Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A. Penyebaran virus
ini terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh feses orang yang
terinfeksi (WHO, 2012). Penyakit ini dapat menyebabkan gejala seperti mual, muntah, lemas,
hilang napsu makan, kulit dan sklera mata berubah menjadi kuning, demam, dan gejala lainnya
(Sjaifoellah Noer, 2007). Proses penyembuhan penyakit ini membutuhkan waktu sekitar
beberapa minggu hingga beberapa bulan. Hal ini dapat menimbulkan dampak sosioekonomi
dalam masyarakat (WHO, 2012). Secara global didapatkan sekitar 1,4 juta kasus baru infeksi
virus hepatitis A pertahun (WHO, 2012). Hepatitis A merupakan yang umum terjadi di seluruh
dunia dimana infeksi virus hepatitis A lebih sering mengenai anak-anak (CDC, 2011).
Didaerah dengan 4 musim, infeksi virus hepatitis A terjadi secara epidemik musiman yang
puncaknya terjadi pada akhir musim semi dan awal musim dingin. Didaerah tropis, puncak
insidensi pernah dilaporkan cenderung terjadi selama musim hujan dan pola epidemik siklik
berulang setiap 5-10 tahun sekali yang mirip dengan penyakit virus lainnya (Sjaifoellah Noer,
2007). Di Amerika Serikat, program pengenalan vaksin hepatitis A pada anak-anak penurunan
insidensi infeksi hepatitis A lebih dari 70% dan dapat mengurangi penularan ke orang dewasa
(Dienstag, 2008). Pada tahun 2007, didapatkan faktor resiko terbanyak disebabkan karena
bepergian ke daerah endemis (CDC, 2011). Lebih dari 75% anak dari benua Asia, afrika, dan
India telah memiliki antibodi HAV pada usia 5 tahun (Andri Sanityoso, 2007). Pada tahun
1988, infeksi virus hepatitis A pernah menjadi wabah epidemis di Shanghai yang mengenai
sekitar 300.000 orang (WHO, 2012). Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah
sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang di
rawat yaitu berkisar 39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan
2 umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan dibawah standar.
Sebagian besar infeksi HAV yang didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimptomatik
atau sekurangnya anikterik.
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Gambaran Umum dari Penyakit Hepatitis A ?

1.2.2 Bagaimana Epidemiologi Penyakit Hepatitis A?

1.2.3 Bagaimana Etiologi Penyakit Hepatitis A?

1.2.4 Bagaimana Patofisiologi Penyakit Hepatitis A?

1.2.5 Bagaimana Diagnosis dari Penyakit Hepatitis A?

1.2.6 Bagaimana Metode pemeriksaan dari Penyakit Hepatitis A?

1.2.7 Bagaimana Manajemen Perawatan dari Penyakit Hepatitis A?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Hepatitis A

Hepatitis adalah penyakit radang hati yang disebabkan oleh virus hepatitis.
Hepatitis Virus A (HVA) merupakan penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya tetapi
dapat menimbulkan dampak epidemiologis dan klinis. Infeksi HVA di Indonesia banyak
mengenai anak usia <5 tahun dan biasanya tanpa gejala.

WHO (Deinhart F, dkk, 1982) prevalensi hepatitis dibagi dalam tiga kategori, yaitu sebagai
berikut:

1. Tinggi : di negara berkembang dengan sanitasi yang sangat buruk dan perilaku personal
hygiene yang kurang baik, risiko infeksi lebih besar dari 90 %. Sebagian besar infeksi
terjadi pada anak usia dini dan mereka yang terinfeksi tidak memiliki gejala nyata.
Wabah jarang karena anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa umumnya kebal.
Prevalensi penyakit di daerah seperti ini tergolong rendah dan jarang terjadi wabah.

2. Menengah : di negara berkembang, negara dengan ekonomi di daerah transisi di mana


kondisi sanitasi sangat bervariasi. Ada daerah yang memiliki sistem sanitasi yang sudah
memadai, namun juga ada yang masih kurang. Ironisnya, kondisi ekonomi yang terus
membaik dan kesehatan dapat menyebabkan tingkat lebih tinggi dari penyakit, seperti
infeksi terjadi pada kelompok usia lebih tua, dan wabah besar dapat terjadi.

3. Rendah : di negara maju dengan sanitasi yang baik dan kebersihan di tingkat infeksi
rendah. Penyakit tersebut dapat terjadi pada remaja dan orang dewasa di kelompok
beresiko tinggi seperti pengguna narkoba suntik, pria gay, orang yang bepergian ke
daerah risiko tinggi dan populasi terisolasi, misalnya ditutup komunitas agama.

Tingginya pravelensi hepatitis virus A merupakan masalah utama kesehatan


masyarakat, namun belum mendapat perhatian dari berbagai pihak terutama di daerah-
daerah, karena jarang menyebabkan kematian langsung. Hal tersebut mudah dilihat dari
kurang tersedianya rekap data infeksi virus hepatitis A baik di tingkat puskesmas, rumah
sakit, dan dinas kesehatan daerah dari tahun ke tahun.

Deskripsi Klinis: Onset yang mendadak dari demam, kelelahan, malaise, anorexia,
mual dan rasa tidak nyaman pada perut; beberapa individu dapat mengalami diare. Ikterus
(kulit dan sclera menguning), urin berwarna gelap, dan feses berwarna dempul dapat
ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkat beratnya penyakit beraragam, mulai dari
asimtomatik (biasa terjadi pada anakanak), sakit ringan, hingga sakit yang menyebabkan
hendaya yang bertahan selama seminggu sampai sebulan. Secara umum, tingkat beratnya
gejala meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Anak berusia kurang dari 3 tahun
jarang terlihat gejala, namun 80-90% orang dewasa timbul gejala apabila terinfeksi.
Hepatitis yang berulang dan berkepanjangan (relaps) sampai dengan 1 tahun terjadi pada
15% kasus. Hepatitis A fulminan jarang terjadi, orang tua dengan penyakit hati kronis
berada pada resiko yang lebih besar terkena hepatitis A fulminan. Secara klinis hepatitis A
tidak dapat dibedakan dengan jenis hepatitis lainnya, maka dari itu diperlukan definis kasus
hepatitis A, berikut ini merupakan definisi kasus hepatitis A:

 Kasus suspect

 Individu dengan gejala penyakit hepatitis A ATAU peningkatan enzim hepar


dengan etiologi yang tidak diketahui DAN tanpa hubungan epidemiologis yang
berhubungan dengan kasus Confirmed hepatitis A akut.

 Individu dengan titer antibodi IgM anti-HAV positif tanpa gejala penyakit
hepatitis A ATAU tanpa peningkatan kadar ALT dan AST dalam serum.

 Probable

 Individu tanpa gejala klinis penyakit hepatitis A, disertai dengan titer antibodi
IgM anti-HAV positif DAN pasien secara epidemiologis memiliki hubungan
dengan kasus Confirmed hepatitis A akut. (hubungan epidemiologis dapat
didefinisikan sebagai tinggal dalam satu rumah atau kontak seksual, atau
mendapat paparan yang sama dengan yang diduga menjadi sumber infeksi
hepatitis A)

 Confirmed

 Individu dengan gejala klinis hepatitis A, disertai dengan ikterus ATAU


peningkatan kadar AST dan ALT dalam serum DAN antibodi IgM anti-HAV
positif.

 Individu dengan gejala klinis hepatitis A, disertai dengan ikterus ATAU


peningkatan AST dan ALT dalam serum DAN memiliki hubungan
epidemiologis dengan kasus Confirmed hepatitis A akut. (hubungan
epidemiologis dapat didefinisikan sebagai satu rumah tangga atau kontak
seksual, atau mendapat paparan yang sama dengan yang diduga menjadi sumber
infeksi hepatitis A).

Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A. Virus ini
menyebar terutama melalui menelan makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja
orang yang terinfeksi. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kurangnya penggunaan air
bersih, sanitasi yang tidak memadai dan kebersihan pribadi yang buruk.Tidak seperti
hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak menyebabkan penyakit hati kronis dan jarang
berakibat fatal, tetapi dapat menyebabkan gejala yang melemahkan tubuh dan dapat
menjadi hepatitis fulminan (gagal hati akut), yang berhubungan dengan kematian yang
tinggi (WHO 2012).

Penyebab Hepatitis A disebabkan oleh Hepatitis-A Virus (HAV). Umumnya tidak


sampai menyebabkan kerusakan jaringan hati. Mereka yang terinfeksi oleh virus ini, 99%
dapat pulih sepenuhnya. Virus HAV ini menular dengan cara fecal-oral (fecal:
kotoran,/feses, oral: mulut). Artinya penyebaran dan penularan virus ini terjadi melalui
kontaminasi makanan atau air oleh virus HAV yang terdapat pada kotoran/feses penderita
Hepatitis A.

 Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan penyebaran virus ini meliputi:

 Sanitasi yang buruk.

 Kontak langsung dengan pengidap.

 Berbagi jarum suntik.

 Berhubungan seks dengan pengidap, terutama seks anal.

 Pria yang berhubungan seks dengan sesama pria.

 Bekerja di area yang berhubungan dengan kotoran, misalnya selokan. (Sari, 2008)

2.2 Epidemiologi Hepatitis A

Hepatitis A merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di dunia.


Hepatitis A terjadi secara berubah-ubah di seluruh dunia, dengan kecenderungan
pengulangan siklus epidemi. Prevelensi infeksi virus hepatitis A di dunia sekitar 1,4 juta
jiwa setiap tahun dengan prevalensi tertinggi pada negara berkembang(WHO, 2012).
Hepatitis A merupakan yang umum terjadi diseluruh dunia dimana infeksi virus hepatitis
A lebih sering mengenai anak-anak. Epidemi yag terkait dengan makanan atau air yang
terkontaminasi dapat meletus eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada tahun 1988 yang
mempengaruhi sekitar 300.000 orang. Daerah dengan 4 musim, infeksi virus hepatitis A
terjadi secara berulang tergantung musim yang puncaknya terjadi pada akhir musim semi
dan awal musim dingin. Puncak kejadian hepatitis A di daerah tropis pernah dilaporkan
dan cenderung terjadi selama musim hujan, pola epidemik siklik berulang setiap 5-10 tahun
sekali yang mirip dengan penyakit virus lainnya.

Prevalensi penyakit infeksi virus hepatitis A pada tahun 2010 mencapai angka 9,3%
dari total penduduk 237,6 juta jiwa. Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit di
Indonesia Hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut
yang dirawat yaitu berkisar 39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang
berhubungan dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi
kesehatan di bawah standar. Sebagian besar infeksi HAV yang didapat pada awal
kehidupan, kebanyakan asimptomatik atau sekurangnya anikterik. Kejadian luar biasa
hepatitis A di beberapa daerah seperti Bandung, Bogor, Lampung Timur, Depok, dan
Tasikmalaya pada tahun 2011-2012. Kejadian ini sering mengenai anak sekolah dan
mahasiswa.

2.3 Etiologi Hepatitis A

Penyebab penyakit hepatitis A adalah Virus Hepatitis A (VHA) atau virus entero
72 dan kelas Picornavirus. Hepatitis A virus akut merupakan infeksi virus yang ditularkan
melalui transmisi enteral virus RNA yang mempunyai diameter 27 nm. Virus ini bersifat
self-limiting dan biasanya sembuh sendiri, lebih sering menyerang individu yang tidak
memiliki antibodi virus hepatitis A seperti pada anakanak, namun infeksi juga dapat terjadi
pada orang dewasa. Jarang terjadi fulminan (0.01%) dan transmisi menjadi hepatitis kronis
tidak perlu ditakuti, tidak ada hubungan korelasi akan terjadinya karsinoma sel hati primer.
Karier HAV sehat tidak diketahui. Infeksi penyakit ini menyebabkan pasien mempunyai
kekebalan seumur hidup.

HAV terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi oleh satu atau lebih protein,
beberapa virus juga memiliki outer-membran envelop. Virus ini bersifat parasite obligat
intraseluler, hanya dapat bereplikasi didalam sel karena asam nukleatnya tidak
menyandikan banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme protein, karbohidrat atau
lipid untuk menghasilkan fosfat energi tinggi. Biasanya asam nukleat virus menyandi
protein yang diperlukan untuk replikasi dan membungkus asam nukleatnya pada bahan
kimia sel inang. Replikasi HAV terbatas di hati, tetapi virus ini terdapat didalam empedu,
hati, tinja dan darah selama masa inkubasi dan fase akhir penyakit.

2.4 Patofisiologi Hepatitis A

Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan,kemudian masuk


kealiran darah menuju hati(vena porta), lalu menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel
parenkim hativirus mengalami replikasi yang menyebabkan sel parenkim hati menjadi
rusak. Setelah itu virus akan keluar dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk
kedalam ductus biliarisyang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah
rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag,
pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehingga aliran bilirubin direk
terhambat, kemudian terjadi penurunan eksresi bilirubin ke usus.

Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin


dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direk) akan terus
menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux (aliran kembali keatas) ke
pembuluh darah sehingga akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada
sklera kadang disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin
direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan melalui urin.
Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan gangguan dalam produksi
asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak terganggu (lemak
bertahan dalam lambung dengan waktu yang cukup lama) yang menyebabkan regangan
pada lambung sehingga merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan
teraktifasi nya pusat muntah yang berada di medula oblongata yang menyebabkan
timbulnya gejala mual, muntah dan menurun nya nafsu makan. (Kumar,2007) Menurut
IPD (2009), patogenesis hepatitis A yaitu HAV masuk ke hati dari saluran pencernaan
melalui aliran darah, menuju hepatosit, dan melakukan replikasi di hepatosit yang
melibatkan RNA-dependent polymerase. Dari hepar HAV dieliminasi melalui sinusoid,
kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum timbulnya gejala klinis maupun laboratoris.

Patofisiologi hepatitis A (HA) menyebabkan peradangan hati akut atau hepatitis.


HA dapat menyebabkan tanda-tanda kambuh dan gejala tetapi tidak menyebabkan infeksi
kronis. Virus HA, secara klasik, masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan atau
minuman yang terkontaminasi virus tersebut. Virus akan mencapai epitelium intestinal,
lalu beredar melalui vena mesenterika ke hati. Virus memasuki sel-sel hati, dan bereplikasi
secara ekslusif didalam sitoplasma melalui polymerase RNA-dependent. Mekanisme pasti
masih belum diketahui, namun bukti ilmiah menunjukkan bahwa adanya peran respon
imun sel mediator, yaitu HLA, HAV-spesifik CD8 + T-limfosit, dan sel natural
killer (NK). Selain itu, juga terdapat peran interferon gamma yang turut serta
membersihkan sel-sel hati yang terinfeksi virus HA.

Virus HA ini tidak secara langsung sitopatik terhadap sel-sel hepar, kerusakan
hepatosit merupakan dampak yang sekunder dari respon imun tubuh host terhadap virus
HA. Terjadinya infeksi akut HA disertai respon imunitas tubuh host yang berlebihan untuk
membasmi virus, diasosiasikan dengan keadaan hepatitis berat.

Timbulnya Ikterus

Adanya gangguan intra hepatik akan berdampak pada ekskresi bilirubin yang telah
terkonyugasi ini kedalam usus. Bilirubin terkonjugasi akan kembali ke dalam peredaran
darah, dan bila sudah mencapai kadar >2,5 mg/dL, mulai memunculkan gejala ikterus pada
kulit dan sklera mata. Ikterus akan tampak lebih jelas secara klinis apabila kadar bilirubin
>3 mg/dL. Selanjutnya, bilirubin terkonjugasi akan dialirkan ke ginjal dan diekskresikan
melalui urine, sehingga tampak urine berwarna coklat gelap. Bilirubin terkonjugasi dan
cairan empedu yang gagal disalurkan ke usus, menjadikan feses berwarna pucat.

Ekskresi Virus HA
Selanjutnya, virus HA akan dibuang dari sel-sel hati ke sinusoid-sinusoid dan kanal-kanal
kecil empedu, kemudian mengalir kedalam usus halus bersama dengan pengeluaran
empedu, dan dikeluarkan bersama feses. Ekskresi virus HA di feses mencapai puncaknya
sebelum timbulnya gejala atau kenaikan enzim hati. Ekskresi virus ini dapat berlangsung
lama hingga berbulan-bulan kemudian.

Masa Infeksius dan Masa Inkubasi

Penderita berada dalam masa infeksius mulai dari 14-21 hari sebelum onset fase ikterik
hingga 7-8 hari setelah ikterus hilang. Masa inkubasi biasanya 2-6 minggu, hal ini
berhubungan dengan banyaknya inokulasi virus yang masuk. Viremia terjadi dalam waktu
1-2 minggu setelah terpapar virus HA, dan menetap hingga terjadi kenaikan enzim hati.
Virus HA dapat berada di urine, serum, dan saliva pada sebagian besar penderita.

2.5 Diagnosis Hepatitis A

Untuk menegakan diagnosis HAV diperlukan beberapa pemeriksaan. Pemeriksaan


tersebut antara lain adalah:

a. Pemeriksaan Klinis

Diagnosis klinik ditegakan berdasarkan keluhan seperti demam, kelelahan, malaise,


anorexia, mual dan rasa tidak nyaman pada perut. Beberapa individu dapat mengalami
diare. Ikterus (kulit dan sclera menguning), urin berwarna gelap, dan feses berwarna
dempul dapat ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkat beratnya penyakit
beraragam, mulai dari asimtomatik (biasa terjadi pada anak-anak), sakit ringan, hingga
sakit yang menyebabkan hendaya yang bertahan selama seminggu sampai sebulan.

b. Pemeriksaan Serologik

Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien dianggap sebagai gold standard untuk
diagnosis dari infeksi akut hepatitis A. Virus dan antibody dapat dideteksi dengan
metode komersial RIA, EIA, atau ELISA. Pemeriksaan diatas digunakan untuk
mendeteksi IgM anti-HAV dan total anti-HAV (IgM dan IgG). IgM anti-HAV dapat
dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Dikarenakan IgG anti-HAV
bertahan seumur hidup setelah infeksi akut, maka apabila seseorang terdeteksi IgG
antiHAV positif tanpa disertai IgM anti-HAV, mengindikasikan adanya infeksi di masa
yang lalu. Pemeriksaan imunitas dari HAV tidak dipengaruhi oleh pemberian passive
dari Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis profilaksis terletak dibawah level dosis
deteksi.

c. Rapid Test
Deteksi dari antibodi dapat dilakukan melalui rapid test menggunakan metode
immunochromatographic assay, dengan alat diagnosis komersial yang tersedia. Alat
diagnosis ini memiliki 3 garis yang telah dilapisi oleh antibodi, yaitu “G” (HAV IgG
Test Line), “M” (HAV IgM Test Line), dan “C” (Control Line) yang terletak pada
permukaan membran. Garis “G” dan “M” berwarna ungu akan timbul pada jendela
hasil apabila kadar IgG dan/atau IgM anti-HAV cukup pada sampel. Dengan
menggunakan rapid test dengan metode immunochromatographic assay didapatkan
spesifisitas dalam mendeteksi IgM anti-HAV hingga tingkat keakuratan 98,0% dengan
tingkat sensitivitas hingga 97,6%.

2.6 Metode Pemeriksaan

Metode pemeriksaan hepatitis A virus sebagian besar adalah terapi suportif, yang
terdiri dari bed rest sampai dengan ikterus mereda, diet tinggi kalori, penghentian dari
pengobatan yang beresiko hepatotoxic, dan pembatasan dari konsumsi alkohol. Sebagian
besar dari kasus hepatitis A virus tidak memerlukan rawat inap. Rawat inap
direkomendasikan untuk pasien dengan usia lanjut, malnutrisi, kehamilan, terapi
imunosupresif, pengobatan yang mengandung obat hepatotoxic, pasien muntah berlebih
tanpa diimbangi dengan asupan cairan yang adekuat, penyakit hati kronis/didasari oleh
kondisi medis yang serius, dan apabila pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan gejala-gejala dari hepatitis fulminan. Pasien dengan gagal hati fulminant,
didefinisikan dengan onset dari encephalopathy dalam waktu 8 minggu sejak timbulnya
gejala. Pasien dengan gagal hati fulminant harus dirujuk untuk pertimbangan melakukan
transplantasi hati.

2.7 Metode Pengobatan Hepatitis A Virus

2.7.1 Pengobatan

Tidak ada pengobatan khusus untuk virus hepatitis A (HAV) . Pengobatan


diberikan secara suportif bukan langsung kuratif. Medikasi yang mungkin dapat
diberikan meliputi analgesik, antiemetik, vaksin, dan imunoglobulin. Pencegahan
baik sebelum atau setelah terpapar HAV menjadi lebih penting.Tidak ada
pengobatan yang spesifik untuk Hepatitis A, sebab infeksinya sendiri biasanya
akan sembuh sendiri. Pemberian farmakoterapi adalah untuk mengurangi
morbiditas dan mencegah komplikasi. Farmakoterapi atau obat-obatan yang biasa
digunakan adalah antipiretik analgesik atau penghilang demam dan rasa sakit,
antiemetik atau anti muntah, vaksin, dan imunoglobulin. Tidak ada terapi spesifik
yang tersedia.

Para antienteroviral diteliti obat pleconaril (Disoxaril; ViroPharma) tidak


memiliki aktivitas terhadap virus hepatitis A (HAV). Rawat Inap diindikasikan
untuk pasien dengan dehidrasi yang signifikan karena muntah atau mereka dengan
hepatitis fulminan. Tetapi pada keadaan lain yang berat dimana terjadi komplikasi
kekuarangan cairan akibat muntah yang berlebihan dan terus menerus sehingga
terjadi komplikasi kekuarangan cairan dan elektrolit disarankan untuk dilakukan
perawatan di rumah Sakit. Konsultasi dengan subspecialis umumnya tidak
diperlukan.

Pada penderita Fulminant hepatitis mungkin perlu dikonsultasikan pada ahli


pencernaan anak atau ahli perawatan intensif. Meskipun obat demam golongan
asetaminofen dapat dengan aman digunakan untuk mengobati beberapa gejala
yang berhubungan dengan hepatitis A virus (HAV) infeksi, sebaiknya dosis harus
tidak lebih dari 4 gram sehari atau 8 tablet sehari. Pada anak usia 12 tahun jangan
lebih 2 gram atau 4 tablet sehari. Untuk mengurangi dampak kerusakan pada hati
sekaligus mempercepat proses penyembuhan dilakukan istirahat yang cukup
sehingga memberi kekuatan bagi sistem kekebalan tubuh dalam memerangi
infeksi. Pemberian obat anti mual dapat diberikan untuk mencegah rasa mual dan
muntah yang berlebihan.

Gangguan rasa mual dan muntah itu dapat mengurangi nafsu makan. Hal
ini harus diatasi karena asupan nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan.
Pada penyakit hepatitis A organ tubuh yang paling terganggu adalah hati atau
lever. Fungsi hati adalah memetabolisme obat-obat yang sudah dipakai di dalam
tubuh. Karena hati sedang mengalami sakit radang, maka obatobatan yang tidak
perlu serta alkohol dan sejenisnya harus dihindari selama sakit. Beberapa peneliti
percaya bahwa penggunaan kortikosteroid dapat mempengaruhi pasien untuk
mengembangkan kambuh hepatitis A.

Meskipun sangat jarang tetapi dapat terjadi komplikasi yang sering


menyertai infeksi hepatitis A seperti Gagal ginjal akut, nefritis interstisial,
pankreatitis, aplasia sel darah merah, agranulositosis, aplasia sumsum tulang, blok
jantung sementara, sindrom Guillain-Barré, arthritis akut, penyakit Still, sindrom
lupuslike, Hepatitis autoimun dan sindrom Sjögren, kekambuhan infeksi
Hepatiotis A terjadi pada sekitar 3-20% penderita. Setelah melewati fase infeksi
akut, terjadi fase remisi berlangsung 3-6 minggu. Kekambuhan terjadi setelah
periode singkat biasanya lebih 3 minggu dan gejalanya seperti hejala awal
meskipun gejalanya lebih ringan ringan.Terdapat laporan kasus seorang pasien
dilakukan transplantasi hari karena terjadi kekambuhan dan disertai penyakit
lainnya yang tidak membaik dengan pengobatan (Children, 2012).

2.7.2 Pencegahan

Untuk mencegah penularan dari virus HAV, hal yang dapat dilakukan
adalah menjaga kebersihan asupan makanan yang kita makan. Beberapa kebiasaan
baik yang bisa dilakukan untuk tujuan ini diantaranya adalah dengan
membiasakan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan, menjaga
sanitasi makanan, serta menghindari memakan makanan yang belum diketahui
kebersihan pengolahannya (makanan yang dijual dipinggir jalan, dll). Selain itu,
pencegahan penyakit Hepatitis A ini juga dapat dilakukan dengan pemberian
vaksin Hepatitis A. (Sari, 2008)

Menurut WHO, cara terbaik dalam mencegah penularan Hepatitis A adalah


dengan memperbaiki sanitasi lingkungan dan vaksinasi. Aspek sanitasi
lingkungan merupakan hal yang penting agar penularan tidak cepat terjadi
sedangkan vaksinasi dimaksudkan sebagai perlindungan. Di Indonesia sendiri
terdapat undang undang yang memperkuat pentingnya melakukan vaksinasi untuk
mencegah terjangkitnya Hepatitis A. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi,
terdapat 3 jenis imunisasi yang diberikan kepada masyarakat khususnya pada bayi
(untuk membentuk antibodi) yaitu imunisasi wajib, imunisasi tambahan dan
imunisasi pilihan. Seperti yang tercantum pada Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa
“jenis imunisasi pillihan dapat berupa imunisasi Haemophillus influenza tipe b
(Hib), Pneumokokus, Rotavirus, Influenza Varisela, Measles Mumps Rubelle,
Demam Tifoid, Hepatitis A, Human Papiloma Virus (HPV) dan Japanese
Encephalitis”.

Walaupun kedudukan Hepatitis A dalam pelaksanaan vaksinasi hanyalah


sebagai imunisasi tambahan, akan tetapi Hepatitis A merupakan salah satu
penyakit yang masuk ke dalam daftar penyakit yang dapat dicegah melalui
imunisasi dengan cara pemberian vaksin. Seperti yang tertera pada Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1611/Menkes/SK/XI/2006
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yaitu “Jenis jenis penyakit yang
dapat dicegah melalui pemberian imunisasi meliputi penyakit menular tertentu :
a) jenis jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara
lain penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis
A,....”

Pemberian vaksin untuk Hepatitis A diharapkan dapat mengurangi kejadian


Hepatitis A, karena Hepatitis A merupakan jenis penyakit yang penularannya
sangat cepat. Selain itu, perbaikan sanitasi lingkungan sangat diperlukan agar
meminimalisir kejadian Hepatitis A. Penyakit hepatitis dapat menghinggap siapa
saja tidak memandang segi usia atau faktor ekonomi. Hepatitis dapat menyerang
mulai dari balita, anakanak hingga orang dewasa. Untuk hepatitis A bila
menyerang anak-anak mulai dari 1-18 tahun dapat dilakukan vaksinasi dengan
pemberian dosis vaksin 2 atau 3 tetes dosis vaksin sesuai dengan standar
pengobatan. Sedangkan untuk orang dewasa dengan pemberian vaksinasi yang
lebih besar dengan jangka waktu pemberian vaksin 6-12 bulan setelah dosis
pertama vaksin.

Dengan pemberian vaksinasi ini merupakan upaya pencegahan yang efektif


dapat bertahan 15-20 tahun atau lebih. Pemberian vaksin bertujuan mencegah
sebelum terjadinya infeksi dari virus hepatitis A dan memberikan perlindungan
terhadap virus sedini mungkin 2-4 minggu setelah vaksinasi. (Price , 2005)
Pemberian vaksinasi untuk hepatitis A, diberikan kepada :

1. Mereka yang menggunakan obat-obat terlarang (psikotropika/narkoba)


dengan menggunakan jarum suntik.

2. Mereka yang bekerja sebagai pramusaji, terutama mereka yang memiliki


makanan yang kurang mendapatkan perhatian akan keamanan dan kebersihan
dari makanan itu sendiri.

3. Orang yang tinggal dalam satu pondok atau asrama yang setiap harinya
berkontak langsung. Mungkin diantara penghuni pondok asrama memiliki
riwayat penyakit hepatitis A.

4. Balita dan anak-anak yang mungkin tinggal dalam lingkungan yang memiliki
tingkat resiko yang lebih tinggi akan hepatitis.

5. Seseorang yang suka melakukan oral seks/anal.

6. Seseorang yang teridentifikasi penyakit hati kronis.

Menjaga kebersihan terhadap diri pribadi dan lingkungan sekitar tempat


tinggal merupakan upaya awal yang sangat penting sebagai proses pencegahan
lebih dini sebelum terjangkit atau mengalami resiko yang lebih tinggi terhadap
serangan penyakit hepatitis. Selalu menjaga kebersihan dengan mengawali
langkah yang mudah salah satunya dengan cara membiasakan diri untuk mencuci
tangan sebelum dan sesudah menyentuh sesuatu. Namun bagi mereka yang suka
berpergian ke luar negeri yang mungkin di negara tersebut memiliki sanitasi yang
kurang baik sebagai pencegahan tak ada salahnya untuk melakukan vaksinasi
minimal 2 bulan sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri. Akan tetapi bagi
mereka yang sudah teridentifikasi terkena virus hepatitis A (HAV), globulin imun
(IG) harus diberikan sesegera mungkin dengan pemberian vaksin minimal 2
minggu setelah teridentifikasi virus hepatitis A. (Hincliff, 2000).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A. Virus ini
menyebar terutama melalui ingests makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja
orang yang terinfeksi. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kurangnya
penggunaan air bersih, sanitasi yang tidak memadai dan kebersihan pribadi yang buruk.

Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit di Indonesia Hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar
39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan umur mulai
terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan di bawah standar.

Penyebab penyakit hepatitis A adalah Virus Hepatitis A (VHA) atau virus entero
72 dan kelas Picornavirus. Hepatitis A virus akut merupakan infeksi virus yang
ditularkan melalui transmisi enteral virus RNA yang mempunyai diameter 27 nm.
Virus ini bersifat self-limiting dan biasanya sembuh sendiri, lebih sering menyerang
individu yang tidak memiliki antibodi virus hepatitis A seperti pada anakanak, namun
infeksi juga dapat terjadi pada orang dewasa.

Untuk mencegah penularan dari virus HAV, hal yang dapat dilakukan adalah
menjaga kebersihan asupan makanan yang kita makan. Beberapa kebiasaan baik yang
bisa dilakukan untuk tujuan ini diantaranya adalah dengan membiasakan mencuci
tangan menggunakan sabun sebelum makan, menjaga sanitasi makanan, serta
menghindari memakan makanan yang belum diketahui kebersihan pengolahannya
(makanan yang dijual dipinggir jalan, dll). Selain itu, pencegahan penyakit Hepatitis A
ini juga dapat dilakukan dengan pemberian vaksin Hepatitis A

DAFTAR PUSTAKA

Masriadi. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok : Rajawali Pers.

Hincliff, Sue. 2000. Kamus Keperawatan. Jakarta: EGC

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1611/Menkes/SK/XI/2006 Tentang


Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
WHO. 2012. Hepatitis A.

Children Grow Up.2012.Penanganan Terkini Hepatitis A.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC

Sari, Wening. 2008. Care Yourself, Hepatitis. Jakarta : Penebar Plus

Kumar,Cotran,Robbins.2007.Buku Ajar Patologi.Edisi7.Jakarta:EGC.


Epidemiologi

Survei epidemiologi memperkirakan terdapatnya 170 juta pengidap HCV kronis di seluruh dunia. Infeksi
virus hepatitis C relatif jarang terjadi pada anak di dunia Barat, bahkan di daerah di mana prevalensi HCV
pada orang dewasa tinggi. Di Italia, pada awal 1990, sekitar 3,5% dari populasi orang dewasa yang
diperkirakan terinfeksi, diperkirakan mengenai populasi anak 0,3%. Di Amerika Serikat insiden
keseluruhan hepatitis C dilaporkan sebanyak 849 kasus (0,3 kasus per 100.000 penduduk). Prevalensi
HCV pada anak 0,2% dengan umur kurang dari 12 tahun dan 0,4% dengan umur 12 sampai 19 tahun. Di
Pakistan hampir 60-70% pasien dengan penyakit hati kronik cenderung memiliki anti HCV positif. Di
Qatar dari penelitian tahun 2000-2005 didapatkan 29,4% insiden HCV dari seluruh kelainan
hati.8Penelitian pada umumnya populasi anak, tanpa faktor risiko yang teridentifikasi, dilaporkan
prevalensi terendah 0% di Jepang, Taiwan dan Mesir, 0,4% di Italia, dan 0,9% di Arab Saudi. Penularan
infeksi HCV pada anak yang utama adalah melalui transfusi darah atau produk darah yang saat ini
bertanggung jawab menyebabkan kasus hepatitis C kronis. Selain itu infeksi HCV pada anak dapat
disebabkan oleh transmisi perinatal (vertikal). Prevalensi HCV pada anak beragam baik faktor risiko
begitu juga lokasi geografis. Di Indonesia prevalensi HCV sangat bervariasi. Sekitar 0,5% sampai 3,37%
diantaranya Jakarta sebesar 2,5%, Surabaya 2,3%, Medan 1,5%, Bandung 2,7%, Yogyakarta 1%, Bali
1,3%, Manado 3,0%, Makasar 1%, dan Banjarmasin 1%. Angka tersebut akan sangat berbeda apabila
kelompok yang diteliti merupakan kelompok yang lebih khusus. Epidemiologi HCV masih belum jelas
karena lebih dari separuh jumlah pengidap kronis tidak diketahui dengan jelas darimana sumber
infeksinya. Walaupun dapat mengenai semua umur, tetapi infeksi pada anak relatif sangat jarang terjadi.
Distribusi yang berkaitan dengan umur ini berhubungan dengan cara penularannya. Penularan melalui
transfusi darah, penggunaan obat-obatan intravena, hemodialisis, tertusuk jarum suntik, serta dapat
melalui transmisi vertikal.

Etiologi

Infeksi hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) yang merupakan RNA beruntai tunggal dari
genus Hepacivirus dalam family Flaviviridae. HCV memiliki diameter 30- 60nm dan panjang genom 10kb
yang terdiri dari 3011 asam amino dengan 9033 nukleotida. Sruktur genom HCV terdiri dari satu open
reading frame (ORF) yang memberi kode pada polipeptida yang termasuk komponen struktural terdiri
dari nukleokapsid (inti/core), envelope (E1 dan E2), serta bagian non struktural (NS) yang dibagi menjadi
NS2, NS3, NS4a, NS4b, NS5a, dan NS5b. Pada kedua ujung terdapat daerah non coding (NC) yang pendek
yaitu daerah 51 dan 31 terminal yang sangat stabil dan berperan dalam replikasi serta translasi RNA.
Nukleokapsid digunakan untuk deteksi antibodi dalam serum pasien. Karakteristik HCV yang paling
penting adalah adanya variasi sekuens nukleotida, Genetik HCV yang heterogen secara garis besar dibagi
menjadi genotip dan quasispesies. Telah diidentifikasi 6 genotip HCV dengan beberapa subtype yang
diberi kode dengan huruf. Genotip yang paling sering ditemukan adalah genotip 1a, 1b, 2a, dan 2b.
genotip 1,2, dan 3 dengan subtipenya masing-masing merupakan genotip yang tersebar diseluruh dunia,
genotip 4 dan 5 di Afrika, dan genotip 6 terutama di Asia. Genotip 3a lebih banyak terjadi pada
pemakaian obat terlarang intravena. Quasispesies menunjukkan heterogenisitas populasi HCV pada
seseorang yang terinfeksi HCV, yang terjadi akibat sifat HCV yang mudah mengadakan mutasi. Hal ini
merupakan mekanisme HCV untuk meloloskan diri dari sistem imun atau limfosit T sitolitik seseorang,
sehingga infeksi HCV bersifat persisten dan berkembang menjadi hepatitis kronik.

Diagnosis

1.Pemeriksaan Serologi Pemeriksaan serologi digunakan untuk menemukan antibodi terhadap antigen
HCV dengan menggunakan cara ELISA (enzyme linked immunosorbant assay) dan RIBA (recombinant
immunoblot assay). Prinsip uji tersebut adalah menemukan antibodi HCV yang terdiri dari:

a. ELISA-1: ELISA generasi I untuk menemukan antibodi dari komponen protein non struktural NS4
(c100). Serokonversi terjadi setelah 16 minggu terinfeksi HCV.

b. ELISA-2: ELISA generasi II untuk menemukan antibodi dari komponen protein non struktural NS3
(c33), NS4 (c100), dan protein inti (c22). Serokonversi terjadi setelah 10 minggu terinfeksi HCV.

c. ELISA-3: ELISA generasi III untuk menemukan 2 protein non struktural NS3 (c33 dan NS5) dan protein
inti (c22). Serokonversi terjadi antara 2-3 minggu setelah terinfeksi virus.

2. Pemeriksaan molekuler Amplifikasi deretan asam nuleotida HCV dengan cara PCR merupakan cara
untuk mendeteksi adanya virus. PCR dapat mendeteksi adanya RNA HCV pada 1-3 minggu setelah
inokulasi virus, merupakan baku emas untuk diagnosis HCV. Hilangnya RNA HCV dari serum
berhubungan dengan sembuhnya penyakit, sedangkan adanya viremia yang persisten menunjukkan
perjalanan penyakit yang kronik.

Anda mungkin juga menyukai