Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hepatitis merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang berpengaruh terhadap angka kesakitan,
angka kematian, status kesehatan, angka harapan hidup, dan dampak sosial
ekonomi lainnya. Besarnya masalah hepatitis di Indonesia dapat diketahui dari
berbagai studi, kajian, maupun kegiatan pengamatan penyakit [ CITATION RIK17
\l 14345 ].
Indonesia termasuk dalam salah satu negara dengan penderita hepatitis
terbanyak, di antara 11 negara lainnya di Asia Tenggara [ CITATION Mus18 \l
14345 ]. Prevalensi Hepatitis di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1,2%
meningkat dua kali dibandingkan Riskesdas tahun 2007 yang sebesar 0,6%
dengan Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi yang menyandang predikat
prevalensi tertinggi kasus Hepatitis di Indonesia. Menurut Infodatin 2017,
Kalimantan Barat menduduki peringkat ke-22 dari 33 provinsi di Indonesia
terkait dengan pelaksanaan program deteksi dini hepatitis B dengan persentasi
21,43%. Persentase ibu hamil yang HBsAg reaktif Hepatitis B adalah sebesar
2,95% [ CITATION RIK17 \l 14345 ].
Penyakit Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang di dunia, termasuk di Indonesia. VHB telah menginfeksi
sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar 240 juta merupakan pengidap
virus Hepatitis B kronis, penderita Hepatitis C di dunia diperkirakan 170 juta
orang dan sekitar 1.500.000 penduduk dunia meninggal setiap tahunnya
disebabkan oleh infeksi VHB dan VHC. Indonesia merupakan negara dengan
pengidap Hepatitis B nomor 2 terbesar sesudah Myanmar diantara negara-
negara anggota WHO SEAR (South East Asian Region). Sekitar 23 juta
penduduk Indonesia telah terinfeksi Hepatitis B dan 2 juta orang terinfeksi
Hepatitis C. Penyakit Hepatitis A sering muncul dalam bentuk KLB seperti
yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia[ CITATION MYu18 \l 14345 ].
Setiap tahun diperkirakan sekitar1,4 juta kasus hepatitis A di seluruh
dunia. Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan sekitar 30% populasi
dewasa mempunyai bukti infeksi hepatitis A. Beberapa daerah di Indonesia
pernah dilaporkan mengalami kejadian luar biasa pada tahun 2011-2012 yaitu
Tasikmalaya, Depok, Lampung Timur, Bogor, dan Bandung. Kejadian
hepatitis A terbanyak dialami pada kelompok umur 5-14 tahun [ CITATION
IGe14 \l 14345 ].
Insidensi hepatitis A di Asia adalah 10-30 per 100.000 penduduk per
tahun, dengan jumlah kasus 676.000 tiap tahunnya. Pada tahun 1990,
populasi di Asia adalah 2,9 milyar orang. Depkes RI menyatakan bahwa
meskipun sebagian besar dari mereka yang terinfeksi sembuh sempurna dan
sebagian tetap asimtomatik infeksi virus hepatitis A sungguh menyebabkan
morbiditas dan memberikan beban ekonomi yang besar di seluruh dunia.
Berdasarkan data rumah sakit Indonesia, hepatitis A masih merupakan bagian
terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat, yaitu berkisar antara
39,8%-68,3%, hepatitis A non B sekitar 15,5%-46,4%, dan hepatitis B sekitar
6,4%-25,9%. Indonesia termasuk wilayah endemis hepatitis A. Di Indonesia
KLB hepatitis A dengan pola penularan common source sering terjadi di
asrama dan karyawan perusahaan. Periode KLB berkisar 1-2 bulan dan sering
terjadi pada musim hujan serta mengalami siklus epidemik 5-10 tahun
[ CITATION RID05 \l 14345 ].
Sekitar 50% dari penderita hepatitis B dan C di Indonesia diperkirakan
akan berkembang mengalami gangguan hati kronis dan 10% di antaranya
berpotensi menjadi kanker hepatoseluler. Peningkatan penderita hepatitis dari
tahun 2000 hingga 2012 mencapai angka hampir 80%. Pada akhir tahun
2013, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mencatat
sebanyak 9 dari 100 orang atau sekitar 25 juta penduduk Indonesia terinfeksi
virus hepatitis[ CITATION Mus18 \l 14345 ].
Tingginya infeksi hepatitis B tersebut diduga karena rendahnya
kesadaran masyarakat terhadap penyakit hepatitis dan bahkan sebagian besar
mungkin tidak memahami apa yang dimaksud dengan hepatitis. Pengidap
sering tidak mengetahui bahwa infeksi HBV dirinya terinfeksi virus hepatitis
karena infeksi HBV bisa tidak menimbulkan gejala hingga dalam jangka
panjang yang disebabkan adanya fase imun toleran (HBsAg dan DNA HBV
yang positif tanpa gejala dan tanda, serta alanine transferase dalam batas
normal) dalam perkembangan kronis. infeksi HBV Kondisi ini menjadi dasar
pentingnya upaya dan health promotion early detection dalam strategi
pengelolan infeksi HBV [ CITATION Mus18 \l 14345 ].

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa Pengertian Hepatitis?
1.2.2. Bagaimana Etiologi Hepatitis?
1.2.3. Bagaimana Manifestasi Klinis Hepatitis?
1.2.4. Bagaimana Faktor Risiko Hepatitis?
1.2.5. Bagaimana Patofisiologi Hepatitis?
1.2.6. Bagaimana Pathway Hepatitis?
1.2.7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang Hepatitis?
1.2.8. Bagaimana Pentalaksanaan Hepatitis?
1.2.9. Apa saja Komplikasi Hepatitis?
1.2.10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Hepatitis?

1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui pengertian Hepatitis
1.3.2. Mengetahui etiologi Hepatitis
1.3.3. Mengetahui Manifestasi Klinis Hepatitis
1.3.4. Mengetahui Faktor Risiko Hepatitis
1.3.5. Mengetahui patofisiologi Hepatitis
1.3.6. Mengetahui pathway Hepatitis
1.3.7. Mengetahui pemeriksaan penunjang Hepatitis
1.3.8. Mengetahui penatalaksanaan Hepatitis
1.3.9. Mengetahui komplikasi hepatitis
1.3.10. Mengetahui asuhan keperawatan pada penderita Hepatitis

1.4. Manfaat
Manfaat Umum
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca dalam
pembuatan asuhan keperawatan pada pasien Hepatitis.

Manfaat Khusus
Menyelesaikan penugasan kelompok Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II dan menambah pengetahuan penulis tentang Hepatitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hepatitis


Hepatitis adalah peradangan atau infeksi pada sel-sel hati. Penyebab
hepatitis yang paling sering adalah virus, yang dapat menyebabkan
pembengkakan dan pelunakan hati (Aini, 2013). Hepatitis merupakan istilah
umum yang mengacu pada peradangan hati. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh berbagai penyebab, baik menular (virus, bakteri, jamur, dan organisme
parasit) maupun tidak menular (alkohol, obat-obatan, penyakit autoimun, dan
penyakit metabolik). Penyakit hepatitis paling sering disebabkan oleh virus.
Virus hepatitis adalah sekelompok penyakit menular yang mempengaruhi
ratusan juta orang di seluruh dunia. Lima virus hepatitis yang berbeda telah
diidentifikasi: A, B, C, D dan E. Hepatitis B dan C dapat menyebabkan
hepatitis kronis. Dua ratus empat puluh juta orang diperkirakan terinfeksi
hepatitis B kronis, sementara 184 juta orang memiliki antibodi terhadap
hepatitis C (Murprayana, 2017).
Kelima virus hepatitis memiliki profil epidemiologi yang berbeda dan
juga bervariasi dalam hal dampak dan lamanya masa inkubasi. Rute transmisi
tergantung pada jenis virus. Rute transmisi yang berkontribusi besar terhadap
penyebaran hepatitis adalah paparan darah yang terinfeksi melalui transfusi
darah atau pelaksanaan injeksi yang tidak aman, konsumsi makanan dan
minuman yang terkontaminasi, serta penularan dari ibu ke anak selama
kehamilan dan persalinan. Pelaksanaan injeksi yang tidak aman, termasuk
penggunaan jarum yang tidak steril dan jarum suntik, berperan sebagai jalur
utama untuk penyebaran hepatitis B dan C (Murprayana, 2017).
Setiap tahun diperkirakan sekitar1,4 juta kasus hepatitis A di seluruh
dunia. Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan sekitar 30% populasi
dewasa mempunyai bukti infeksi hepatitis A. Beberapa daerah di Indonesia
pernah dilaporkan mengalami kejadian luar biasa pada tahun 2011-2012 yaitu
Tasikmalaya, Depok, Lampung Timur, Bogor, dan Bandung. Kejadian
hepatitis A terbanyak dialami pada kelompok umur 5-14 tahun [ CITATION
IGe14 \l 14345 ].
Di seluruh dunia, ada sekitar 350 juta orang mengidap virus hepatitis
B (HBV) dan sekitar satu juta kronis kematian per tahun akibat hepatitis
kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler. Angka penyebaran semakin
lama 5,6 infeksi HBV semakin meningkat, khususnya di Indonesia. Indonesia
termasuk dalam salah satu negara dengan penderita hepatitis terbanyak, di
antara 11 negara lainnya di Asia Tenggara.

2.2. Etiologi Hepatitis


 Hepatitis A
Virus hepatitis A merupakan partikel dengan ukuran diameter 27
nanometer dengan bentuk kubus simetrik tergolong virus hepatitis
terkecil, termasuk golongan pikornavirus. Ternyata hanya terdapat satu
serotype yang dapat menimbulkan hepatitis pada manusia. Dengan
mikroskop electron terlihat virus tidak memiliki mantel, hanya
memiliki suatu nukleokapsid yang merupakan ciri khas dari antigen
virus hepatitis A.
Seuntai molekul RNA terdapat dalam kapsid, satu ujung dari RNA
ini disebut viral protein genomik (VPg) yang berfungsi menyerang
ribosom sitoplasma sel hati. Virus hepatitis A bisa dibiak dalam kultur
jaringan. Replikasi dalam tubuh dapat terjadi dalam sel epitel usus dan
epitel hati. Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja berasal dari
empedu yang dieksresikan dari sel-sel hati setelah replikasinya,
melalui sel saluran empedu dan dari sel epitel usus. Virus hepatitis A
sangat stabil dan tidak rusak dengan perebusan singkat dan tahan
terhadap panas pada suhu 60ºC selama ± 1 jam. Stabil pada suhu udara
dan pH yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam empedu
memungkinkan VHA melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh
melalui saluran empedu[ CITATION wic14 \l 1033 ].
Penularan hepatitis A melalui fecal oral.Sumber penularan
umumnya terjadi karena pencemaran air minum, makanan yang tidak
dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan personal
hygiene rendah [ CITATION KEM14 \l 1033 ].
 Hepatitis B
Virus hepatitis B adalah virus DNA berselubung ganda berukuran 42
nm memiliki lapisan permukaan dan bagian inti dengan masa inkubasi
sekitar 60 sampai 90 hari. Terdapat 3 jenis partikel virus yaitu :
a. Sferis dengan diameter 17 – 25 nm dan terdiri dari komponen
selubung saja dan jumlahnya lebih banyak dari partikel lain.
b. Tubular atau filamen, dengan diameter 22 – 220 nm dan terdiri dari
komponen selubung.
c. Partikel virion lengkap atau partikel Dane terdiri dari genom HBV
dan berselubung, diameter 42 nm.
Protein yang dibuat oleh virus ini bersifat antigenik serta member
gambaran tentang keadaan penyakit (pertanda serologi khas) adalah :
a. Surface antigen atau HBsAg yang berasal dari selubung, yang
positif kira-kira 2 minggu sebelum terjadinya gejala klinis.
b. Core antigen atau HBcAg yang merupakan nukleokapsid virus
hepatitis B.
c. E antigen atau HBeAg yang berhubungan erat dengan jumlah
partikel virus yang merupakan antigen spesifik untuk hepatitis B.

Penularannya vertical 95% terjadi masa perinatal (saat persalinan)


dan 5% intra uterine. Penularan horizontal melalui ransfusi darah,
jarum suntik tercemar, pisau cukur, tattoo, transplantasi organ
[ CITATION KEM14 \l 1033 ]

 Hepatitis C
HCV adalah virus hepatitis yang mengandung RNA rantai tunggal
berselubung glikoprotein dengan partikel sferis, inti nukleokapsid 33
nm, yang dapat diproduksi secara langsung untuk memproduksi
protein-protein virus (hal ini dikarenakan HCV merupakan virus
dengan RNA rantai positif). Hanya ada satu serotipe yang dapat
diidentifikasi, terdapat banyak genotipe dengan distribusi yang
bervariasi di seluruh dunia, misalnya genotipe 6 banyak ditemukan di
Asia Tenggara.
Genom HCV terdiri atas 9400 nukleotida, mengkode protein besar
sekitar residu 3000 asam amino. Sepertiga bagian dari poliprotein
terdiiri atas protein struktural. Protein selubung dapat menimbulkan
antibodi netralisasi dan sisa dua pertiga dari poliprotein terdiri atas
protein nonstruktural (dinamakan NS2, NS3, NS4A, NS4B, NS5 B)
yang terlibat dalam replikasi HCV. Replikasi HCV sangat melimpah
dan diperkirakan seorang penderita dapat menghasilkan 10 trilion
virion perhari.[ CITATION wic14 \l 1033 ]
Penularan Hepatitis C melalui darah dan cairan tubuh, penularan
masa perinatal sangat kecil, melalui jarum suntik (IDUs,tattoo)
transplantasi organ, kecelakaan kerja (petugas kesehatan), hubungan
seks dapat menularkan tetapt sangat kecil [ CITATION KEM14 \l 1033 ]
 Hepatitis D
Virus Delta bila dilihat dari pandangan virology binatang memang
merupakan virus unik. Virus ini termasuk virus RNA yang sangat
kecil. Virion VHD hanya berukuran kira-kira 36 nm tersusun atas
genom RNA single stranded dan kira-kira 60 kopi antigen delta yang
merupakan satu-satunya jenis protein dikode oleh VHD. Antigen Delta
terdiri dari 2 jenis yakni large (L) dan small (S) Virion VHD
mempunyai kapsul terdiri atas protein yang dihasilkan oleh VHB.
Dinding luar tersebut terdiri atas lipid dan seluruh komponen HBsAg.
Komponen HBsAg yang mendominasi adalah small HBsAg kira-kira
sebanyak 95%. Proporsi seperti ini sangat berbeda dengan proporsi
yang terdapat pada VHB. Selain menjadi komponen utama dinding
VHD, HBsAg juga diperlukan VHD untuk transmisi dan masuk ke
hepatosit. HBsAg akan melindungi virion VHD tetapi secara langsung
tidak mempengaruhi replikasi VHD[ CITATION wic14 \l 1033 ].

 Hepatitis E
HEV merupakan virus RNA dengan diameter 27-34 mm. Pada
manusia hanya terdiri atas satu serotipe dengan empat sampai lima
genotipe utama. Genome RNA dengan tiga overlap ORF (open reading
frame) mengkode protein structural dan protein non-struktural yang
terlibat pada replikasi HEV. Virus dapat menyebar pada sel embrio
diploid paru akan tetapi replikasi hanya terjadi pada hepatosit.
[ CITATION wic14 \l 1033 ]. Penularan hepatitis E seperti fecal oral
seperti hepatitis A.[ CITATION KEM14 \l 1033 ].

2.3. Manifestasi Klinis Hepatitis


1. Malaise, anoreksia, mual dan muntah
2. Gejala flu, faringitis, abtuk, coryza, fotoobia, sakit kepala dan mialga
3. Demam ditemukan pada infeksi HAV
4. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap
5. Pruritus (biasanya ringan dan sementara)
6. Nyeri tekan pada hati
7. Splenomegali ringan
8. Limfadenopati (DAPUS BUKU BILA)
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung
ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa
adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis,
gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang
lebih berat (Juffrie et al, 2010). Seperti Gejala yang ditimbulkan biasanya
termasuk penyakit kuning (kulit dan mata menjadi kuning), air seni berwarna
pekat, tinja pucat, lela, sakit perut, hilang nafsu makan, mual, muntah dan
sakit sendi .
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
a. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan
ratarata 60-90 hari.
b. Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum,
mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia.
Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan
aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
c. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak
terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala
prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
d. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan
sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus
perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang
menjadi fulminan [ CITATION Sud09 \l 1033 ].
Hepatitis B kronis didenfinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut
lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan
hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase yaitu :
a. Fase imunotoleransi
Sistem imun tubuh toloren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus
tinggi dalam darah, tetapi terjadi peradangan hati yang berarti. Virus
Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat
tinggi.
b. Fase Imunoaktif (clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi
virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak
dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah
mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
c. Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel
hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya
dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel
hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah,
HBeAg yang menjadi negative dan anti-HBe yang menjadi positif, serta
konsentarsi ALT normal [ CITATION Sud09 \l 1033 ].
Gejala-gejala yang termasuk dalam hepatitis A adalah terasa kurang sehat,
rasa sakit, demam, mual, kurang nafsu makan, perut terasa kurang enak,
diikuti dengan air seni berwarna pekat, tinja pucat dan penyakit kuning
(mata dan kulit menjadi kuning).

2.4. Faktor Risiko Hepatitis


Cara penularan VHB pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa dapat
terjadi melalui beberapa cara, yaitu kontak dengan darah atau komponen
darah dan cairan tubuh yang terkontaminasi melalui kulit yang terbuka seperti
gigitan, sayatan, atau luka memar. Virus dapat menetap di berbagai
permukaan benda yang berkontak dengannya selama kurang lebih satu
minggu, seperti ujung pisau cukur, meja, noda darah, tanpa kehilangan
kemampuan infeksinya. Virus hepatitis B tidak dapat melewati kulit atau
barier membran mukosa, dan sebagian akan hancur ketika melewati barier.
Kontak dengan virus terjadi melalui benda-benda yang bisa dihinggapi oleh
darah atau cairan tubuh manusia, misalnya sikat gigi, alat cukur, atau alat
pemantau dan alat perawatan penyakit diabetes. Resiko juga didapatkan pada
orang yang melakukan hubungan seks tanpa pengaman dengan orang yang
tertular, berbagi jarum saat menyuntikkan obat, dan tertusuk jarum bekas
(WHO, 2002; Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Virus dapat diidentifikasi di dalam sebagian besar cairan tubuh seperti
saliva, cairan semen, ASI, dan cairan rongga serosa merupakan penyebab
paling penting misalnya ascites. Kebanyakan orang yang terinfeksi tampak
sehat dan tanpa gejala, namun bisa saja bersifat infeksius (WHO, 2002).
Virus hepatitis B adalah virus yang berukuran besar dan tidak dapat
melewati plasenta sehingga tidak menginfeksi janin kecuali jika telah ada
kerusakan atau kelainan pada barier maternal-fetal seperti pada amniosintesis.
Namun wanita hamil yang terinfeksi VHB tetap dapat menularkan penyakit
kepada bayinya saat proses kelahiran. Bila tidak divaksinasi saat lahir akan
banyak bayi yang seumur hidup terinfeksi VHB dan banyak yang
berkembang menjadi kegagalan hati dan kanker hati di masa mendatang
(WHO, 2002).

2.5. Patofisiologi Hepatitis


Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran
darah, partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi replikasi virus.
Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane
utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut
membentuk partikel virus.
VHB merangsang respon imun tubuh, yaitu respon imun non-spesifik dan
respon imun spesifik. VHB merangsang pertama kali respon imun non-
spesifik ini (innate immune response) karena dapat terangsang dalam waktu
pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Proses eliminasi
nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-
sel NK dan NK-T.
Untuk prosese eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respon imun spesifik
yaitu dengan mengaktivasi limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor T tersebut dengan kompleks peptida VHB-
MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan
dinding APC (Antigen Precenting Cell) dan dibantu dengan rangsangan sel T
CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida
VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Peptida VHB yang ditampilkan pada
permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respon imun adalah
peptida kapsid, yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan
mengeliminasi virus yang ada dalam neksrosis sel hati yang akan
menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Disamping itu
dapat juga terrjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang
terinfeksi melalui aktivitas Interferon Gamma dan TNF alfa (Tissue
Necroting Factor) yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).
Aktivitas sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan
menyebabkanproduksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, dan anti HBe.
Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel VHB bebas akan mencegah
masuknya virus ke dalam sel. Dengan demikian anti-HBs akan mencegah
penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan
gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B Kronik
ternyata dapat ditemukan adanya anti-HBs yang tidak bisa dideteksi dengan
metode pemeriksaan biasa karena anti-HBs bersembunyi dalam kompleks
dengan HBsAg.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi
VHB yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak
efisien dapat disebabkan oleh faktor viral maupun faktor pejamu.

Setelah terinfeksi VHB, penanda virologis pertama yang terdeteksi dalam


serum adalah HBsAg. HBsAg dalam sirkulasi mendahului peningkatan
aktivitas aminotransferase serum dan gejala-gejala klinis dan tetap terdeteksi
selama keseluruhan fase ikterus atau simtomatis dari hepatitis B akut atau
sesudahnya. Pada kasus yang khas HBsAg tidak terdeteksi dalam 1 hingga 2
bulan setelah timbulnya ikterus dan jarang menetap lebih dari 6 bulan.
Setelah HBsAg hilang, antibodi terhadap HBsAg (Anti-HBs) terdeteksi
dalam serum dan tetap terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas
sesudahnya.
Karena HBcAg terpencil dalam mantel HBsAg, maka HBcAg tidak
terdeteksi secara rutin dalam serum pasien dengan infeksi VHB. Di lain
pihak, antibodi terhadap HBcAg (anti-HBC) dengan cepat terdeteksi dalam
serum, dimulai dalam 1 hingga 2 minggu pertama setelah timbulnya HBsAg
dan mendahului terdeteksinya kadar anti-HBs dalam beberapa bulan. Karena
terdapat variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs setelah infeksi, kadang
terdapat suatu tenggang waktu beberapa minggu atau lebih yang memisahkan
hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama “periode jendela”
(window period) ini, anti-HBc dapat menjadi bukti serologi pada infeksi
VHB yang sedang berlangsung, dan darah yang mengandung anti-HBc tanpa
adanya HBsAg dan anti-HBs telah terlibat pada perkembangan hepatitis B
akibat transfusi.
Perbedaan antara infeksi VHB yang sekarang dengan yang terjadi di masa
lalu dapat diketahui melalui penentuan kelas imunoglobulin dari anti-HBc.
AntiHBC dari kelas IgM (IgM anti-HBc) terdeteksi selama 6 bulan pertama
setelah infeksi akut. Oleh karena itu, pasien yang menderita hepatitis B akut
yang baru terjadi, termasuk mereka yang terdeteksi anti-HBc dalam periode
jendela memilik IgM anti-HBc dalam serumnya. Pada pasien yang menderita
VHB kronik, antiHBc terutama dari kelas IgG yang terdapat dalam serum.
Umumnya orang yang telah sembuh dari hepatitis B, anti-HBs dan anti-HBc
nya menetap untuk waktu yang tidak terbatas[ CITATION wic14 \l 1033 ].

2.6. Pathway Hepatitis


Terlampir
Pengaruh virus
hepatitis Inflamasi pada hepar

Reaksi Inflamasi
Gangguan suplai darah Peregangan
normal pada sel-sel Tubuh
kapsula hati
hepar
Hipertermi
Hipertermi
Hepatomegali
Kerusakan sel parenkim,
sel hati dan duktuli
empedu intrahepatik Perasaan tidak HCL meningkat
nyaman
dikuadran kanan
atas Perut terasa
penuh

Kerusakan konjugasi Nyeri


Nyeri akut
akut
Gangguan metabolisme kerbohidrat Ostruksi Anoreksia
lemak dan protein

Gangguan eksresi Bilirubin tidak sempurna dikeluarkan Mual


Mual
empendu melalui duktus hepatikus
Glikogenesis menurun
Muntah
Bilirubin direk meningkat
Glukoneogenesis menurun Retensi bilirubin
Ketidakseimbangan
Ketidakseimbangan nutrisi
nutrisi kurang
kurang
Ikterus dari
dari kebutuhan
kebutuhan
Glikogen dalam hepar Regurgitasi pada duktuli
berkurang empedu intra hepatik

Bilirubin direk meningkat


Glikogenolisis menurun

Glukosa dalam darah Peningkatan garam empedu Larut dalam air


berkurang dalam darah

Cepat lelah Pruritus Kerusakan


Kerusakan Integritas
Integritas Kulit
Kulit

Intoleransi
Intoleransi aktivitas
aktivitas
2.7. Pemeriksaan Penunjang Hepatitis
Pemeriksaan penjunjang terdiri dari;
a. Pemeriksaan laboratorium,
Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan
biokimia. Serologis dan molekuler[ CITATION Har09 \l 1033 ].
b. USG abdomen
c. Biopsi hepar[ CITATION SKu13 \l 1033 ]

2.8. Pentalaksanaan Hepatitis


Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif, misalnya istirahat
sesuai kebutuhan. Pasien yang menderita hepatitis harus menghindari
konsumsi alkohol. Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat
perburukan HBV dan khususnya HCV. Pemakaian alcohol pada pasien yang
menderita HCV meningkatkan resiko terjadinya karsinoma hepatoselular dan
kepada mitra seksual dan anggota keluarga.
Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara
bertahap untuk infeksi kronis. Suntikan interferon alfa (IFN-α), suatu sitokin
paten, telah dipakai untuk mengobati HBV dan HBC. Suntikan biasanya
diberikan 3 kali seminggu selama minimal 3 bulan. Keefektifan IFN-α untuk
kedua infeksi tersebut bervariasi. Bahkan pada individu yang memperlihatkan
perbaikan enzim hati setelah pengobatan, efek obat ini hanya sementara.
Dengan obat ini, HBV menetap dan dijumpai pada sekitar 30% pasien,
sementara hilangnya HCV pada jangka waktu lama jarang sekali terjadi.
Interferon umumnya dikontraindikasikan bagi penderita yang penyakit hati
yang berada pada stadium lanjut. selain itu, interferon dihubungkan dengan
efek samping yang signifikan,termasuk myalgia, demam, trombositopenia,
dan depresi. Munculnya efek samping tersebut menyebabkan banyak pasien
yang tidak diindikasikan untuk pengobatan ini dan pengobatan dihentikan
sejak awal untuk pasien tertentu.
Analog nukleotida yang secara selektif bekerja pada enzim reverse
transcriptase virus menjadi obat penting bagi hepatitis kronis. obat -obat ini
awalnya dibuat dan digunakan untuk pasien pengidap H IV
dan khususnya membantu sejumlah besar pasien yang terserang HIV
sekaligus hepatitis virus. Tingkat respons terhadap obat 2 obatan golongan ini
tinggi. Analog nukleotida, seperti, lamivudine dan rivabirin, biasanya
ditoleransi dengan baik, sehingga sering dijadikan obat pilihan pertama bagi
pasien. Obat-obat lain jenis ini juga telah dikembangkan. Keterbatasannya
adalah potensi resistensi terhadap obat.
Terapi kombinasi interferon termodifikasi dengan analog nukleotida
adalah pengobatan yang paling berhasil untuk saat ini. Interferon
termodifikasi, disebut interferon pegilase atau penginterferon mempunyai
paruh waktu lebih lama dibanding IFN-α dan tidak membutuhkan pengukuran
dosis berulang. Terapi kombinasi biayanya mahal dan efek sampingnya
menyakitkan, sama dengan interferon pendahulunya.
Kerabat penderita hepatitis ditawarkan untuk menerima gamma
globulin murni yang spesifik terhadap HAV atau HBV, yang dapat
memberikan imunitas pasif terhadap infeksi. Imunitas ini bersifat sementara.
Tersedia vaksin HAV yang dibuat dari virus hepatitis inaktif. Beberapa studi
menunjukkan bahwa vaksin ini 96% efektif setelah pemberian satu dosis.
Tersedia juga vaksin HBV karena sifat virus yang sangat menular dan
berpotensi menyebabkan kematian, semua individu yang termasuk kelompok
beresiko tinggi,termasuk para petugas kesehatan atau individu yang terpajan
ke produk darah sangat dianjurkan selain itu, vaksin ini ditujukan untuk
individu yang beresiko tinggi terinfeksivirus, termasuk kaum homoseks atau
heteroseks yang aktif secara seksual dan berganti & ganti pasangan. Tidak
ada efek samping bermakna yang dijumpai setelah pemberian imunisasi
HBV.
Karena bayi yang terinfeksi HBV sangat beresiko menderita infeksi
kronis, penting sekali bagi bayi tersebut untuk mendapat vaksinasi HVB lahir
di negara dengan angka endemik infeksi . Bayi di seluruh dunia mendapatkan
keuntungan dari pemberian vaksinasi segera setelah lahir. Tidak dijumpai
efek samping yang serius pada bayi yang divaksinasi dan di banyak negara
satu seri vaksinasi HBV yang diberikan sebanyak tiga kali dilakukan segera
setelah lahir. Pemberian vaksin ini menghasilkan penurunan besar 2 besaran
penularan virus dari ibu ke anak dan penyakit penyerta pada infeksi HBV
kronis dan kanker hati pada anak 2 anak di seluruh dunia.
Vaksinasi terhadap HBV dihasilkan melalui penyuntikkan
intramuskulus DNA rekombinan sebanyak tiga kali pada interval yang telah
ditentukan. Dosis pertama dankedua diberikan terpisah satu bulan, dan dosis
ketiga diberikan 5 sampai 4 bulan setelahdosis kedua. Vaksinasi ini 85%
efektif dalam membentuk kekebalan. Individu yang tidak menunjukkan
kekebalan setelah pemberian tiga dosis, yang ditandai dengan titer antibody
HBV negative, divaksinasi ulang. setelah divaksinasi ketiga atau keempat,
sebagian besar individu akan merespons [ CITATION Eli09 \l 1033 ]

2.9. Komplikasi Hepatitis


a. Komplikasi hepatitis adalah timbulnya hepatitis kronis yang terjadi apabila
individu terus memperlihatkan gejala dan antigen virus menetap lebih dari
4 bulan. Gejala hepatitis aktif kronis atau fulminant mungkin mencakup
gagal hati, dengan kematian timbul dalam 1 minggu sampai beberapa
tahun kemudian. Hepatitis kronis adalah infeksi penyerta yang paling
sering terjadi pada HCV dan HBV.
b. Individu yang daya tanggap imunnya rendah hasil akhirnya buruk.
c. Individu yang terinfeksi oleh HBV dan HCV berisiko tinggi mengalami
sirosis,karsinoma hepatoseluler, dan kematian. Penapisan harus sering
dilakukan kepada pasien yang mengidap infeksi kronis untuk melihat
tanda 2 tanda penyakit hati stadium lanjut[ CITATION Eli09 \l 1033 ]
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
3.1.1 Biodata
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Casillas pada tahun 2018 tidak
ada hubungan antara infeksi HBV (kronis atau terselesaikan) dan usia,
tingkat pendidikan, jumlah pasangan seksual, usia aktivitas seksual
pertama, riwayat aktivitas seksual dengan pekerja seks, seksual sesama
jenis kegiatan, penggunaan narkoba suntikan, kehidupan pedesaan atau
perkotaan, atau "tidak menggunakan" kondom [ CITATION Ale18 \l 14345 ] .
Menurut RSIKESDA 2013, Usia yang sangat rentan terkena Hepatitis
adalah usia 45-54 tahun. Adapun jenis kelamin yang cenderung berisiko
adalah laki-laki, dengan pekerjaan Nelayan, Buruh ataupun petani
(Riskesda, 2013).
3.1.2 Keluhan Utama
Keluhan dapat berupa nafsu makan menurun, muntah, lemah, sakit
kepala, batuk, sakit perut bagian kanan atas, demam dan jaundice.

3.2. Riwayat Kesehatan


3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada abdomen kanan atas.
3.1.4 Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pasien dengan riwayat gagal jantung kongestif, obstruksi bilier
penyakit metabolik serta riwayat penyalahgunaan obat dapat menjadi
factor penyebab pada hepatitis.
3.1.5 Riwaayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita hepatitis B membuat factor
risiko jauh lebih tinggi.

3.3. Pemeriksaan Fisik

 Aktivitas
Kelemahan, Kelelahan, Malaise
 Sirkulasi
Bradikardi (Hiperbilirubin berat)
 Eliminasi
Urine berwarna gelap, Diare, Feses berwarna tanah liat
 Makanan dan Cairan
Anoreksia, Berat badan menurun, mual dan muntah, peningkatan oedema,
dan asites
 Neurosensori
Cenderung tidur, letargi, asteriksis
 Nyeri/Kenyamanan
Kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, myalgia, atralgia,
sakit kepala, pruritus.
 Keamanan
Demam, urtikaria, lesi makulopopuler, eritema, splenomegaly, pembesaran
nodus servikal posterior
 Pola Seksualitas
Perilaku meningkat risiko terpajan

3.4. Data Fokus


DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Merasa lemah - Hipertermi
- Nafsu makan menurun - Gelisah
- Kram/Nyeri abdomen - Hipotensi
- Mengeluh nyeri - Kulit kemerahan
- Keletihan - Kulit terasa hangat
- Ketidaknyamanan setelah - Takikardi
beraktivitas - Takipnea
- Mengeluh lelah - Berat badan menurun minimal
- Malaise 10% dibawah rentang ideal
- Sakit kepala - Bising usus hiperaktif
- Pruritus - Membran mukosa pucat
- Anoreksia - Melena
- Mual - Saliva meningkat
- Tidak berminat makan - Muntah
- Sering menelan - Meringis
- Merasa masam dimulut - Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
- Tekanan darah meningkat
- Pola nafas berubah
- Kelembapan
- Kerusakan integritas kulit
- Sianosis
- Dispnea saat / setelah aktivitas
- Splenomegali
- Asites

3.5. Analisa Data


No
Problem/Masalah Etiologi Sign & Symptomp
.
1 Mual Pembengkakan pada Data Objektif :
hepar dan Hcl yang - Saliva meningkat
meningkat - Takikardi

Data Subjektif :
- Anoreksia
- Mengeluh mual
- Tidak berminat makan
- Sering menelan
- Merasa asam dimulut

2 Hipertermi Invasi agent dalam Data Objektif :


sirkulasi darah - Suhu tubuh diatas nilai
sekunder terhadap normal
inflamasi hepar - Gelisah
- Hipotensi
- Kejang
- Kulit kemerahan
- Kulit terasa hangat
- Takikardia
- Takipnea

Data Subjektif :
- Merasa lemah

3 Nyeri Akut Pembengkakan hepar Data Objektif :


yang mengalami - Meringis
inflamasi dan - Gelisah
bendungan vena porta - Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur
- Tekanan darah
meningkat
- Pola nafas berubah
Data Subjektif :
- Mengeluh nyeri
- Sakit kepala
4 Ketidakseimbangan Perasaan tidak Data Objektif :
Nutrisi Kurang dari nyaman dikuadran - Berat badan menurun
Kebutuhan Tubuh kanan atas, gangguan minimal 10% dibawah
absorbsi dan rentang ideal
metabolisme - Bising usus hiperaktif
pencernaan makanan, - Membran mukosa pucat
kegagalan masukan - Melena
untuk memenuhi - Muntah
kebutuhan metabolik - Asites
karena anoreksia,
mual dan muntah Data Subjektif :
- Malaise
- Nafsu makan menurun
- Kram/Nyeri abdomen
- Anoreksia
- Mual
5 Intoleransi Aktivitas Kelemahan umum, Data Objektif :
Ketidakseimbangan - Sianosis
antara suplai dan - Dispnea saat / setelah
kebutuhan oksigen aktivitas

Data Subjektif :
- Keletihan
- Malaise
- Ketidaknyamanan
setelah beraktivitas
- Mengeluh lelah
- Merasa lemah
6 Kerusakan Integritas Pruritus sekunder Data Objektif :
Kulit terhadap akumulasi - Kemerahan
pigmen bilirubin dan - Kerusakan integritas
garam empedu kulit
- Kelembapan

Data Subjektif :
- Mengeluh nyeri
- Pruritus
3.6. Rencana Keperawatan
No. Problem/masalah NOC NIC
1 Mual Mual & Muntah : Efek yang a. Manajemen mual
Mengganggu 1. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
Setelah dilakukan tindakan menyebabkan atau
keperawatan selama 2x24 jam, berkontribusi
diharapkan mual yang terhadap mual
dirasakan pasien dapat hilang 2. Kendalikan faktor-
atau teratasi , dengan kriteria faktor lingkungan
hasil sebagai berikut : yang membangkitkan
 Tidak adanya anoreksia dan mual (bau yang tidak
mual sedap)
3. Ajari penggunaan
teknik
nonfarmakologi
(relaksasi, terapi
music, distraksi,
akupresur) untuk
mengatasi mual
4. Lakukan kebersihan
mulut sesering
mungkin untu
meningkatkan
kenyamanan
5. Tingkatkan istirahat
dan tidur yang cukup
untuk memfasilitasi
pengurangan mual
6. Kolaborasikan
pemberian antiemetik
jika diperlukan
2 Hipertermi Termoregulasi Perawatan demam
Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau suhu dan tanda-
keperawatan selama 1x24 jam, tanda ital lainnya
diharapkan suhu badan pasien 2. Monitor arna kulit dan
menjadi normal, dengan suhu
kriteria hasil sebagai berikut : 3. Beri obat atau cairan IV
 Tidak terjadi peningkatan (antipiretik)
suhu 4. Dorong konsumsi
 Pasien merasa lebih tenang cairan (2000 liter/hari)
 Pernapasan, Nadi, dan 5. Berikan kompres
Tekanan Darah menjadi 6. Fasilitasi istirahat,
normal terapkan pembatasan
 Suhu tubuh diatas nilai aktivitas jika
normal diperlukan
3 Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian
keperawatan selama 2x24 jam, nyeri komprehensif
diharapkan nyeri pasien yang meliputi lokasi,
berkurang atau teratasi, dengan karakteristik,
kriteria hasil sebagai berikut : onset/durasi, frekuensi,
 Menunjukkan tanda-tanda kualitas, insensitas atau
nyeri fisik dan perilaku beratnya nyeri dan
dalam nyeri (tidak meringis faktor pencetus
kesakitan) 2. Observasi adanya
 Pasien yang awalnya sulit petunjuk non verbal
tidur menjadi tidak sulit 3. Ajarkan penggunaan
 Nadi, RR, dan Tekanan teknik nonfarmakologi
darah Normal seperti; nafas dalam
dan distraksi
4. Berikan posisi
senyaman mungkin
untuk mengurangi
kualitas nyeri
5.Kolaborasikan
pemberian analgesik
jika diperlukan
4 Ketidakseimbangan Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Nutrisi Kurang dari Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan dan bantu
Kebuuhan Tubuh keperawatan selama 3x24 jam, pasien untuk istirahat
diharapkan nutrisi pasien sebelum makan
terpenuhi, dengan kriteria hasil 2. Awasi pemasukan
sebagai berikut: diet/jumlah kalori,
 Menunjukkan peningkatan berikan makan sedikit
berat badan mencapai tujuan tapi sering
dan bebas tanda tanda 3. Pertahankan hygiene
malnutrisi mulut yang baik
 Bising usus normal sebelum makan dan
 Membran mukosa normal sesudah makan
 Tidak adanya anoreksia dan 4. Anjurkan makan pada
mual posisi duduk tegak
5. Berikan diit inggi
kalori, rendah lemak
(Makanan yang
mengandung
karbohidrat tinggi
(Nasi, Roti, umbi-
umbian), sumber
protein (telur, ikan,
daging, ayam, tempe,
tahu, kacang hijau,
sayur kol, brokoli) , dan
makanan yang
mengandung hidrat
arang tinggi dan mudah
dicerna (sari buah,
selai, madu) )
5 Intoleransi Toleransi terhadap Aktivitas Perawatan Tirah
Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Baring
keperawatan selama 3x24 jam, 1. Jelaskan alasan
diharapkan pasien dapat diperlukannya tirah
mengontrol pergerakan dan baring
aktivitas sehari-hari, dengan 2. Posisikan sesuai body
kriteria hasil sebagai berikut: alignment yang tepat
 Tidak terjadi keletihan 3. Gunakan alat ditempat
sebelum/sesudah tidur yang melindungi
beraktivitas pasien
4. Letakkan meja dan
barang yang
dibutuhkan pasien
disamping tempat tidur
dan berada dalam
jangkauan pasien
5. Aplikasikan aktivitas
sehari hari namun
dibatasi dalam hal
pergerakan

6 Kerusakan Integritas Jaringan : Kulit & Pengecekan Kulit


Intergitas Kulit Membran Mukosa 1. Periksa kulit dan
Setelah dilakukan tindakan selaput lendir terkait
keperawatan selama 2x7 hari, dengan adanya
diharapkan tidak terjadi kemerahan,
kerusakan integritas kulit dan kehangatan, dan edema
jaringan dengan kriteria hasil 2. Monitor kulit untuk
sebagai berikut : adanya kekeringan
 Jaringan kulit utuh yang berlebihan atau
 Penurunan pruritus kelembapan
3. Pertahankan
kebersihan tanpa
menyebabkan kulit
kering
4. Cegah penghangatan
yang berlebihan dengan
pertahankan suhu
ruangan dingin dan
kelembapan rendah,
hindari pakaiaan terlalu
tebal
5. Anjurkan untuk tidak
menggaruk pada area
pruritus
6. Anjurkan kuku tetap
dalam keadaan pendek
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Hepatitis
merupakan penyakit menular yang dikelompokkan menjadi lima berdasarkan
virus yang menyerangnya. Prevalensi tertinggi dari kelima jenis hepatitis
tersebut adalah hepatitis A dan B. Namun, kasus tersering yang terjadi di
Indonesia adalah Hepatitis B. Pencegahan Hepatitis dapat dilakukan beberapa
cara, diantaranya adalah dengan menggunakan vaksin Hepatitis. Adapun
diagnosa keperawatan yang dapat di angkat pada pasien dengan Hepatitis B
adalah Mual, Hipertermi dan Nyeri Akut.

4.2. Saran
Penulis berharap agar makalah ini dapat dimanfaatkan oleh pembaca sebagai
media yang cukup membantu dalam menulis asuhan keperawatan pada pasien
hepatitis, khususnya hepatitis A dan B. Mengingat prevalensi tertinggi pasien
hepatitis di Indonesia adalah tipe A dan B, semoga dengan adanya makalah ini
dapat membantu perawat untuk memberikan intervensi yang tepat bagi pasien.

Anda mungkin juga menyukai