Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMANTAUAN WILAYAH SETEMPAT KESEHATAN IBU DAN ANAK


DAN ASUHAN KEBIDANAN CONTUINITY OF CARE

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan Komunitas Dalam Konteks Contuinity Of Care
Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Disusun Oleh:
Elty Elwinna
PO.62.24.2.21.541

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Praktik Kebidanan Komunitas


Dalam Konteks Contuinity Of Care
Telah Disahkan Tanggal 23 Mei 2022

Mengesahkan,

Pembimbing Institusi

Eline Charla Sabatina B,SST.,M.Kes


NIP. 19860621 200912 2 002

Ketua Program Studi Sarjana Terapan Koordinator MK Praktik Kolaborasi Pada


Kebidanan Dan Pendidikan Profesi Bidan Komunitas Dalam Konteks Contuinity Of
Care

Erina Eka Hatini, SST.,MPH Erina Eka Hatini, SST.,MPH


NIP. 19800608 200112 2 001 NIP. 19800608 200112 2 001

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk
melihat derajat kesehatan perempuan dan menjadi salah satu komponen
indeks pembangunan maupun indeks kualitas hidup. AKI di Indonesia
menunjukan tren menurun, dengan menyebutkan bahwa rasio AKI di
Indonesia sebesar 177 per 100.000 kelahiran hidup pada 2017. Dalam tujuan
pembangunan berkelanjutan/Sustainble Development Goals (SDGs), target
AKI adalah 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Untuk mencapai
target tersebut diperlukan kerja keras, terlebih jika dibandingkan dengan
beberapa negara ASEAN, AKI di Indonesia relatif masih sangat tinggi (Sali
Susiana, 2019).
Banyak faktor yang memengaruhi AKI dan AKB Indonesia yang
tinggi sehingga tanpa dilakukan percepatan. Salah satu usaha percepatan
penurunan AKI dan AKB adalah dengan meningkatkan kualitas tenaga bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA). Program KIA
berdasar pada continuum of care sehingga perlu dilakukan penanganan yang
tepat sepanjang siklus hidup manusia, penyediaan layanan, komponen upaya,
continuum of care dalam program dan keterkaitan dan continuum of care di
luar sektor kesehatan. Agar pelaksanaan pelayanan KIA dapat berjalan dengan
lancar, perlu dilakukan upaya peningkatan mutu melalui penyiapan sumber
daya manusia sejak dini yaitu sejak dalam proses pendidikan (Kemenkes RI,
2015).
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan anak
tidak terkecuali peningkatan akses dan kualitas pelayanan melalui
peningkatan kapasitas tenaga kesehatan termasuk bidan, jaminan kesehatan
dan meningkatkan outreach pelayanan utamanya bagi daerah yang sulit akses.
Permenkes nomor 97 tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan masa hamil,

1
persalinan dan sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi
serta pelayanan kesehatan seksual adalah bukti kesungguhan pemerintah
dalam peningkatan pelayanan kepada ibu dan anak (Kemenkes RI, 2015).
Faktor-faktor yang mendasari tingginya AKI dan AKB serta peran
tenaga kesehatan diuraikan dalam bagian pendahuluan untuk memberikan
gambaran atas keadaan saat ini terkait AKI dan AKB sehingga mahasiswa
mendapatkan gambaran akan pentingnya pelayanan KIA (Kemenkes RI,
2015).
B. Tujuan
Menjelaskan tentang pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan
anak dan asuhan kebidanan Continuity Of Care.
C. Manfaat
Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
mengaplikasikan ilmu kebidanan, terutama dalam pemantauan wilayah
setempat kesehatan ibu dan anak dan asuhan kebidanan Continuity Of Care,
dengan pendokumentasian SOAP untuk asuhan kebidanan sesuai dengan
Evidence Based

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS KIA)


1. Definisi
PWS KIA adalah alat manajemen yang digunakan untuk memantau
program KIA di suatu wilayah kerja secara terus-menerus sehingga
pelaksanaannya dapat sesuai dengan standar pelayanan yang telah
ditetapkan, berdasarkan pemantauan tersebut juga dapat dilakukan tindak
lanjut yang cepat dan tepat (Sari, 2017; Winarni, 2015). Program KIA
yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu
dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi
baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri
dari pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data, serta
penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi
terkait untuk segera dilakukan tindak lanjut guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat (Dharmawan, 2015; Matruty, 2014; Pambudi, 2015;
Sutaip, 2012; Wijayanti, 2016).
Menurut WHO, surveilans adalah kegiatan sistematis dan
berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis, dan
menginterpretasikan data yang selanjutnya menjadi landasan dalam
membuat rencana, implementasi, dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu kegiatan pencatatan dan pelaporan PWS
diartikan sama dengan surveilans berupa melaksanakan PWS KIA.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan
dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga
diharapkan dapat dideteksi sedini mungkin seluruh kasus dengan faktor
risiko atau komplikasi agar dapat memperoleh penanganan yang memadai
(Rani, 2014; Senewe, 2011; Sutaip, 2012; Wijayanti, 2016).

3
Hasil PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, manajemen,
informasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat
setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran. Oleh
karena itu, PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis
dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA akan jauh lebih berhasil jika
didukung dengan adanya upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan
KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber
daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan
kabupaten/kota dapat digunakan untuk menentukan wilayah puskesmas
dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis PWS KIA di
tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan wilayah
kabupaten/kota yang rawan (Kemenkes RI, 2010; Pambudi, 2015).
2. Tujuan
a. Tujuan umum.
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara
terusmenerus di setiap wilayah kerja (Kemenkes RI, 2010).
b. Tujuan khusus.
1) Memantau pelayanan KIA secara Individu.
2) Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA
secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
3) Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan
KIA.
4) Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap
target yang ditetapkan.
5) Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan
ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
6) Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya
yang tersedia dan yang potensial untuk digunakan.

4
7) Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran
dan mobilisasi sumber daya.
8) Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan KIA (Dharmawan, 2015; Kemenkes RI,
2010; Pambudi, 2015; Rani, 2014; Senewe, 2011; Sutaip, 2012).
3. Indikator Pemantauan
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA
meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok
dalam program KIA. Sasaran yang digunakan adalah berdasarkan kurun
waktu 1 tahun dengan prinsip konsep wilayah (misalnya: Untuk provinsi
memakai sasaran provinsi, untuk kabupaten memakai sasaran kabupaten
(Kemenkes RI, 2010).
a. Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan K1)
Cakupan K1 adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali
mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan untuk
mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program
dalam menggerakkan masyarakat (Kemenkes RI, 2010). Rumus yang
digunakan adalah

Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat


pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan disuatu
wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu
x= Jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam x 100%
1 tahun

Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh


melalui proyeksi, dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil
denganx=1,10
menggunakan rumus : kasar (CBR) x jumlah penduduk
x angka kelahiran

5
Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka
terakhir CBR kabupaten/kota yang diperoleh dari kantor perwakilan
Badan Pusat Statistik (BPS) di kabupaten/kota. Bila angka CBR
kabupaten/kota tidak ada maka dapat digunakan angka terakhir CBR
provinsi. CBR propinsi dapat diperoleh juga dari buku Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan (Kemenkes RI, 2010).
b. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4)
Cakupan K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh
pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit 4 kali dengan
distribusi waktu 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester
kedua dan 2 kali pada trimester ketiga di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan
pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan
menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping menggambarkan
kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA
(Kemenkes RI, 2010). Rumus yang digunakan adalah

Jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan


antenatal minimal 4 kali sesuai standar oleh
tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu
X= x 100

Jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja


dalam 1 tahun

c. Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan (Pn)


Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah cakupan ibu
bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam
kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi

6
persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan indikator ini
menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam
pertolongan persalinan sesuai standar (Kemenkes RI, 2010). Rumus
yang digunakan adalah
Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan

Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan


di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

x= x 100%
Jumlah sasaran ibu bersalin di suatu wilayah kerja
dalam 1 tahun

menggunakan rumus :

x=1,05 x angka kelahiran kasar (CBR) x jumlah penduduk


d. Cakupan Pelayanan Nifas Oleh Tenaga Kesehatan (KF3)
Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan adalah
cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari
pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi
waktu 6 jam sampai hari ke-3 (KF1), hari ke-4 sampai hari ke-28
(KF2) dan hari ke-29 sampai hari ke-42 (KF3) setelah bersalin di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat
diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan serta untuk menjaring
KB pasca persalinan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu nifas dan KB di samping menggambarkan
kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA
(Kemenkes RI, 2010). Rumus yang digunakan adalah

7
Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu
Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali
pelayanan nifas sesuai standar oleh tenaga
kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun
x= waktu
x 100%
Jumlah sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja
Dalam 1 tahun

bersalin (Kemenkes RI, 2010).


e. Cakupan Pelayanan Neonates Pertama (KN1)
Cakupan pelayanan neonatus pertama adalah cakupan neonatus
yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6-48 jam setelah
lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan
indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan
neonatal (Kemenkes RI, 2010). Rumus yang digunakan adalah

Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan


sesuai standar pada 6-48 jam setelah lahir di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
x= x 100%
Jumlah sasaran bayi di suatu wilayah kerja
dalam 1 tahun

Jumlah sasaran bayi bisa diperoleh dari perhitungan


berdasarkan jumlah perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam satu
x = CBR
wilayah tertentu dengan x Jumlah rumus
menggunakan Penduduk
sebagai berikut :

f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonates 0-28 Hari (Kn Lengkap)


Cakupan pelayanan kesehatan neonatus lengkap adalah
cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling
sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada
hari ke-3 sampai hari ke-7 dan 1 kali pada hari ke-8 sampai hari ke-28
setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan
indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan

8
kesehatan neonatal (Kemenkes RI, 2010). Rumus yang digunakan
adalah
g. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri

Jumlah neonatus yang telah memperoleh 3 kali


pelayanan kunjungan neonatal sesuai standar di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
x Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja x 100%
= dalam 1 tahun

Cakupan penanganan komplikasi obstetri adalah cakupan Ibu


dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir

Jumlah komplikasi kebidanan yang mendapatkan


penanganan definitive di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu
x 20x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja x 100%
= dalam 1 tahun

untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi


kebidanan. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program
KIA dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara
professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas dengan komplikasi
(Kemenkes RI, 2010). Rumus yang digunakan adalah
h. Deteksi Faktor Risiko Dan Komplikasi Oleh Masyarakat
Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh masyarakat adalah
cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang
ditemukan oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk
ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Masyarakat disini, bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu

9
sendiri. Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan
masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu
hamil, bersalin dan nifas (Kemenkes RI, 2010). Rumus yang
digunakan adalah
i. Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus

Jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan


kader atau dukun bayi atau masyarakat di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
x x 100%
20 x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja
=
dalam 1 tahun

Cakupan penanganan komplikasi neonatus adalah cakupan


neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara definitif oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Penanganan definitif
adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi
neonatus yang pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal.
Kasus komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani
tanpa melihat hasilnya hidup atau mati. Indikator ini menunjukkan
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang
mendapat penanganan definitif di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu
x 15% x jumlah sasaran bayi di suatu wilayah kerja x 100%
= dalam 1 tahun

20 x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja


dalam 1 tahun
kemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam menangani kasus-
kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti
sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi (Kemenkes RI, 2010). Rumus yang
digunakan adalah

10
j. Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit Yang Ditangani
Dengan MTBS
Cakupan pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani
dengan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang
berobat ke Puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
(Kemenkes RI, 2010). Rumus yang digunakan adalah

Jumlah anak balita sakit yang memperoleh pelayanan


sesuai tatalaksana MTBS di Puskesmas di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
x x 100%
= Jumlah seluruh anak balita sakit yang berkunjung ke
Puskesmas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

k. Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi 29 Hari – 12 Bulan (Kunjungan


Bayi)
Cakupan pelayanan kunjungan bayi adalah cakupan bayi yang
mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali pada
umur 29 hari sampai 2 bulan, 1 kali pada umur 3 bulan sampai 5
bulan, 1 kali pada umur 6 bulan sampai 8 bulan dan 1 kali pada umur 9
bulan sampai 11 bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas,
continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi (Kemenkes
RI, 2010). Rumus yang digunakan adalah

Jumlah bayi yang telah memperoleh 4 kali


pelayanan kesehatan sesuai standar di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu
x Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja x 100%
= dalam 1 tahun

20 x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja


dalam 1 tahun
11
l. Cakupan Pelayanan Anak Balita (12-59 Bulan)
Cakupan pelayanan anak balita adalah cakupan anak balita
yang memperoleh pelayanan sesuai standar, meliputi pemantauan
pertumbuhan minimal 8 kali setahun, pemantauan perkembangan
minimal 2 kali setahun, dan pemberian vitamin A 2 kali setahun
(Kemenkes RI, 2010).

Jumlah anak balita yang memperoleh pelayanan


sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu
x Jumlah seluruh anak balita di suatu wilayah kerja x 100%
= dalam 1 tahun

m. Cakupan Peserta KB Aktif


Cakupan peserta KB aktif adalah cakupan dari peserta KB
yang baru dan lama yang masih aktif menggunakan alat dan obat
kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur
(pasangan yang istrinya berusia 15-49 tahun atau lebih dari 49 tahun
tetapi masih menstruasi) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama
yang masih aktif memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk
menunda, menjarangkan kehamilan, atau yang mengakhiri kesuburan.
Rumus yang digunakan adalah
Jumlah peserta KB aktif di suatu wilayah kerja dan kurun waktu
tertentu
x 100

Jumlah seluruh PUS di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Keterangan : PUS: Pasangan yang istrinya berusia 15–49 tahun


atau lebih dari 49 tahun masih menstruasi.

12
4. Pengolahan Data
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku
kohort dan dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan
Koordinator di Puskesmas menerima laporan bulanan tersebut dari semua
Bidan desa dan mengolahnya menjadi laporan dan informasi kemajuan
pelayanan KIA bulanan yang disebut PWS KIA. Informasi per
desa/kelurahan dan per kecamatan tersebut disajikan dalam bentuk grafik
PWS KIA yang harus dibuat oleh tiap Bidan Koordinator (Kemenkes RI,
2010). Langkah pengolahan data adalah
1) Pembersihan data : melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian
formulir yang tersedia. Contoh : Melakukan koreksi terhadap laporan
yang masuk dari Bidan di desa/kelurahan mengenai duplikasi nama,
duplikasi alamat, catatan ibu langsung di K4 tanpa melewati K1.
2) Validasi : melihat kebenaran, dan ketepatan data. Contoh :
Mencocokkan apabila ternyata K4 dan K1 lebih besar daripada jumlah
ibu hamil, jumlah ibu bersalin lebih besar daripada ibu hamil.
3) Pengelompokan : sesuai dengan kebutuhan data yang harus
dilaporkan. Contoh : Mengelompokkan ibu hamil anemi berdasarkan
desa/kelurahan untuk persiapan intervensi, ibu hamil untuk persiapan
intervensi (Kemenkes RI, 2010).
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk :
1) Narasi : digunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu
wilayah kerja, misalnya dalam Laporan PWS KIA yang diserahkan
kepada instansi terkait.
2) Tabulasi : digunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk
lampiran.

13
3) Grafik : digunakan untuk presentasi dalam membandingkan
keadaan antar waktu, antar tempat, dan pelayanan. Sebagian besar
hasil PWS disajikan dalam bentuk grafik.
4) Peta : digunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan
gambaran geografis (Kemenkes RI, 2010)
5. Pembuatan Grafik PWS KIA
PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang
dipakai yang juga menggambarkan pencapaian tiap desa/kelurahan setiap
bulan (Kemenkes RI, 2010). Dengan demikian, tiap bulannya dibuat 13
grafik, yaitu :
1) Grafik cakupan kunjungan antenatal ke-1 (K1).
2) Grafik cakupan kunjungan antenatal ke-4 (K4).
3) Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn).
4) Grafik cakupan kunjungan nifas (KF).
5) Grafik deteksi faktor risiko/komplikasi oleh masyarakat.
6) Grafik penanganan komplikasi obsetrik (PK).
7) Grafik cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1).
8) Grafik cakupan kunjungan neonatal lengkap (KNL).
9) Grafik penanganan komplikasi neonatal (NK).
10) Grafik cakupan kunjungan bayi (KBy).
11) Grafik cakupan pelayanan anak balita (KBal).
12) Grafik cakupan pelayanan anak balita sakit (BS).
13) Grafik cakupan pelayanan KB (CPR) (Kemenkes RI, 2010).
Langkah-langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS KIA:
(Kemenkes RI, 2010).
1) Penyiapan data.
Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indicator
diperoleh dari catatan kartu ibu, buku KIA, register kohort ibu, kartu
bayi, kohort bayi serta kohort anak balita per desa/kelurahan, catatan

14
posyandu, laporan dari perawat/bidan/dokter praktik swasta, rumah
sakit bersalin dan sebagainya.
a) Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah data
cakupan per desa/kelurahan dalam kurun waktu yang sama.
Misalnya : untuk membuat grafik cakupan K4 bulan Juni di
wilayah kerja Puskesmas X, maka diperlukan data cakupan K4
desa/kelurahan A, desa/kelurahan B, desa/kelurahan C, dan
seterusnya pada bulan Juni.
b) Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah data
cakupan per bulan
c) Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang
mempunyai korelasi misalnya : K1, K4 dan Pn
2) Penggambaran grafik.
Langkah langkah yang dilakukan dalam menggambarkan
grafik PWS KIA (dengan menggunakan contoh indikator cakupan K1)
adalah sebagai berikut :
a) Menentukan target rata-rata per bulan untuk menggambarkan skala
pada garis vertikal (sumbu Y).
b) Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 per
desa/kelurahan sampai dengan bulan Juni dimasukkan ke dalam
jalur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian
tertinggi di sebelah kiri dan terendah di sebelah kanan, sedangkan
pencapaian untuk puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir
c) Nama desa/kelurahan bersangkutan dituliskan pada lajur
desa/kelurahan (sumbu X), sesuai dengan cakupan kumulatif
masing-masing desa/kelurahan yang dituliskan pada butir b diatas
d) Hasil perhitungan pencapaian pada bulan ini dan bulan lalu untuk
tiap desa/kelurahan dimasukkan ke dalam lajur masing-masing.
e) Gambar anak panah digunakan untuk mengisi lajur tren. Bila
pencapaian cakupan bulan ini lebih besar dari bulan lalu, maka

15
digambar anak panah yang menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk
cakupan bulan ini yang lebih rendah dari cakupan bulan lalu,
digambarkan anak panah yang menunjukkan kebawah, sedangkan
untuk cakupan yang tetap / sama gambarkan dengan tanda (-).
6. Pemantauan Dan Pelaporan
Pemantauan dan pelaporan bertujuan menindaklanjuti hasil
pembahasan implementasi PWS KIA yang telah disusun di tingkat desa
yang selanjutnya harus dilaporkan ke kepala desa, camat dan kepala
Puskesmas untuk dibahas dalam Lokakarya Mini Puskesmas, Pertemuan
Bulanan Desa dan Musyawarah Rencana Pembangunan Desa
(Musrenbangdes) untuk ditindaklanjuti sesuai dengan permasalahan yang
ditemukan.
Berikut ini adalah rencana operasional yang perlu dibicarakan dengan
semua pihak yang terkait pada saat Lokakarya Mini Puskesmas,
Pertemuan Bulanan Desa dan Musrenbangdes:
a. Bagi desa/kelurahan yang berstatus baik atau cukup, pola
penyelenggaraan pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa
penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara lain perbaikan mutu
pelayanan.
b. Bagi desa/kelurahan berstatus kurang dan terutama yang berstatus
jelek, perlu prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
c. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik)
harus dibicarakan dalam pertemuan mini lokakarya puskesmas
dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat
bantuan dari kabupaten/kota).
d. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan
sasaran, dan mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan
pada rapat koordinasi kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan
kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).

16
B. Asuhan Kebidanan Continuity Of Care
1. Definisi Asuhan Kebidanan Continuity Of Care
Konsep Continuum of Care adalah paradigma baru dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak. Dimensi pertama dari
kontinum ini adalah waktu meliputi: sebelum hamil, kehamilan persalinan,
hari-hari dan tahuntahun kehidupan. Dimensi kedua dari Continuum of
Care adalah tempat yaitu menghubungkan berbagai tingkat pelayanan di
rumah, masyarakat dan kesehatan. Menghubungkan kontinum untuk
kesehatan ibu, bayi, dan anakanak biasanya mengacu pada kesinambungan
perawatan yang diperlukan dalam seluruh siklus hidup (masa remaja,
kehamilan, melahirkan, postnatal dan kanak-kanak, di mana dalam setiap
tahapnya perlu dilakukan asuhan yang baik, karena akan menentukan
keberhasilan dalam tahapan selanjutnya. Kesehatan ibu dan anak sangat
bergantung pada kondisi ibu saat sebelum hamil. Oleh karena itu, menjaga
dan meningkatkan status kesehatan seorang wanita sejak sebelum hamil
sangatlah penting dalam memastikan kelangsungan hidup ibu dan anak
dengan baik (Kemenkes RI, 2015).
2. Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Berkesinambungan
Dalam Kemenkes RI (2015) berikut ini akan diuraikan tentang fokus
pelayanan yang diberikan terkait kesehatan ibu dan anak sesuai dengan
siklus kehidupannya.
a. Masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada wanita sebelum
hamil terkait dengan keadaan system reproduksi, status penyakit
menular seksual, keadaan status gizi, masalah penyakit fisik dan
psikologis. Kondisi tersebut harus ditindaklanjuti dengan pelayanan
yang diberikan di fasilitas kesehatan untuk memastikan status

17
kesehatan wanita sebelum hamil dalam keadaan baik, karena akan
berpengaruh terhadap 1.000 hari pertama kehidupan bagi anak yang
dimulai sejak masa konsepsi sampai anak balita. Berdasarkan hal
tersebut, seorang bidan sebagai petugas kesehatan sangatlah penting
untuk memperhatikan kesehatan anak dengan memberikan pelayanan
kesehatan yang baik sejak dalam kandungan sampai masa neonatal
melalui pemeriksaan kehamilan yang teratur pemenuhan kebutuhan
gizi ibu hamil termasuk pemberian tablet Fe dan asam folat.
Pemberian imunisasi TT diberikan jika ibu hamil belum memiliki
status T 5 dan upaya deteksi dini komplikasi kehamilan dan persalinan
melalui penggunaan buku kesehatan ibu dan anak serta penanganan
kedaruratan yang terjadi selama masa kehamilan dan persalinan.
b. Pelayanan selama masa nifas dan neonatus berfokus pada upaya
inisiasi menyusu dini sebagai langkah awal pemberian ASI eksklusif
dan penggunaan kontrasepsi. Sedangkan pelayanan neonatus
dilakukan melalui pemberian injeksi vitamin K neo yang ditujukan
untuk antisipasi kejadian perdarahan akibat penyunti
c. Pelayanan Kesehatan Bayi, Balita dan Anak Prasekolah difokuskan
pada pemberian ASI eksklusif, pemberian imunisasi dasar, pemberian
makanan tambahan, pemberian vitamin A, pemantauan tumbuh
kembang dan pemberian imunisasi booster, serta manajemen terpadu
jika bayi dan balita mengalami sakit.
d. Pelayanan Anak Sekolah dan Remaja diberikan dengan tujuan untuk
melakukan upaya deteksi dini tumbuh kembang anak sekolah melalui
skrining/penjaringan anak sekolah dan remaja, konseling gizi
HIV/AIDS NAPZA dan upaya kesehatan sekolah. Selain pelayanan
tersebut, pada periode ini harus diberikan juga pelayanan kesehatan
reproduksi untuk membekali para remaja supaya memiliki
pengetahuan yang cukup tentang proses reproduksi yang menjadi
tanggung jawabnya.

18
3. Antenatal Care
a. Definisi
ANC (Antenatal Care) merupakan perawatan atau asuhan yang
diberikan kepada ibu hamil sebelum kelahiran, yang berguna untuk
memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu hamil atau bayinya
dengan menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu, mendeteksi
komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran
dan memberikan pendidikan kesehatan.
Pelayanan kesehatan ibu hamil tidak dapat dipisahkan dengan
pelayanan persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Pelayanan Antenatal
Terpadu merupakan pelayanan komprehensif dan berkualitas
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
meliputi pelayanan KIA, gizi, penyakit menular, PTM, KtP selama
kehamilan, yang bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil
memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu
menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan
melahirkan bayi yang sehat (Kemenkes RI, 2015).
b. Kunjungan Pemeriksaan Antenatal
Semua ibu hamil dan suami/keluarga diharapkan ikut serta
minimal 1 kali pertemuan. Untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan
komprehensif sesuai standar minimal 4 kali selama kehamilan. Kontak
4 kali dilakukan sebagai berikut.
1) 1 kali pada trimester pertama, yaitu sebelum usia kehamilan 14
minggu
2) 1 kali pada trimester kedua, yaitu selama umur kehamilan 14–28
minggu

19
3) 2 kali pada trimester ketiga, yaitu selama kehamilan 28–36 minggu
dan setelah umur kehamilan 36 minggu

Pelayanan antenatal bisa lebih dari 4 kali bergantung pada kondisi


ibu dan janin yang dikandungnya. Pelayanan kesehatan pada ibu hamil
tidak dapat dipisahkan dengan pelayanan persalinan, pelayanan nifas
dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Kualitas pelayanan antenatal
yang diberikan akan mempengaruh kesehatan ibu hamil dan janinnya,
ibu bersalin dan bayi baru lahir serta ibu nifas. Dalam pelayanan
antenatal terpadu, tenaga kesehatan harus dapat memastikan bahwa
kehamilan berlangsung normal, mampu mendeteksi dini masalah dan
penyakit yang dialami ibu hamil dan melaksanakan rujukan dengan
cepat dan tepat sesuai dengan indikasi medis, dan dengan melakukan
intervensi yang adekuat diharapkan ibu hamil siap menjalani
persalinan.
Setiap kehamilan dalam perkembangannya mempunyai risiko
mengalami penyulit atau komplikasi. Oleh karena itu, pelayanan
antenatal harus dilakukan secara rutin, sesuai standar dan terpadu
untuk pelayanan antenatal yang berkualitas seperti
1) Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi
agar kehamilan berlangsung sehat; melakukan deteksi dini
masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan;
2) Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman;
3) Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan
rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi;
4) Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat
waktu bila diperlukan;
5) Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga
kesehatan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan
apabila terjadi penyulit/ komplikasi.

20
c. Pelayanan Antenatal Terintegrasi
Pelayanan antenatal terintegrasi adalah integrasi asuhan antenatal
dengan pelayaann program gizi, imunisasi, IMS-HIV/AIDS, ESK dan
Frambusia, TB dan kusta, malaria, kecacingan, dan intelegensia
dengan pendekatan yang responsif gender atau menghilangkan missed
opportunity yang ada. Selanjutnya akan menuju pada pemenuhan hak
reproduksi bagi setiap orang khususnya ibu hamil. Untuk itu perlu
adanya perbaikan standar pelayanan asuhan antenatal yang
terintegrasi, yang mengakomodasi kebijakan, strategi, kegiatan dari
program terkait. Dalam pelaksanaannya perlu dibentuk tim pelayanan
asuhan antenatal terintegrasi, yang dapat memfasilitasi kemitraan
dokter spesialis, dokter umum, bidan maupun dukun dengan sistem
rujukan yang jelas, dilengkapi dengan fasilitas pendukung dari
masing-masing program guna mewujudkan Making Pregnancy Safe
(Sutopo, 2019).
d. Standar ANC 10 T
Pelaksanaan pelayanan antenatal care ada 10 standar
pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan.
Yang dikenal dengan 10T, pelayanan atau asuhan standar minimal 10T
adalah sebagai berikut:
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2) Pemeriksaan tekanan darah
3) Nilai status gizi (lingkar lengan atas)
4) Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6) Skrining status imunisasi tetanus dan diberikan imunisasi tetanus
toksoid TT

21
7) Pemberian zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
8) Tes laboratorium (rutin dan khusus)
9) Tata laksana kasus
10) Temu wicara (konseling) termasuk perencanaan persalinan,
pencegahan, komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan
(Sulistiyawati, 2011).
e. Tatalaksana Asuhan Antenatal Per Trimester
Pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu, meliputi
berbagai jenis pemeriksaan termasuk menilai keadaan umum (fisik)
dan psikologis (kejiwaan) ibu hamil. Pemeriksaan laboratorium atau
penunjang dapat dikerjakan laboratorium sederhana (Hb, Protein uri
dan reduksi). Apabila di fasilitas tidak tersedia, tenaga kesehatan harus
merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
(Kemenkes RI, 2015).

Trimester
No Jenis Pemeriksaan Keterangan
1 2 3

1 Keadaan umum √ √ √ Rutin

2 Suhu tubuh √ √ √ Rutin

3 Tekanan darah √ √ √ Rutin

4 Berat badan √ √ √ Rutin

5 LILA √ Rutin

6 TFU √ √ Rutin

7 Presentasi janin √ √ Rutin

8 DJJ √ √ Rutin

22
9 Pemeriksaan Hb √ * √ Rutin

10 Golongan darah √ √ Rutin

11 Protein urin √ * Rutin

12 Gula darah/reduksi * * * Atas Indikasi

13 Darah malaria √* * * Atas Indikasi

14 BTA * * * Atas Indikasi

15 Darah sifilis * * * Atas Indikasi

16 Serologi HIV √* * * Atas Indikasi

17 USG * * * Atas Indikasi

f. Deteksi Dini Masalah, Penyakit Dan Penyulit Atau Komplikasi


Kehamilan
1) Trimester I
a) Hiperemesis gravidarum
Mual dan muntah sering terjadi pada pagi hari tapi kadang juga
terjadi sepanjang hari. Penyebab dari hiperemesis belum
diketahui secara pasti tapi ada yang menyatakan bahwa mual
dan muntah tersebut disebabkan oleh peningkatan kadar
esterogen.
b) Abortus
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 22 minggu
dengan gejala-gejala perdarahan, kaku perut, keluarnya
sebagian atau seluruh hasil konsepsi, serviks berdilatasi atau
uterus mengecil dari seharusnya.
c) Kehamilan Ektopik Terganggu

23
Terjadi perdarahan pada wanita yang selama hamilnya
mengalami anemia, dan mengalami nyeri perut yang tidak
biasa.

d) Mola Hidatidosa
Merupakan suatu kehamilan yang tidak berkembang secara
tidak wajar dimana tidak ditemukannya janin, secara
makroskopi. Molahidatidosa berisi cairan jernih dengan ukuran
bervariasi. Adanya molahidatidosa harus dicurigai bila
seseorang wanita yang mengalami amenore, perdarahan
pervaginam. uterus lebih besar dari usia kehamilan seharusnya,
dan tidak ditemukannya tanda-tanda kehamilan.
e) Anemia
Anemia dalam kehamilan kurang baik bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas dan masa selanjutnya, karena
berbagai penyulit dapat ditimbulkannya.
2) Trimester II dan III
a) Letak Janin
Letak janin yang tidak pas pada posisi yang tidak normal akan
menimbulkan penyulit bagi ibu pada saat persalinan.
b) Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan adalah hal serius yang terjadi pada
trimester II dan III, apalagi diiringi dengan gejala oedema,
kejang, diusia kehamilan di atas 22 minggu, dengan ketentuan
kenaikan teanan darah 30 mmHg, kenaikan darah absolute
149/90 atau 160/110 yang diambil selang 6 jam dalam keadaan
istirahat.
c) Ketuban Pecah Dini (KPD)
Pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda prsalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu, sebagian besar KPD

24
ini terjadi pada kehamilan di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu jarang terjadi.

d) Gerakan Anak Kurang


Ibu merasakan gerakan bayinya antara 20 minggu sampai 24
minggu dimana ibu merasakan gerakan janinnya 3x dalam
periode 3 jam. Gerakan ini akan lebih terasa bial ibu dalam
posisi berbaring atau istirahat.
e) Kehamilan Lewat Waktu
Kehamilan yang terjadi melewati 294 hari atau 42 minggu
f) Kehamilan Ganda
Pada kehamilan ganda dapat menyebabkan komplikasi yang
dapat terjadi pada trimester II atau III yaitu:
- Persalinan premature
- Hidramnion
- Preeklamsi – ekslampsi
- Kelainan letak plasenta previa/ solusio plasenta
- Gangguan pertumbuhan janin
g) Badan Panas
Ibu mengalami peningkatan suhu badan diatas 38ºC, dimana
menunjukan bahwa ibu mengalami gejala infeksi dan adanya
sesuatu yang dapat mebahayakan kehamilannya.
h) Adanya Tanda-Tanda Inpartu Sebelum Waktunya
Adanya tanda-tanda persalinan sebelum kehamilan diatas 37
minggu karena dapat terjadi persalinan premature.
i) Sakit Kepala Hebat
Sakit kepala yang terjadi dapat menyebabkan rasa
ketidaknyamanan, dimana sakit kepala yang menetap dan tidak

25
hilang dengan istirahat dan dapat di curigai adanya gejala dari
ekslampsi.

g. Identifikasi Komplikasi Kehamilan Dan Rujukan


Pemeriksaaan dan pengawasan pada ibu hamil sangat diperlukan,
hal ini bertujuan untuk menyiapkan fisik dan psikologis ibu dalam
menjalani kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir sehingga
diharapkan ibu dan bayi dalam keadaan sehat, serta mendeteksi dini
adanya komplikasi/ gangguan pada ibu sehingga dapat ditangani sedini
mungkin. Setiap ibu hamil memiliki risiko akan terjadi komplikasi atas
kehamilannya, maka setiap ibu hamil dianjurkan untuk datang ke
tenaga kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya sejak dirinya
merasa hamil atau telat haid (Kemenkes RI, 2015).
Kader dapat melakukan deteksi dini tanda bahaya dan masalah pada
ibu hamil sebagaimana tertuang pada BUKU KIA dan segera merujuk
ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk ditentukan tingkat
kegawatdaruratan (Kemenkes RI, 2015).
Pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas dan
jaringannya serta bidan/dokter praktik swasta menentukan tingkat
kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana yang boleh
ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk (Kemenkes RI,
2015).
Sebelum merujuk bidan/dokter praktek swasta melakukan persiapan
sebagai berikut.
1) Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki
terlebih dahulu atau dilakukan stabilisasi dan dipertahankan selama
perjalanan. Surat rujukan harus dipersiapkan sesuai format rujukan

26
dan seorang bidan harus mendampingi penderita dalam perjalanan
sampai ke tempat rujukan.
2) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya. Klien
dan keluarga perlu diberikan informasi tentang perlunya penderita
segera dirujuk untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
3) Menentukan tempat tujuan rujukan ke fasilitas pelayanan yang
mempunyai kemampuan dan kewenangan, terdekat termasuk
fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan
dan kemampuan penderita. Diawali dengan mengirimkan
informasi pada tempat rujukan yang dituju melalui telepon atau
radio komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu. Berikut
ini indikasi rujukan ibu pada ibu hamil:
a) Riwayat seksio sesaria,
b) Perdarahan per vaginam,
c) Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu),
d) Ketuban pecah dini;
e) Anemia berat;
f) Tanda/gejala infeksi;
g) Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan;
h) Tinggi fundus uteri 40 cm atau lebih.
4. Asuhan Persalinan
a. Definisi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi
(janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar dari rahim melalui jalan
lahir atau jalan lain. Menurut Sulisdian et al (2019), proses
berlangsungnya persalinan dibedakan sebagai berikut:
1) Persalinan spontan, bila persalinan berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri. Pengertian persalinan, melalui jalan lahir ibu tersebut.

27
2) Persalinan buatan, bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar
misalnya ekstraksi forsep atau dilakukan operasi sectio caesaria.
3) Persalinan anjuran, persalinan yang tidak dimulai dengan
sendirinya, tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban,
pemberian pitocin, atau prostaglandin. Istilah-istilah yang
berkaitan dengan persalinan berdasarkan tuanya umur kehamilan
dan berat badan bayi:
4) Abortus, pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22
minggu atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
5) Partus immaturus, pengeluaran buah kehamilan antara 22 minggu
dan 28 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 gram dan
999 gram.
6) Partus prematur, pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu
dan 37 minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 gram dan
2499 gram.
7) Partus maturus atau aterm, pengeluaran buah kehamilan antara 37
minggu dan 42 minggu atau bayi dengan berat badan antara 2500
gram atau lebih.
8) Partus postmaturus atau serotinus, pengeluaran buah kehamilan
setelah 42 minggu.
Bidan diharapkan mendampingi ibu dan keluarga dengan
menggunakan buku KIA sebagai media KIE untuk menjelaskan proses
persalinan disamping penjelasan lain yang tidak tercantum dalam buku
tersebut. Fasilitasi keluarga untuk memberi semangat pada ibu dalam
menjalani proses persalinan.
Selain proses persalinan juga dijelaskan pelayanan yang akan
diberikan dan memastikan bahwa ibu dan keluarga memahami,
termasuk rasa sakit yang memang harus dijalani serta kemungkinan
terjadinya penyulit yang mengharuskan ibu dirujuk bila tidak dapat
ditangani di fasilitas ini, baik karena masalah pada ibu maupun

28
masalah pada bayi. Gunakan bahasa yang sederhana ,intonasi suara
serta bahasa tubuh yang membuat ibu lebih tenang, siap dan nyaman
dalam menjalani persalinan (Kemenkes RI, 2015).

b. Fase Dan Proses Persalinan (Kala I S.D IV)


1) Kala I
Kala I persalinan dimulai sejak adanya kontraksi uterus yang
teratur, bertambah frekuensi dan kekuatannya serta mempengaruhi
pembukaan serviks sampai 10 cm (lengkap). Asuhan persalinan
kala I terdiri dari:
a) Mendiagnosis Inpartu
Membuat diagnosis inpartu dengan memperhatikan tanda-tanda
berikut:
- Penipisan dan pembukaan serviks;
- Kontraksi uterus yang mengakibatkan pembukaan serviks
(minimal 2 kali dalam 10 menit);
- Lendir bercampur darah (show) melalui vagina.
b) Pemantauan His yang Adekuat
Pemantauan His yang adekuat dilakukan dengan cara
menggunakan jarum detik. Secara hati-hati, letakkan tangan
penolong di atas uterus dan palpasi, hitung jumlah kontraksi
yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit dan tentukan durasi
atau lama setiap kontraksi yang terjadi.
Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10
menit dan lama kontraksi adalah 40 detik atau lebih. Di antara
dua kontraksi akan terjadi relaksasi dinding uterus.
c) Memberikan Asuhan Sayang Ibu Selama Proses Persalinan
Persalinan saat yang menegangkan dan dapat
menggugah emosi ibu dan keluarganya atau bahkan dapat

29
menjadi saat yang menakutkan bagi ibu. Upaya ntuk mengatasi
gangguan emosional dan pengalaman yang menegangkan
tersebut sebaiknya dilakukan melalui asuhan sayang ibu selama
persalinan dan proses kelahiran bayinya.

d) Mengenal Fase Laten dan Aktif


- Fase Laten Kala I Persalinan dimulai sejak awal
berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
secara bertahap, berlangsung hingga serviks membuka
kurang dari 4 jam. Pada umumnya fase laten berlangsung
kurang lebih 8 jam.
- Fase Aktif Kala I Persalinan adalah pembukaan 4 cm
hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara
atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
(multipara).
e) Penapisan untuk Mendeteksi Kemungkinan Komplikasi Gawat
Darurat Kala I Persalinan
Pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin,
penolong harus selalu waspada terhadap kemungkinan
timbulnya masalah atau penyulit. Ingat bahwa menunda
pemberian asuhan kegawatdaruratan akan meningkatkan risiko
kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir. Selama
anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap waspada terhadap
indikasi kegawatdaruratan. Langkah dan tindakan yang akan
dipilih sebaiknya dapat memberikan manfaat dan memastikan
bahwa proses persalinan akan berlangsung aman dan lancar
sehingga akan berdampak baik terhadap keselamatan ibu dan
bayi yang akan dilahirkan.
f) Persiapan Perlengkapan, bahan dan obat yang diperlukan

30
Harus tersedia daftar perlengkapan, bahan dan obat
yang diperlukan untuk asuhan persalinan dan kelahiran bayi
serta adanya serah terima antar petugas pada saat pertukaran
waktu jaga. Setiap petugas harus memastikan kelengkapan dan
kondisinya dalam keadaan aman dan siap pakai. Periksa semua
peralatan obat-obatan dan bahan-bahan sebelum dan setelah
memberikan asuhan persalinan.
g) Pencatatan Persalinan dengan Menggunakan SOAP dan
Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan
kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan
klinik. Pencatatan partograf dimulai sejak fase aktif persalinan.
2) Kala II
a) Mendiagnosis Kala II
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks
lengkap dan berakhir dengan lahirnya bayi.
b) Mengenal Tanda Gejala Kala Ii dan Tanda Pasti Kala Ii
- Adanya dorongan untuk meneran
- Adanya tekanan pada anus
- Perineum menonjol
- Vulva–vagina dan sfinkter ani membuka
- Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
c) Amniotomi
Apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan
sudah lengkap, maka perlu dilakukan tindakan amniotomi.
Perhatikan warna air ketuban yang keluar saat dilakukan
amniotomi. Jika terjadi pewarnaan mekonium pada air ketuban,
lakukan persiapan pertolongan bayi setelah lahir karena hal
tersebut menunjukkan adanya hipoksia dalam rahim atau
selama proses persalinan.

31
d) Episiotomi
Indikasi untuk melakukan epsiotomi untuk
mempercepat kelahiran bayi apabila didapatkan:
- Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan
tindakan.
- Penyulit kelahiran per vaginam
- Jaringan paru
3) Kala III
a) Tujuan Manajemen Aktif Kala III (MAK III)
Tujuan MAK III adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
mencegah perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah
selama kala III persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis.
b) Mengetahui Fisiologi Kala III
Pada kala III persalinan, otot uterus berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus. Tempat
implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan
kavum uteri dan kontraksi lanjutan, sehingga plasenta
dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan darah pada
ruang uteroplasenter akan mendorong plasenta ke luar dari
jalan lahir. Terdapat tanda-tanda lepasnya plasenta, yaitu
- Perubahan bentuk dan tinggi fundus uterus;
- Tali pusat memanjang;
- Semburan darah mendadak.
c) Langkah Manajemen Aktif Kala III Sesuai Standar
- Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit setelah bayi
lahir
- Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)
- Masase fundus uteri

32
d) Deteksi Atonia Uteri
Deteksi Atonia uteri di mana 15 menit massage fundus
uteri tidak berkontraksi. Penatalaksanaannya yaitu bidan
melakukan kompresi bimanual interna dan kompresi bimanual
eksterna.
4) Kala IV
a) Pemantauan Kala IV
Pemantauan Kala IV setiap 15 menit pada jam pertama,
dan setiap 30 menit pada jam ke dua. Keadaan yang dipantau
meliputi keadaan umum ibu, tekanan darah, pernapasan, suhu
dan nadi, tinggi fundus uteri, kontraksi, kandung kemih, dan
jumlah darah.
b) Memeriksa dan Menilai Perdarahan
Periksa dan temukan penyebab perdarahan meskipun
sampai saat ini belum ada metode yang akurat untuk
memperkirakan jumlah darah yang keluar. Estimasi perdarahan
sebagai berikut.
- Apabila perdarahan menyebabkan terjadinya perubahan
tanda vital (hipotensi), maka jumlah darah yang keluar
telah mencapai 1.000–1.200 ml.
- Apabila terjadi syok hipovolemik, maka jumlah perdarahan
telah mencapai 2.000–2.500 ml.
c. Penapisan Awal Kala I
Pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin, penolong
harus selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah atau
penyulit. Ingat bahwa menunda pemberian asuhan kegawatdaruratan
akan meningkatkan risiko kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru
lahir. Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap waspada terhadap
indikasi kegawatdaruratan. Langkah dan tindakan yang akan dipilih
sebaiknya dapat memberikan manfaat dan memastikan bahwa proses

33
persalinan akan berlangsung aman dan lancar sehingga akan
berdampak baik terhadap keselamatan ibu dan bayi yang akan
dilahirkan (Kemenkes RI, 2015).

d. Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala
satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
Pencatatan partograf dimulai sejak fase aktif persalinan (Kemenkes RI,
2015).
1) Kegunaan Partograf
a) Mencatat kemajuan persalinan.
b) Mencatat kondisi ibu dan janin.
c) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan.
d) Mendeteksi secara dini penyulit persalinan.
e) Membuat keputusan klinik cepat dan tepat.
2) Kunci Partograf :
a) Lima poin yang harus dicatat pada garis pertama, selain itu ke
sebelah kanan garis: DJJ, pembukaan serviks, penurunan
kepala, tekanan darah, nadi.
b) Fokus utama partograf adalah grafik pembukaan serviks.
c) Partograf digunakan untuk memantau persalinan kala I.
d) Tekanan darah diberi warna merah, nadi dan suhu diberi warna
biru.
3) Penilaian dan Pencatatan Kondisi Ibu dan Bayi
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara saksama,
yaitu:
a) Setiap setengah jam (1/2 jam): denyut jantung janin, frekuensi
dan lamanya kontraksi uterus, dan nadi.

34
b) Setiap 4 jam: pembukaan serviks, penurunan, tekanan darah
dan temperatur tubuh, serta produksi urin, aseton dan protein
setiap 2 sampai 4 jam.
e. Standar Pertolongan Persalinan (APN)
Asuhan Persalinan Normal (APN) adalah asuhan kebidanan pada
persalinan normal yang mengacu kepada asuhan yang bersih dan aman
selama persalinan dan setelah bayi lahir serta upaya pencegahan
komplikasi. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan yaitu 37-
42 minggu, lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin.
Tujuan APN atau Asuhan Persalinan Normal adalah menjaga hidup
dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,
memulai berbagai upaya terintegrasi dan lengkap tetapi dengan
intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan.
Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan APN harus diterapkan
sesuai dengan standar asuhan bagi semua ibu bersalin di setiap tahapan
persalinan oleh setipa penolong persalinan dimana pun hal tersebut
terjadi. Persalinan dan kelahiran bayi dapat terjadi di rumah,
puskesmas ataupun rumah sakit. Adapun untuk melakukan APN
dirumuskan ke dalam 60 langkah asuhan persalinan normal (APN)
sebagai berikut:
1) Melihat tanda dan gejala persalinàn kala dua
a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan
vagina
c) Perineum menonjol
d) Vulva vagina dan sfingter ani membuka

35
2) Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap
digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan
menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku, mencuci
kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan
mengeringkan tangan dengan handuk sekali pakai/pribadi yang
bersih.
5) Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam.
6) Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan
memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan
meletakkan kembali di partus set/wadah desinfeksi tingkat tinggi
atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik).
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati
dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang
sudah dibasahi air desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina,
perieneum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,
membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari
depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang
terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan
jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangsn tersebut
dengan benar di dalam larutan terkontaminasi)
8) Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan
dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah
lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan
sudah lengkap, lakukan amniotomi.
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan yang kotor ke dalam
larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan

36
terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit. Mencuci kedua tangan.
10) Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) Setelah kontraksi berakhir
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160
×/menit).
11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai
dengan keinginannya.
a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta
janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan
dekontaminasikan temuan-temuan.
b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka
dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu
mulai meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran.
a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai
keinginan untuk meneran.
b) Mendukung dan memberi semangan atas usaha ibu untuk
meneran.
c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan
pilihannya
d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu.
f) Menilai DJJ setiap lima menit

37
g) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu
primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk
segera. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
h) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil
posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60
menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak
kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara
kontraksi.
i) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.
14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 -6 cm,
letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15) Meletakkan kain yang bersih yang dilipat 1/3 bagian, di bawah
bokong ibu
16) Membuka partus set
17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi,
letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekana yang
lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, mwmbiarkan
kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu unutk meneran
perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.
19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan
kain atau kasa yang bersih.
20) Memeriksa lilitan talu pusat dan mengambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi, kemuadian meneruskan segera proses kelahiran
bayi. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan
lewat bagian atas kepala bayi. Jika tali pusat melilit leher bayi
dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya.

38
21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua
tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke
arah bawah dan ke arah luar hungga bahu anterior muncul di
bawah arcus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah
atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala
bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan
bahu dan lengan posterior lahir ke tangam tersebut. Mengendalikan
kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan
lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan.
Menggunakan tangan anterior untuk mengendalikan siku dan
tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangannyang ada di
atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi dengan hati-hati
membantu kelahiran bayi.
25) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan
bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih
rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan
bayi di tempat yang memungkinkan) Bila bayi mengalami asfiksia,
lakukan resusitasi
26) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan
biarkan kontak kulit ibu -bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin /i.m
27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat
bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu
dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama
28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari
gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.

39
29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan
menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering,
menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi
mengalami kesulitan bernapas, ambil tindakan yang sesuai.
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkna ibu untuk
memeluk bayinya dengan memulai pemberian ASI jika ibu
menghendakinya.
31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi
abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32) Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntuk
33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan
oksitosin 10 unit i.m di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian
luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu
34) Memindahkan klem pada tali pusat.
35) Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di
atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan
palpasi kontraksi dan menstabilakn uterus. Memegang tali pusat
dan klem dengan tangan yang lain
36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan
penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut.
Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus
dengan cara menekan uterus ke atas dan belakang (dorsokranial)
dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio
uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 -40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut
mulai. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seotang
anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil
menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas,
mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan

40
berlawanan arah pada uterus. Jika tali pusat bertambah panjang,
pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm, dari vulva. Jika
plasentaya tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat
selama 15 menit :
a) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit i.m
b) Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kanding
kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu
c) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
d) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya
e) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam wakti 30 menit
sejak kelahiran bayi.
38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran
plaenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta
dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahah melahirkan
selaput ketuban tersebut.
39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus, melakukan telapak tangan di fundus dan melakukan masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi.
40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu
maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa
plasenta dan selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan
plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan sgera
menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik
43) Mencelupkan kedua tangannyang memakai sarung tangan ke
larutan klorin 0,5 % membilas kedua tangan yang masih bersarung

41
tangan tersebut dengan air desinfeksi tingkat tinggi dan
mengeringkan dengan kain yang bersih dan kering.
44) Menempatkan klem tali pusat desinfeksi tingkat tinggi atau steril
atau mengikatkan tali desinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati
sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45) Mengikatkan satu lagi simpul mati di bagian pusat yang
berseberangan dengan simpul mati yang pertama.
46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan
klorin 0,5%.
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanha.
Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.
48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan
pervaginam.
a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan
perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan
penjahitan dengan anastesi lokal dan menggunakan teknik yang
sesuai.
50) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase
uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
51) Mengevaluasi kehilangan darah
52) Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih
setiap 15 menit selamam satu jam pertama pascapersalinan dan
setiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan
a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua
jam pertama pascapersalinan.

42
b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak
normal.
53) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas peralatan
setelah dekontaminasi.
54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat
sampah yang sesuai
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi tingkat
tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir,ndan darah.
Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
56) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan
makanan yang diinginkan.
57) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan
dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58) Mencelupkan sarung tanganbkotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
60) Melengkapi partograf dan memeriksa tekanan darah.
5. Asuhan BBL
a. Definisi
Bayi Baru Lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari
(Kementrian Kemenkes RI, 2010). Menurut Nanny dalam dalam
Febrianti & Aslina, 2019 : 2010 Bayi Baru Lahir normal adalah bayi
yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu, dan berat badannya
2500-4000 gram. Tujuan memberikan asuhan kebidanan pada bayi
baru lahir yaitu :
1) Melakukan pencegahan infeksi
2) Melakukan penilaian awal

43
3) Melakukan pencegahan kehilangan panas
4) Melakukan pemotongan dan perawatan tali pusat
5) Memfasilitasi pemberian ASI
6) Melakukan pencegahan perdarahan
7) Melakukan pencegahan infeksi mata
8) Melakukan pemeriksaan fisik
9) Melakukan pemberian imunisasi hepatitis – B0
b. Asuhan Atau Penanganan Bayi Baru Lahir
1) Pencegahan Infeksi
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan
mikroorganisme yang terpapar selama proses persalinan
berlangsung ataupun beberapa saat setelah lahir. Pastikan penolong
persalinan melakukan pencegahan infeksi sesuai pedoman.
2) Menilai Bayi Baru Lahir
Penilaian Bayi baru lahir dilakukan dalam waktu 30 detik
pertama. Keadaan yang harus dinilai pada saat bayi baru lahir
sebagai berikut.
a) Apakah bayi cukup bulan?
b) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
c) Apakah bayi menangis atau bernapas?
d) Apakah tonus otot baik?
3) Menjaga Bayi Tetap Hangat
Mekanisme kehilangan panas tubuh bayi baru lahir
a) Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas.
Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan
ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri
karena
- Setelah lahir tubuh bayi tidak segera dikeringkan
- Bayi yang terlalu cepat dimandikan, dan
- Tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti.

44
b) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh bayi melalui kontak
langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.
c) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin.
d) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi
ditempatkan dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih
rendah dari suhu tubuh bayi.
4) Perawatan Tali Pusat
Lakukan perawatan tali pusat dengan cara mengklem dan
memotong tali pusat setelah bayi lahir, kemudian mengikat tali
pusat tanpa membubuhi apapun.
5) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Segera setelah bayi lahir dan tali pusat diikat, kenakan topi
pada bayi dan bayi diletakkan secara tengkurap di dada ibu, kontak
langsung antara kulit dada bayi dan kulit dada ibu. Bayi akan
merangkak mencari puting susu ibu dan menyusu. Suhu ruangan
tidak boleh kurang dari 26o C. Keluarga memberi dukungan dan
membantu ibu selama proses IMD.
6) Pencegahan Infeksi Mata
Dengan memberikan salep mata antibiotika tetrasiklin 1% pada
kedua mata, setelah satu jam kelahiran bayi.
7) Pemberian Suntikan Vitamin K1
Semua bayi baru lahir harus diberi suntikan vitamin K1 1mg
intramuskuler, di paha kiri anterolateral segera setelah pemberian
salep mata. Suntikan vitamin K1 untuk mencegah perdarahan BBL
akibat defisiensi vitamin K.
8) Pemberian Imunisasi Bayi Baru Lahir
Imunisasi HB-0 diberikan 1 jam setelah pemberian vitamin K1
dengan dosis 0,5 ml intramuskuler dipaha kanan anterolateral.
Imunisasi HB-0 untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi.

45
Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilaksanakan minimal 3 kali
dan sesuai dengan standar (menggunakan form tatalaksana bayi
muda atau form MTBM), yakni
a) Saat bayi usia 6 jam–48 jam;
b) Saat bayi usia 3–7 hari;
c) Saat bayi usia 8–28 hari.
c. Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir
Sebagian besar bayi akan menangis atau bernapas sepontan
dalam waktu 30 detik setelah lahir.
1) Bila bayi tersebut menangis atau bernapas (terlihat dari pergerakan
dada paling sedikit 30 kali per menit), biarkan bayi tersebut dengan
ibunya.
2) Bila bayi tersebut tidak bernapas dalam waktu 30 detik, segeralah
cari bantuan, dan mulailah langkah-langkah resusitasi bayi
tersebut.
3) Penanganan; persiapkan penanganan resusitasi untuk setiap bayi
dan siapkan rencana untuk meminta bantuan, khususnya bila ibu
tersebut memiliki riwayat eklamsia, pendarahan persalinan lama
atau macet, persalinan dini atau infeksi.
4) Jika bayi tidak segera bernapas, lakukan hal-hal sebagai berikut
a) Keringkan bayi dengan selimut atau handuk yang hangat
b) Gosoklah punggung bayi tersebut dengan lembut.
c) Jika bayi masih juga belum bernapas setelah 60 detik mulai
resusitasi
d) Apa bila bayi sianasis (bayi biru) atau sukar bernapas
(frekuensi pernapasan kurang dari 30 atau lebih dari 60 kali
permenit), berilah oksigen kepada bayi dengan kateter nasal
atau nasal prongs.
5) Tanda-tanda bahaya dibagi menjadi dua;
a) Tanda-tanda bahaya yang harus dikenali oleh ibu yaitu

46
- Pemberian ASI sulit, sulit menghisap, atau hisapan lemah
- Kesulitan bernapas, yaitu pernapasan cepat >60/menit atau
menggunakan otot napas tanbahan
- Letargi bayi terus-menerus tidur tanpa bangun untuk
makan
- Warna abnormal kulit atau bibir biru (sianosis) atau bayi
sangat kuning
- Suhu terlalu panas (febris) atau terlalu dingiin (hipotermia)
- Tanda atau perilaku abnormal atau tidak biasa.
- Gangguan gastrointertinal, misalnya tidak bertinja selama 3
hari pertama setelah lahir, muntah terus menerus, muntah
dan perut bengkah, tinja hijau tua atau berdarah atau lender.
- Mata bengkak atau mengeluarkan cairan
b) Tanda-tanda yang harus diwaspadai pada bayi baru lahir.
- Pesnafasan sulit atau lebih dari 60 kali permenit
- Kehangatan terlalu panas (>380C atau terlalu dingin
<360C)
- Warna kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru atau
pucat, memar
- Pemberian makan, hisapan lemah, mengantuk berlebihan,
banyak muntah
- Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau
busuk, pernafsan sulit
- Tinja atau kemih tidak berkemih dalam 24 jam, tinja
lembek, sering, hijau tua, ada lender atau darah pada tinja
- Aktivitas menggigil atau tangis tidaak biasa, sangat mudah
tersinggung, lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang,
kejang halus, tidak bias tenang, menangis terus menerus
(Siti Nurhasiyah Jamil et al, 2017).
6. Asuhan Nifas

47
a. Definisi
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari,
namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan (Kemenkes
RI, 2015).
b. Kunjungan Nifas
Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali
(Kemenkes RI, 2013). Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status
ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah dan mendeteksi, serta
menangani masalah-masalah yang terjadi :

Kunjunga
Waktu Tujuan
n
1 6-8 jam 1. Mencegah terjadinya perdarahan
setelah pada masa nifas
persalinan 2. Mendeteksi dan merawat
penyebab lain perdarahan dan
meberi rujukan bila perdarahan
berlanjut
3. Memberikan konseling kepada
ibu atau salah satu anggota
keluarga mengenai bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri
4. Pemberian ASI pada masa awal
menjadi ibu
5. Mengajarkan cara mempererat
hubungan antara ibu dan bayi
baru lahir
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan
cara mencegah hipotermia
Jika bidan menolong persalinan,
maka bidan harus menjaga ibu dan
bayi untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai keadaan ibu

48
dan bayi dalam keadaan stabil
2 6 hari setelah 1.Memastikan involusi uteri
persalinan berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah
umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, dan tidak ada bau
2.Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi, atau kelainan
pasca melahirkan
3.Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan dan istirahat.
4.Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tidak ada tanda-tanda
penyulit
5.Memberikan konseling kepada ibu
mengenai asuhan pada bayi, cara
merawat tali pusat, dan bagaimana
menjaga bayi agar tetap hangat
3 2 minggu Sama seperti kunjungan nifas ke-2
setelah
persalinan
4 6 minggu 1.Menanyakan pada ibu tentang
setelah penyulit-penyulit yang ia atau
persalinan bayinya alami
2.Memberikan konseling KB secara
dini
c. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Kemenkes R.I tahun 2018 tujuan asuhan kebidanan
nifas yaitu: Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik secara fisik maupun
psikologis, dalam hal ini diperlukan peran keluarga dalam pemenuhan
nutrisi dan juga dukungan psikologis agar kesehatan ibu dan bayi
selalu terjaga, memberikan asuhan kebidanan yang sistematis yaitu
dimulai dari pengkajian, interpretasi data dan analisa masalah,
perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi sehingga dapat mendeteksi
secara dini bila ada penyulit maupun komplikasi, kemudian
melaksanakan rujukan yang aman dan tepat ke fasilitas pelayanan

49
yang dibutuhkan, memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan kesehatan nifas dan menyusui, kebutuhan nutrisi,
perencanaan jarak kelahiran, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya, perawatan bayi sehat serta pelayanan keluarga berencana
sesuai dengan pilihan ibu.
d. Tanda Bahaya Nifas
1) Perdarahan Pasca Persalinan
a) Perdarahan pasca persalinan primer (early postpartum)
Haemorrhage, atau perdaharan pasca persalinan segera.
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam
pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan
robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b) Perdarahan paska persalinan sekunder (late postpartum
haemorrhage), atau perdarahan masa nifas, perdarahan paska
persalinan lambat. Perdarahan pasca persalinan sekunder
terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan
pasca persalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa
plasenta atau membran.
2) Infeksi Masa Nifas
Merupakan infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada
masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya
suhu badan melebihi 38˚C tanpa menghitung hari pertama dan
berturut-turut selama 2 hari. Gejala infeksi masa nifas sebagai
berikut.
a) Tampak sakit dan lemah.
b) Suhu meningkat > 38˚C.
c) TD meningkat/menurun.
d) Pernapasan dapat meningkat/menurun.
e) Kesadaran gelisah/koma.

50
f) Terjadi gangguan involusi uterus.
g) Lochea bernanah berbau.

3) Keadaan Abnormal pada Payudara


Keadaan abnormal yang mungkin terjadi adalah bendungan
ASI, mastistis, dan abses mamae.
4) Demam
Pada masa nifas mungkin terjadi peningkatan suhu badan atau
keluhan nyeri. Demam pada masa nifas menunjukkan adanya
infeksi, yang tersering infeksi kandungan dan saluran kemih. ASI
yang tidak keluar, terutama pada hari ke 3–4, terkadang
menyebabkan demam disertai payudara membengkak dan nyeri.
Demam ASI ini umumnya berakhir setelah 24 jam.
5) Pre-Eklampsia dan Eklampsia
Keadaan preeklampsia dan eklampsia ditandai dengan
a) Tekanan darah tinggi,
b) Oedema pada muka dan tangan, dan
c) Pemeriksaan laboratorium protein urine positif.
Selama masa nifas di hari ke-1 sampai 28, ibu harus
mewaspadai munculnya gejala preeklampsia.Jika keadaannya
bertambah berat bisa terjadi eklampsia, di mana kesadaran
hilang dan tekanan darah meningkat.Sehingga dapat
menyebabkan kematian.
6) Infeksi dari Jalan Lahir ke Rahim
Jalan lahir harus tetap dijaga kebersihannya karena pintu
masuk kuman ke dalam rahim. Risiko ini menjadi semakin besar
selama nifas berlangsung karena proses persalinan mengakibatkan
adanya perlukaan pada dinding rahim dan jalan lahir.
7) Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks, dan Endometrium
Gejala-gejala yang harus diperhatikan sebagai berikut

51
a) Demam lebih dari 38˚c;
b) Nyeri pada perut bagian bawah;
c) Rasa nyeri di jalan lahir;
d) Keluar cairan seperti nanah;
e) Cairan yang keluar berbau;
f) Keluar darah secara tiba-tiba setelah lochea alba;
g) Keputihan.
7. Asuhan Neonatus
a. Definisi
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0 – 28 hari.
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28
hari) sesudah kelahiran. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari.
Neonatus lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari.
b. Kunjungan Neonatus
Kunjungan neonatus merupakan salah satu intervensi untuk
menurunkan kematian bayi baru lahir. Dengann melakukan Kunjungan
Neonatal (KN) selama 3 kali kunjungan yaitu Kunjungan Neonatal 1
(KN 1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir, Kunjungan
Neonatal II (KN2) pada hari ke 3 sampai 7 hari, dan Kunjungan
Neonatal III (KN 3) pada hari ke 8 sampai dengan 28 hari (Depkes
RT, 2010).
c. Tanda Bahaya
Tanda bahaya yang harus diperhatikan adalah :
1) Tidak mau minum atau memuntahkan semuanya
2) Kejang
3) Bergerak hanya jika dirangsang
4) Napas cepat (>60 kali/menit)
5) Napas lambat (<30 kali/menit)
6) Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7) Merintih

52
8) Teraba demam (>37.5˚C)
9) Teraba dingin (<36˚C)
10) Nanah yang banyak dimata
11) Pusar kemerahan meluas di dinding perut
12) Diare
13) Tampak kuning pada telapak tangan dan kaki

C. Evidence Based Midwifery Kebidanan Komunitas Dalam Konteks COC


1. Efektivitas Senam Hamil Dan Yoga Hamil Terhadap Penurunan
Nyeri Punggung Pada Ibu Hamil Trimester III Di Puskesmas
Pekkabata (Fitriana, 2019)
Nyeri punggung bawah (Nyeri pinggang) merupakan nyeri punggung
yang terjadi pada area lumbosakral. Nyeri punggung bawah biasanya akan
meningkat intensitasnya seiring pertambahan usia kehamilan karena nyeri
ini merupakan akibat pergeseran pusat gravitasi wanita tersebut dan postur
tubuhnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh berat uterus yang
membesar.Nyeri punggung juga bisa disebabkan karena membungkuk
yang berlebihan, berjalan tanpa istirahat, angkat beban. Hal ini diperparah
apabila dilakukan dalam kondisi wanita hamil sedang lelah. Mekanika
tubuh yang tepat saat mengangkat beban sangat penting diterapkan untuk
menghindari peregangan otot tipe ini (Mochtar Rustam 2009). Keluhan
nyeri pinggang yang dialami oleh ibu hamil tentunya tidak bisa dibiarkan
begitu saja. Menurut Yu (2010) salah satu cara untuk meningkatkan
kesehatan selama kehamilan adalah dengan melakukan olahraga ringan
seperti senam hamil. Yoga hamil merupakan bentuk pengobatan fisik dan
spiritual yang sudah digunakan 5000 tahun yang lalu. Teknik yang
digunakan pada saat yoga membawa keseimbangan pada aspek tubuh,
pikiran dan kepribadian yang berbeda sehingga penggunaannya penuh
dengan energi, kekuatan dan kejelasan tujuan hidup (Keegan, 2001 cit
Handayani, 2010). Prenatal yoga (yoga selama hamil) adalah salah satu

53
jenis modifikasi dan hatha yoga yang disesuaikan dengan kondisi ibu
hamil. Tujuan prenatal yoga adalah mempersiapkan ibu hamil secara fisik,
mental dan spiritual untuk proses persalinan (Tia Pratignyo 2014).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasieksperiment
dengan rancangan penelitian two group pretest dan posttest design.Pada
penelitian ini menganalisis perbedaan senam hamil dan yoga hamil
terhadap penurunan nyeri punggung bawah pada ibu hamil trimester III.
a. Senam Hamil terhadap Penurunan Nyeri Punggung pada Ibu
Hamil Trimester III
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji t-test terdapat
penurunan skala nyeri sebelum dan sesudah senam hamil dengan total
nilai rata-rata penurunan yaitu 26 dan nilai p.value 0,000 yang artinya
Ho ditolak berarti ada hubungan yang bermakna antara ibu hamil yang
melakukan senam hamil dengan penurunan nyeri punggung.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa senam
hamil dapat memberikan keuntungan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan fisik ibu hamil, memperlancar peredaran
darah, mengurangi keluhan kram atau pegal-pegal, dan
mempersiapkan pernafasan, aktivitas otot dan panggul untuk
menghadapi proses persalinan (Anik dan Yetty 2011).
b. Yoga Hamil terhadap Penurunan Nyeri Punggung pada Ibu
Hamil Trimester III
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji t-test dapat
disimpulkan bahwa terdapat penurunan skala nyeri sebelum dan
sesudah dilakukan yoga hamil dengan total nilai rata-rata penurunan
yaitu 29 dan nilai p.value 0,000 yang artinya Ho ditolak artinya ada
hubungan yang bermakna antara ibu hamil yang melakukan yoga
hamil dengan penurunan nyeri punggung. Berdasarkan hasil penelitian
di atas dapat disimpulkan bahwa yoga hamil dapat membawa
keseimbangan pada aspek tubuh, pikiran dan kepribadian yang

54
berbeda sehingga penggunanya penuh dengan energi, kekuatan dan
kejelasan tujuan hidup. Ketika seorang wanita hamil melakukan secara
rutin (2-3 kali) setiap minggu selama kehamilan, dapat menjaga
elastisitas dan kekuatan ligament panggul, pinggul dan otot kaki
sehingga mengurangi rasa nyeri yang timbul saat persalinan serta
memberikan ruang untuk jalan lahir.
c. Efektivitas Senam Hamil dan Yoga Hamil terhadap Penurunan
Nyeri Punggung pada Ibu Hamil Trimester III
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa diantara 2
kelompok perlakuan yaitu senam hamil dan yoga hamil yang lebih
efektif dalam menurunkan nyeri punggung pada ibu hamil adalah yoga
hamil. Dapat dilihat dari nilai mean yoga hamil yang lebih besar dari
pada nilai mean senam hamil. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Rao et al, 2015) sebuah tinjauan sistematis yoga
efektif untuk mengurangi kecemasan, depresi dan rasa sakit akut
maupun kronis pada populasi dewasa tanpa efek samping.Intervensi
yoga meningkatkan kesehatan psikologis (kecemasan, depresi,
tertekan, stress) dan dapat meningkatkan kualitas hidup.
2. Pengaruh Konsumsi Buah Pepaya Terhadap Kejadian Konstipasi
Pada Ibu Hamil Trimester III (Dharmayati, 2018)
Wasir pada ibu hamil yang mengalami peningkatan progesteron dapat
menyebabkan terjadi penurunan peristaltis yang disebabkan relaksasi otot
polos pada usus besar. Pergeseran dan tekanan pada usus mengakibatkan
pembesaran uterus atau bagian presentasi juga dapat menurunkan motilitas
pada saluran gastrointestial sehingga menyebabkan konstipasi. Terlebih
ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Hal ini memperberat masalah bagi
sebagian besar wanita hamil (Varney, 2007).
Pepaya merupakan buah yang mudah ditemukan dan tumbuh di daerah
tropis, misal Indonesia. Pepaya menjadi buah favorit di kalangan
penduduk Indonesia. Selain murah, pepaya juga rasanya enak dan manis.

55
Kandungannya, meliputi vitamin A yang baik untuk kesehatan mata, dapat
mempelancar pencernaan bagi yang sulit buang air besar. Getah juga
tergolong mahal karena bisa diolah menjadi tepung papain yang
berguna bagi kebutuhan rumah tangga dan industri. Selain itu, papaya
dapat mencegah kanker, sembelit.
Penelitian desain Pra Eksperimen dengan menggunakan desain “One
Group Pretest-Posttest”. Secara non Probability Sampling sebanyak 20
orang ibu hamil trimester III. Uji Statistik yang digunakan chi-square
dengan derajat kemaknaan p-value < 0.05. Jika hasil analisis penelitian
didapatkan p < 0.05 maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya ada
pengaruh pemberian buah pepaya terhadap konstipasi pada ibu hamil
trimester III.
Berdasarkan hasil uji Chi-Square menunjukkan hasil p value = 0,000
atau < p 0,05 yang berati Ho ditolak H1 diterima artinya ada pengaruh
pemberian buah pepaya terhadap konstipasi pada ibu hamil trimester III di
PBM Ny. T Jambangan Pasuruan.
Dengan upaya preventif selain obat – obatan farmakologi, dapat
menggunakan cara alamiah sehingga menggunakan intervensi berlebihan
pada ibu hamil, dengan menggunakan buah pepaya (Putra, 2015).
3. Pengaruh Perawatan Metode Kanguru (PMK) Terhadap Pencegahan
Hipotermi Pada Bayi Baru Lahir (Parti, Malik and Nurhayati, 2020)
Perawatan dengan metode kanguru (PMK) yaitu dengan melakukan
kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu merupakan cara yang
efektif untuk memenuhi kebutuhan bayi baru lahir yang paling mendasar
yaitu kehangatan, air susu ibu, perlindungan dari infeksi, stimulasi,
keselamatan dan kasih sayang. Metode ini sangat tepat dan mudah
dilakukan guna mendukung kesehatan dankeselamatan bayi yang lahir
premature maupun yang aterm. Kehangatan tubuh ibu merupakan sumber
panas yang efektif. Hal ini terjadi bila ada kontak langsung antara kulit ibu
dengan kulit bayi.

56
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen semu
atau quasi experiment. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi
baru lahir dengan berat badan rendah yang lahir pada bulan Mei s.d Juli
2019. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir yang
lahir dengan berat badan rendah pada bulan Mei s.d Juli 2019 berjumlah
30 bayi. Dalam penelitian menggunakan teknik totaling sampling.
Pengolahan data di mulai dengan editing, coding, processing dan
cleaning. Analisis univariat dengan distribusi karakteristik responden,
dengan model presentase pada variabel dan analisis bivariat menggunakan
uji paired t test.
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji paired t
test untuk melihat perubahan suhu tubuh bayi sebelum dan sesudah
dilakukan PMK, dari hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan suhu
tubuh bayi. Hasil uji paired t test menunjukkan nilai p<0,001, artinya ada
perubahan suhu tubuh bayi sesaat setelah bayi diberikan treatment PMK.
Manfaat dari cara perawatan metode kanguru diantaranya detak
jantung bayi stabil, pernafasannya lebih teratur, sehingga penyebaran
oksigen ke seluruh tubuh pun lebih baik. Bayi dapat tidur dengan nyenyak
dan lama, lebih tenang, lebih jarang menangis dan kenaikan berat
badannya menjadi lebih cepat, mempermudah pemberian ASI,
mempererat ikatan batin antara ibu dan anak, serta mempersingkat masa
perawatan antara ibu dan anak
4. Efektivitas Pijat Bayi Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Bayi
(Sukmawati and Nur Imanah, 2020)
Pijat bayi lebih bermanfaat di antara penambahan berat badan, pola
tidur-bangun yang lebih baik, peningkatan perkembangan neuromotor,
perlekatan ikatan emosional yang lebih baik, mengurangi tingkat infeksi
nosokomial dan dengan demikian, mengurangiangka kematian pada bayi
prematur yang dilahirkan (Tri Wahyuni, 2016). Pijat bayi memberikan
stimulus dalam perkembangan motoric karena gerakan meremas pada pijat

57
bayi dapat berguna untuk memperkuat otot-otot bayi (Prasetyo, 2017).
Pijat bayi dapat memiliki efek motorik positif, termasuk kemampuan
untuk mengontrol koordinasi jari, lengan, tubuh, dan kaki (Utami, 2015).
Pijat bayi adalah pemijatan yang dilakukan lebih mendekati usapan-
usapan halus atau rangsangan raba (taktil) yang dilakukan dipermukaan
kulit, manipulasi terhadap jaringan atau organ tubuh bertujuan untuk
menghasilkan efek terhadap syaraf otot, dan sistem pernafasan serta
memperlancar sirkulasi darah. Pijat bayi adalah terapi sentuhan tertua
yang dikenal manusia dan yang paling popular (Walker et al., 2017).
Jenis penelitian ini yaitu pre eksperimental atau quasy eksperiment
dengan pendekatan pretest posttest one group design. Dalam penelitian ini
yang menjadi populasi adalah ibu bayi yang berjumlah 30 orang dengan
menggunakan teknik sampling total population. Uji statistic yang
digunakan adalah uji wilcoxon sign test.
Berdasarkan hasil uji wilcoxon menunjukkan bahwa pvalue sebesar
0,034 dimana p-value < α (0,05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima
yang artinya pijat bayi efektif dalam meningkatkan kualitas tidur bayi usia
3-6 bulan. Hasil uji wilcoxon menunjukkan bahwa yang mengalami
peningkatan kualitas tidur sebanyak 19 responden, yang mengalami
penurunan kualitas tidur 1 responden sedangkan yang tidak mengalami
perubahan sebanyak 10 orang.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh bahwa ada efek
pijat bayi pada peningkatan kualitas tidur pada bayi (Field, 2017;
Figueiredo et al., 2017).
5. The Effect of Baby Massage Toward the Development of Three Months
Baby (Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Perkembangan Bayi Tiga
Bulan) (Febriyanti et al., 2020)
Setiap bayi adalah individu yang unik, karena faktor keturunan dan
lingkungan yang berbeda. Pencapaian dari kemampuan perkembangan
mereka juga berbeda tetapi tetap mengikuti pola umum perkembangan.

58
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa lebih dari 20 juta
anak di bawah lima tahun di negara berkembang gagal mencapai potensi
perkembangan optimal mereka pada tahun 2020 karena masalah
kemiskinan, kekurangan gizi atau lingkungan yang tidak mendukung,
yang mempengaruhi perkembangan kognitif, motorik, emosional dan
sosial anak.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dalam bentuk quasi eksperimen.
Desain penelitian menggunakan Pre and Post-test without control group
design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi usia 3 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Penusupan Kabupaten Pangkah pada bulan Mei
2019 sebanyak 47 bayi. Sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah
32 orang dengan teknik accidental sampling. Instrumennya adalah SOP
Pijat Bayi dan KPSP.
Hasil uji Wilcoxon diperoleh p-value 0,000 < 5 (0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh pijat bayi terhadap tumbuh kembang
bayi usia 3 bulan di Puskesmas Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal.
Hal ini sesuai dengan penelitian tentang efektivitas baby message dan
baby gym terhadap perkembangan bayi 3-6 bulan, dengan hasil bahwa
sebagian besar bayi sebelum diberikan pijat bayi mengalami
perkembangan keraguan sebesar 46,3%.

59
DAFTAR PUSTAKA

Dharmayati, Y. (2018) ‘Pengaruh Konsumsi Buah Pepaya Terhadap Kejadian


Konstipasi Pada Ibu Hamil Trimester Iii’, Jurnal Keperawatan dan Kebidanan,
pp. 1–5.

Febriyanti, S. N. U. et al. (2020) ‘The Effect of Baby Massage Toward the


Development of Three Months Baby’, Journal At;antis Press, 436(May 2019),
pp. 713–716. doi: 10.2991/assehr.k.200529.149.

Fitriana, L. (2019) ‘Efektifitas Senam Dan Yoga’, Journal of Chemical Information


and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.

Jamil, Siti Nurhasiyah et al. 2017. Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, Balita
dan Anak Pra Sekolah. Ciputat: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Univeritas
Muhammadiyah Jakarta

Kemenkes R.I. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial Pedoman
Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2015. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta Selatan :Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

Noordiati. 2018. Asuhan Kebidanan, Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Malang: Wineka Media

Parti, Malik, S. and Nurhayati (2020) ‘Pengaruh Perawatan Metode Kanguru (PMK)
terhadap Pencegahan Hipotermi pada Bayi Baru Lahir’, Jurnal Bidan Cerdas,
2(2), pp. 66–71. doi: 10.33860/jbc.v2i2.56.

Raodhah, Sitti et al. 2015. Gambaran Pemanfaatan Pelayanan Kunjungan Neonatus


di Wilayah Kerja Puskesmas Balanhnipa Tahun 2015. Al-Sihah Public Health
Science Journal Volume VII, No. 2, Juli-Desember 2015
Susiana, Sali. 2019. Angka Kematian Ibu:Faktor Penyebab dan Upaya
Penanganannya. Bidang Kesejahteraan Sosial Info Singkat Kajian Singkat
Terhadap Isu Aktual dan Strategis Vol. XI, No. 24/II/Puslit/Desember/2019

Sukmawati, E. and Nur Imanah, N. D. (2020) ‘Efektivitas Pijat Bayi Terhadap


Peningkatan Kualitas Tidur Bayi’, Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, 13(1), pp. 11–
17. doi: 10.36746/jka.v13i1.49.

Anda mungkin juga menyukai