Anda di halaman 1dari 5

NAMA : Milla Arsita

NIM : 191151011

MatKul : Kesehatan Reproduksi & Keluarga Berencana

Sumber Jurnal : https://drive.google.com/file/d/146A1U96Hn0Goa-_JZrns0JTeImXK7521/view?


usp=drivesdk

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT

”Penyuluhan Alat Konstrasepsi terhadap Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur”

Penggunaan alat kontrasepsi di Kabupaten Semarang pada tahun 2014 cukup tinggi, yaitu
sejumlah 17.771 pengguna Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), 1.506 menggunakan Medis Operasi
Pria (MOP), 6.688 menggunakan Medis Operasi Wanita (MOW), dan 26.952 menggunakan implan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang menunjukkan bahwa 60% masyarakat mempunyai pengetahuan yang buruk tentang alat
kontrasepsi. Untuk itu perlu diteliti efek penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan tentang alat
kontrasepsi pada wanita usia subur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
rancangan penelitian deskriptif kuantitatif. Kegiatan penyuluhan dilakukan di Desa Nyatnyono, Ungaran
Barat, Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan 30 responden. Instrumen penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner untuk pretest dan postest, video dan
leaflet untuk kegiatan penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum intervensi, pengetahuan
responden yang masuk dalam kategori kurang sebanyak 53,3%, kategori cukup 6,7%, dan kategori baik
40%. Setelah intervensi menunjukkan bahwa 100% responden mempunyai kategori pengetahuan yang
baik, sehingga dapat dikatakan bahwa penyuluhan efektif dalam meningkatkan pengetahuan.

Penerapan keluarga berencana (KB) di negara-negara maju sudah bukan menjadi hal yang perlu
diatasi oleh pemerintahan di negaranegara tersebut karena banyak wanita yang memilih berkarir dan
mengesampingkan urusan pernikahan dan anak, hal itu terbukti dari cukup rendahnya angka kelahiran di
negara tersebut sehingga jumlah penduduk di negara tersebut juga terbilang sedikit. Salah satu negara
yang terbilang maju tersebut adalah Jepang dan Singapura. Tingginya angka kelahiran di Indonesia
merupakan masalah kependudukan utama yang sedang diatasi oleh pemerintah Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari pertumbuhan penduduk di Indonesia tahun 2015 sebesar 1.49% dan jumlah penduduk
Indonesia bertambah 4.5 juta jiwa setiap tahunnya. salah satu cara untuk mengatasinya adalah
menggunakan alat kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS). Penggunaan alat kontrasepsi merupakan
salah satu indikator dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019
dalam rangka untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera.

Penggunaan alat kontrasepsi di Kabupaten Semarang sesuai dengan data Badan Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 terbilang tinggi dengan penjabaran yaitu sejumlah 17.771
pengguna Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD, sejumlah 1.506 menggunakan Medis
Operasi Pria (MOP), sejumlah 6.688 menggunakan Medis Operasi Wanita (MOW), dan 26.952 orang
menggunakan Susuk atau implan.

KB (Keluarga Berencana) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar
dan utama bagi wanita. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan keluarga berencana, pelayanan tersebut
harus disediakan bagi wanita dengan cara menggabungkan dan memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan reproduksi utama dan yang lain, serta responsif terhadap berbagai tahap kehidupan reproduksi
wanita. Peningkatan dan perluasan KB merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan angka kesakitan
dan kematian ibu. Oleh sebab itu upaya untuk meningkatkan pengetahuan Wanita Usia Subur tentang alat
kontrasepsi sangat penting dilakukan. Salah satu metode transfer pengetahuan adalah dengan penyuluhan.

Pengetahuan tentang jenis alat kontrasepsi sesudah dilakukan penyuluhan menunjukkan bahwa
pengetahuan seluruh responden termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 35 responden (100%).
Sesudah dilakukan penyuluhan, hasil menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan jawaban
yang benar oleh responden, seperti pertanyaan favourable nomor 12 yaitu apabila ibu menyusui anaknya
selama eksklusif atau 6 bulan penuh tanpa pemberian makanan tambahan merupakan merupakan metode
kontrasepsi alami sebelum penyuluhan sebanyak 46,7% dan sesudah penyuluhan jawaban yang benar
meningkat menjadi 100%, serta pada pertanyaan nomor 15 yaitu Pil KB, Suntik KB, Susuk KB
Implant/susuk KB merupakan metode kontrasepsi hormonal.

Penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sidik, 2015) pada wanita
usia subur (WUS) di RW IV Desa Wonolopo Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Penelitian tersebut juga
menggunakan metode yang sama yaitu ceramah, dengan hasil bahwa pengetahuan responden sesudah
penyuluhan tentang pengetahuan kontrasepsi implan mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan
sebelum penyuluhan.
Nama : Milla Arsita

NIM : 191151011

MatKul : Kesehatan Reproduksi & Keluarga Berencana

Sumber Jurnal :
https://drive.google.com/file/d/1VARFku9kXWERzgC7CiP6m9dNYdiU1KfP/view?usp=drivesdk

“PERKEMBANGAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) DI KOTAMADYA


YOGYAKARTA TAHUN 1970-1998”

THE DEVELOPMENT OF THE FAMILY PLANNING (KB) PROGRAM IN


MUNICIPALITY OF YOGYAKARTA IN 1970-1998

Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kotamadya Yogyakarta menyebabkan wilayahnya


menjadi wilayah terpadat di provinsi DIY. Untuk mengatasi masalah tingginya laju pertumbuhan
penduduk, dilaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
mengetahui proses pelaksanaan program KB di Kotamadya Yogyakarta tahun 1970-1998. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program KB nasional di Kotamadya Yogyakarta
dilaksanakan pada tahun 1970. Lembaga yang mengkoordinasi program KB adalah BKKBN.
Penyelenggaraan program KB di Kotamadya Yogyakarta menganut kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah pusat. Dalam melaksanakan programnya, BKKBN Kotamadya Yogyakarta berada dibawah
koordinasi BKKBN DIY dan bekerjasama dengan mitra kerja seperti, Dinas Kesehatan, PKBI, dan
Puskesmas. Tingkat sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat Kotamadya Yogyakarta turut
mempengaruhi penerimaan program KB. Masyarakat pada awalnya sulit menerima program KB dengan
alat kontrasepsi. Pendekatan yang dilakukan pemerintah dan PLKB secara terus menerus telah berhasil
merubah pandangan masyarakat untuk mengikuti program KB. Pelaksanaan program KB di Kotamadya
Yogyakarta mendapat hambatan dari tokoh agama lokal yang tidak menyetujui pelaksanaan KB. Program
KB tidak hanya memberikan pengaruh pada pertumbuhan kependudukan di Kotamadya Yogyakarta,
tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari segi sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan.

Tingginya angka kematian ibu dan bayi serta rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat
menjadikan gagasan program KB berkembang luas di kalangan masyarakat. Para tokoh pendukung
program tersebut mulai memperkenalkan program KB dengan mengkaitkannya dari segi kesehatan.
Tumbuhnya kesadaran pentingnya pembatasan kelahiran dengan program KB ditandai dengan
dibentuknya PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) pada tahun 1957. PKBI mengadakan
kongres dengan pernyataan yang mendesak pemerintah agar program KB dijadikan program pemerintah
dan segera dilaksanakan. Sebagai tindak lanjut berdasarkan pada pernyataan PKBI, pemerintah
mendirikan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) pada tanggal 17 Oktober 1968 dengan Surat
Keputusan Nomor 36/Kpts/kesra/X/1968. LKBN merupakan lembaga yang berstatus sebagai lembaga
semi pemerintah.4 Pemerintah kemudian menetapkan bahwa program KB adalah sebagai bagian dari
pembangunan lima tahun pertama. Program KB dijadikan sebagai program nasional dengan dibentuknya
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menggantikan LKBN. Secara resmi, program
KB mulai dilaksakakan pada tahun 1970 berdasarkan struktur organisasi BKKBN yang dibentuk atas
dasar keputusan Presiden No. 8 tahun 1970.

Program KB merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak
kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi. Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1992, keluarga
berencana adalah upaya peningkatan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang
bahagia sejahtera.5 Program KB memiliki dua tujuan utama6 , pertama meningkatkan derajat kesehatan
dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya, kedua meningkatkan taraf
kehidupan rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk tidak
melebihi kemampuan produksi.

Gerakan Keluarga Berencana (KB) dimulai dan dirintis sejak tahun 1912 di Amerika Serikat.
Gerakan KB ini dipelopori oleh seorang warga negara Amerika Serikat yaitu Margareth Sanger.13 Usaha
yang dilakukan Margareth Sanger dipelopori atas dasar keprihatinannya terhadap penderitaan salah
seorang pasien di rumah sakit tempatnya bekerja. Ia menyaksikan penderitaan Ny. Sachs yang mencoba
menggugurkan kandungganya. Pada waktu itu Ny. Sachs telah mempunyai tiga orang anak yang masih
kecil-kecil dan umurnya tidak jauh berbeda. Ny. Sachs meninggal dunia dipangkuan Margaret Sanger
ketika menggugurkan kandungannya untuk yang kedua kalinya.

Persoalan KB di Indonesia pada awal kemerdekaan belum mendapat perhatian khusus dari
pemerintah. KB merupakan hal yang baru dan masih dianggap tabu dikalangan masyarakat dan sebagian
besar akademisi. Dalam perkembangannya kebijaksanaan kependudukan pada masa pemerintahan Orde
Lama dibawah pimpinan Presiden Soekarno adalah pronatalis atau mendukung kelahiran. Presiden
Soekarno tidak mendukung adanya pembatasan kelahiran dengan program KB. Melihat kondisi
pemerintah yang tidak mendukung, awal usaha pelaksanaan program KB tingkat nasional tidak dipimpin
oleh golongan politis dan intelektual, tetapi dipimpin oleh para pemimpin masyarakat dan kelompok-
kelompok wanita yang berpengaruh dan memandang lebih jauh perlu adanya pelayanan KB untuk
memecahkan masalah kependudukan negara. Pada tahun 1950-an Yogyakarta memiliki orang-orang
seperti Dr. Suliati dan Ny. Marsidah Soewito, mereka adalah para pemerhati masalah yang akan
ditimbulkan akibat dari pertumbuhan penduduk. Pada tahun 1952, seorang dokter wanita di Yogyakarta
dalam acara siaran radio menganjurkan pelaksanaan program KB. Acara tersebut mengundang reaksi
negatif dari kalangan pers dan masyarakat, yang kemudian banyak surat yang menentang dikirimkan ke
stasiun radio. Ditengah suasana oposisi dikalangan pers, pada tahun itu juga didirikan Yayasan
Kesejahteraan Keluarga (YKK). YKK didirikan di Jalan Gondolayu, Yogyakarta pada tahun 1952 yang
diketuai oleh Ny.Marsidah Sowito. YKK didirikan dengan tujuan mengatur kehamilan demi kesehatan
ibu dan anak.

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program unggulan pemerintah Orde
Baru untuk menangani masalah kependudukan terutama menurunkan laju pertumbuhan penduduk.
Program KB dilaksanakan secara nasional sejak tahun 1970 dengan dibentuknya Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sesuai dengan keputusan Presiden No. 8 Tahun 1970.
Kotamadya Yogyakarta adalah satu wilayah di Provinsi DIY yang menjadi daerah pelaksanaan program
KB nasional. Kotamadya Yogyakarta menjadi daerah pelaksanaan program KB karena memiliki tingkat
kepadatan penduduk yang tinggi. Kepadatan penduduk disebabkan karena wilayah Kotamadya
Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan DIY dan sebagai daerah urban. Kebijakan program KB di
Kotamadya Yogyakarta pada masa Orde Baru sepenuhnya dibuat oleh pemerintah pusat, BKKBN
Kotamadya Yogyakarta bertugas sebagai pelaksana kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai