Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“PERANAN ETIKA DALAM DUNIA MODERN, HATI NURANI, SHAME


CULTURE AND GUILT CULTURE”

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Humaniora


Dosen Pembimbing :Alias, S.Pd,M.Hum

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

1. Zafitri Nulandari (NIM : P00312016055)


2. Ayi Suhartin (NIM : P00312016006)

Kelas : A (D4 Kebidanan)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI


TAHUN AJARAN 2016/2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Masalah 2
 
BAB II  PEMBAHASAN 3
2.1. Peranan Etika Dalam Dunia Modern 3
2.2. Peranan Hati Nurani Dalam Etika 7
2.2.1. Macam-Macam Hati Nurani 8
 
BAB III  
PENUTUP 11
3.1. Kesimpulan 11
3.2. Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar  Belakang Masalah


Pada hakikatnya humaniora adalah ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan nilai-nilai
kemanusiaan mempelajariyang mencakup etika, logika, estetika, pendidikan pancasila,
pendidikan kewarganegaraan, agama dan fenomologi. Yang sering disebut sebagai Mata
Kuliah Dasar Umum (MKDU). Etika akan selalu menjadi penting dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat pentingnya etika dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan adanya etika, manusia
akan berorientasi bagaimana ia menjalankan kehidupan sehari-hari dan dapat membedakan mana
yang benar atau salah dan apa yang diharapkan dalam hidup dapat tercapai. Dalam hal ini etika
berperan sebagai sarana orientasi manusia. Dimana manusia hidup di suatu kelompok tidak hanya
sekadar ikut-ikutan saja terhadap berbagai pihak yang menghendaki atau menetapkan bagaimana
manusia hidup. Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang peran etika, alangkah baiknya jika
mengetahui apa itu etika? Untuk memahami etika perlu terlebih dahulu untuk membedakannya
dengan moral. Kata etika berasal dari bahasa Yunani Kuno Ethos; dalam bentuk tunggal yang
artinya: padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perilaku, perasaan, sikap, dan
cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adat kebiasaan. Arti terakhir inilah yang
menjadi dasar munculnya kata etike. Dengan demikian, berdasarkan asal-usulnya (secara
etimilogi) etika dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat istiadat. Etika lebih pada prinsip-prinsip dasar baik buruknya perilaku manusia, sedangkan
moral untuk menyebut aturan yang lebih kongkrit. Ibaratnya ajaran moral merupakan petunjuk
bagaimana kita harus bertindak sedangkan etika adalah bagaimana memberi penilaian terhadap
tindakan kita. A.Sudiarja SJ menyebut “etika sebagai filsafat moral, karena objek pengamatannya
adalah pandangan dan praksis moral.” Etika tidak sama dengan ajaran moral. Franz Magnis
Suseno membahas, ajaran tentang moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-
khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan entah lisan atau tertulis, tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sedangkan
pengertian moral, menurut Bertens yang dikutip oleh Abdul Kadir Muhammad menyatakan

1
bahwa kata yang sangat dekat dengan etika adalah moral. Kata ini berasal dari bahasa latin
“mos”, jamaknya mores yang juga berarti adat kebiasaan. Secara etismologis kata etika sama
dengan kata moral yang mengandung pengertian adat kebiasaan. Perbedaannya dari bahasa
asalnya yakni etika berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin. Tapi
dalam kenyataanya etika perlahan-lahan mulai hilang seiring perkembangan zaman, coba kita
lihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita banyak sekali persoalan yang melanggar etika,
hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran manusia akan pentingnya etika. Hal inilah yang
menyebabkan terjadi berbagai peristiwa yang melanggar moral.Apalagi dengan adanya pluralisme
moral, keberagaman moral setiap daerah bahkan negara, dan kemajuan zaman yang ditandai
munculnya modernisasi serta globalisasi.Hal ini tentu saja, mengakibatkan banyaknya moral serta
kebiasan barat masuk dan tanpa pembatasmenjamah adat ketimur-an.

1.2.     Rumusan Masalah


Bardasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan masalah sebagai
pijakan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai
berikut.
1.      apa peranan etika dalam dunia modern?
2.      bagaimana peranan hati nurani dalam etika?
3. apa saja macam-macam hati nurani ?
4.      apa perbedaan shame culture and guilt culture?

1.3 Tujuan Penulisan


1. untuk mengetahui peranan etika dalam dunia modern
2. Untuk mengetaui peranan hati nurani dalam etika
3. untuk mengetahui maca-macam hati nurani
4. Untuk mengetahui perbedaan shame culture dengan guilt culture

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peranan Etika Dalam Dunia Modern

Peranan etika dalam dunia modern sangat penting. Etika sebagai pemikiran
sistematis tentang moralitas tidak berpretensi untuk secara langsung dapat membuat
manusia menjadi lebih baik. Dalam artinya sebagai ilmu, Setiap masyarakat mengenal
nilai-nilai dan norma-norma etis. Dalam masyarakat yang homogen dan agak tertutup
seperti masyarakat tradisional dapat dikatakan bahwa nilai-nilai dan norma-norma itu
praktis dan tidak pernah dipersoalkan. Dalam keadaan seperti itu secara otomatis orang
menerima nilai dan norma yang berlaku. Akan tetapi nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat tradisional umumnya tinggal implisit saja, tetapi setiap saat
dapat menjadi eksplisit. Terutama bila nilai-nilai tersebut dilanggar karena adanya
perkembangan baru.
Pengertian etika sebagai ilmu sebenarnya tidak perlu dimiliki oleh setiap orang,
walaupun setiap orang membutuhkan moralitas. Yang dihasilkan secara lanngsung dari
etika bukanlah kebaikan, melainkan suatu pemhaman yang lebih mendasar dan kritis
tentang yang dianggap baik dan buruk secara moral. Ada beberapa alasan penting
mengapa etika pada zaman kita semakin diperlukan.
1. Adanya pluralisme moral
Suatu kenyataan sekarang ini bahwa kita hidup dalam zaman yang semakin
pluralistic, tidak terkecuali dalam hal moralitas. Setiaphari kita bertemu dengan orang-
orang dari suku, daerah, alpisan sosialdan agama yang berbeda. Pertemuan ini semakin
diperbanyak dan diperluas oleh kemajuan yang telah dicapai dalam dunia teknologi
informasi, yang telah mengalami perkembangan sangat pesat. Dalam pertemuan langsung
dan tak langsung dengan berbagai lapisan dan kelompok masyarakat kita menyaksikan
atau berhadapan dengan berbagai pandangan dan sikap yang selain memiliki banyak
kesamaan, memiliki juga banyak perbedaan bahkan pertentangan. Masing-masing
pandangan mengklaim diri sebagai pandangan yang paling benar dan sah.
3
Berhadapan dengan situasi semacam ini, kita akhirnya bertanya, tapi yang kita tanyakan
bukan hanya apa yang merupakan kewajiban kita dan apa yang tidak, melainkan
manakah norma-norma untuk menentukan apa yang harus dianggap sebagai kewajiban.
Dengan demikian norma-norma sendiri dipersoalkan.
2. Timbulnya masalah-masalah etis baru
Ciri lain yang menandai zaman kita adalah timbulnya masalah-masalah etis baru,
terutama yang disebabkan perkembangan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya ilmu-ilmu biomedis. Telah terjadi manipulasi genetis, yakni campur tangan
manusia atas perkembangbiakan gen-gen manusia. Ada reproduksi artifisal seperti
fertilisasi in vitro, entah dengan donor atau tanpa donor, entah dengan ibu yang
“menyewakan” rahimnya atau tidak. Bisa terjadi juga adanya eksperimen dengan
jaringan embrio untuk menyembuhkan penyakit tertentu, entah jaringan itu diperoleh
melalui abortus yang disengaja atau abortus spontan. Masalah kloning dan penciptaan
manusia-manusia super serta tindakan manipulasi genetik lainnya sangatlah mengandung
masalah-masalah etis yang serius dalam kehidupan manusia. Disinilah kajian dan
pertanggung jawaban etika diperlukan.
3. Munculnya kepedulian etis yang semakin universal.
Ciri berikutnya yang menandai zaman kita adalah adanya suatu kepedulian etis
yang semakin universal. Di berbagai tempat atau wilayah di dunia kita menyaksikan
gerakan perjuangan moral untuk masalah-masalah bersama umat manusia. Selain
gerakan-gerakan perjuangan moral yang terorganisir seperti dalam bentuk kerjasama
antar Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat, antar Dewan Perwakilan Rakyat dari
beberapa negara atau Serikat-serikat Buruh, dan sebagainya, juga kita dapat menyaksikan
adanya suatu kesadaran moral universal yang tidak terorganisir tapi terasa hidup dan
berkembang dimana-mana.
Ungkapan-ungkapan kepedulian etis yang semakin berkembang ini tidaklah
mungkin terjadi tanpa di latarbelakangi oleh kesadaran moral yang universal. Gejala
paling mencolok tentang kepedulian etis adalah Deklarasi Universal tentang Hak-hak
Azasi Manusia, yang diproklamirkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 10
4

Desember 1984. Proklamasi ini pernah disebut sebagai kejadian etis paling penting dalam
abad ke-20, dan merupakan pernyataan pertama yang diterima secara global karena
diakui oleh semua anggota PBB. Dengan kepedulian etis yang universal ini, maka
pluralisme moral pada bagian pertama di atas dapat menjadi persoalan tersendiri.
Universal berhadapan dengan pluralitas.
4. Hantaman gelombang modernisasi.
Kita sekarang ini hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding.
Perubahan yang terus terjadi itu muncul di bawah hantaman kekuatan yang mengenai
semua segi kehidupan kita, yaitu gelombang modernisasi. Yang dimaksud modernisasi di
sini bukan hanya menyangkut barang atau peralatan yang di produksi semakin canggih,
melainkan juga dalam hal cara berpikir yang telah berubah secara radikal. Ada banyak
cara berpikir yang berkembang, seperti rasionalisme, individualisme, nasionalisme,
sekularisme, materialisme, konsumerisme, pluralisme religius serta cara berpikir dan
pendidikan modern yang telah banyak mengubah lingkungan budaya, sosial dan rohani
masyarakat kita.
5. Tawaran berbagi ideologi
Proses perubahan sosial budaya dan moral yang terus terjadi, tidak jarang telah
membawa kebingungan bagi banyak orang. Orang-orang merasa kehilangan pegangan,
dan tidak tahu harus berbuat atau memilih apa. Situasi seperti ini tidak jarang
dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai
jawaban atas kebingungan tadi. Ada cukup banyak orang yang terombang ambing
mengikuti tawaran yang masing-masing memiliki daya tariknya sendiri itu. Disini etika
dapat membantu orang untuk sanggup menghadapi secara kritis dan objektif berbagai
ideologi yang muncul. Pemikiran kritis dapat membantu untuk membuat penilaian yang
rasional dan objektif, dan tidak mudah terpancing oleh berbagai alasan yang tidak
mendasar.
6. Tantangan bagi agamawan
Etika juga diperlukan oleh para agamawan untuk tidak menutup diri terhadap
persoalan-persoalan praktis kehidupan umat manusia. Di satu pihak agama menemukan
dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, namun sekaligus diharapkan
5

juga mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan menutup diri dalam semua dimensi
kehidupan masyarakat yang sedang mengalami perubahan hampir disegala bidang. Walau
etika tidak adapat menggantikan agama, namun etika tidaklah bertentangan dengan
agama, dan agama memerlukan etika.

perintah atau hukum yang termuat dalam wahyu Tuhan, terutama seperti tertuang
dalam kitab suci keagamaan. Banyak ahli agama,bahkan yang seagama sekalipun, sering
berbeda pendapat tentang apayang sebenarnya mau diungkapkan dalam wahyu itu. Hal
kedua adalah: mengenai masalah-masalah moral yang baruu, yang tidak langsungdibahas
dalam wahyu itu sendiri. Bagaimana menanggapi dari segiagama masalah-masalah moral
yang pada waktu wahyu diterima belum dipikirkan. Untuk mengambil sikap yang dapat
dipertanggung jawabkan terhadap masalah-masalah yang timbul kemudian, diperlukan
etika. Disini etika dapat dimengerti sebagai usaha manusia untuk memakai akalbudi dan
daya pikirnya yang rasional untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau
ia mau menjadi baik. Usaha seperti initidak bertentangan dengan iman, karena akal budi
juga merupakan anugerah besar dari Sang Pencipta kepada manusia.
Dari semua yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa di masa pra-
modern, tradisi menduduki tempat utama, menjadi satu-satunya acuan,tetapi tidak
demikian halnya sekarang. Kini “tradisi” dipertanyakan,diragukan, danmungkin juga
dibuang. Meski demikian, tradisi tidaklah hilang.
6
Zaman sekarang dapat disebut post-traditional society, di manaorang masih membangun
naratif-naratif, dan kehidupaan mereka tidak mengalami fragmentasi sebagaimana
dibayangkan oleh orang-orang pengagum post-modernisme.

2.2. peranan hati nurani dalam etika

Hati nurani dalam bahasa arab di sebut dlamir atau wijdan sedang dalam bahasa
inggris di sebut dengan conscience. kata consciece diterjemah balik maka artinya menjadi
suara hati, kata hati atau hati nurani. Berdekatan dengan kata conscience, ada kata
conscious. Conscious artinya sadar, berkesadaran, atau kesadaran. Disamping kedua kata
ini, ada satu lagi yang berdekatan maknanya yaitu intuition, intuition artinya gerak hati,
lintasan hati, gerak batin. Consciece sama dengan Conscience is an ability or a faculty
that distinguishes whether one’s actions are right or wrong. It leads to feelings of remorse
when one does.
Hati nurani adalah kemampuan yang membedakan apakah salah satu dari
tindakan apakah benar atau salah. The moral sense of right and wrong, chiefly as it
affects one’s own behaviour; Consciousness; thinking; awareness, especially self-
awareness. Rasa moral tentang yang benar dan yang salah, terutama karena akan
mempengaruhi tingkah laku sendiri; Kesadaran; berpikir; kesadaran, terutama kesadaran
diri. Kesadaran juga berarti peran kognitif diri yang memperjelas secara sadar di mana
diri kita saat ini dan bagaimana situasi lingkungan kita. Kajian-kajian yang mendalam
tentang hal ini dapat kita telusuri lebih jauh terutama di dalam sains psikologi. Maka Hati
nurani adalah suatu kekuatan dalam hati seseorang yang selalu memberikan penilaian
benar dan salahnya atau baik dan buruknya atau perbuatan yang akan di lakukan. Hati
nurani merupakan penerapan kesadaran moral yang tumbuh dan berkembang dalam hati
manusia dalam situasi konkret. Suara hati menilai suatu tindakan manusia benar atau
salah , baik atau buruk. Hati nurani tampil sebagai hakim yang baik dan jujur, walaupun
dapat keliru. Dalam hati, manusia sebelum bertindak atau melakukan sesuatu , ia sudah
mempunyai kesadaran atau pengetahuan umum bahwa ada yang baik dan ada yang
7
buruk. Setiap orang memiliki kesadaran moral tersebut, walaupun kadar kesadarannya
berbeda – beda.
Pada saat-saat menjelang suatu tindakan etis, pada saat itu kata hati akan
mengatakan perbuatan itu baik atau buruk. Jika perbuatan itu baik, kata hati muncul
sebagai suara yang menyuruh dan jikaperbuatan itu buruk, kata hati akan muncul sebagai
suara yang melarang. Kata hati yang muncul pada saat ini disebut prakata hati. Pada saat
suatu tindakan dijalankan, kata hati masih tetap bekerja, yakni menyuruh atau melarang.
Sesudah suatu tindakan, maka kata hati muncul sebagai “hakim” yang memberi vonis.
Untuk perbuatan yang baik, kata hati akan memuji, sehingga membuat orang merasa
bangga dan bahagia. Namun, jika perbuatan itu buruk atau jahat, maka kata hati akan
menyalahkan, sehingga, orang merasa gelisahs, malu, putus asa, menyesal.
hati nurani berfungsi sebagai pegangan, pedoman atau norma untuk menilai suatu
tindakan, apakah tindakan itu baik atau buruk. Hati nurani berfungsi sebagai pegangan
atau peraturan-peraturan konkret di dalam kehidupan sehari-hari dan menyadarkan
manusia akan nilai dan harga dirinya. Sikap kita terhadap hati nurani adalah menghormati
setiap suara hati yang keluar dari hati nurani kita. Mendengarkan dengan cermat dan teliti
setiap bisikan hati nurani. Mempertimbangkan secara masak dan dengan pikiran sehat
apa yang dikatakan hati nurani dan melaksanakan apa yang disuruh hati nurani.

2.2.1. Macam-Macam Hati nurani


1. Hati nurani retrospektif
Hati nurani retrospektif memberi penilaian tentang perbuatan-perbuatan yang
telah berlangsung di masa lampau. Hati nurani ini seakan-akan menoleh ke belakang
dan menilai perbuatan-perbuatan yang sudah lewat. Ia menyatakan bahwa perbuatan
yang telah dilakukan itu baik atau tidak baik. Contoh pertama pada awal bab ini
menyangkut hati nurani retrospektif. Hati nurani dalam arti retrospektif menuduh
atau mencela, bila perbuatannya jelek dan sebaliknya, memuji atau memberi rasa
puas, bila perbuatannya dianggap baik. Jadi, hati nurani ini merupakan semacam
instansi kehakiman dalam batin kita tentang perbuatan yang telah berlangsung.Bila
8
kata hati menghukum dan menuduh kita, kita merasa gelisah dalam batin atau seperti
dikatakan dalam bahasa inggris kita mempunyai a bad conscience. Sebaliknya, bila
kita telah bertingkah laku baik, kita mempunyai a bad conscience atau a clear
conscience. Misalnya, bila saya tanpa pamrih telah menyelamatkan seorang anak
yang terjerumus dalam sungai. Bahkan dengan mengambil risiko untuk kehidupan
saya sendiri, saya merasa puas. Bukan saja karena usaha yang penuh risiko itu
berhasil, melainkan juga karena telah saya lakukan yang harus saya lakukan. Saya
telah memenuhi kewajiban saya. Karena itu hati nurani saya dalam keadaan tenang
dan puas, saya mengalami suatu kedamaian batin.
2. hati nurani prospektif
adalah tuntunan seseorang untuk berperilaku sesuai dengan kondisi-
kondisi psikologis dan sesuai kondisi rill di sekitarnya.Hati nurani prospektif melihat
ke depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam
arti ini mengajak kita untuk melakukan sesuatu atau seperti barangkali lebih banyak
terjadi mengatakan “jangan” dan melarang untuk melakukan sesuatu. Di sini pun
rupanya aspek negatif lebih mencolok. Dalam arti ini hati nurani prospektif
menunjuk kepada hati nurani retospektif yang akan datang, jika perbuatan menjadi
kenyataan. Contoh ketiga tentang Arjuna-biarpun istilah ”hati nurani” dalam
Bhagavad Gita tidak disebutkan eksplisit-menunjukkan hati nurani prospektif.
Sedangkan contoh kedua tentang ahli fisika amerika memberikan semacam
campuran antara hati nurani porpektif dan retrospektif. Tadinya Grissom tidak
pikirkan bahwa pekerjaannnya sebenarnya imoral, tapi pada ketika ia menjadi sadar
ia merasa dihukum oleh hati nuraninya tentang pekerjaannya sampai sekarang dan ia
tidak tega melanjutkannya. Pada saat ia menjadi sadar, hati nuraninya menyangkut
masa lampau maupun masa depan.

2.3. perbedaan shame culture dengan guilt culture

Secara sosiologis dan anthropologis, karakter, sikap dan perilaku dapat


dijelaskan dengan teori guilt culture (kebudayaan kebersalahan) dan shame culture
(kebudayaan malu). Karakteristik dasar dari shame culture seluruhnya ditandai oleh
9
rasa malu dan disitu tidak dikenal rasa bersalah, sedangkan dalam guilt culture
terdapat rasa bersalah.
K. Bertens (2007) menjelaskan kedua bentuk budaya tersebut sebagai berikut :
“Menurut pandangan ini, shame culture adalah kebudayaan di mana
pengertian-pengertian seperti “hormat”, “reputasi”, “nama baik”, “status” dan
“gengsi” sangat ditekankan. Bila orang melakukan suatu kejahatan, hal itu tidak
dianggap sebagai sesuatu yang buruk begitu saja, melainkan sesuatu yang harus
disembunyikan  untuk orang lain. Malapetaka paling besar terjadi, bila suatu
kesalahan diketahui oleh orang lain, sehingga pelaku kehilangan muka. Harus
dihindarkan sekuat tenaga agar si pelaku jangan dicela atau dikutuk oleh orang lain.
Bukan perbuatan jahat itu sendiri yang dianggap penting; yang penting ialah bahwa
perbuatan jahat tidak akan diketahui. Bila perbuatan jahat toh sampai diketahui, ya,
pelakunya menjadi “malu”. Dalam shame culture sanksinya datang dari luar, yaitu
apa yang dipikirkan atau dikatakan oleh orang lain. Kiranya, sudah jelas bahwa
dalam shame culture tidak ada nurani.
Sebaliknya, guilt culture adalah kebudayaan di mana pengertian-
pengertian seperti  “dosa” (sin), “kebersalahan” (guilt), dan sebagainya sangat
dipentingkan. Sekalipun suatu kejahatan tidak akan pernah diketahui oleh orang lain, 
namun si pelaku merasa bersalah juga. Ia menyesal dan kurang tenang karena
perbuatan itu sendiri, bukan karena dicela atau dikutuk oleh orang lain, jadi bukan
karena tanggapan pihak luar. Dalam guilt culture, sanksinya tidak datang dari luar,
melainkan dari dalam : dari batin orang yang bersangkutan. Dapat dimengerti bahwa
dalam guilt culture semacam itu hati nurani memegang peranan sangat penting”.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pentingnya peran etika dalam kehidupan sehari-sehari adalah sebagai sarana untuk
berorientasi atau mengenalkan pada setiap individu pada masyarakat. Etika dan hati nurani
adalah dua hal yang tidak harus dipertentangan. Antara etika dan hati nurani adalah dua hal
yang saling membutuhkan. Dapat dikatakan bahwa hubungan etika dan hati nurani
merupakan hubungan timbal balik yang saling membutuhkan. Etika tidak dapat berjalan
sendiri dengan rasionalitasnya, begitupun nurani tidak dapat berjalan sendiri dengan
doktrinnya.  Hukum dan etika memiliki kesamaan sebagai nilai-nilai moral yang
menyangkut masalah pribadi. Bedanya terdapat bahwa etika merupakan pemahaman
mengenai baik buruknya tingkah manusia sedangkan hukum merupakan aturan yang
membatasi tingkah laku manusia. Bersikap kritis dan objektif terhadapa berbagai ide-ide
yang muncul. Sepatutnya kita mengkaji, sejauh mana ide itu dapat diterima dan secara tegas
ditolak.

3.2. Saran

Seperti yang sudah tertera pada rumusan masalah, bahwa peran etika pada masa yang
semakin modern ini perlu dibatasi atau perlu adanya sikap kritis serta objektif dari manusia.
Jika suatu ketika muncul ide, bukan berarti kita menolak mentah-mentah, melainkan
mengkaji dan melihat baik buruknya. Sehingga manusia tidak seenaknya mengadopsi ide-
ide yang muncul.

11
daftar Pustaka

1. Bertens, K. (1993). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


2. Jiyad. (2011). Peranan Etika dalam Dunia Modern. Diakses pada 19 September 2015
3. http://jiyadservice.blogspot.co.id/2011/08/peranan-etika-dalam-dunia-modern.html
4. https://yennywisang.wordpress.com/2011/05/18/shame-culture-and-guilt-culture/5.
5. http://kuliahbersama.com/
6. http://sianyariestania.blogspot.co.id/2009/03/peran-hati-nurani-dalam-etika.html

12

Anda mungkin juga menyukai