dapat mengikuti dan memantau
tumbuh kembang dan kesehatan anak itu sendiri (BKKBN, 2015).
Jenis kontrasepsi berdasarkan lama efektivitasnya dibagi menjadi dua, yaitu metode
kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan non metode kontrasepsi jangka panjang (Non
MKJP). Kebijakan program KB oleh pemerintah saat ini mengarah pada penggunaan
kontrasepsi MKJP yaituIntra Uterine Device (IUD) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR), Implant, dan Metode Operasi Wanita (MOW) dengan sasaran target sebesar
66% dari seluruh total penggunaan kontrasepsi. Berdasarkan pertimbangan alasan
pemerintah lebih menganjurkan penggunaan MKJP ialah karena lebih efisien
dibandingkan dengan Non MKJP. Selain itu lebih efektif karena tingkat efek samping,
komplikasi, serta tingkat kegagalan yang relatif rendah (BKKBN, 2016).
Pencapaian pelaksanaan program KB dapat dikatakan berhasil dengan adanya
peningkatan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) dalam ber KB. Namun terdapat
ketimpangan dalam jumlah pengguna alat kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur (PUS)
antara Wanita dan Pria. Menurut data status pemakaian kontrasepsi tahun 2017 masih
terdapat 36,4% masyarakat Indonesia yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Partisipasi pria dalam ber KB masih sangat rendah di Indonesia masih dibawah 8 % dari
yang ditargetkan pemerintah (Subair, dkk, 2018)
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari alat kontrasepsi
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara kontrasepsi
3. Mahasiswa dapat mengetahui macam-macam kontrasepsi
4. Mahasiswa dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi metode alat kontrasepsi
BAB II
PEMBAHASAN
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu dapat
bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan
salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas. Keluarga Berencana (KB) intervensi
kesehatan yang cost effective dan menyelematkan nyawa perempuan dan anak. Keluarga
berencana merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan
antara kebutuhan dan jumlah penduduk. Peserta keluarga berencana (KB) adalah
pasangan usia subur dimana dimana salah satunya menggunakan cara atau alat
kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan baik melalui program KB maupun non-
program KB (Rodiani & Chania, 2017).
2. Kontrasepsi Modern
Kontrasepsi modern terbagi atas tiga yaitu (Setyaaningsih,2014).:
1) Kontrasepsi hormonal yang terdiri dari pil, suntik, implant/AKBK (Alat
Kontrasepsi Bawah Kulit)
2) IUD/AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
3) Kontrasepsi Mantap yaitu dengan oprasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan
vasektomi (sterilisasi pada pria).
1. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini
adalah jenis susuk/implant, MOW, IUD,dan MOP.
2. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori
ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain seperti dari metode MKJP.
a. Kontrasepsi suntik
kontrasepsi suntik menyebabkan lendir servik mengental sehingga
menghentikan daya tembus sperma, mengubah endometium menjadi tidak cocok
untuk implantasi dan mengurangi fungsi tuba falopii. Namun fungsi utama
kontrasepsi suntik dalam mencegah kehamilan adalah menekan ovulasi
(Setyaningsih,2014).
Efek samping yang dapat pengguna alat kontrasepsi kondom adalah dapat
tertinggalnya kondom di dalam vagina, terjadinya infeksi ringan dan sejumlah
kecil pengguna mengaku alergi terhadap karet (Setyaningsih,2014).
c. Kontrasepsi pil
Jenis pil kontrasepsi yang beredar di Indonesia sebagian besar adalah jenis
pil kombinasi. Secara teoritis dari penggunaan alat kontrasepsi pil pada 100
orang ditermukan angka resiko kegagalan sebesar 0,1 sampai dengan 1,7.
Tingkat keefektifan alat kontrasepsi MOW sangat tinggi dan dapat segera
efektif post operatif, dengan keuntungan yang bisa di dapat antara lain vasektomi
tuba akan menghadapi dan mencapai klimakterium dalam suasana alami
(Setyaningsih,2014).
Alat kontrasepsi MOP memiliki tingkat efektivitas yang tinggi dengan masa
efektif 6-10 minggu setelah operasi, sedangkan keuntungan yang bisa didapat
oleh pengguna adalah: teknik operasi kecil yang sederhana dapat dikerjakan
kapan saja dan dimana saja, komplikasi yang dijumpai sedikit dan ringan, hasil
yang diperoleh (efektivitas) hampir 100%, biaya murah dan terjangkau oleh
masyarakat, dan bila pasangan suami, istri karena suatu sebab ingin
mendapatkan keturunan lagi kedua ujung vas deferens dapat disambung kembali
(operasi rekanalisasi) (Setyaningsih,2014).
a. Kunjungan berkala ke klinik
Wanita yang tinggal di tempat terpencil atau mereka yang sering berpegian
mungkin memilih metode yang tidak mengharuskan mereka tidak berkonsultasi
secara teratur dengan petugas keluarga berencana.
b. Peran petugas
Pada beberapa metode, petugas hanya memiliki peran satu kali. Pada metode
yang lain, petugas perlu bertemu langsung dengan pemakai selama beberapa kali
setiap tahun (obat suntik setiap bulan atau setiap tiga bulan saat ini tidak
dipasarkan secara bebas sehingga pemakai perlu berkunjung secara berkala).
c. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan
Beberapa pemakai mungkin menginginkan suatu metode yang tidak atau sedikit
yang memerlukan tindakan dari pihak mereka. ”Pengontrolan kelahiran yang
perlu anda pikirkan empat kali setahun” adalah slogan untuk metode suntikan
depo medroksiprogesteron asetat (DMPA) yang diberikan setiap 3 bulan.
d. Kerjasama pasangan
Setiap metode memiliki rentang peran anggota pasangan yang luas, yang perlu
dilakukan oleh masing-masing anggota pasangan tersebut. Pada beberapa
metode, misalnya sterilisasi, AKDR, atau implant, salah satu pasangan memikul
seluruh tanggung jawab. Bagi yang lain, misalnya pantang berkala atau koitus
interuptus, keduanya harus bersedia untuk bekerjasama.
5. Privasi
Peserta keluarga berencana mungkin menempatkan beberapa pertimbangan
privasi sebagai hal yang sangat penting. Terutama wanita muda atau wanita yang
hubungan seksualnya secara sosial tidak dibenarkan, mungkin akan sangat
menginginkan metode yang tidak menarik perhatian.
6. Frekuensi hubungan seksual
Pemakai yang jarang berhubungan seksual mungkin kurang tertarik dengan
metode-metode, misalnya kontrasepsi oral, yang memerlukan tindakan setiap hari.
Apabila suatu pasangan monogami terpisah dalam waktu yang lama, misalnya akibat
migrasi bekerja, maka metode seperti pantang berkala tentu kurang sesuai, karena
pantang berkala mungkin mengganggu aktivitas seksual selama interval yang singkat
yang memungkinkan bagi mereka untuk melakukan hubungan seksual.
7. Rencana untuk kesuburan dimasa mendatang
Perlu di tentukan apakah dan kapan pemakai memilki rencana untuk hamil
dimasa mendatang. Banyak metode yang dianjurkan atau menjadi paling efektif dari
segi biaya hanya apabila wanita tidak memiliki rencana hamil dalam waktu dekat.
8. Biaya
Biaya dari suatu srategi keluarga berencana mencakup biaya metode itu
sendiri, waktu yang dikorbankan wanita dan petugas, serta biaya tak langsung
lainnya, termasuk ongkos berkunjung ke klinik. Studi mengenai biaya semacam ini
sangat sulit dilakukan, sehingga jarang dilakukan. Metode keluarga berencana juga
sangat bervariasi dalam hal biaya pemakai dan penyebaran petugas sepanjang waktu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu dapat
bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah
satu variabel yang mempengaruhi fertilitas. Ada dua metode/cara kontrasepsi yaitu
kontrasepsi sederhana dan kontrasepsi modern.
3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa keperawatan, kita perlu mengetahui dan mempelajari
mengenai alat-alat kontrasepsi pada pria dan wanita dan mampu menerapkannya serta
menjadi wawasan tambahan bagi mahasiswa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Aryati, S., Sukamdi, S., & Widyastuti, D. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pemilihan Metode Kontrasepsi (Kasus di Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang).
Majalah Geografi Indonesia, 33(1), 79. https://doi.org/10.22146/mgi.35474
Farida. 2017. Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Dan Pil Terhadap Peningkatan Berat
Badan Pada Ibu Pasangan Usia Subur. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, volume 6(2).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2016. Kebijakan Program
Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga dalam Mendukung
Keluarga Sehat. Jakarta: BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2016. Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah 2015 BKKBN. Jakarta: BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.2015. Rencana Strategis Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Tahun 2015-2019. Jakarta: BKKBN
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia & Gavi. 2015. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan
Anak. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
Novita Dewi, Mohdari, M. P. (2017). Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya
Penggunaan Di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. 8(1), 158–163.
Rodiani & Chania Forcepta. 2017. Faktor – Faktor Penggunaan Alat Kontrasepsi Medis
Operasi Wanita (MOW) pada Pasangan Wanita Usia Subur. Majority,volume 6(1).
Setyaningsih, Agustina.2014. Pengaruh Tingkat Pendidikan. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP.
Subair, dkk. 2018. Faktor Penyebab Rendahnya Jumlah Pria dalam Mendukung
Penggunaan Alat Kontrasepsi. UNM Environmental Journals, Volume 1, Nomor 3.
Triyanto, L., & Indriani, D. (2018). Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Jenis Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Wanita Menikah Usia Subur di Provinsi Jawa
Timur. The Indonesian Journal of Public Health, 13(2)(April), 244–255.
https://doi.org/10.20473/ijph.vl13il.2018.244-255