Anda di halaman 1dari 18

MODUL

(PEMANTAUAN KIA DENGAN MENGGUNAKAN PWS KIA)

Di Susun Sebagai Tugas Mata Kuliah Askeb Komunitas


Prodi S1 Kebidanan

Oleh : Anggi Larasati


NIM :2081A0012

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
TAHUN 2021

1
MODUL
“ PEMANTAUAN KIA MENGGUNAKAN PWS KIA “

Di susun Oleh
Anggi Larasati
2081A0012

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
STITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
TAHUN 2021

2
KATA PENGANTAR

Dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan anak di Indonesia, sistem
pencatatan dan pelaporan merupakan komponen yang sangat penting. Selain sebagai
alat untuk memantau kesehatan ibu hamil, bayi baru lahir, bayi dan balita, juga untuk
menilai sejauh mana keberhasilan program serta sebagai bahan untuk membuat
perencanaan di tahun tahun berikutnya.
Sistem pencatatan dan pelaporan dimulai dengan mencatat seluruh ibu hamil,
bayi baru lahir, bayi dan Balita yang ada di suatu desa. Secara berjenjang, hasil
pencatatan tersebut dilaporkan oleh Bidan di Desa ke Puskesmas, Puskesmas ke
Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Kabupaten/Kota ke Dinkes Propinsi dan Dinkes
Propinsi ke Depkes.
Hasil dari keseluruhan proses tersebut disampaikan pada sektor - sektor terkait
untuk tindak lanjut sesuai dengan tingkat pelayanan di desa, kecamatan dan
kabupaten/kota. Oleh karena itu untuk memantau pemantapan cakupan program KIA
telah dilakukan reformasi Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu
dan Anak (PWS-KIA).
Dengan penyempurnaan pedoman tersebut, langkah-langkah kegiatan program
dapat lebih diarahkan ke wilayah prioritas yang paling perlu untuk mendapatkan
peningkatan pelayanan. PWS-KIA juga merupakan alat manajemen yang penting
untuk dipergunakan oleh sektor lain yang terkait, khususnya aparat pemerintah daerah
setempat.

Kediri, 16 Desember 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………..2
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..3
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….4
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….5
1. Latar Belakang………………………………………………………………5
2. Tujuan……………………………………………………………………….7
BAB II TINJAUAN TEORI…………….…………..…………………………….8
1. Akses Pelayanan Antenatal ( Cakupan K1 )………………………………..9
2. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil ( Cakupan K4 )…………………………….9
3. Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan ( Pn )………………………..10
4. Cakupan Pelayanan Nifas Oleh Tenga Kesehatan ( KF3 )…………………10
5. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama ( KN 1 )……………………….......11
6. Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus 0-28 Hari…………………….....12
7. Deteksi Faktor Resiko Dan Komplikasi Oleh Masyarakat………………....12
8. Cakupan Pelayanan Komplikasi Obstetri ( PK )…………………………....13
9. Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus……………………………….13
10. Cakupan Pelayanan Balita…………………………………………….........14
11. Cakupan Peserta KB Aktif……………………………………………........14
12. Surveillance Kesehatan Ibu dan Anak……………………………………..17

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia
sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program
di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat
memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau
tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program
Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain
seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya
Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan
dicapainya cakupan program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan.
Namun pelaksanaan PWS dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak
secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara bermakna
walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor lain
sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dsb).
Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs,
2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-
perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan
Angka Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-
2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68
menjadi 23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada
tahun 2015.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan

5
dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu
adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%).
Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi
Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian
anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu
dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan laporan
rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan
(39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%).
Keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan ditentukan berdasarkan
indikator AKI dan AKB. Hal ini juga menggambarkan kualitas ibu dan anak di
Indonesia. Tingginya AKI, AKBA dan AKB termasuk tantangan paling berat
untuk mencapai MDG’s pada tahun 2015.
MDG’s merupakan komitmen nasional dan global dalam upaya lebih
menyejahterakan masyarakat melalui pengurangan kemiskinan dan kelaparan,
pendidikan, pemberdayaan perempuan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan
yang tercakup dalam 8 goals dan ditargetkan tercapai di tahun 2015. Untuk
kesehatan ibu diharapkan terjadi penurunan kematian ibu ¾ dibanding kondisi
tahun 1990 demikian pula untuk kematian anak terjadi penurunan 2/3. Untuk
Indonesia diharapkan kematian ibu turun menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup dan kematian bayi dan balita 23 per 1000 kelahiran hidup dan 32 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 2015.
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan anak tidak
terkecuali peningkatan akses dan kualitas pelayanan melalui peningkatan
kapasitas tenaga kesehatan termasuk bidan, jaminan kesehatan dan meningkatkan
outreach pelayanan utamanya bagi daerah yang sulit akses. Permenkes nomor 97
tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan masa hamil, persalinan dan sesudah
melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi serta pelayanan kesehatan

6
seksual adalah bukti kesungguhan pemerintah dalam peningkatan pelayanan
kepada ibu dan anak.

2. Tujuan
2.1. Tujuan umum
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di
setiap wilayah kerja.
2.2. Tujuan Khusus
2.2.1. Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui PWS KIA
2.2.2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA
secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
2.2.3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
2.2.4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap
target yang ditetapkan.
2.2.5. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan KIA.

7
BAB II
PEMANTAUAN KIA MENGGUNAKAN PWS KIA

Alat yang digunakan untuk pemantauan program KIA yaitu PWS KIA. PWS
KIA adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu
wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan
tepat. Berdasarkan definisi tersebut PWS KIA merupakan bagian integral dari
manajemen operasional program KIA yang harus dilaksanakan setiap hari setelah
bidan memberikan pelayanan KIA dan dilaporkan setiap bulan secara terus menerus
untuk memantau cakupan pelayanan KIA.
Penyajian PWS-KIA juga dapat digunakan sebagai alat motivasi dan
komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat (kepala desa/ staf
kelurahan, camat, muspida tingkat kecamatan) ketua tim penggerak PKK dan kader
untuk mendapatkan dukungan data sasaran yang sesungguhnya, menggerakan sasaran
dan membantu memecahkan masalah non teknis rujukan kasus risiko tinggi.
Dengan demikian, diharapkan cakupan pelayanan KIA dapat menjangkau
seluruh sasaran di wilayah sehingga kasus risiko tinggi/komplikasi kebidanan dapat
ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan sesegera mungkin
demi keselamatan dan kualitas hidup ibu dan anak. Sasaran yang digunakan dalam
PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan prinsip konsep sasaran wilayah.
Pelaksanaan PWS-KIA baru berarti jika dilengkapi dengan tindak lanjut berupa
perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, meningkatkan penggerakan sasaran,
dan mobilisasi sumber daya untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KIA.
Indikator pelayanan KIA menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam
program KIA. Berikut indikator yang digunakan dalam pemantauan program KIA
pada PWS KIA meliputi :

8
1. Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan K1)
Cakupan K1 adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan
antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal
serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang
dipakai untuk perhitungannya adalah

Jumlah ibu hamil yang pertama kali memdapat pelayanan antenatal


oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja dan kurun waktu tertentu
x 100 %
Jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui proyeksi,
dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan menggunakan rumus:
1,10 × angka kelahiran kasar (CBR) × jumlah penduduk

Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir CBR
kabupaten/kota yang diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat Statistik
(BPS) di kabupaten/kota. Apabila angka CBR kabupaten/kota tidak ada, maka
dapat digunakan angka terakhir CBR provinsi.

2. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4)


Cakupan K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengandistribusi waktu
1 kali pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-
3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara
lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan),

9
yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di
samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan
program KIA. Rumus yang dipergunakan adalah

Jumlah ibu hamil yang memdapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali sesuai
standar oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
x 100 %
Jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

3. Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn)


Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah cakupan ibu bersalin yang
mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani
oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program
KIA dalam pertolongan persalinan sesuai standar. Rumus yang digunakan
sebagai berikut :

Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten


di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
x 100 %
Jumlah sasaran ibu bersalin di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan menggunakan


rumus :
1,05 × angka kelahiran kasar (CBR) × jumlah penduduk

4. Cakupan Pelayanan Nifas oleh Tenaga Kesehatan (KF3)


Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan adalah cakupan pelayanan

10
kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca bersalin sesuai standar
paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam s.d. hari ke-3 (KF1), hari ke-4
s.d. hari ke-28 (KF2) dan hari ke-29 s.d. hari ke-42 (KF3) setelah bersalin di
suatu wilayah kerja.
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap
(memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan serta untuk
menjaring KB Pasca Persalinan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu nifas, Keluarga Berencana di samping menggambarkan
kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut :

Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai
standar oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
x 100 %
Jumlah sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

5. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama (KN 1)


Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama adalah cakupan neonatus yang
mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6–48 jam setelah lahir di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui
akses/jangkauan pelayanan kesehatan neonatal. Rumus yang dipergunakan
adalah sebagai berikut:

Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6-48 jam
setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
× 100 %
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah sasaran bayi bisa didapatkan dari perhitungan berdasarkan jumlah

11
perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam satu wilayah tertentu dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate × jumlah penduduk

6. Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus 0–28 hari (KN Lengkap)


Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus 0–28 hari adalah cakupan neonatus
yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling sedikit tiga kali dengan
distribusi waktu 1 kali pada 6–48 jam, 1 kali pada hari ke-3 s.d. hari ke-7, dan 1
kali pada hari ke-8 s.d. hari ke-28 setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui efektivitas dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

Jumlah neonatus yang telah memperoleh 3 kali pelayanan kunjungan


neonatal sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
× 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

7. Deteksi Faktor Risiko dan Komplikasi oleh Masyarakat


Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh Masyarakat adalah cakupan ibu
hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang ditemukan oleh kader atau
dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.
Masyarakat disini, bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri.
Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam
mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas. Rumus
yang dipergunakan:

12
Jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan kader atau dukun
bayi atau masyarakat di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
× 100%
20% × Jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

8. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri (PK)


Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri adalah cakupan Ibu dengan
komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang
ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan kompeten
pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk
menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan. Indikator ini
mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan secara professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas
dengan komplikasi. Rumus yang dipergunakan:

Jumlah komplikasi kebidanan yang mendapatkan penanganan


definitif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
× 100%
20% × Jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

9. Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus


Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus adalah cakupan neonatus dengan
komplikasi yang ditangani secara definitif oleh tenaga kesehatan kompeten pada
tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus
komplikasi neonatus yang pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal.
Kasus komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa
melihat hasilnya hidup atau mati. Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana

13
pelayanan kesehatan dalam menangani kasus kasus kegawatdaruratan neonatal,
yang kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk
ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai
berikut:

Jumlah neonatus dengan komplikasi yang mendapat penanganan


definitif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
× 100%
15 % × Jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

10. Cakupan Pelayanan Balita


Persentase Usia Bawah Lima Tahun (Balita) mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar. Pelayanan Kesehatan Balita sesuai standar adalah
1. Pelayanan kesehatan Balita diberikan oleh Dokter, Bidan, Perawat, Tenaga
Gizi sesuai kewenangannya
2. Pelayanan kesehatan Balita diberikan di Puskesmas dan jaringannya dan di
fasilitas BUMD/BUMN/swasta yang bekerja sama dengan pemerintah daerah;
c. Pelayanan Kesehatan Balita meliputi:
1) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
2) Pemberian kapsul vitamin A
3) Pemberian imunisasi dasar lengkap dan imunisasi lanjutan
4) Pemberian PMT untuk balita gizi kurang
5) Penanggulangan balita sakit

11. Cakupan Peserta KB Aktif (Contraceptive Prevalence Rate)


Cakupan Peserta KB aktif adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama
yang masih aktif menggunakan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan
dengan jumlah pasangan usia subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu

14
tertentu.
Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama yang masih aktif
memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk menunda, menjarangkan
kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan. Rumus yang dipergunakan:

Jumlah peserta KB aktif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
× 100%
Jumlah seluruh PUS di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Keterangan : PUS: Pasangan yang istrinya berusia 15–49 tahun atau lebih dari
49 tahun masih menstruasi. Setiap Bidan yang bertugas di desa/kelurahan
memiliki kewajiban mengolah data yang tercantum dalam kohort dan dijadikan
sebagai bahan laporan bulanan KIA.
Laporan ini kemudian dikirim kan ke tingkat puskesmas untuk dijadikan
bahan laporan dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan dalam PWS KIA.
Data yang telah diterima di tingkat Puskesmas kemudian ditindaklanjuti oleh
bidan koordinator melalui pengolahan data. Langkah pengolahan data dilakukan
melalui:
1. Pembersihan data: melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir
yang tersedia
2. Validasi: melihat kebenaran dan ketepatan data
3. Pengelompokan: sesuai dengan kebutuhan data yang harus dilaporkan.
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk: Narasi, Tabulasi, Grafik,
dan Peta.
1) Narasi: dipergunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu wilayah
kerja, misalnya dalam Laporan PWS KIA yang diserahkan kepada instansi
terkait.
2) Tabulasi: dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk lampiran.

15
3) Grafik: dipergunakan untuk presentasi dalam membandingkan keadaan
antar waktu, antar tempat dan pelayanan. Sebagian besar hasil PWS
disajikan dalam bentuk grafik
4) Peta: dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan
gambaran geografis
Pemantauan dan pelaporan bertujuan menindaklanjuti hasil
pembahasan implementasi PWS KIA yang telah disusun di tingkat desa yang
selanjutnya harus dilaporkan ke kepala desa, camat dan kepala Puskesmas
untuk dibahas dalam Lokakarya Mini Puskesmas, Pertemuan Bulanan Desa
dan Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan permasalahan yang ditemukan
Berikut ini adalah rencana operasional yang perlu dibicarakan dengan
semua pihak yang terkait pada saat Lokakarya Mini Puskesmas, Pertemuan
Bulanan Desa dan Musrenbangdes:
1. Bagi desa/kelurahan yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan
pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu
sesuai kebutuhan antara lain perbaikan mutu pelayanan.
2. Bagi desa/kelurahan berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek,
perlu prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
3. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus
dibicarakan dalam pertemuan minilokakarya puskesmas dan/atau rapat
dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari
kabupaten/kota)
4. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran,
dan mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat
koordinasi kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten/kota
(untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota)

16
12. Surveillance Kesehatan Ibu dan Anak
Surveillance adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan
interpretasi data secara terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit
yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Sistem surveilans dapat
memberikan informasi berkaitan pelaksanaan program kesehatan serta dapat
menyediakan rencana intervensi untuk perbaikan atau peningkatan kinerja
program. Tindakan yang diambil setelah mendapatkan informasi inilah yang
disebut respons.

17
DAFTAR PUSTAKA

BUKU AJAR KESEHATAN IBU DAN ANAK ( 2015). Hak Cipta oleh Pusat
Pendidikan dan Pelatiham Tenaga Kesehatan. Pengarah : Kepala Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Direktur Jendral Bina Gizi
dan KIA

18

Anda mungkin juga menyukai