DI
RANTAULI SIBARANI
MEDAN
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini
adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit pada ibu dan anak melalui peningkatan
mutu pelayanan dan menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan ibu dan prenatal di
tingkat pelayanan dasar dan pelayanan rujukan primer (Sistriani, 2017).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah
satu indikator status Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dapat menggambarkan kualitas
dan aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2017). Japan International
Cooperation Agency (JICA) menyusun Buku Kesehatan Ibu dan Anak pada tahun 1947,
dan terbukti efektif menurunkan AKI dan AKB karena dapat mendeteksi kehamilan
resiko tinggi sejak awal (Wijhati, 2017).
Penyebab terjadinya AKI yaitu: terjadinya perdarahan, preeklamsi/eklamsi,
infeksi, atau penyakit yang diderita ibu sebelum atau selama kehamilan yang dapat
memperburuk kondisi kehamilan. penyebab lainnya yaitu berhubungan dengan status
kesehatan reproduksi ibu, akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku penggunaan
fasilitas kesehatan, dan juga faktor demografi dan sosiokultural (Iqbal, Shaheen, dan
Begum, 2017).
buku pegangan ibu dengan berbagai informasi kesehatan kehamilan yang dapat
diterapkan oleh ibu maupun keluarga. Ibu hamil dengan pemanfaatan yang kurang pada
buku KIA menjadikan ibu memiliki pemahaman yang kurang terhadap cara mendeteksi
dini adanya komplikasi pada kehamilan.
Pemanfaatan buku KIA oleh ibu dapat dinilai dengan ibu yang selalu membawa
buku saat melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan, membaca, memahami pesan, dan
menerapkan pesan-pesan yang terdapat dalam buku KIA. Terkai dengan data buku KIA,
di Indonesia data tersebut hanya sebatas cakupan kepemilikan buku KIA dan cakupan
penggunaan buku KIA yang digunakan untuk menilai pemanfaatan buku KIA oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota, Puskesmas dan penanggung jawab kesehatan lainnya
dan belum terdapat evaluasi untuk menilai pemanfaatan buku KIA oleh ibu maupun
keluarga (Kemenkes, 2018)
B. Rumusan Masalah
Apakah definisi operasional dalam progam KIA.
C. Tujuan
Agar mahasiswa dan penulis makalah ini bisa mengetahui penjelasan definisi
operasional program KIA
D. Manfaat
Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui,
bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Pemberdayaan masyarakat bidang
KIA masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non
klinik terkait kehamilan dan persalinan. Sistem kesiagaan merupakan sistem
tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal
penggunaan alat tranportasi atau komunikasi (telepon genggam, telepon rumah),
pendanaan, pendonor darah, pencacatan pemantauan dan informasi KB. Dalam
pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka
masyarakat serta menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan
kesehatan di taman kanak-kanak.
6. Dimensi keamanan
Dimensi keamanan maksudnya layanan kesehatan itu harus aman, baik
bagi pasien, bagi pemberi layanan kesehatan maupun bagi masyarakat
sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cedera,
infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh layanan
kesehatan itu sendiri.
7. Dimensi kenyamanan
Dimensi kenyamanan tidak berhubungan langsung dengan efektivitas
layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen
sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat
tersebut. Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik layanan
kesehatan, pemberi layanan, peralatan medis dan nonmedis.
8. Dimensi informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi
yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan
kesehatan itu akan dan/atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat
penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
9. Dimensi ketepatan waktu
Agar berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam waktu
dan cara yang tepat, oleh pemberi pelayanan yang tepat, dan menggunakan
peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat pula.
2. Komplikasi kebidanan :
• Ketuban pecah dini
• Perdarahan pervaginam
1. Antepartum : Ab, PP, Sol Plas
2. Intrapartum : robekan jalan lahir
3. Postpartum : atonia, retplas, plas inkarserata, kelainan
pembekuan darah, subinvolusi.
• HDK dengan atau tanpa oedem
• Ancaman persalinan prematur
• Infeksi berat dlm kehamilan : DB, Tipoid, Sepsis
• Persalinan macet, tak maju
• Infeksi masa nifas
Standar diatas untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil dengan deteksi dini
faktor resiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
trimester 1 minimal 1 kali, trimester II minimal 1 kali dan trimester III minimal
2 kali. Standar 5T yang dimaksud adalah :
1. Pemeriksaaan atau pengukuran tinggi dan berat badan
2. Pemeriksaaan atau pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan atau pengukuran tinggi fundus
4. Pemberian imunisasi TT
5. Pemberian tablet besi
2. Pertolongan Persalinan
Persalinan adalah proses dimana janin, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu (Depkes, 2017). Sedangkan menurut Sumarah (2017), persalinan adalah proses membuka
dan menipisnya serviks, dan janin turun ke jalan lahir.Dari kedua pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi melalui jalan lahir yang
diikuti dengan pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara utuh.
Persalinan normal adalah persalinan yang :
1. Terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau postmatur)
2. Mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi)
3. Selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukan partus
presipitatus atau partus lama)
4. Mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) dan
oksiput pada bagian anterior pelvis
5. Terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forceps)
6. Tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat)
7. Mencakup pelahiran plasenta yang normal (Helen Farrer, 2001. hal.: 118)
c. Dukun bayi :
Terlatih : ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga
kesehatan yang dinyatakan lulus.
Tidak terlatih : ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan
lulus.
Pemberian imunisasi
Imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang imun atau kebal terhadap
suatu penyakit. Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang sistem
kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut.
Bayi yang baru lahir memang sudah memiliki antibodi alami yang disebut kekebalan
pasif. Antibodi tersebut didapatkan dari ibunya saat bayi masih di dalam kandungan. Akan tetapi,
kekebalan ini hanya dapat bertahan beberapa minggu atau bulan saja. Setelah itu, bayi akan
menjadi rentan terhadap berbagai jenis penyakit.
Kini, konsep imunisasi di Indonesia diubah dari imunisasi dasar lengkap menjadi
imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap terdiri dari imunisasi dasar dan imunisasi
lanjutan, dengan rincian sebagai berikut:
Imunisasi dasar
Imunisasi lanjutan
Berdasarkan data tersebut, diketahui juga bahwa hampir 9% atau lebih dari 400.000 bayi
di Indonesia tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap.
Sedangkan untuk cakupan imunisasi lanjutan, persentase anak usia 12-24 bulan yang
telah mendapatkan imunisasi DPT-HB-HiB tahun 2017 mencapai sekitar 63 persen. Angka ini
telah melampaui target renstra 2017 sebesar 45 persen. Sedangkan persentase anak yang
mendapatkan imunisasi campak/MR tahun 2017, sebesar 62 persen. Jumlah ini masih jauh dari
target renstra 2017 sebesar 92 persen.
Perlu diketahui bahwa imunisasi memang tidak memberikan perlindungan 100 persen
pada anak. Anak yang telah diimunisasi masih mungkin terserang suatu penyakit, namun
kemungkinannya jauh lebih kecil, yaitu hanya sekitar 5-15 persen. Hal ini bukan berarti
imunisasi tersebut gagal, tetapi karena memang perlindungan imunisasi sekitar 80-95 persen.
Pemberian vaksin dapat disertai efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI), antara lain demam ringan sampai tinggi, nyeri dan bengkak pada area bekas suntikan,
dan agak rewel. Namun demikian, reaksi tersebut akan hilang dalam 3-4 hari.
Bila anak mengalami KIPI seperti di atas, Anda dapat memberi kompres air hangat, dan
obat penurun panas tiap 4 jam. Cukup pakaikan anak baju yang tipis, tanpa diselimuti. Di
samping itu, berikan ASI lebih sering, disertai nutrisi tambahan dari buah dan susu. Bila
kondisinya tidak membaik, segera periksakan anak ke dokter.
Selain reaksi di atas, sejumlah vaksin juga dapat menimbulkan reaksi alergi parah hingga
kejang. Namun demikian, efek samping tersebut tergolong jarang. Penting diingat bahwa
manfaat imunisasi pada anak lebih besar dari efek samping yang mungkin muncul.
Penting untuk memberitahu dokter bila anak pernah mengalami reaksi alergi setelah
pemberian vaksin. Hal ini guna mencegah timbulnya reaksi berbahaya, yang bisa disebabkan
oleh pemberian vaksin berulang.
Berikut ini adalah vaksin yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
dalam program imunisasi:
Hepatitis B
Polio
BCG
DPT
Hib
Campak
MMR
PCV
Rotavirus
Influenza
Tifus
Hepatitis A
Varisela
HPV
Japanese encephalitis
Dengue
1. Hepatitis B
Vaksin ini diberikan untuk mencegah infeksi hati serius, yang disebabkan oleh virus
hepatitis B. Vaksin hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir, dengan
didahului suntik vitamin K, minimal 30 menit sebelumnya. Lalu, vaksin kembali diberikan pada
usia 2, 3, dan 4 bulan.
Vaksin hepatitis B dapat menimbulkan efek samping, seperti demam serta lemas. Pada
kasus yang jarang terjadi, efek samping bisa berupa gatal-gatal, kulit kemerahan, dan
pembengkakan pada wajah.
2. Polio
Polio merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Pada kasus yang parah,
polio dapat menimbulkan keluhan sesak napas, kelumpuhan, hingga kematian.
Imunisasi polio pertama kali diberikan saat anak baru dilahirkan hingga usia 1 bulan.
Kemudian, vaksin kembali diberikan tiap bulan, yaitu saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan. Untuk
penguatan, vaksin bisa kembali diberikan saat anak mencapai usia 18 bulan.
Vaksin polio bisa menimbulkan demam hingga lebih dari 39 derajat Celsius. Efek
samping lain yang dapat terjadi meliputi reaksi alergi seperti gatal-gatal, kulit kemerahan, sulit
bernapas atau menelan, serta bengkak pada wajah.
3. BCG
Vaksin BCG hanya diberikan satu kali, yaitu saat bayi baru dilahirkan, hingga usia 2
bulan. Bila sampai usia 3 bulan atau lebih vaksin belum diberikan, dokter akan melakukan uji
tuberculin atau tes Mantoux terlebih dahulu, untuk melihat apakah bayi telah terinfeksi TB atau
belum.
Vaksin BCG akan menimbulkan bisul pada bekas suntikan dan muncul pada 2- 6 minggu
setelah suntik BCG. Bisul bernanah tersebut akan pecah, dan meninggalkan jaringan parut.
Sedangkan efek samping lain, seperti anafilaksis, sangat jarang terjadi.
4. DPT
Vaksin DPT merupakan jenis vaksin gabungan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis,
dan tetanus. Difteri merupakan kondisi serius yang dapat menyebabkan sesak napas, paru-paru
basah, gangguan jantung, bahkan kematian.
Tidak jauh berbeda dengan difteri, pertusis atau batuk rejan adalah penyakit batuk parah
yang dapat memicu gangguan pernapasan, paru-paru basah (pneumonia), bronkitis, kerusakan
otak, hingga kematian. Sedangkan tetanus adalah penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan
kejang, kaku otot, hingga kematian.
Pemberian vaksin DPT harus dilakukan empat kali, yaitu saat anak berusia 2, 3, dan 4
bulan. Vaksin dapat kembali diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun sebagai penguatan.
Kemudian, pemberian vaksin lanjutan dapat diberikan pada usia 10-12 tahun, dan 18 tahun.
Efek samping yang muncul setelah imunisasi DPT cukup beragam, di antaranya adalah
radang, nyeri, tubuh kaku, serta infeksi.
5. Hib
Vaksin Hib diberikan untuk mencegah infeksi bakteri Haemophilus influenza tipe B.
Infeksi bakteri tersebut dapat memicu kondisi berbahaya, seperti meningitis (radang selaput
otak), pneumonia (paru-paru basah), septic arthritis (radang sendi), serta perikarditis (radang
pada lapisan pelindung jantung).
Imunisasi Hib diberikan 4 kali, yaitu saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan
dalam rentang usia 15-18 bulan.
Sebagaimana vaksin lain, vaksin Hib juga dapat menimbulkan efek samping, antara lain
demam di atas 39 derajat Celsius, diare, dan nafsu makan berkurang.
6. Campak
Campak adalah infeksi virus pada anak yang ditandai dengan beberapa gejala, seperti
demam, pilek, batuk kering, ruam, serta radang pada mata. Imunisasi campak diberikan saat anak
berusia 9 bulan. Sebagai penguatan, vaksin dapat kembali diberikan pada usia 18 bulan. Tetapi
bila anak sudah mendapatkan vaksin MMR, pemberian vaksin campak kedua tidak perlu
diberikan.
7. MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin kombinasi untuk mencegah campak, gondongan, dan
rubella (campak Jerman). Tiga kondisi tersebut merupakan infeksi serius yang dapat
menyebabkan komplikasi berbahaya, seperti meningitis, pembengkakan otak, hingga hilang
pendengaran (tuli).
Vaksin MMR diberikan saat anak berusia 15 bulan, kemudian diberikan lagi pada usia 5
tahun sebagai penguatan. Imunisasi MMR dilakukan dalam jarak minimal 6 bulan dengan
imunisasi campak. Namun bila pada usia 12 bulan anak belum juga mendapatkan vaksin
campak, maka dapat diberikan vaksin MMR.
Vaksin MMR dapat menyebabkan demam lebih dari 39 derajat Celsius. Efek samping
lain yang dapat muncul adalah reaksi alergi seperti gatal, gangguan dalam bernapas atau
menelan, serta bengkak pada wajah.
Banyak beredar isu negatif seputar imunisasi, salah satunya adalah isu vaksin MMR yang
dapat menyebabkan autisme. Isu tersebut sama sekali tidak benar. Hingga kini tidak ditemukan
kaitan yang kuat antara imunisasi MMR dengan autisme.
8. PCV
Efek samping yang mungkin timbul dari imunisasi PCV, antara lain adalah
pembengkakan dan kemerahan pada bagian yang disuntik, yang disertai demam ringan.
9. Rotavirus
Imunisasi ini diberikan untuk mencegah diare akibat infeksi rotavirus. Vaksin rotavirus
diberikan 3 kali, yaitu saat bayi berusia 2, 4, dan 6 bulan. Sama seperti vaksin lain, vaksin
rotavirus juga menimbulkan efek samping. Pada umumnya, efek samping yang muncul tergolong
ringan, seperti diare ringan, dan anak menjadi rewel.
10. Influenza
Vaksin influenza diberikan untuk mencegah flu. Vaksinasi ini bisa diberikan pada anak
berusia 6 bulan dengan frekuensi pengulangan 1 kali tiap tahun, hingga usia 18 tahun.
Efek samping imunisasi influenza, antara lain demam, batuk, sakit tenggorokan, nyeri
otot, dan sakit kepala. Pada kasus yang jarang, efek samping yang dapat muncul meliputi sesak
napas, sakit pada telinga, dada terasa sesak, atau mengi.
11. Tifus
Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit tifus, yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Pemberian vaksin tifus dapat dilakukan saat anak berusia 2 tahun, dengan
frekuensi pengulangan tiap 3 tahun, hingga usia 18 tahun.
Meskipun jarang, vaksin tifus dapat menimbulkan sejumlah efek samping, seperti diare,
demam, mual dan muntah, serta kram perut.
12. Hepatitis A
Sesuai namanya, imunisasi ini bertujuan untuk mencegah hepatitis A, yaitu penyakit
peradangan hati yang disebabkan oleh infeksi virus. Vaksin hepatitis A harus diberikan 2 kali,
pada rentang usia 2-18 tahun. Suntikan pertama dan kedua harus berjarak 6 bulan atau 1 tahun.
Vaksin hepatitis A dapat menimbulkan efek samping seperti demam dan lemas. Efek
samping lain yang tergolong jarang meliputi gatal-gatal, batuk, sakit kepala, dan hidung
tersumbat.
13. Varisela
Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit cacar air, yang disebabkan oleh virus
Varicella zoster. Imunisasi varisela dilakukan pada anak usia 1-18 tahun. Bila vaksin diberikan
pada anak usia 13 tahun ke atas, vaksin diberikan dalam 2 dosis, dengan jarak waktu minimal 4
minggu.1 dari 5 anak yang diberikan vaksin varisela mengalami nyeri dan kemerahan pada area
yang disuntik. Vaksin varisela juga dapat menimbulkan ruam kulit, tetapi efek samping ini hanya
terjadi pada 1 dari 10 anak.
14. HPV
Vaksin HPV diberikan kepada remaja perempuan untuk mencegah kanker serviks, yang
umumnya disebabkan oleh virus Human papillomavirus. Vaksin HPV diberikan 2 atau 3 kali,
mulai usia 10 hingga 18 tahun.
Umumnya, vaksin HPV menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, serta nyeri dan
kemerahan pada area bekas suntikan. Akan tetapi, efek samping tersebut akan hilang dalam
beberapa hari. Pada kasus yang jarang, penerima vaksin HPV dapat mengalami demam, mual,
dan gatal atau memar di area bekas suntikan.
Japanese encephalitis (JE) adalah infeksi virus pada otak, yang menyebar melalui gigitan
nyamuk. Pada umumnya, JE hanya menimbulkan gejala ringan seperti flu. Tetapi pada sebagian
orang, JE dapat menyebabkan demam tinggi, kejang, hingga kelumpuhan.
Vaksin JE diberikan mulai usia 1 tahun, terutama bila tinggal atau bepergian ke derah
endemis JE. Vaksin dapat kembali diberikan 1-2 tahun berikutnya untuk perlindungan jangka
panjang.
16. Dengue
Imunisasi dengue dilakukan untuk mengurangi risiko demam berdarah, yang disebarkan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Vaksin dengue diberikan 3 kali dengan interval 6 bulan, pada usia 9
hingga 16 tahun.
KOHORT BAYI
Masa Neonatal
Kunjungan Neonatal
1 2 3 4
Keterangan
1. Diisi klasifikasi / diagnosis jika lahir dg komplikasi (Asfiksia, Trauma lahir,
infeksi, Kongenital, hipotermi, dll)
Diisi jenis pelayanan yang diberikan (IMD, VitK1,SM)
Diisi † jika meninggal tulis pnyebab kematian.
2-4 Diisi tanggal dan bulan saat bayi diperiksa
Diisi S jika sehat, diisi klasifikasi / diagnosis penyakit jika sakit
Diisi † jika meninggal tulis pnyebab kematian
KOHORT BAYI
Keterangan:
Diisi BB dan umur dalam bulan
Diisi N jika naik ssi garis pertumbuhan
Diisi T Jika tdk naik, tetap, naik tp dibwh garis pertumbuhan
Diisi O jika tdk ditimbang bln lalu
Diisi B jika br pertama kali ditimbang
Diisi E 1/2/3/4/5/6 jika ASI Eksklusif
Diisi Ks, TDs jika KPSP dan TDD hasil sesuai
Diisi Km, TDm jika KPSP dan TDD hasil meragukan
Diisi Kp, TDp jika KPSP dan TDD hasil penyimpangan
Keterangan Kohort Bayi
A. Kesimpulan
1. Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan
anak balita serta anak prasekolah.
2. Prinsip pengelolaan Program KIA adalah memantapkan dan peningkatan jangkauan
serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Tujuan program Kesehatan Ibu dan
anak (KIA) adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat
kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin
proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas
manusia seutuhnya.
3. Ada beberapa kegiatan dalam program kesehatan ibu dan anak, diantaranya,pemeliharaan
kesehatan ibu hamil dan menyusui serta bayi, anak balita, dan anak prasekolah, deteksi
dini faktor resiko ibu hamil, pemantauan tumbuh kembang balita, dan sebagainya
4. Sistem kesiagaan di bidang kesehatan ibu dan anak, terdiri atas 5, yaitu : sistem
pencatatan-pemantauan, sistem transportasi-komunikasi, sistem pendanaan, sistem
pendonor darah, sistem informasi KB
5. Manajemen kegiatan KIA dilaksanakan melalui Pemantauan Wilayah setempat-KIA
(PWS-KIA)
6. Peran dan tugas tenaga kesehatan masyarakat, antara lain mengumpulkan, mengolah data
dan informasi, menginventarisasi permasalahan, serta melaksanakan pemecahan
permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan masyarakat, merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan, mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan Puskesmas,
menyiapkan bahan kebijakan, bimbingan dan pembinaan, serta petunjuk teknis sesuai
bidang tugasnya, melaksanakan upaya kesehatan masyarakat, melaksanakan upaya
kesehatan perorangan, dan lain-lain.
B. Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah KIA ini, memberikan manfaat bagi kita semua, dan
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mubarak, Wahit Iqbal. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Konsep dan Aplikasi dalam
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
2. http://kebidananfk2010.blogspot.co.id/2012/04/kumpulan-makalah-ikm-post-mid.html
3. http://el-syadii.blogspot.co.id/2014/02/gambaran-kondisi-kesehatan-ibu-dan-anak.html
4. DepKes RI, 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks keluarga.
5. Saifudin Abdul Bahri. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal neonatal.
Jakarta: YBP_SP. 2002.
6. JHPIEGO. Panduan pengajar asuhan kebidanan fisiologi bagi dosen diploma III
kebidanan. Buku 5 asuhan bayi baru lahir. Jakarta: Pusdiknakes 2003.
7. Depkes RI. 2007. Buku Acuan & Panduan Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi
Menyusu
8. A.Aziz Alimul, Hidayat. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika. 2008.
9. UU No.44 thn 2008 Pasal 1 angka 4.
10. Depkes RI 2009.
11. http://nchirewrahayu.blogspot.co.id/2015/11/definisi-bbl-neonatus-bayi-batita.html