Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem
yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan merupakan
seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan,
mengembalikan dan memelihara kesehatan.
Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya mencakup
“health care” atau pelayanan kesehatan, tetapi meliputi pengembangan pembiayaan
dan mekasnisme risk pooling sehingga dapat melindungi masyarakat dari beban
keuangan dan beban ekonomi karena penyakit. Dimensi lain menyangkut
peningkatan kepuasan konsumen dan memberikan informasi dan pilihan, juga
merupakan bagian penting dari sistem kesehatan.
Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada
masyarakat dengan disitribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan
berfokus pada “tingkat manfaat” yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu
didistribusikan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sistem kesehatan
melakukan setidaknya empat fungsi yang meliputi pembiayaan, pemberian
pelayanan, produksi sumber daya dan pembimbingan.
Dengan melihat fungsi-fungsi tersebut, maka sistem kesehatan dapat dilihat
sebagai sistem produksi. Untuk memproduksi barang dan jasanya, sistem kesehatan
harus memobilisasi sumber daya, kemudian menyalurkan sumber daya tersebut ke
lembaga menghasilkan produk dan jasa atau individual yang membelinya.
Banyak faktor yang menentukan kecukupan, efisiensi dan kualitas dari
barang dan jasa sistem kesehatan. Salah satunya berkaitan dengan mobilisasi
sumber pendanaan, bagaimana sumber daya ini diorganisasikan serta bagiamana
sumber daya digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. National Health

1
Account merupakan alat yang sangat membantu untuk mengelola organisasi,
fungsi, dan dampak dari pembiyaaan sistem kesehatan tersebut.
Dalam perspektif lain, NHA juga akan menyediakan informasi tentang: a)
Financing sources, sumber pembiayaan termasuk pemerintah dan non pemerintah;
b) Financing agent, institusi yang mengelola dana kesehatan termasuk berbagai
lembaga pemerintah, swasta, asuransi, LSM, rumah tangga; c) Providers: lembaga
yang menerima dana untuk menyediakan dan menyelenggarakan program dan
pelayanan kesehatan, termasuk milik pemerintah, swasta, LSM serta rumah tangga
(dalam kasus”self treatment”); d) Functions, yaitu jenis program atau intervensi
atau kegiatan yang merupakan peruntukan penggunaan biaya kesehatan; e) Cost of
factors of production: rincian biaya kesehatan menurut mata anggaran; dan f)
Beneficiaries, yaitu klasifikasi penggunaan dana kesehatan menurut batasan
geografis, administratif, demografis, strata ekonomi dan katagori masalah
kesehatan (penyakit).
Selanjutnya, NHA juga merupakan instrumen untuk memonitor dan
mengevaluasi efektifitas, efisiensi, fairness (keadilan): Apakah biaya yang tersedia
“cukup”? Apakah secara ekonomis, alokatif dan teknis efisien? Apakah alokasi dan
penggunaannya “fair” (pro poor)? Apakah penggunaannya efektif seperti
ditunjukkan oleh indicator kinerja output dan outcome?
NHA merupakan intrument penting untuk mewujudkan “stewardship”
sistem kesehatan, yaitu menjamin akuntabilitas dalam kegiatan pembangunan
kesehatan yang responsive terhadap kebutuhan kesehatan penduduk.
Dari uraian diatas jelas bahwa NHA sangat diperlukan untuk perumusan
kebijakan kesehatan, khususnya pembiayaan kesehatan. Juga sangat diperlukan
dalam perencanaan dan penganggaran kesehatan, baik di pusat maupun di daerah,
terlebih-lebih dengan adanya kebijakan nasional untuk menerapkan anggaran
berbasis kinerja di semua lini pembangunan kesehatan.
NHA sudah mulai dilaksanakan secara terencana di Indonesia sejak akhir
1980-an yaitu melalui proyek HSF (Health Sector Financing) yang dibiayai oleh
USAID. Kegiatan tersebut terfokus pada analisis pembiayaan yang bersumber dari:
Pemerintah pusat dan daerah, Asuransi, Rumah tangga, dan Perusahaan.

2
Beberapa hambatan dialami dalam kegiatan, terutama dalam melakukan
survey biaya kesehatan di daerah dan perusahaan swasta (non-respons). Kegiatan
ini juga tidak berkelanjutan karena terhenti setelah proyek HSF berakhir (project
based activity). Institusionalisasi kegiatan ini tidak dilakukan secara sungguh-
sungguh. Semula ada di Biro Perencanaan sebagai bagian dari proyek manajemen
HSF, kemudian 2 tahun terakhir dipindahkan ke Badan Litbangkes.
Dalam proyek Health Sector Work (HSW)-pinjaman Bank Dunia, dilakukan
kegiatan PERT (Public Expenditure Review and Tracking), semacam NHA parsial,
yang dikontrakan kepada sebuah perusahaan konsultan. Pelaksanannya tidak
memuaskan karena kurangnya expert yng terlibat dan tidak ada pengarahan serta
kerja sama dengan instansi-instansi sumber data, apalagi instansi penentu kebijakan
kesehatan dan pembiayaan kesehatan. PERT dilakukan terbatas di provinsi proyek
HSW dan hasilnya tidak jelas sampai sekarang.
Dalam poyek USAID/MSH (Management Science for Health) untuk
meningkatkan kapasitas daerah dalam konteks desentralisasi, dilakukan
pengembangan DHA (Distric Health Account). Kegiatan ini menghasilkan
instrumen untuk DHA dan pertama kali diaplikasikan di Kabupaten Cianjur dan
Cirebon. Beberapa kabupaten lain sudah mendapat pelatihan (Jawa Barat melalui
Provincial Health Project II (PHP-II) bantuan WB) dan beberapa kabupaten
wilayah proyek DHS-1 bantuan ADB. Kegiatan ini juga bersifat parsial dan uji
coba, dan tidak berkaitan dengan kegiatan pengembangan NHA. Upaya untuk
melembagakan DHA terbatas pada pelatihan beberapa kabupaten.
Sejak awal 2000-an WHO memberikan dukungan kepada Departemen
Kesehatan (Biro Keuangan) untuk melakukan NHA. Kegiatan tersebut ternyata
sangat eksklusif, dilakukan secara nyaris individual (unit-unit lain di Depkes tidak
terlibat bahkan tidak mengetahui). Dalam pertemuan regional, Indonesia mendapat
penilaian negatif karena tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain yang
didukung WHO/SEARO. Kelemahan pelaksanaan tersebut adalah tidak adanya
pelibatan unit dan instansi lain yang relevan dan tidak jelas “lingkage” kegiatan
tersebut dengan pengambil kebijakan. Sampai sekarang upaya tersebut belum
menghasilkan NHA yang bermakna.

3
Dengan mempelajari pengalaman atau sejarah singkat diatas maka bisa
dipahami bila ternyata NHA merupakan instrumen penting dalam meningkatkan
kinerja pembangunan kesehatan, dalam konteks sekarang berarti juga penting untuk
memacu pencapaian RPJPM bidang kesehatan, Renstra Depkes dan target-target
MDG. Selain itu, NHA di Indonesia ternyata belum bisa berkembang karena tidak
dilakukan proses pelembagaan NHA sehingga NHA mampu menghasilkan
data/informasi yang valid dan timely, serta menjadi kegiatan berkesinambungan.
Oleh karena itu diperlukan suatu proses pelembagaan (institutionalisasi NHA)
secara sistematis dan melibatkan semua institusi yang relevan.
Kajian ini terkait dengan salah satu tugas dan fungsi Direktorat Kesehatan
dan Gizi Masyarakat yaitu melakukan perencanaan khususnya dalam hal kebijakan
yang bersifat nasional. National Health Accounts (NHA) sendiri telah teruji dan
digunakan di banyak negara sebagai alat untuk merangkum, menjelaskan, dan
menganalisa pembiyaan suatu sistem kesehatan nasional. Sehingga diharapkan
hasil kajian ini merupakan langkah dasar menuju penggunaan pembiayaan yang
lebih baik dalam rangka peningkatan kinerja sistem kesehatan.

B. PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang dihadapi dalam penerapan NHA adalah :


1. Data NHA yang tersedia tidak sebanding (komparabel) dengan data
internasional, sehingga sulit sebagai perbandingan.
2. Data NHA yang tersedia masih terfragmentasi pada masing-masing institusi
sehingga NHA Indonesia belum mampu menghasilkan data/informasi yang
lengkap dan komprehensif.
3. NHA di Indonesia tidak berkembang karena tidak dilakukan proses
pelembagaan NHA sehingga NHA mampu menghasilkan data/informasi
yang valid dan timely, serta menjadi kegiatan berkesinambungan.
Pelembagaan (institusionalisasi NHA) perlu dilakukan secara sistematis,
melibatkan semua institusi yang relevan.

4
4. Belum tersedianya data NHA detil tahun 2002 dan NHA Global tahun 2003-
2004

C. TUJUAN

Tujuan dilakukan kajian ini adalah 1) dihasilkannya formulasi konsep serta


langkah-langkah untuk melembagakan NHA di Indonesia, dan 2) dihasilkannya
data NHA detil Tahun 2002 dan NHA Global tahun 2003-2004. Langkah-langkah
untuk melembagakan NHA meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Focal point lembaga yang melakukan NHA (dimana lembaga/unit pelaksana
tersebut berada, apakah di lembaga pemerintah, perguruan tinggi, LSM,
ataupun di swasta)
2. Tugas pokok dan fungsi lembaga
3. Organisasi lembaga tersebut
4. Kualifikasi tenaga teknis yang diperlukan
5. Legitimasi status kelembagaan (SK atau peraturan)
6. Jaringan kerja sama formal (misalnya dengan unit-unit tertentu di
Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri,
Depnaker, BPS, Bappenas, BKKBN, Perusahaan Asuransi, Perguruan
Tinggi, Asosiasi Pengusaha, GP Farmasi, Asosiasi RS, Donor)
7. Perkiraan anggaran untuk “start up” (intervensi awal)
8. Perkiraan anggaran rutin (manajerial)
9. Perkiraan anggaran rutin kegiatan pokok (NHA)
10. Sumber-sumber anggaran yang potensial

D. MANFAAT YANG DIHARAPKAN

Keluaran (output) kajian pengembangan National Health Account ini antara


lain:
1. Perumusan konsep dan pencapaian kesepakatan untuk pelembagaan NHA.
2. Rekomendasi untuk legitimasi pelembagaan NHA.
3. Rekomendasi untuk pembentukan/pendirian lembaga NHA.
5
4. Disepakatinya data NHA detil tahun 2002 dan NHA Global tahun 2003-
2004.

E. SISTEMATIKA LAPORAN KAJIAN

Laporan kajian Pengembangan National Health Account akan dilaporkan


dengan sistematika sebagai berikut :
Untuk bab pertama pendahuluan, terdiri dari : a) latar belakang, b)
perumusan masalah, c) tujuan, d) manfaat yang diharapkan, dan e) sistematika
laporan kajian.
Pada bab kedua akan dibahas mengenai metodologi penelitian/kajian yang
meliputi: konsep dan legitimasi kelembagaan NHA, ruang lingkup, dan
pengumpulan data dan analisis data.
Selanjutnya pada bab ketiga dibahas mengenai National Health Account
(NHA) secara umum dibahas mengenai ringkasan konsep dan prinsip NHA,
pelaksanaan NHA di negara Lain, NHA dan pembiayaan kesehatan di Indonesia,
dan prospek dan kebijakan ke depan.
Sedangkan pada bab keempat akan diulas secara lengkap hasil kunjungan ke
daerah berkaitan dengan pengembangan NHA/PHA/DHA pada Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dan Rumah Sakit Umum Daerah.
Untuk konsep pelembagaan NHA itu sendiri akan dibahas pada bab kelima.
Pada bab ini akan diulas mengenai isu strategis pelembagaan NHA, pengertian
pelembagaan, model kelembagaan, dan proses pelembagaan (road map).
Pembahasan kajian ini ditutup dengan beberapa kesimpulan dan
rekomendasi dalam rangka pengembangan National Health Account selanjutnya.
Sebagai bagian tak terpisahkan dari kajian ini dilampirkan sebuah laporan
National Health Account (NHA) Indonesia Tahun 2002, 2003, 2004 yang terdiri
dari laporan NHA detil Tahun 2002 dan laporan NHA global/ nasional Tahun
2003-2004. Laporan NHA ini dilakukan atas kerjasama Bappenas dengan
Departemen Kesehatan dengan bantuan tim dari perguruan tinggi (UI) untuk
analisis dan perhitungan data health account Tahun 2002, 2003, dan 2004. Dengan

6
demikian kajian pengembangan NHA ini diharapkan memberikan informasi yang
lebih komprehensif baik dari sisi konsep pelembagaan NHA maupun penyediaan
data NHA baik secara detil maupun global yang memenuhi standar internasional.

7
BAB II
METODOLOGI

A. Konsep dan Legitimasi Kelembagaan NHA


1. Konsep
Konsep dan pelembagaan NHA antara lain berisikan tentang :
a. Ringkasan konsep dan prinsip NHA
b. Metodologi NHA dan rumusan fungsi-fungsi dalam kegiatan NHA
meliputi : 1) pengumpulan data; 2) analisis data; 3) perumusan saran
kebijakan; dan 4) manajemen NHA
c. Instansi yang berkaitan dengan NHA baik sebagai sumber data, analisis
data, dan pengguna (users) hasil NHA
d. Gambaran jaringan kerja yang diperlukan
e. Assesment “focal point” yang tepat untuk melakukan NHA secara valid
dan berkesinambungan dan terbuka (tidak eksklusif):
- biasa menugaskan lembaga/unit/pusat yang sudah ada untuk
melakukan NHA
- bisa pula membentuk unit/lembaga baru
f. Tugas pokok dan fungsi lembaga (focal point) tersebut
g. Bentuk legitimasi yang diperlukan (dasar hukum)
h. Hal-hal yang dianggap perlu

Hal-hal tersebut diatas dihasilkan melalui literatur, laporan penelitian, serta


rapat konsultasi dengan beberapa stakeholder kunci seperti Depkes, Bappenas,
Depkeu, Depdagri, BPS, Depnaker, PT Askes, PT Jamsostek, dan Perguruan Tinggi

Konsep tersebut dibahas bersama antara stakeholder yang relevan.


Stakeholders yang perlu terlibat adalah sebagai berikut:

8
a. Departemen Kesehatan (Biro Keuangan, Biro Perencanaan, Pusdatin, Badan
Litbangkes, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Keseshatan, dan unit lainnya
yang terkait)
b. Departemen Keuangan
c. Departemen Dalam Negeri
d. Departemen Tenaga Kerja
e. Kementerian BUMN
f. BPS
g. Bappenas
h. PT Askes
i. PT Jamsostek
j. Kadin
k. Perguruan Tinggi

2. Legitimasi kelembagaan

Setelah ada kesepakatan stakeholder diatas, selanjutnya dilakukan kerja


sama dengan unit-unit yang berwenang dan faham akan proses dan isi dasar hukum
yang diperlukan agar tugas pokok dan fungsi pelaksana NHA tersebut dapat
terlaksana dengan baik.

Hasilnya adalah sebuah draft dasar hukum (peraturan atau keputusan) dari
lembaga negara sesuai dengan kesepakatan stakeholder.

Dengan adanya dasar hukum tentang pembentukan, tugas pokok dan fungsi
lembaga pelaksana NHA tersebut, maka langkah selanjutnya adalah membentuk
lembaga tersebut, yang meliputi:
a. Organisasi
b. Ketenagaan
c. Sarana
d. Perumusan rinci kegiatan manajemen dan kegiatan NHA

9
B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan institusionalisasi NHA terdiri dari empat tahap, yaitu :
(1) Perumusan konsep dan pencapaian kesepakatan kelembagaan NHA,
(2) Rekomendasi legitimasi pelembagaan NHA,
(3) Rekomendasi pembentukan/pendirian lembaga NHA dan
(4) Kegiatan NHA yaitu analisis Hasil NHA Tahun 2002-2004, terdiri dari :
a. Analisis Detil Tahun 2002
b. Analisis NHA Global/ Nasional Tahun 2003-2004

C. Pengumpulan Data dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan melalui : studi literatur, pengumpulan data


primer dan sekunder, diskusi, seminar, workshop, dan kunjungan lapangan.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam di
tingkat pusat dan daerah. Pada tingkat pusat dilakukan wawancara mendalam
terhadap narasumber dari instansi Departemen Kesehatan, Bappenas, Departemen
Keuangan, Departemen Dalam Negeri, BPS, Departemen Tenaga Kerja, PT Askes,
PT Jamsostek, dan Perguruan Tinggi.
Sedangkan untuk tingkat daerah dilakukan wawancara mendalam terhadap
narasumber yang berasal dari :
- Tingkat provinsi : Bappeda, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan Biro
Keuangan Sekda
- Tingkat Kabupaten/Kota : Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Biro
Keuangan Sekda
Daerah yang dikunjungi adalah :
1. Bangka Belitung
2. DI Yogyakarta
3. Sulawesi Selatan
4. Kalimantan Timur
5. Maluku Utara

10
6. Bali
7. Nusa Tenggara Barat

Dasar pemilihan daerah sampel adalah : 1) daerah tersebar dari barat sampai
timur Indonesia; 2) daerah tersebut telah pernah mendapat pemaparan tentang
NHA/PHA/DHA; 3) daerah juga mewakili daerah yang telah menjalankan DHA
dan belum menjalankan DHA.

Pengelolaan data untuk data daerah dilakukan melalui editing, coding, entry
data, dan cleaning.
a. Editing, diperlukan agar kualitas data dapat terjamin, untuk itu ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan editing data yaitu :
- Apakah data sudah lengkap ?
- Apakah data sudah cukup jelas tulisannya untuk dapat dibaca?
- Apakah semua catatan dapat dipahami?
- Apakah semua data sudah cukup konsisten?
- Apakah data sudah cukup uniform?
- Apakah ada respons yang tidak sesuai?
Dalam melakukan editing, dicek pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya tidak
cocok, hal ini perlu diklarifikasi dengan tim pengumpul data, apakah data ini
harus dikumpulkan ulang atau cukup diklarifikasi didalam tim saja.

b. Coding, untuk memudahkan analisa data yang sudah dilakukan editing, maka
data tersebut diberi kode. Pemberian kode dapat dilakukan dengan melihat jenis
pertanyaan, apakah jawaban tersebut berupa, angka, jawaban dari pertanyaan
tertutup, jawaban dari pertanyaan terbuka, jawaban dari pertanyaan semi
terbuka, atau jawaban kombinasi. Jika data semua sudah diberi kode, berarti
data siap untuk dientry.

c. Entry data, jika semua data sudah diberi kode, berarti data siap untuk dientri
kedalam komputer. Selanjutnya dilakukan entry data dangan bantuan fasilitas
softwre statistik.

11
d. Cleaning data, sebelum dilakukan analisis dilakukan pengecekan data untuk
melihat apakah nilai-nilainya sudah sesuai seperti yang diinginkan. Setelah
selesai membersihkan data, berarti data siap untuk dilakukan analisis.

12
BAB III
NHA (NATIONAL HEALTH ACCOUNT)

A. Ringkasan Konsep dan Prinsip NHA

Secara umum Health Account adalah proses pencatatan, analisis dan


pelaporan belanja kesehatan. Health Account bisa dilakukan dalam skala nasional
(NHA = National Health Account), dapat pula dilakukan di tingkat Provinsi (PHA
= Provincial Health Account) dan ditingkat Kabupaten/Kota (DHA = District
Health Account). NHA yang terbatas pada sumber pembiayaan Pemerintah kadang-
kadang juga disebut ”Public Expenditure Review” (PER).
Menurut Charu C. Garg (2007)1 NHA adalah suatu kerangka akuntansi yang
menggambarkan seluruh pengeluaran untuk kesehatan (termasuk dari pemerintah
/publik, swasta dan donor) di suatu negara selama satu tahun.
Perhitungan NHA menggunakan konsep yang standar dalam
mendefinisikan batasan pengeluaran kesehatan dan mengikuti klasifikasi
perhitungan kesehatan secara internasional (ICHA : International classifications
for health accounts) untuk klasifikasi transaksi dengan karakteristik yang sama.
Dalam ICHA ada empat dimensi NHA yang penting yaitu :
- Financing sources, sumber pembiayaan termasuk pemerintah dan non
pemerintah;
- Financing agent, institusi yang mengelola dana kesehatan termasuk berbagai
lembaga pemerintah, swasta, asuransi, LSM, rumah tangga;
- Providers: lembaga yang menerima dana untuk menyediakan dan
menyelenggarakan program dan pelayanan kesehatan, termasuk milik
pemerintah, swasta, LSM serta rumah tangga
- Functions, yaitu jenis program atau intervensi atau kegiatan yang merupakan
peruntukan penggunaan biaya kesehatan

1
Charu C. Garg, health economist, Department of Health System Financing, WHO, Indonesia NHA
Workshop 3-5 Sept 2007
13
Menurut WHO (1988), sumber pembiayaan kesehatan antara lain berasal
dari pajak (APBN/APBD), pendanaan masyarakat seperti dana sehat, jaminan
kesehatan baik dari pemerintah maupun swasta, asuransi komersial, LSM, dan
bantuan luar negeri.
Alur pembiayaan dalam NHA dapat ditelusuri melalui empat pertanyaan
pokok yaitu :
- Siapa yang membiayai pelayanan kesehatan ?
- Berapa besar biaya yang mereka keluarkan untuk pelayanan kesehatan
tersebut?
- Kemana dana kesehatan itu disalurkan ?
- Siapa yang memperoleh keuntungan dari pengeluaran kesehatan ini?
Alur pembiayaan dalam NHA secara garis besar terdiri dari 3 bagian yang
pokok yaitu sumber pembiayaan, intermediasi pembiayaan dan provider, hubungan
ketiga bagian tersebut diperlihatkan dalam gambar 3.1.

SUMBER INTERMEDIASI PEMBIAYAAN PROVIDER

Depkes
Depkes Fasilitas kesehatan,
Depkes

PT, sekolah
(Diknas)

Fasilitas kesehatan
Asuransi/ Askes PT/sekolah, Diknas
BUMN

Organisasi publik
( kementrian,TNI, BUMN) Fasilitas kesehatan
( kementrian,TNI,
BUMN)

Swasta
Asuransi/sawsta

Fasilitas kesehatan
swasta
Perusahaan swasta

Donor
donor Farmasi

Rumahtangga
Rumah Fasilitas kesehatan
tangga
(Donor/ LSM)

LSM/yayasan
sosial

Gambar 3.1 Alur Pembiayaan dalam NHA

14
Dalam perhitungan NHA seringkali dihadapkan dengan kesulitan data
dengan berbagai alasan, untuk itu perlu interpretasi data. Data NHA dapat
diinterpretasikan dengan menggunakan berbagai type data lain yaitu :
- Indikator sosial ekonomi
- Data ouput pelayanan kesehatan
- Data outcome kesehatan
- Data demografi lainnya

Pada prinsipnya NHA yang dihasilkan melalui suatu proses yaitu meliputi
pengumpulan data, organisasi data, analisis hasil untuk kebijakan bidang kesehatan,
dan medesiminasikan informasi NHA kepada seluruh stakeholder. Alur proses data
NHA secara garis besar diperlihatkan pada gambar 3.2.

Olah data dari NHA


File Excel dari sistem :
berbagai sumber - Tabel
- Grafik
- Laporan
- File excel
Publik Grafik

Private
Pusat
Database
Tabel

Dapat di update seperti


sumber data, providers, dll

Laporan

Gambar 3.2. Alur proses data NHA

B. Pelaksanaan NHA di negara lain

NHA adalah sebagai alat yang penting untuk menggambarkan bagaimana


suatu negara dalam pengeluaran sumber kesehatan, pelayanan kesehatan apa saja
15
yang diberikan, jenis pelayan kesehatan yang diberikan oleh institusi kesehatan
baik dari pemerintah maupun swasta, dan berapa besar biaya kesehatan yang
dikeluarkan oleh penduduk maupun pemerintah.
Beberapa negara tetangga kita sudah menerapkan atau merintis penggunaan
NHA sejak lama, seperti di Thailand telah menghasilkan pendapatan nasional dan
perhitungan belanja nasional sejak tahun 1960 yang berdasarkan United Nation
System of Nationa Account (UN-SNA). Sedangkan penerapan NHA dengan metoda
OECD system baru dimulai tahun 1994-2001. Sedangkan di Jepang mulai
melakukan estimasi NHA tahun fiskal 1998 pada tahun 2000 dan mulai
dipresentasikan pada tahun 2001 untuk estimasi NHA tahun fiskal 1995-2001.
Secara garis besar posisi NHA Indonesia dibandingkan negara lainnya yaitu sudah
masuk pada grup II yaitu baru menghasilkan 1 studi NHA atau masih dalam
pengembangan, secara lengkap posisi NHA dibandingkan dengan negara lain
dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Posisi NHA Indonesia

Group IV Group III Group II Group I


(76 negara) (35 negara ) (29 negara) (53 negara)
WHO 6 tahun data/ 3 3 tahun data/ 2 1 studi NHA / Tidak ada
Regions tahun studi NHA tahun studi NHA pengembangan estimasi NHA
SEAR Bangladesh, Sri Myanmar, India, Nepal, Bhutan, Korea,
Lanka, Thailand Indonesia, Timor Leste
Maldives

WPR Australia, China, Mongolia, New Tonga, Brunei


Japan, Malaysia, Zealand, Papua Micronesia, Darussalam,
Philippines, New Guinea Tuvalu, Vanuatu, Cambodia, Cook
Korea, Vietnam, Fiji Islands, Kiribati,
Samoa Lao PDR,
Singapore
Sumber : WHO

16
Hasil dari NHA untuk 6 (enam) negara di Asia pada tahun 2003 berupa
pengeluaran dan outcome untuk kesehatan diperlihatkan pada tabel 3.2. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa Indonesia untuk pengeluaran dan outcome bidang kesehatan
masih tertinggal dari negara lainnya walaupun masih sedikit lebih baik
dibandingkan dengan negara India. Bila dilihat dari total pengeluaran untuk
kesehatan terhadap GDP ternyata Indonesia merupakan negara terendah nilainya
dibandingkan 5 negara asia lainnya (lihat tabel 3.2) dengan demikian kebijakan
yang harus diambil adalah diperlukan peningkatan alokasi untuk bidang kesehatan.

Tabel 3.2 Perbandingan Pengeluaran dan Outcome Kesehatan Tahun 2003


India Indonesia Sri Lanka Thailand Malaysia Philippines
GDP per kapita dlm US$ (2002) 2,670.0 3,230.0 3,570.0 7,010.0 9,120.0 4,170.0
Total pengeluaran utk kesehatan/kapita US$ (2003) 20 40 55 160 218 76
Total pengeluaran utk kesehatan (TPK) % GDP (2003 4.9 2.9 4.1 3.5 4.2 3.4
Pengeluaran Pemerintah utk Kes. % TPK (2003) 17.1 31.6 41.1 63.7 61.6 40.7
Pengeluaran Rumahtangga utk Kes. % TPK (2003) 77.5 51.9 47.7 27.1 28.3 46.6
Sumber Luar lainnya % TPK (2003) 0.6 0.8 1.7 0.3 0.0 3.3

Umur Harapan Hidup (2004) 62 67 71 70 72 68


Prevalensi HIV pada Orang Dewasa 0.7 0.1 <0.1 1.5 0.4 <0.1
Angka Kematian Balita per 1000 (2004) 85 38 14 21 12 34
Indeks Pembangunan Manusia (ranking) (2002) 127 111 96 76 59 83
Sumber : WHO

Total Health Expenditure as % of GDP, 2003


Gambar 3.3 Total Pengeluaran Kesehatan (TPK) % GDP, 2003
6

5
TT
PP 4
THE/GDP

KK
/ 3
/
GG
DD 2
PP
1

0
India Indonesia Sri Lanka Thailand Malaysia Philippines

Sumber : WHO

17
C. NHA dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

Data dan analisis tentang situasi pembiayaan kesehatan di Indonesia


mengungkapkan beberapa masalah pembiayaan yang sangat mempengaruhi kinerja
pembangunan/program kesehatan. Pertama, belanja kesehatan nasional relatif
rendah, terutama belanja pemerintah untuk kesehatan lebih rendah dari pada jumlah
normatif seperti disarankan oleh lembaga-lembaga internasional. Pada tahun 2002
diperkirakan anggaran kesehatan pemerintah untuk kesehatan adalah US$
1.7/kapita2. Berangsur-angsur terjadi kenaikan belanja kesehatan pemerintah
sehingga pada tahun 2006 mencapai US$ 6.92/kapita3. Jumlah ini jauh dari
perkiraan normatif yang disampaikan oleh Bank Dunia, yaitu sebesar US$
12/kapita, yang terdiri dari US$ 7.5/kapita untuk pelayanan kesehatan klinis
esensial dan US$ 4.5/kapita untuk program kesehatan masyarakat dasar4. Analisis
anggaran kesehatan pemerintah di sejumlah 15 kabupaten/kota pada tahun 2002
juga menunjukkan angka yang rendah, yaitu berkisar antara US$ 0.33 sampai US$
2.81/kapita. Apabila dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) pada
tahun 2006 hanya rata-rata 2,7%, hal ini masih dari anjuran Organisasi Kesehatan
Sedunia yakni paling sedikit 5% dari PDB per tahun. Selanjutnya analisis biaya
kesehatan di 10 Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah pada tahun 2004
menunjukkan angka yang sudah mendekati saran Bank Dunia diatas, yaitu rata-rata
US$ 13.06/kapita (rentang antara US$ 7.12 sampai US$ 15.87/kapita). Walaupun
angka rata-rata kabupaten/kota di Sulawesi Tengah tersebut relatif tinggi, 38% dari
jumlah tersebut berasal dari pusat (JPKMM, dana Dekon, PHLN).
Masalah berikutnya, disinyalir sebagian besar anggaran tersebut terpakai
untuk gaji dan belanja fisik. Pola alokasi dan utilisasi anggaran demikian
menyebabkan program kesehatan mengalami ketidakcukupan anggaran
operasional. Keadaan ini berpengaruh besar terhadap kinerja program/pelayanan di

2
Somanathan, A, et al. Indonesia Public Health Expenditure Review, Institute of Policy Study, Health
Policy Program, Srilangka, 2004.
3
Biro Perencanaan Depkes
4
World Development Report 1993: Investing in Health. World Bank 1993.
18
lapangan/masyarakat. Perbaikan indikator kinerja yang melekat pada penduduk
(beneficiary) sangat ditentukan oleh kecukupan biaya operasional tersebut5.
Sinyalemen lain adalah pola “pyramida terbalik” dalam anggaran kesehatan,
yaitu belanja yang berlebihan untuk kegiatan penunjang (pendidikan, pelatihan,
pertemuan, lokakarya) yang diselenggarakan oleh jenjang administrasi lebih tinggi,
sedangkan belanja pada jenjang yang lebih bawah berkekurangan dibandingkan
dengan kebutuhan. Padahal perubahan-perubahan riil dalam indikator kinerja dan
status kesehatan adalah hasil dari kegiatan langsung yang dilaksanakan oleh jajaran
administrasi dan pelayanan ditingkat yang lebih bawah (Dinas Kesehatan, RSU,
Puskesmas, dll).
Berikutnya adalah masalah “substitusi”, yaitu kecenderungan daerah
mengurangi alokasi APBD untuk kesehatan apabila ada dana bantuan PHLN atau
hibah atau alokasi APBN. Akibatnya, tambahan dana dari sumber bantuan dan
pusat tersebut tidak meningkatkan anggaran kesehatan secara total.
Gambaran masalah-masalah pembiayaan kesehatan seperti diuraikan diatas
diketahui dari analisis biaya kesehatan semacam health account yang dilakukan
secara partial dan insidental di beberapa daerah. Di beberapa daerah gambaran
pembiayaan kesehatan tersebut telah disampaikan dalam kegiatan advokasi, dengan
sasaran pemerintah daerah dan lembaga legislatif setempat. Beberapa pemerintah
daerah ternyata menunjukkan repsons positif, yaitu peningkatan alokasi untuk
kesehatan. Bahkan peningkatan alokasi tersebut difokuskan pada masalah
kesehatan tertentu yang menjadi prioritas6, atau difokuskan pada peningkatan biaya
operasional untuk kegiatan di lapangan7. Uraian diatas adalah beberapa contoh
tentang manfaat health account untuk meningkatkan sistem pembiayaan kesehatan.
Kebutuhan akan kegiatan health account baik pada tingkat nasional (NHA)
maupun daerah (PHA dan DHA) semakin meningkat dengan adanya beberapa
masalah dan tantangan dalam sub-sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia.
Beberapa masalah dan tantangan tersebut adalah sebagai berikut:

5
Prescott, Nicholas. Bank Dunia, Jakarta 1990.
6
. Ascobat G. Advokasi Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Proyek DHS-1. 2006
7
. Kabupaten Sumba Timur. Alokasi APBD untuk honorarium Juru Malaria Desa
19
Prospek beban biaya kesehatan

NHA, PHA dan DHA sangat dibutuhkan sehubungan dengan kecenderungan


meningkatnya beban pembiayaan kesehatan nasional. Pertama adalah peningkatan
karena inflasi biaya kesehatan, yang terjadi di mana-mana termasuk di Indonesia.
Inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga input pelayanan kesehatan seperti obat,
teknologi kesehatan dan biaya tenaga kesehatan8.
Beban biaya kesehatan juga meningkat karena proses transisi epidemiologis
yang semakin nyata di Indonesia. Laporan tentang pola penyakit dari Puskesmas
menunjukkan bahwa penyakit diabetmilitus (DM) dan hipertensi sudah masuk
dalam kelompok 10 besar penyakit, bersama dengan penyakit infeksi konvensional
seperti diare, ISPA, dll. Demikian juga dengan pola sebab kematian, penyakit
kardiovaskuler dan kanker terus menunjukkan peningkatan.

Beban pembiayaan kesehatan penduduk miskin

Jumlah penduduk miskin yang menjadi tanggungan pemerintah sangat


spektakuler, yaitu 74.600.000 orang, yang pada tahun 2007 memberi beban subsidi
sebesar mendekati Rp 4 triliun. Jumlah tersebut menjadi tanggungan pemerintah
pusat. Beberapa pemerintah daerah ada yang menunjukan komitmen anggaran
dengan mengalokan sejumlah tertentu APBD untuk menambah dana pusat9.
Dengan health account (dalam hal ini DHA), sebetulnya dapat diungkapkan apakah
suatu daerah cukup mampu untuk membiayai atau turut membiayai) pemeliharaan
kesehatan penduduk miskin. Misalnya, secara umum dapat diasumsikan misalnya
bahwa Pemda Kutai Kertanegara (APBD mendekati Rp 4 triliun), Pemda Bengkalis
(APBD sekitarRp 2.6 triliun), seharusnya mampu mengalokasikan lebih besar
untuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Dengan perkataan
lain, kalau DHA dilakukan diseluruh Indonesia, bisa dikembangkan formula

8
. Analisis biaya kesehatan pada tahun 1994 menunjukkan tingkat inflasi antara 14% sampa9 16%.
9
. Ascobat G. Analisis biaya kesehatan daerah di Kabupaten Sikka, Ended an Sumba Timur. Persiapan
proyek KIA AusAID, 2006.

20
nasional dimana peranan pusat diarahkan sebagai instrument pemerataan
(equalizing role).

Desentraliasi fiskal dan kecukupan biaya operasional

Desentralisasi fiskal adalah satu dari 3 arus besar (main streams) proses
desentralisasi di Indonesia. Dua arus desentralisasi lainnya adalah desentralisasi
politik dan desentralisasi fungsi10. Desentrallisasi fiskal tersebut dilakukan melalui
mekanisme DAU, DAK, Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan (TP). Masing-
masing “fund channeling” tersebut

Reformasi pembiayaan

Hal lain yang menjadi alasan kenapa NHA/PHA dan DHA sangat
dibutuhkan adalah kebijakan dan rencana besar untuk melakukan reformasi sistem
pembiayaan kesehatan. Pada tingkat nasional, undang-undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) mengarahkan agar Asuransi Kesehatan Sosial
dikembangkan di Indonesia. Sementara itu di banyak daerah telah dikembangkan
sistem pembiayaan kesehatan daerah yang modelnya cukup beragam. Ada yang
menerapkan sistem asuransi sukarela bersubsidi (Toba Samosir), asuransi model
JPKM terpadu (Jaminan Kesehatan Jembrana), pelayanan dasar gratis (Kota
Medan, Kota Batam), dll. Hasil NHA dan DHA akan membantu strategi yang tepat
dalam mengembangkan sistem asuransi tersebut.

Standar Pelayanan Minimum

Yang sangat penting pula adalah proses penyusunan Standar Pelayanan


Minimum (SPM) seperti diamanatkan dalam UU No. 32/2004 dan PP No. 38/2007.
Pada dasarnya SPM adalah salah satu proses desentralisasi untuk menyerahkan

10
. Ascobat Gani.Fiscal Decentralizarion in Indonesia. Senior Policy Seminar. Word Bank, Denpasar
September 2007.
21
fungsi tertentu kepada daerah, termasuk tanggung jawab pembiayaan, pelaksanaan
dan pertanggung jawaban kinerja fungsi tersebut. Sampai saat ini memang daftar
program/fungsi yang dimasukkan dalam SPM kesehatan sedang dalam proses
penyempurnaan.
Mampukah daerah membiayai semua fungsi yang ada dalam daftar SPM
tersebut? Pertanyaan ini bisa dijawab apabila DHA dilakukan di daerah. Manakala
DHA menunjukkan bahwa daerah tidak memiliki kemampuan fiskal untuk
menyelenggarakan SPM, maka perlu dipertimbangkan peran pusat untuk
menutupinya.

Pelaksanaan NHA di Indonesia

Pelaksanaan NHA di Indonesia seperti telah dijelaskan pada bab


pendahuluan telah dilakukan sejak akhir 1980-an, pada waktu itu karena adanya
sutu proyek HSF (Health Sector Financing) yang dibiayai oleh USAID, kemudian
dilanjutkan dalam proyek Health Sector Work (HSW) dan PHP-II, pinjaman dari
Bank Dunia dan Proyek DHS-1 bantuan ADB. Kemudian dilanjutkan pada awal
2000-an dengan dukungan dana dari WHO. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
banyak mengalami hambatan antara lain yaitu data NHA yang dihasilkan tidak
memuaskan karena kurangnya keterlibatan dengan instansi-instansi sumber data,
apalagi instansi penentu kebijakan kesehatan dan pembiayaan kesehatan. Selain itu
kegiatan NHA selama ini juga hanya bersifat parsial dan uji coba sehingga data
yang tersedia tidak berkesinambungan, bahkan dalam suatu pertemuan
regional/internasional, Indonesia mendapat penilaian negatif karena tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara lain yang didukung WHO/SEARO.
Dengan memperhatikan pengalaman tersebut maka pada Tahun 2007,
melalui kerjasama dengan Departemen Kesehatan dengan bantuan dari perguruan
tinggi (UI) melakukan perhitungan NHA detil dan global yang sesuai dengan
standar WHO untuk tahun 2002, 2003, dan 2004. Dari hasil perhitungan tersebut
maka didapatkan hasil sementara yang diperlihatkan pada tabel 3.4. Bila
dibandingkan dengan PDB maka pengeluaran kesehatan di Indonesia meningkat

22
dari 1,96 % (2002) menjadi 2,33 % (2003), akan tetapi pada tahun 2004 menurun
menjadi 2,20 %. Sedangkan bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita maka
mengalami peningkatan dari tahun 2002 sebesar 150.256 rupiah menjadi 195.539
rupiah pada tahun 2003 dan 206.156 rupiah pada tahun 2004.

Tabel 3.3 Parameter NHA di Indonesia Tahun 2003-2004


2002 2003 2004

Populasi 211.063.000 213.722.300 216.415.100

PDB (dlm milyar Rp) 1.619.062,4 1.794.663,4 2.032.824,9

Total Pengeluaran Kesehatan (TPK) (dlm milyar Rp) 31.713,4 41.791,1 44.693,2

TPK Public 12.280,8 16.370,6 17.002,8

TPK Non Public 19.432,6 25.420,5 27.690,4

% TPK terhadap PDB 1,96% 2,33% 2,20%

% TPK dari Public 38,72% 39,17% 38,04%

% TPK dari Non Public 61,28% 60,83% 61,96%

PDB per kapita (dlm Rp) 7.670.991 8.397.174 9.393.175

TPK per kapita (in Rp) 150.256 195.539 206.516

Nilai Tukar 10.320 8.876 8.441

PDB per kapita (dlm USD) $743,31 $946,05 $1.112,80

TPK per kapita (dlm USD) $14,56 $22,03 $24,47

Sumber : Laporan NHA detil 2002 dan Global 2003-04, Depkes

Berdasarkan hasil perhitungan NHA, pengeluaran kesehatan menurut agent/


institusi pelaksana yaitu pengeluaran kesehatan dari publik atau pemerintah dan
non publik atau non pemerintah menunjukkan bahwa sebagian besar (lebih dari
60%) berasal dari institusi non pemerintah dan kecenderunganya meningkat dari
tahun 2002-2004. Sedangkan pengeluaran kesehatan yang berasal dari institusi
pelaksana pemerintah mengalami penurunan pada tahun 2004 dibandingkan tahun
sebelumnya (dari 39,17% menurun menjadi 38,04%) seperti diperlihatkan pada
gambar 3.4

23
Gambar 3.4 Pengeluaran Kesehatan menurut Agent Tahun 2002-2004

45,000,000.0
40,000,000.0
35,000,000.0
30,000,000.0
Non
25,000,000.0
Public
20,000,000.0 Pulic
15,000,000.0
10,000,000.0
5,000,000.0
-
2002 2003 2004

Sumber : Laporan NHA detil 2002 dan Global 2003-04, Depkes

Sedangkan bila dilihat menurut sumber pembiayaannya maka pengeluaran


kesehatan berdasarkan perhitungan NHA detil tahun 2002 sebagian besar berasal
dari rumah tangga sebesar 33%, anggaran pemerintah pusat sebesar 30%,
pekerja/tenaga kerja sebesar 19%, dan swasta sebesar 6%. Pengeluaran kesehatan
yang bersumber dari luar negeri (4%) ternyata lebih besar dibandingkan
pengeluaran kesehatan yang bersumber dari pemerintah provinsi (2%). Secara
lengkap pengeluaran kesehatan menurut sumber pembiayaannya dapat dilihat pada
gambar 3.5.

Gambar 3.5 Pengeluaran Kesehatan menurut Sumber, Tahun 2002-2004

Sumber : Laporan NHA detil 2002 dan Global 2003-04, Depkes

24
Hasil perhitungan NHA detil tahun 2002 dan NHA Global tahun 2003 dan
2004 secara lengkap dan rinci menurut agent, sumber, provider dan fungsi disajikan
pada lampiran kajian ini.

Perlunya pelembagaan
Dari semua uraian diatas termasuk hasil perhitungan data NHA maka
harapannya dapat meningkatkan sistem kesehatan nasional, khususnya dalam sub-
sistem pembiayaan kesehatan. Oleh karena itu untuk pelaksanaan NHA ke depan
perlu lebih sistematik dan berkelanjutan. Dalam proses pelembagaan NHA ini, agar
dapat berfungsi dengan baik maka perlu ada semacam “focal point”, yaitu unit yang
bertanggung jawab dalam organisasi pemerintah untuk menggerakkan,
mengkoordinir, melakukan dokumentasi dan diseminasi hasil NHA.

D. Prospek dan Kebijakan Ke depan.

Pentingnya NHA antara lain didasarkan berbagai permasalahan atau isu


dalam bidang kesehatan antara lain yaitu :
- Ada Roadmap Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU no.40 tahun 2004):
Implementasi paling lambat Oktober 2009, saat ini sedang diproses RUU
Badan Pengembangan Jaminan Sosial, Peraturan Pemerintah Penerima
Bantuan Iuran dan Peraturan Presiden Jaminan Kesehatan Nasional, menuju
cakupan semesta (miskin, formal, dan informal).
- Pendanaan kesehatan prioritas untuk masyarakat miskin (Askeskin): tetapi
terjadi kecenderungan peningkatan biaya
- Pelayanan kesehatan gratis semua penduduk: besaran biaya dan mekanisme
pembiayaan belum sesuai
- Desentralisasi fiscal capacity: Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan
harus dibiayai Pemda
- Sudah memadaikah/cukupkah dana kesehatan? Apakah sesuai dengan
kebutuhan?

25
- Sudah tepatkah alokasi anggaran kesehatan?
- Sudah efisien dan efektifkah dana tersebut dibelanjakan?
- Sudah dapatkah data yang ada, dipakai sebagai alat untuk evaluasi, dan
pengambilan keputusan?

Berdasarkan permasalahan/isu tersebut maka manfaat NHA yang dapat


diperoleh antara lain :
1. Bagi pengambil kebijakan :
- Memberikan informasi sumber dan aliran dana pada sistem kesehatan
- Memberikan informasi untuk mengalokasi sumber daya yang terbatas
- Memberikan perbandingan dengan negara lain
- Meningkatkan stewardship
2. Bagi provider/ pelaksana kegiatan
- Menyusun kegiatan dengan anggaran berbasis kinerja
- Meningkatkan akuntabilitas kinerja
- Mengukur belanja kesehatan yang sesungguhnya
3. Bagi konsumen/ masyarakat/donor
- Mendewasakan masyarakat akan perannya dalam pembangunan
kesehatan
- Memberikan informasi bagi donor untuk menentukan pilihan
4. Bagi sistem kesehatan
- Meningkatkan efisiensi, efektivitas dan fairnes dalam mencapai tujuan
- Memberikan gambaran yang lengkap status keuangan sistem kesehatan

26
BAB IV
PENGEMBANGAN NHA/PHA/DHA

Untuk mendukung kajian pelembagaan NHA dilakukan pengumpulan data-


data primer ditingkat daerah yang meliputi kapasitas melakukan Provincial/ District
Health Account (PHA/DHA), mekanisme hubungan kerja dengan
Provinsi/Kabupaten/Kota, mekanisme hubungan kerja dengan pusat, mekanisme
pengumpulan data, dan pelaksanaan PHA/DHA.
PHA/DHA adalah suatu bentuk health account yang lebih kecil dan bersifat
regional (provinsi/kabupaten/kota) dengan tetap mengacu pada kaidah-kaidah NHA
yang telah disepakati dan ditetapkan secara nasional, baik dari segi batasan health
account, klasifikasi, dan sumber daya yang diperhitungkan.
Informasi yang digali dari responden di daerah mengenai pemahaman dan
pelaksanaan NHA/PHA/DHA di daerah antara lain :
1. Pengertian/pemahaman NHA/DHA
2. Penerapan NHA/DHA
3. Efektifitas penerapan NHA/DHA
4. Hambatan penerapan NHA/DHA
5. Aturan/kebijakan hukum yang mendukung
6. Peran Pemerintah Daerah
7. Studi relevan yang pernah dilakukan
8. SDM pendukung
9. Pelatihan terkait yang pernah diikuti
10. Ketersediaan data realisasi
11. Metode pengumpulan data
12. Alur pelaporan (pendapatan/pengeluaran kesehatan seperti dari RSUD,
Apotek, dr praktek, asuransi dll)
13. Periode penyusunan laporan
14. Kordinasi antar dan lintas bidang
15. Pola kerjasama dengan pihak swasta

27
16. Tanggapan bila ada lembaga khusus NHA

Dari keenambelas poin informasi yang ingin digali dikelompokan lagi


menjadi empat point yaitu :
1. Kapasitas melakukan PHA/DHA
2. Mekanisme hubungan kerja dengan Kabupaten/Kota /Provinsi
3. Mekanisme hubungan kerja dengan Pusat
4. Mekanisme Pengumpulan Data
5. Pelaksanaan PHA/DHA

Dari keenam provinsi yaitu Bangka Belitung, Bali, DI Yogyakarta,


Gorontalo, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Riau maka di dapatkan
beberapa pendapat sebagai berikut :

A. Dinas Kesehatan Provinsi

Data dikumpulkan dari hasil wawancara dan FGD dengan responden dari
Dinas Kesehatan Provinsi sebanyak 22 orang. Hasilnya sebagai berikut;
Dari 22 orang responden yang diwawancarai, hampir 70 % yang
mengatakan bahwa unit yang bertanggung jawab melakukan PHA adalah dinas
kesehatan provinsi, selebihnya responden mengatakan bahwa unit yang
bertanggung jawab melakukan PHA adalah Bappeda.

Semua responden mengatakan bahwa PHA perlu kerjasama antar unit terkait
dan semua responden mengatakan kerjasama dengan unit terkait tersebut perlu
dikukuhkan oleh SK Gubernur.

Dari 22 responden yang diwawancarai, hampir 60 % responden mengatakan


bahwa sumber pembiayaan PHA adalah APBD Provinsi, selebihnya responden
mengatakan sumber pembiayaan PHA sebaiknya adalah dari APBN Khusus Pusat..

28
Lebih dari 60 % responden mengatakan permintaan data PHA dari Provinsi
sebaiknya adalah Bappeda Provinsi dan selebihnya responden mengatakan Dinas
Kesehatan Provinsi.

Hampir semua responden (86 %) mengatakan sebaiknya permintaan data


NHA dari pusat dilakukan oleh Depkes Pusat.

Lebih dari 90 % responden mengatakan peran provinsi dalam melaksanakan


NHA adalah mengirimkan data PHA dan data DHA dengan lengkap ke pusat.

Dalam hal kategori, hampir semua responden (lebih dari 90 %) mengatakan


sebaiknya sumber data health account dikatagorikan menurut program kesehatan.

Sekitar 60 % dari responden mengatakan data health account dikumpulkan


melalui tim khusus dan selebihnya mengatakan melalui rapat stakeholder.
Sedangkan untuk penanggung jawab data health account di tingkat provinsi, lebih
80 % dari responden jawabannya adalah tim khusus yang dibentuk dengan SK
Gubernur. Sekitar 50 % responden mengatakan tim khusus tersebut sebaiknya
terdiri dari lintas badan/dinas.

Mengenai stakeholder penyediaan data di tingkat kabupaten/kota, semua


responden jawabannya adalah pemerintah.

Semua responden memberi jawaban bahwa data health account bermanfaat,


terutama yang memanfaatkan data tersebut adalah Bappeda, Dinas Kesehatan, dan
Biro Keuangan Provinsi.

Semua responden mengatakan sumber biaya health account tingkat provinsi


yang akan dicakup, adalah dana dekonsentrasi.

Sekitar 70 % dari responden mengatakan bahwa selama 5 tahun terakhir


pernah dilakukan perhitungan health account dan selebihnya mengatakan tidak
pernah dilakukan perhitungan health account di tingkat Provinsi.

Lebih dari 80 % responden mengatakan unit yang melaksanakan health


account 5 tahun terakhir di tingkat provinsi adalah Dinas Kesehatan Provinsi.

29
Lebih dari 70 % responden mengatakan pernah mengikuti pelatihan PHA
dan selebihnya responden mengatakan tidak pernah mengikuti pelatihan PHA.

Hampir semua responden (95 %) mengatakan penyampaian laporan


sebaiknya berjenjang yaitu dari kabupaten/kota ke provinsi dan dari provinsi
disampaikan ke pusat.

Lebih dari 50 % dari responden mengatakan faktor pendukung penerapan


health account adalah sarana dan prasarana, selebihnya adalah legalitas dan
kebijakan. Sedangkan faktor pnghambat hampir 50 % responden mengatakan
bahwa faktor penghambat utama adalah SDM, sarana dan prasarana, dan legalitas,
karena tanpa SDM, sarana dan prasarana, dan legalitas tidak mungkin health
account bisa diterapkan.

Hasil pengumpulan data primer untuk pelaksanaan PHA pada tingkat


provinsi dapat dilihat juga dalam Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Pelaksanaan PHA di Tingkat Provinsi

N
Informasi Hasil / Tanggapan Responden
o.
1. Kapasitas melakukan PHA
- Penaggungjawab PHA - Dinkes Provinsi 70%
- Pelatihan PHA - Pernah dilatih 70%
- Kerjasama dengan unit terkait - Dikukuhkan dg SK Gubernur 100%
- Sumber pembiayaan PHA - APBD Provinsi 60%
2. Mekanisme hubungan kerja dengan
Kabupaten/Kota /Provinsi
- Penanggung jawab permintaan data PHA - Bappeda 60%
3. Mekanisme hubungan kerja dengan Pusat
- Permintaan data oleh pusat - Depkes 86%
- Peran provinsi dlm pelaksanaan NHA - Mengirimkan data PHA 90%
4. Mekanisme Pengumpulan Data
- Katagori sumber data PHA - Program kesehatan 90%
- Mekanisme pengumpulan data - Melalui Tim khusus 60%
- Penanggungjawab pengumpulan data - Tim khusus dg SK Gubernur 80%
- Faktor pendukung - Sarana dan prasarana 50%
- Faktor penghambat - SDM, sarana dan prasarana, 50%
dan legalitas
5. Pelaksanaan PHA
- Pelaksanaan 5 tahun terakhir - Pernah dilakukan 70%
- Unit yang melakukan - Dinkes provinsi 80%
- Sumber biaya yang dihitung - Dana Dekonsentrasi 100%

30
B. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Data dikumpulkan dari hasil wawancara dan FGD dengan responden dari
Dinas Kesehatan kabupaten/kota sebanyak 12 orang. Hasilnya sebagai berikut.
Dari 12 responden yang diwawancarai, hampir 70 % yang mengatakan
bahwa unit yang bertanggung jawab melakukan DHA adalah Bappeda
Kabupaten/Kota, selebihnya responden mengatakan adalah Dinas kesehatan.

Semua responden mengatakan bahwa DHA perlu kerjasama antar unit


terkait dan semua responden mengatakan kerjasama dengan unit terkait tersebut
perlu dikukuhkan oleh SK Bupati/Walikota.

Dari 12 responden yang diwawancarai, hampir 70 % responden mengatakan


bahwa sumber pembiayaan DHA adalah APBD kabupaten/kota, selebihnya
mengatakan APBD Provinsi.

Lebih dari separuh responden mengatakan bahwa permintaan data DHA dari
kabupaten/kota adalah Bappeda Provinsi dan selebihnya responden mengatakan
Dinas Kesehatan Provinsi.

Permintaan data NHA dari pusat, semua responden mengatakan sebaiknya


dilakukan oleh Depkes Pusat.

Semua responden mengatakan sebaiknya informasi yang dikirim ke pusat


berupa isian formulir (formulir tersebut dirancang oleh pusat untuk diisi oleh
daerah).

Untuk sumber data health account, dalam hal kategori, hampir semua
responden (lebih dari 90 %) mengatakan sebaiknya dikatagorikan menurut program
kesehatan.

Sekitar 60 % dari responden mengatakan data health account dikumpulkan


melalui tim khusus dan selebihnya mengatakan melalui rapat stakeholder.
Sedangkan untuk penanggung jawab data health account di kabupaten/kota, lebih
80 % dari responden jawabannya adalah tim khusus yang dibentuk dengan SK
Bupati/Walikota. Tim khusus tersebut terdiri atas lintas badan/dinas.

31
Mengenai stakeholder penyediaan data di tingkat kabupaten/kota, semua
responden jawabannya adalah pemerintah.

Semua responden memberi jawaban bahwa data health account bermanfaat,


terutama yang memanfaatkan data tersebut adalah Dinas Kesehatan, Bappeda dan
Biro Keuangan Pemda.

Sumber biaya health account tingkat kabupaten/kota yang akan dicakup, 50


% dari responden jawabannya adalah dana dekonsentrasi, selebihnya responden
menjawab dana APBD Provinsi, dan APBD kabupaten /kota.

50 % dari responden mengatakan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak


pernah dilakukan perhitungan health account dan selebihnya mengatakan pernah
dilakukan perhitungan health account di tingkat kabupaten/kota.

Semua responden mengatakan yang melaksanakan health account 5 tahun


terakhir di tingkat Kabupaten/Kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

50 % responden mengatakan pernah mengikuti pelatihan DHA dan 50 %


lainnya mengatakan tidak pernah mengikuti pelatihan DHA.

Semua responden memberi jawaban untuk penyampaian laporan sebaiknya


berjenjang yaitu dari kabupaten/kota ke provinsi dan provinsi akan menyampaikan
ke pusat.

Faktor pendukung penerapan health account, lebih dari 40 % dari responden


mengatakan pendukungnya adalah sarana dan prasarana, selebihnya adalah
legalitas dan kebijakan. Sedangkan faktor pnghambat responden mengatakan
bahwa adalah sarana dan prasarana, SDM dan dana operasional, karena tanpa
sarana dan prasana, SDM dan dana operasional, tidak mungkin health account bisa
diterapkan.

Hasil pengumpulan data primer untuk pelaksanaan DHA pada tingkat


provinsi dapat dilihat juga dalam Tabel 4.2 berikut.

32
Tabel 4.2 Pelaksanaan DHA di Tingkat Kabupaten/Kota

N
Informasi Hasil / Tanggapan Responden
o.
1. Kapasitas melakukan DHA
- Penaggungjawab DHA - Bappeda 70%
- Pelatihan DPHA - Pernah dilatih 50%
- Kerjasama dengan unit terkait - Dikukuhkan dg SK 100%
Bupati/Walikota
- Sumber pembiayaan DHA - APBD Kab/Kota 70%
2. Mekanisme hubungan kerja dengan
Kabupaten/Kota /Provinsi
- Penanggung jawab permintaan data DHA - Bappeda 50%
3. Mekanisme hubungan kerja dengan Pusat
- Permintaan data oleh pusat - Depkes 100%
- Informasi yang dikirim ke pusat - Isian formulir 100%
4. Mekanisme Pengumpulan Data
- Katagori sumber data DHA - Program kesehatan 90%
- Mekanisme pengumpulan data - Melalui Tim khusus 60%
- Penanggungjawab pengumpulan data - Tim khusus dg SK 80%
Bupati/Walikota
- Faktor pendukung - Sarana dan prasarana 40%
- Faktor penghambat - SDM, sarana dan prasarana, 100%
dan dana operasional
5. Pelaksanaan DHA
- Pelaksanaan 5 tahun terakhir - Pernah dilakukan 50%
- Unit yang melakukan - Dinkes kab/kota 100%
- Sumber biaya yang dihitung - Dana Dekonsentrasi 50%

C. Rumah Sakit Umum Daerah

Data dikumpulkan dari hasil wawancara dan FGD dengan responden dari
Rumah Sakit Umum Daerah sebanyak 10 orang. Hasilnya sebagai berikut:

Dari 10 responden yang diwawancarai, 70 % dari responden mengatakan


bahwa unit yang bertanggung jawab melakukan PHA adalah Dinas Kesehatan
Provinsi.

Semua responden mengatakan bahwa PHA perlu kerjasama antar unit terkait
dan semua responden mengatakan kerjasama dengan unit terkait tersebut perlu
dikukuhkan oleh SK Gubernur.

33
Dari 10 responden yang diwawancarai, 70 % dari responden yang menjawab
bahwa pembiayaan PHA bersumber dari APBN khusus pusat, selebihnya
responden mengatakan dari APBD Provinsi.

Separuh dari jumlah responden mengatakan permintaan data PHA dari


kabupaten/kota adalah Bappeda Provinsi dan separuh lagi menjawab Dinas
Kesehatan Provinsi.

Permintaan data NHA dari pusat, semua responden memberi jawaban


sebaiknya adalah Depkes Pusat.

Semua responden mengatakan peran provinsi adalah mengirim PHA secara


lengkap ke pusat, baik PHA yang berasal dari provinsi maupun DHA yang berasal
dari kabupaten.

Untuk sumber data health account, dalam hal kategori, hampir semua
responden (90%) memberikan jawaban data health account sebaiknya
dikatagorikan menurut program kesehatan.

Pengumpulan data health account, 50% dari responden menjawab data


health account dikumpulkan melalui pertemuan stakeholder dan 50% lain
menjawab melalui tim khusus. Sedangkan untuk penanggung jawab data health
account di provinsi, 70% dari responden jawabannya adalah tim khusus yang
dibentuk dengan SK Gubernur. Tim khusus tersebut dari lintas bagian/bidang sub
dinas.

Mengenai stakeholder penyediaan data, semua responden menjawab adalah


pemerintah.

Semua responden memberi jawaban bahwa data health account bermanfaat,


terutama untuk Dinas Kesehatan, Bappeda dan Biro Keuangan Pemda.

Semua responden mengatakan sebaiknya di tingkat provinsi yang


melaksanakan health account adalah Dinas Kesehatan Provinsi.

Sumber biaya health account tingkat provinsi, 60% dari responden


jawabannya adalah dana dekonsentrasi, lainnya menjawab dana APBD Provinsi.

34
Semua responden mengatakan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak
dilakukan health account di tingkat provinsi, dengan demikian laporannya juga
tidak ada.

Mekanisme penyampaian laporan, semua responden memberi jawaban untuk


penyampaian laporan hendaknya berjenjang yaitu dari kabupaten/kota ke provinsi
dan provinsi akan menyampaikan ke pusat.

Faktor pendukung penerapan health account, 60% dari responden


mengatakan pendukungnya adalah sarana dan prasarana, selebihnya adalah
legalitas dan SDM. Sedangkan faktor pnghambat hampir sama dengan faktor
pendukung jawaban dari 50 % responden adalah sarana dan prasarana karena tanpa
sarana dan prasana tidak mungkin health account bisa diterapkan dan selebihnya
jawaban responden tetap berkisar pada legalitas dan SDM, tanpa legalitas dan
SDM.

Hasil pengumpulan data primer untuk pelaksanaan Health Account di


Rumah Sakit Umum Daerah dapat dilihat juga dalam Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Pelaksanaan Health Account di Rumah Sakit Umum Daerah

N
Informasi Hasil / Tanggapan Responden
o.
1. Kapasitas melakukan PHA
- Penaggungjawab PHA - Dinkes Provinsi 70%
- Kerjasama dengan unit terkait - Dikukuhkan dg SK Gubernur 100%
- Sumber pembiayaan PHA - APBN Pusat 70%
2. Mekanisme hubungan kerja dengan
Kabupaten/Kota /Provinsi
- Penanggung jawab permintaan data PHA - Bappeda 50%
3. Mekanisme hubungan kerja dengan Pusat
- Permintaan data oleh pusat - Depkes 100%
- Informasi yang dikirim ke pusat - Data PHA dan DHA 100%
4. Mekanisme Pengumpulan Data
- Katagori sumber data DHA - Program kesehatan 90%
- Mekanisme pengumpulan data - Pertemuan Stakeholder 50%
- Penanggungjawab pengumpulan data - Tim khusus dg SK Gubernur 70%
- Faktor pendukung - Sarana dan prasarana 60%
- Faktor penghambat - Sarana dan prasarana 50%

35
Dari hasil tersebut di atas, maka dapat dibeberapa kesimpulan sebagai
berikut :

1. Tingkat Provinsi(termasuk rumah sakit daerah)


1. Unit yang bertanggung jawab melakukan PHA adalah Dinas Kesehatan
Provinsi.
2. Dalam pelaksanaan PHA perlu kerjasama dengan sector terkait. Kerjasama
ini perlu dikukuhkan oleh SK Gubernur.
3. Sumber pembiayaan PHA adalah APBD Provinsi, selebihnya responden
mengatakan sumber pembiayaan PHA sebaiknya adalah dari APBN Khusus
Pusat.
4. Permintaan data PHA dari Provinsi sebaiknya adalah Bappeda Provinsi
5. Peran provinsi dalam melaksanakan NHA adalah mengirimkan data PHA
dan data DHA dengan lengkap ke pusat.
6. Data health account dikumpulkan melalui tim khusus. Sedangkan untuk
penanggung jawab data health account di tingkat provinsi adalah tim khusus
yang dibentuk dengan SK Gubernur. Sebaiknya tim khusus tersebut terdiri
dari lintas badan/dinas
7. Penyediaan data di tingkat kabupaten/kota, adalah pemerintah.
8. Data health account bermanfaat, terutama yang memanfaatkan data tersebut
adalah Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Biro Keuangan Provinsi.
9 Sebaiknya yang melaksanakan health account di tingkat provinsi adalah
Dinas Kesehatan Provinsi
9. Sekitar 70 % dari responden mengatakan bahwa selama 5 tahun terakhir
pernah dilakukan health account dan selebihnya mengatakan tidak pernah
dilakukan health account di tingkat Provinsi.
10. Penyampaian laporan sebaiknya berjenjang yaitu dari kabupaten/kota ke
provinsi dan dari provinsi disampaikan ke pusat.
11. Faktor pendukung penerapan health account adalah sarana & prasarana,
selebihnya adalah legalitas dan kebijakan. Sedangkan faktor pnghambat
hampir 50 % responden mengatakan bahwa faktor penghambat utama adalah

36
SDM, sarana & prasarana, dan legalitas, karena tanpa SDM, sarana &
prasarana, dan legalitas, tidak mungkin health account bisa diterapkan.

2. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Unit yang bertanggung jawab untuk melakukan DHA adalah Bappeda
Kabupaten/Kota
2. Dalam pelaksanaan DHA perlu kerjasama dengan sector terkait. Kerjasama
ini perlu dikukuhkan dengan SK Bupati/Walikota
3. Sumber pembiayaan DHA adalah APBD kabupaten/kota, selebihnya
mengatakan APBD Prop, juga mencakup dana dekonsentrasi
4. Permintaan data DHA dari kabupaten/kota sebaiknya adalah Bappeda
Provinsi, sedangkan permintaan data NHA dari pusat, semua responden
mengatakan sebaiknya dilakukan oleh Depkes Pusat.
5. Pengumpulan data Health Account, sebaiknya oleh tim khusus yang
dibentuk, dan yang bertanggung dengan data Health Account juga tim
khusus yang dibentuk dengan SK Bupati/Walikota. Tim khusus tersebut
terdiri atas lintas badan/dinas.
6. Penyediaan data di tingkat kabupaten/kota, adalah pemerintah.
7. Data health account bermanfaat, terutama yang memanfaatkan data tersebut
adalah Dinas Kesehatan, Bappeda dan Biro Keuangan Pemda.
8. Sebaiknya yang melaksanakan health account di tingkat Kabupaten/Kota
adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
9. 50 % responden mengatakan pernah mengikuti pelatihan DHA dan 50 %
lainnya mengatakan tidak pernah mengikuti pelatihan DHA.
10. untuk penyampaian laporan sebaiknya berjenjang yaitu dari kabupaten/kota
ke provinsi dan provinsi akan menyampaikan ke pusat.
11. Faktor pendukung penerapan health account adalah sarana dan prasarana,
selebihnya adalah legalitas dan kebijakan. Sedangkan faktor pnghambat
responden mengatakan bahwa adalah sarana dan prasarana, SDM dan dana
operasional, karena tanpa sarana dan prasana, SDM dan dana operasional,
tidak mungkin health account bisa diterapkan.

37
BAB V
PELEMBAGAAN NHA

A. Isu Strategis Pelembagaan NHA


Pada umumnya para pengambil kebijakan dan stakeholder terkait baik di
pusat maupun di daerah belum mengetahui apakah NHA, PHA, dan DHA sudah
berjalan atau belum kecuali beberapa orang yang berminat atau memang sudah
menerima pelatihan sebelumnya. Sedangkan manfaat dari NHA, PHA, dan DHA
tersebut akan terasa terutama dalam hal kebijakan, perencanaan, dan penganggaran
dikarenakan data pembiayaan kesehatan dapat tergambar dengan jelas.
Data NHA yang tersedia sekarang ternyata tidak sebanding (komparabel)
dengan data internasional, sehingga sulit sebagai perbandingan. Selain itu data
NHA yang tersedia juga masih terfragmentasi pada masing-masing institusi
sehingga NHA Indonesia belum mampu menghasilkan data/informasi yg lengkap
dan komprehensif.

Memperhatikan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu proses


pelembagaan yang nantinya data NHA, PHA, dan DHA tersebut dapat tersedia,
terpercaya dan diperbandingkan, tepat waktu serta berkesinambungan. Dengan
demikian maka data NHA tersebut selain dapat digunakan untuk perumusan
kebijakan kesehatan, khususnya pembiayaan kesehatan, juga sangat diperlukan
dalam perencanaan dan penganggaran kesehatan, baik di pusat maupun di daerah

B. Pengertian Pelembagaan

Pengertian pertama pelembagaan dalam proses pelembagaan NHA adalah


upaya untuk menyebarluaskan pemahaman akan arti, manfaat dan kegiatan NHA,
khususnya kepada pelaku-pelaku utama dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan pembangunan kesehatan. Ini termasuk kalangan internal sektor
kesehatan baik di pusat maupun didaerah serta pengambil keputusan diluar sektor
kesehatan, terutama pemerintah dan lembaga legislatif (di pusat dan di daerah).

38
Pengertian kedua adalah pelembagaan dalam arti struktural, yaitu adanya
unit tertentu dalam organisasi pemerintah yang mempunyai mandat dan
kemampuan untuk melaksanakan atau mengkoordinasikan kegiatan NHA serta
melakukan diseminasi hasil NHA.

C. Model kelembagaan

Ada lima yang mencirikan model kelembagaan yang perlu dikembangkan


dalam proses pelembagaan NHA, yaitu; 1) tugas dan fungsi lembaga, 2) struktur
organisasi, 3) opsi kelembagaan, 4) legitimasi kelembagaan, dan 5) pembiayaan.
Kelima kegiatan yang mencirikan model kelembagaan tersebut harus dilakukan
sebelum lembaga NHA mulai berjalan atau difungsikan.

1. Tugas dan fungsi lembaga


- Tugas pokok dan fungsi :
(a) pengumpulan dan manajemen data, termasuk pengelolaan bank data,
(b) analisis dan interpretasi data sesuai format NHA,
(c) produksi dan diseminasi hasil NHA
(d) mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan NHA/PHA dan DHA yang
dilakukan oleh berbagai pihak
- Tugas dan fungsi tambahan :
(a) sebagai “clearing house” data/informasi NHA dan DHA,
(b) inventarisasi referensi tentang NHA,
(c) memberikan “technical assistance” kepada unit atau lembaga lain yang
melakukan Health Account dan
(d) membantu “users” NHA.

- Tugas dan fungsi pengelolaan (manajemen) termasuk


(a) membina jejaring kerja sama dengan sumber data dan
(b) membina kerja sama dengan para analist NHA.

39
2. Struktur organisasi :
Tugas dan fungsi seperti disampaikan diatas memerlukan sebuah organisasi
yang terdiri dari :
(1) Kepala,
(2) Sekretasis/Tata Usaha,
(3) Unit Manajemen Data,
(3) Unit analisis dan
(4) Unit dokumentasi dan diseminasi.
Selain itu perlu dibentuk Advisory Group yang terdiri dari wakil-wakil
lintas Departemen/Lembaga, termasuk Depkes, Bappenas, Depkeu, Depdagri, BPS,
Perusahaan Asuransi Kesehatan, Perguruan Tinggi dan Perorangan (Ahli), dll.
Advisory Group memberikan arahan dan bimbingan kepada unit pelaksana NHA
tersebut diatas.

3. Opsi kelembagaan
Kegiatan NHA, PHA, DHA perlu dilakukan secara rutin. Oleh sebab itu
diperlukan sebuah lembaga yang kuat yang selain mempunyai otoritas dan
kapasitas teknis pelaksanaan NHA, juga mempunyai jaringan kerja yang baik
dengan instansi-isntansi dalam organisasi pemerintah, perguruan tinggi, LSM dan
Swasta, juga memungkinkan mobilisasi dana pemerintah untuk mendukung
kegiatan NHA tersebut.
Beberapa kesepakatan Lokakarya berkaitan dengan opsi kelembagaan
tersebut adalah sebagai berikut:
- Perlu dibentuk sebuah Pusat yang menangani NHA
- Pusat tersebut sebaiknya berada dalam organisasi Departemen Kesehatan
- Karena pembentukan Pusat memerlukan waktu relatif lama, untuk
sementara fungsi-fungsi NHA tersebut diatas dapat dilaksanakan oleh
unit yang sudah ada.
- Saran peserta adalah menunjuk Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan
(PPJK), dibantu oleh unit-unit lain dan Perguruan Tinggi

40
4. Legitimasi kelembagaan
Uraian diatas menunjukkan bahwa untuk memantapkan kelembagaan NHA
ada 3 (tiga) tahap dalam proses kelembagaan, dengan legitimasi sebagai berikut:
- Tahap-1: Untuk sementara pelaksanaan NHA dapat dilakukan dengan
Surat Keputusan Sekjen Depkes
- Tahap-2: Peleburan fungsi NHA pada unit yang ada, yaitu PPJK
dilakukan dengan Surat Keputusan Menkes
- Tahap-3: Pembentukan Pusat NHA dalam organisasi Depkes melalui
Surat Keputusan Menkes

5. Pembiayaan
Pelembagaan dan pelaksanaan NHA memerlukan pembiayaan. Dalam
jangka pendek, persiapan pembentukan pelembagaan NHA dalam bentuk kajian
dapat dibiayai dari anggaran Bappenas dan selanjutnya melalui anggaran Depkes
(DIPA PPJK).
Untuk pelaksanaan NHA secara rutin, anggarannya dapat dimasukkan dalam
DIPA PPJK dan kelak apabila Pusat NHA terbentuk, dibebankan pada DIPA Pusat
NHA tersebut.
Selain itu, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (nanti Pusat NHA)
dapat melakukan mobilisasi sumber dana lain (misalnya dari badan internasional:
WHO, bantuan bilateral, dll).
Biaya dalam pelembagaan dan pelaksanaan kegiatan NHA terdiri dari unsur-
unsur atau elemen sebagai berikut:
(1) Biaya ”start up” (investasi awal dan pengembangan) pelembagaan
- Pembentukan ”sub-unit” NHA di PPJK
- Pembentukan Pusat NHA di bawah Menteri Kesehatan
(2) Biaya operasional (rutin) lembaga NHA
- Biaya personil sekretariat
- Biaya ATK
- Biaya dokumentasi
- Biaya diseminasi hasil

41
(3) Biaya pelaksanaan NHA
- Biaya pengumpulan data (tergantung jenis dan skala kegiatan
pengumpulan data)
- Biaya analisis
- Biaya publikasi

D. Proses Pelembagaan (Road Map)


Proses pelembagaan NHA tidak bisa dilakukan secara singkat karena
membutuhkan komitmen dari semua pihak yang terkait, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah. Pelembagaan NHA juga terkait langsung kegiatan
Health Account yang berada di provinsi (PHA) dan kabupaten/kota (DHA).
Proses pelembagaan NHA dimulai dengan kegiatan sosialisasi dan
peningkatan “awareness” pengambil keputusan dan stakeholder lain tentang
manfaat dan pentingnya Health Account baik di tingkat pusat maupun di daerah,
selanjutnya dilakukan penentuan “focal point” sebagai unit yang melaksanakan dan
mengkoordinir kegiatan NHA secara nasional, sedangkan di tingkat daerah ” focal
point ” ditunjuk setelah pusat NHA terbentuk. Langkah selanjutnya adalah
peningkatan kapasitas HA di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

42
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1. NHA, PHA dan DHA di Indonesia belum sistematik, berkelanjutan, dan


tidak berkembang karena tidak dilakukan proses pelembagaan NHA
sehingga mampu menghasilkan data/informasi yang terpercaya dan tepat
waktu, serta menjadi kegiatan yang berkesinambungan.

2. Pada umumnya para pengambil keputusan dan stakeholder terkait baik di


tingkat pusat maupun di daerah belum mengetahui manfaat NHA, PHA,
dan DHA terutama dalam hal kebijakan, perencanaan, dan penganggaran
kesehatan.

3. Dalam pelaksanaan NHA/PHA/DHA perlu kerjasama dengan sektor


terkait, yaitu institusi sumber data, pelaksana NHA dan pengguna hasil
NHA.

4. Pelembagaan (institusionalisasi NHA) perlu dilakukan secara sistematis


dan melibatkan semua institusi yang relevan untuk menggerakkan,
mengkoordinir, melakukan dokumentasi dan diseminasi hasil NHA. Untuk
melakukan proses pelembagaan NHA ada 3 (tiga) tahap yang harus dilalui,
yaitu: 1) untuk sementara pelaksanaan NHA saat ini dapat dilakukan
dengan Surat Keputusan Sekjen Depkes; 2) peleburan fungsi NHA pada
unit yang ada yaitu PPJK dan ini memerlukan Surat Keputusan Menkes;
dan 3) pembentukan Pusat NHA dalam organisasi Depkes malalui Surat
Keputusan Menkes.

B. Rekomendasi
1. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) diusulkan sebagai
“focal point” dalam melaksanakan dan mengkoordinir kegiatan NHA.

43
Untuk legitimasi (dasar hukum) pelaksanaan kegiatan NHA di Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) diperlukan surat keputusan
(SK) Menteri Kesehatan.

2. Untuk pelaksanaan PHA diusulkan di Dinas Kesehatan Provinsi yang


ditetapkan dengan SK Gubernur, sedangkan DHA diusulkan di Bappeda
Kabupaten/Kota melalui SK Bupati/Walikota

3. Untuk menjamin kesamaan persepsi dan keseragaman serta komparabilitas


data NHA/PHA/DHA diperlukan buku pedoman atau panduan NHA untuk
tingkat nasional dan PHA/DHA tingkat daerah.

4. Untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan terhadap


NHA/PHA/DHA maka diperlukan disseminasi kepada pengambil
keputusan di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

5. Data NHA yang telah dihasilkan perlu didesiminasikan untuk pengambil


kebijakan dalam perencanaan kesehatan sesuai fungsi dan pelaksana
kegiatan.

6. Penyusunan laporan data NHA detil untuk tahun 2005, 2006, 2007, dan
selanjutnya secara reguler dilaksanakan oleh PPJK Depkes.

44
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, T.R., Harbianto, D., Indrajaya, S., Mahlil., Malik,R., Yuslely, “ NHA
Development : Indonesian Progress Report”, Bangkok 28 Juni 2002.

Ascobat Gani, 2007, “ Pelembagaan NHA di Indonesia “(Makalah disampaikan


pada Lokakarya I Pelembagaan NHA, Jakarta, 14 Agustus 2007)

Ascobat Gani, 2007, “ Pelembagaan NHA di Indonesia (2) “(Makalah disampaikan


pada Lokakarya II Pelembagaan NHA, Jakarta, 13 November 2007)

Ascobat Gani, 2006, “ Analisis Biaya Kesehatan Daerah di Kabupaten Sikka, Ende
dan Sumba Timur”, Persiapan Proyek KIA AusAID

Budihardja, 2007, “ Pelembagaan NHA “ (Makalah disampaikan pada Lokakarya I


Pelembagaan NHA, Jakarta, 14 Agustus 2007)

Budihardja, 2007, “ Manfaat dan Prospek Kedepan Data NHA “ (Makalah


disampaikan pada Lokakarya I Pelembagaan NHA, Jakarta, 13 November 2007)

Biro Keuangan & Perlengkapan Sekretariat Jendral DepKes: “Laporan Final


National Health Account Indonesia: Tahun 2003-2004”

Charu C. Garg, health economist, Department of Health System Financing, WHO,


“Paparan dalam : Indonesia NHA Workshop 3-5 Sept 2007”, Depkes

Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional

Departemen Kesehatan RI. 2007. Evaluasi Akhir Proyek PHP I (bahan laporan)

Depkes, FKM-UI, “Presentasi Estimasi Total Pembiayaan Kesehatan dan Metode


Estimasi ” ( Makalah disampaikan pada Workshop NHA 6 Desember 2007)

Depkes dan FKM-UI, “Presentation on Progress of Total Health Expenditure &


Methodology NHA 2002-2004” (Makalah disampaikan pada Lokakarya Hasil
Analisis Pembiayaan Kesehatan, Jakarta 14 desember 2007)

Depkes, FKM-UI, “Laporan NHA detil 2002 dan Global 2003-04”

Poullier, J.P., et.al., “National Health Accounts: Concepts, Data Sources and
Methodology”, WHO

45
Republik Indonesia. 2005. Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009

Somanathan, A, et al., “Indonesia Public Health Expenditure Review”, Institute of


Policy Study, Health Policy Program, Srilangka, 2004.

World Bank , “World Development Report 1993: Investing in Health”.

46
LAMPIRAN

LAPORAN NHA INDONESIA TAHUN 2002, 2003, 2004

1. Laporan NHA Detil Tahun 2002

2. Laporan NHA Global/ Nasional Tahun 2003-2004

47
LAMPIRAN:

LAPORAN
NATIONAL HEALTH ACCOUNT (NHA) INDONESIA
TAHUN 2002, 2003, 2004

48
A. Latar Belakang

Semua pemerintahan di dunia mempunyai kepedulian yang kuat untuk


melakukan reformasi di industri pelayanan kesehatan. Pembiayaan pelayanan
kesehatan di beberapa negara menunjukkan prosentase yang cukup besar terhadap
Produk Domestik Bruto (GDP), sementara di beberapa negara masih mempunyai
prosentase yang kecil. Banyak ahli ekonomi kesehatan berpendapat bahwa
besarnya pengeluaran kesehatan dapat memperbaiki derajat kesehatan masyarakat.
Negara dengan komitmen tinggi dalam kebijakan dan institusi yang berkualitas
akan berdampak positif pada outcome kesehatan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong perkembangan
pembiayaan kesehatan di Indonesia. Dalam sistem desentralisasi, Departemen
Kesehatan (Depkes) telah mengembangkan Standar Pelayanan Minimal (PP
65/2005) yang dapat digunakan sebagai dasar agar diperoleh anggaran yang
memadai untuk membiayai program prioritas kesehatan. Banyak modul dan
pelatihan telah dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para
programer dalam perencanaan, penganggaran, sosialisasi, dan advokasi. Tabel 1
menunjukkan kecenderungan kenaikan pembiayaan kesehatan publik yang cukup
signifikan dalam 6 tahun terakhir (sebelum di adjust dengan inflasi). Walaupun
terlihat ada kenaikan dalam nilai absolut -tetapi secara prosentase- Indonesia hanya
mengalokasikan 3.42% dari PDB di tahun 2005 (Biro Keuangan Depkes, Nov
2006). Menurut World Bank, Indonesia termasuk dalam kategori negara yang tidak
memprioritaskan pembiayaan kesehatan dan juga tidak mencapai target outcome
kesehatan seperti yang disepakati dalam MDGs. Sebagai contoh, pembiayaan
program TB separuh dibiayai oleh donors (50%) sedangkan pembiayaan program
HIV-AIDS mayoritas dibiayai donors (sebanyak 80%). Untuk program-program
prioritas MDGs terlihat peran pemerintah yang relatif sangat rendah. Ditambah lagi
dengan outcome program KIA yang belum bergerak kearah perbaikan.

49
Tabel 1
Pembiayaan Kesehatan
Menurut Tingkat Pemerintahan

(dalam triliun Rp)


2001 2002 2003 2004 2005 2006
Central 2.8 2.3 4.3 4.0 5.7 7.3
Development 2.1 2.0 4.0 3.5
Routine 0.7 0.4 0.3 0.4
Provincial 1.6 1.9 2.1 2.1 2.3 2.8
Development 0.5 0.7 1.1 1.2
Routine 1.1 1.2 1.0 0.9
District 3.9 4.3 5.6 5.7 6.1 7.6
Development 1.1 1.1 2.2 2.2
Routine 2.8 3.2 3.4 3.5
TOTAL 8.3 8.5 12.0 11.8 14.1 17.7

Source: World Bank, :”Indonesia Public Expenditure Review 2007, Chapter 4 – Health, table 4”

Selain dari prosentase pembiayaan kesehatan yang relatif rendah, Indonesia


juga belum mempunyai deskripsi pembiayaan kesehatan yang komprehensif seperti
pembiayaan menurut fungsi (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif); menurut
provider (rumah sakit; klinik, institusi kesehatan, dll); menurut cost of factors of
production (biasanya sesuai dengan pengelompokkan item biaya), menurut
beneficiaries (geografik, demografi, sosio ekonomi), dan menurut pola penyakit
(kelompok penyakit menular, penyakit degeneratif, dll). Analisis pembiayaan
kesehatan yang telah dilakukan sangat terbatas yaitu menurut sumber pembiayaan
(publik, private, dan rest of the world), dan sedikit pengembangan analisis menurut
fungsi dan providers (Biro Keuangan Depkes, Nov 2006). Keterbatasan analisis ini
disebabkan karena kualitas data yang tersedia (banyak missing data), keterbatasan
studi yang mendukung estimasi (survei fasilitas pelayanan kesehatan), dan
keterbatasan keterampilan untuk melakukan analisis tehnis (SDM).
Tanpa National Health Account (NHA), Indonesia telah melakukan berbagai
reformasi kesehatan yang sangat mempengaruhi sistem kesehatan makro.
Reformasi yang telah dilakukan antara lain desentralisasi pembiayaan kesehatan
dan pengambilan keputusan (UU-22 & UU-25/2000, UU-33/2004), Otonomi
Rumah Sakit (PP-23/2004), Desa Siaga, dan Asuransi Kesehatan Sosial (UU-
40/2005). Sangat sulit untuk mengukur dampak dari berbagai reformasi kesehatan
tersebut bila tidak didukung oleh data NHA.
50
NHA adalah alat yang sistimatik, komprehensif dan konsisten untuk
mengendalikan arus sumber daya dalam sistem kesehatan suatu negara
(Poulier,J.P., et.al., WHO). Penjabaran deskripsi makro dalam nilai moneter ini
dijabarkan dalam bentuk tabel standar yang dikembangkan oleh WHO dan OECD.
WHO mempublikasikan tabel pembiayaan kesehatan pertama di tahun 1997 untuk
191 negara anggota dan sejak itu melaporkan tabel tersebut secara rutin (tahunan)
dalam World Health Report. Informasi pembiayaan kesehatan ini dinilai oleh
banyak negara sebagai statistik vital (powerful indicator) yang digunakan sebagai
basis untuk mendukung stewarship dan mengarahkan pemangku kebijakan (policy
makers) dan stakeholders untuk pengambilan keputusan dalam perbaikan kebijakan
untuk reformasi kesehatan di masa datang.
Pengisian tabel standar NHA ini memerlukan upaya pengumpulan data
berskala besar dan oleh karenanya dibutuhkan komitmen besar dari pemangku
kebijakan. Kondisi data empiris menjadi isu besar untuk pengembangan tabel ini di
Indonesia. Banyaknya missing data –terutama setelah desentralisasi- sangat
membatasi kelengkapan sumber data untuk pengembangan tabel NHA. Kualitas
data makro yang tersedia sangat rentan (tidak reliable karena missing data)
sehingga akan sangat mempengaruhi estimasi rinci menurut kategori. Hal positif
yang dimiliki para stakeholders adalah kesadaran atas upaya prioritas untuk
membangun kerangka struktur dan network agar dihasilkan data pembiayaan yang
lebih kuat, tepat, terpercaya, disajikan dalam waktu singkat (timely), dan langgeng
(sustain).

B. Tujuan

Tujuan Umum:
Diperoleh informasi pembiayaan kesehatan mengacu pada tabel standar
yang disiapkan oleh WHO

51
Tujuan Khusus:
• Menghasilkan tabel standar NHA untuk tahun 2002 menurut fungsi,
provider, cost of factor production, dan beneficiaries.
• Melakukan review atas estimasi total pembiayaan kesehatan di tahun
2003 dan 2004 (revisited)
• Menghasilkan tabel standar NHA untuk tahun 2003 dan 2004
menurut fungsi, provider, cost of factor production, dan beneficiaries.

C. Metodologi

Tujuan utama dari pekerjaan ini adalah menyusun tabel standar NHA seperti
yang telah dikembangkan oleh WHO. Diupayakan tidak ada data koleksi, sehingga
akan mengupayakan hasil studi-studi terkait yang tersedia.
Dalam menghasilkan tabel standar NHA, ada beberapa tahap yang dilakukan:
1. Mengumpulkan studi-studi yang terkait dengan fungsi, PPK
a. Kumpulkan studi-studi pada tingkat makro
o Survei Rumah Tangga
o Survei sebelumnya dalam pembiayaan kesehatan di BUMN
o Survei sebelumnya dalam pembiayaan kesehatan di
perusahaan swasta
o Survei pembiayaan kesehatan publik
o Hasil studi/laporan tentang asuransi sosial di Jamsostek dan
Askes
b. Kumpulkan studi-studi pada tingkat mikro
o Survei Rumah Tangga
o Survei-survei studi ekonomi di rumah sakit dan puskesmas
o Health financing studies: disctrict health financing
2. Mengumpulkan formula estimasi untuk men –disagregate data
- public spending:
o Public spending di Dinkes: by programs, by factor of
production, by providers
52
o Public spending in hospital: outpatients and inpatients
- private spending:
o Out of Pocket : hospital inpatient and outpatients
o Drugs : Produsen Obat lokal: Kimia Farma, Biofarma,
Indofarma, Kalbe Farma
3. Review dan pertajam formula untuk dis-agregate data (setelah Workshop)
• Pertajam estimasi formula
• Pencarian studi-studi terkait sebagai tambahan
• Revisi hasil estimasi formula
4. Review estimasi Total Pembiayaan Kesehatan di tahun 2003 dan 2004
(Revisited)
• Review estimasi pembiayaan kesehatan publik
• Review estimasi pembiayaan kesehatan swasta: data susenas
• Review methodology estimasi
• Draft hasil estimasi Total Pembiayaan Kesehatan di tahun 2003 dan
2004
5. Estimasi dis-agregasi data NHA
• Estimasi tabel standar NHA untuk tahun 2002 menurut fungsi,
provider, cost of factor production, dan beneficiaries.
• Estimasi tabel standar NHA untuk tahun 2003 & 2004 menurut
fungsi, provider, cost of factor production, dan beneficiaries.
6. Workshop 4 (empat) kali:
• Revisit angka total pembiayaan kesehatan bersumber publik untuk
tahun 2003 dan 2004
• Presentasi estimasi total pembiayaan publik: Depkes, World Bank,
WHO
• Presentasi estimasi total pembiayaan private: out of pocket
(Susenas)
• Presentasi awal untuk sosialisasi draft formula estimasi

53
• Presentasi draft formula estimasi berdasarkan rekap hasil studi
terkait
• Mendapat tanggapan, masukan dan perbaikan estimasi formula
dari stakeholders
• Presentasi lanjut untuk revisi formula estimasi & draft dis-agregasi
angka
• Presentasi hasil sementara disagregasi sesuai tabel standar NHA
• Mendapat tanggapan, masukan dan perbaikan hasil sementara
• Revisi metodology
• Revisi angka disagregasi sesuai tabel standar NHA (2002-2004)
• Presentasi lanjut metodology dan hasil revisi dis-agregasi
Nara sumber dari WHO Geneva dan Searo akan datang untuk
membantu menyempurnakan methodology estimasi menyusun
Tabel standar NHA
7. Estimasi Final dan penulisan laporan

D. Hasil NHA Detil Tahun 2002 dan NHA Global Nasional Tahun 2003-2004

54

Anda mungkin juga menyukai