Anda di halaman 1dari 136

TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT

HEPATITIS, SIROSIS, dan HIV-AIDS

OLEH :

KELOMPOK V
SUHARAFITANINGSIH

N21 113024

NURHADRI AZMI

N21 113 269

SUDARNA

N21 113 726

DIAN RAHMANIAR

N21 113 741

RESKY ALIMUDDIN

N21 113 742

PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
1

BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu faktor yang terpenting yang
harus diperhatikan dalam kelangsungan hidup manusia. Berbagai upaya
harus dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia. Tetapi
tidak dapat dipungkiri bahwa upaya tersebut masih jauh dari yang
diharapkan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya ilmu
pengetahuan mengenai masalah kesehatan tersebut khususnya masalah
penyakit itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai ahli farmasi pengenalan dan
pemahaman tentang penyakit dan pengobatannya sangat diperlukan.
Salah satu penyakit yang harus ditangani dengan baik yaitu
hepatitis. Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab.
Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut",
hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis".
Penyakit

hepatitis

telah

menjadi

masalah

dunia

saat

ini.

Diperkirakan sebanyak 400 juta orang di dunia mengidap penyakit


hepatitis B kronis. Sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun karena
penyakit hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) ini.
Penderita penyakit hepatitis C juga tercatat sangat besar, yaitu sekitar 170
juta orang di seluruh dunia. Penyakit hepatitis juga menjadi masalah besar
di Indonesia mengingat jumlah penduduk Indonesia yang juga besar.
Jumlah penduduk yang besar ini membawa konsekuensi yang besar pula.
Penduduk dengan golongan sosial, ekonomi dan pendidikan rendah

dihadapkan pada masalah kesehatan terkait gizi, penyakit menular serta


kebersihan sanitasi yang buruk. Sedangkan penduduk dengan golongan
sosial, ekonomi dan pendidikan tinggi memiliki masalah kesehatan terkait
gaya hidup dan pola makan. Tak mengherankan jika saat ini penyakit
hepatitis menjadi salah satu penyakit yang mendapat perhatian serius di
Indonesia.
Hepatitis kronik yang berlangsung secara lama menyebabkan
sirosis hepatitis. Sirosis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya
peradangan difus dan

menahun

pada hati, diikuti dengan proliferasi

jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati.


Masalah kesehatan lain yang perlu ditangani dengan baik yaitu
HIV/AIDS.

Penyakit

AIDS

(Acquired

Immunodeficiency

Syndrome)

merupakan suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan


oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan
tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang
terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal,
yang dikenal dengan infeksi oportunistik.
Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara
didunia (pandemi), termasuk diantaranya Indonesia. Berdasarkan datadata yang bersumber dari Direktorat Jenderal P2M dan PLP Departemen
Kesehatan RI sampai dengan 1 Mei 1998 jumlah penderita HIV/AIDS
sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23 propinsi di Indonesia.
Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu

singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin


banyak negara. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi baik
oleh negara maju maupun negara berkembang.
Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu
memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan.
Salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah
penderita yang terus meningkat adalah upaya pencegahan yang dilakukan
semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat dalam
lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.
Penyakit-penyakit seperti di atas (hepatitis, serosis, dan HIV/AIDS)
sering dijumpai (prevalensinya tinggi) pada seluruh lapisan masyarakat.
Oleh karena itu, pada makalah kali ini membahas mengenai pemaparan
penyakit tersebut termasuk gejala, penyebab, pengobatan yang sesuai
dan hal-hal penting lainnya yang berhubungan dengan setiap penyakit.
cara penatalaksanaan, mekanisme masing-masing penyakit dengan
pengobatannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 HEPATITIS
II.1.1 Definisi
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati. Hepa
berarti kaitan dengan hati, sementara itis berarti radang (Seperti di atritis,
dermatitis, dan pankreatitis).
Hepatitis merupakan infeksi pada hati, baik disebabkan oleh virus
atau tidak. Hepatitis yang disebabkan oleh virus ada tiga tipe, yaitu tipe A,
tipe B, tipe C, D, F, dan tipe G. Hepatitis yang tidak disebabkan oleh virus
biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat kimia atau obat, seperti karbon
tetraklorida, jamur racun, dan vinyl klorida.
Hepatitis (radang hati) dapat ditimbulkan oleh banyak sebab,
tetapi paling sering terjadi karena infeksi oleh suatu virus hepatitis. Sebabsebab lain hepatitis adalah virus

demem kuning dan penyumbatan

saluran empedu (antara lain akibat batu empedu), zat-zat kimia atau obaobat tertentu, juga karena minum terlalu banyak alkohol. Hingga kini
dikenal 7 jenis, yakni Virus hepatitis A,B,C,D,E,F, dan G. Hepatitis B dan C
dianggap paling berbahaya, karena dapat merusak hati secara permanen.
Secara umum penyakit hepatitis mengenal empat stadium,yaitu :
1.

Masa tunas (inkubasi). Yaitu sejak masuknya virus pertama


kali ke dalam tubuh sampai menimbulkan gejala klinis. Masa tunas

dari

masing-masing

penyebab

virus

hepatitis

tidaklah

sama.

Kerusakan sel-sel hati terutama terjadi pada stadium ini.


2. Fase prodromal (fase preikterik). Fase ini berlangsung beberapa hari.
Timbul gejala dan keluhan pada penderita seperti badan terasa lemas,
cepat lelah, lesu, tidak nafsu makan (anoreksia), mual, muntah,
perasaan tidak enak, dan nyeri di perut, demam kadang-kadang
menggigil, sakit kepala, dan lain-lain. Kadang-kadang penderita
seperti akan pilek dan batuk, dengan atau tanpa disertai sakit
tenggorokan. Karena keluhan di atas seperti sakit flu, maka keadaan
di atas disebut pula sindroma flu.
3. Fase kuning (fase ikterik). Biasanya setelah suhu badan menurun,
warna kencing penderita berubah menjadi kuning pekat seperti air teh.
Bagian putih dari bola mata (sklera), selaput lendir langit-langit mulut,
dan kulit berubah warna menjadi kekuning-kuningan yang disebut juga
ikterik. Bila terjadi hambatan aliran empedu yang masuk ke dalam
usus maka tinja akan berwarna pucat yang disebut faeces acholis.
Ikterik akan timbul bila kadar bilirubin dalam serum melebihi 2 mg/dL.
Pada saat ini penderita baru menyadari bahwa ia menderita sakit
kuning atau hepatitis. Selama minggu pertama, warna kuningnya akan
terus meningkat, selanjutnya menetap. Setelah 7 10 hari, secara
perlahan warnanya akan berkurang. Keluhan yang ada umumnya
mulai berkurang dan penderita merasa lebih enak. Fase ikterik ini
berlangsung selama 23 minggu.

4. Fase penyembuhan (konvalesen). Ditandai dengan hilangnya keluhan


yang ada dan warna kuning mulai menghilang. Penderita merasa lebih
segar walaupun masih mudah lelah. Umumnya penyembuhan
sempurna secara klinis dan laboratoris memerlukan waktu sekitar 6
bulan setelah timbulnya penyakit.
II.1.2 Klasifikasi Hepatitis
II.1.2.1 Hepatitis A
Hepatitis A

adalah penyakit jinak yang dapat sembuh sendiri

dengan masa inkubasi 2 hingga 6 minggu. HAV tidak menyebabkan kronis


atau keadaan pembawa dan hanya sekali-sekali menyebabkan hepatitis
fulminan. Angka kematian akibat HAV sangat rendah, sekitar 0,1% dan
tampaknya lebih sering terjadi pada pasien yang sudah mengidap
penyakit akibat penyebab lain, misalnya virus hepatitis B atau alkohol.
HAV ditemukan diseluruh dunia dan endemik di negara yang higiene dan
sanitasinya buruk, sehingga sebagian besar penduduk asli negara
tersebut memiliki anti-HAV pada usia 10 tahun. Gejala klinis cenderung
ringan atau asimtomatik dan jarang setelah masa kanak-kanak. Di negara
maju, prevalensi seropositivitas meningkat secara bertahap seiring
dengan usia. Sayangnya, infeksi HAV pada orang dewasa dapat
menyebabkan mordibitas yang cukup besar dibandingkan dengan infeksi
pada anak.
Gejala

HAV menyebar melalui ingesti makanan dan minuman yang


tercemar dan dikeluarkan melalui tinja selama 2 hingga 3 minggu sebelum
dan 1 minggu setelah onset ikterus. HAV tidak dikeluarkan dalam jumlah
signifikan dalam air liur, urine, atau semen. Kontak pribadi yang erat
dengan orang yang terinfeksi selama periode fecal shedding, disertai
kontaminasi fases-oral, merupakan penyebab utama penularan dan dapat
menjelaskan terjadinya ledakan kasus di lingkungan institusi, misalnya
sekolah dan asrama. Epidemi yang ditularkan melalui air juga dapat terjadi
di negara yang sedang berkembang, yang penduduknya tinggal dalam
lingkungan yang padat dengan sanitasi buruk, insidensi partikel infeksi
pada pasokan air dapat melebihi 35%, walaupun indikator rutin polusi
fases lainnya berada di bawah batas yang diizinkan. Di negara maju,
infeksi sporadis dapat terjadi akibat mengkomsumsi kerang mentah atau
dikukus (tiram, remis, kijing), yang memekatkan virus dari air laut yang
tercemar oleh tinja manusia. Karena viremia HAV transien, penularan HAV
melalui darah jarang terjadi, sehingga darah donor tidak secara spesifik
ditapis untuk virus ini. HAV adalah pikornavirus RNA untai-tunggal (singlestranded,ssRNA) yang kecil dan tidak berselubung. Virus itu sendiri
tampaknya tidak bersifat sitotoksik terhadap hepatosit sehingga cedera
hati mungkin terjadi akibat kerusakan imunologis hepatosit yang terinfeksi.

Pencegahan dan Pengobatan

Kasus-kasus

ringan

Hepatitis A biasanya

tidak

memerlukan

pengobatan dan kebanyakan orang yang terinfeksi sembuh sepenuhnya


tanpa kerusakan hati permanen.
Perilaku hidup bersih seperti mencuci tangan pakai sabun sebelum
makan dan sesudah dari toilet adalah salah satu cara terbaik untuk
melindungi diri terhadap virus Hepatitis A. Orang yang dekat dengan
penderita mungkin memerlukan terapi imunoglobulin. Imunisasi hepatitis A
bisa dilakukan dalam bentuk sendiri (Havrix) atau bentuk kombinasi
dengan vaksin hepatitis B (Twinrix). Imunisasi hepatitis A dilakukan dua
kali, yaitu vaksinasi dasar dan booster yang dilakukan 6-12 bulan
kemudian, sementara imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu dasar,
satu bulan dan 6 bulan kemudian. Imunisasi hepatitis A dianjurkan bagi
orang yang potensial terinfeksi seperti penghuni asrama dan mereka yang
sering jajan di luar rumah.
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk Hepatitis A, sebab
infeksinya sendiri biasanya akan sembuh dalam 1-2 bulan. Namun untuk
mengurangi dampak kerusakan pada hati sekaligus mempercepat proses
penyembuhan, beberapa langkah penanganan berikut ini akan diberikan
saat dirawat di rumah sakit.
1. Istirahat. Tujuannya untuk memberikan energi yang cukup bagi sistem
kekebalan tubuh dalam memerangi infeksi.

2. Anti mual. Salah satu dampak dari infeksi hepatitis A adalah rasa mual,
yang mengurangi nafsu makan. Dampak ini harus diatasi karena
asupan nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan.
3. Istirahatkan hati. Fungsi hati adalah memetabolisme obat-obat yang
sudah dipakai di dalam tubuh. Karena hati sedang mengalami sakit
radang, maka obat-obatan yang tidak perlu serta alkohol dan
sejenisnya harus dihindari selama sakit.
Pengobatan
Pencegahannya untuk Hepatitis A adalah melakukan vaksinasi
yang juga tersedia untuk orang-orang yang berisiko tinggi. Sekarang ada
vaksin yang diberi nama Twinrix keluaran SmithKline Beecham Inc, AS,
terbuat dari VHA nonaktif yang diendapkan dalam larutan steril. Jadi
bukan terbuat dari darah yang terinfeksi. Tubuh akan bereaksi terhadap
virus nonaktif tersebut sehingga melindungi serangan VHA. Dapat
mengurangi frekuensi kunjungan dokter dan mempertinggi angka cakupan
vaksin, sehingga dapat menekan penyebaran virus hepatitis A dan B.
Twinrix adalah vaksin kombinasi pertama di Indonesia yang diproduksi
oleh GlaxoSmithKline.
Tes Diagnosa hepatitis A
Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Dokter akan
meminta tes ini bila kita mengalami gejala hepatitis A atau bila kita ingin

10

tahu apakah kita pernah terinfeksi HAV sebelumnya. Tes darah ini mencari
dua jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG (Ig
adalah singkatan untuk imunoglobulin). Pertama, dicari antibodi IgM, yang
dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari sebelum
gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari
antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya
melindungi terhadap infeksi HAV.

Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita
kemungkinan

tidak

pernah

terinfeksi

HAV,

dan

sebaiknya

mempertimbangkan untuk divaksinasi terhadap HAV.


Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negatif untuk IgG,
kita kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan
sistem kekebalan sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi

semakin parah.
Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk
antibodi IgG, kita mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu
sebelumnya, atau kita sudah divaksinasikan terhadap HAV. Kita
sekarang kebal terhadap HAV.

II.1.2.2 Hepatitis B
Gejala
Hepatitis B adalah penyebab utama hepatits kronik, sirosis, dan
karsinoma sel hati. Transmisi pada HBV banyak terjadi lewat kontak
dengan darah yang terinfeksi atau secret tubuh (saliva, cairan vagina)
atau penggunaan bersama jarum suntik pada penyalahgunaan obat. Masa

11

inkubasi (1-6 bulan), diikuti oleh fase simtomatik prodromal (onset


penyakit) yaitu rasa tidak enak badan, lelah, lemah, dan anoreksia. Ikterik
terjadi pada 1/3 dari pasien dan dapat berlangsung beberapa minggu.
Manifestasi klinik infeksi HBV bergantung pada umur. Bayi baru
lahir yang terinfeksi HBV umumnya asimtomatik, sedangkan 85-95% anak
umur

1-5

tahun

asimtomatik.

Sekitar

25%-30%

pasien

dewasa

mempunyai gejala-gejala infeksi akut HBV dan 65% orang dewasa


dengan infeksi subklinik, kebanyakan sembuh. Keparahan gejala infeksi
akut bervariasi, yaitu demam, anoreksia, mual, muntah, kuning, urin gelap,
tinja pucat atau berwarna seperti lumpur dan nyeri perut. Sekitar 1%-2%
penyakit akan berkembang menjadi gagal hepar berat selama sakit akut.
Sekitar 90% bayi, 10% dari pasien dewasa HBV berkembang menjadi
kronik. Pasien HBV kronik dapat berkembang menjadi penyakit hati
kronis, sirosis dan karsinoma hati. HBV akut didiagnosa oleh adanya anti
HBc IgM. HBV mempunyai empat gen region produksi protein viral yang
dapat dideteksi: daerah nukleokapsid (HbcAg), daerah permukiman
(HbsAg) dan daerah P (DNA polymerase). Dalam tipe infeksi akut HBV
antibodi

membuat

perkembangan

antigen

HbsAg

HBV

diikuti

dalam

oleh

rangkaian

HbeAg

(30-60

produksi
hari

dari

sebelum

permukiman deri gejala klinik) terlihat melalui anti HBs pada saat
pemulihan kesehatan sesudah sakit.
Pencegahan

12

Pencegahan

terhadap

hepatitis

dapat

dilakukan

dengan

beberapa sebagai cara berikut:


1

Imunisasi
Imunisasi lengkap hepatitis B dapat mencegah infeksi VHB selama
15 tahun. Imunisasai hepatitis B diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi
pertama dan kedua diberikan dalam jarak 1 bulan. Sedangkan imunisasi
ketiga diberikan 5 bulan setelah imunisasi kedua. Pemberian imunisasi
hepatitis B sebaiknya sedini mungkin yaitu saat bayi hendak pulang dari
rumah bersalin. Bagi orang dewasa sebelum diimunisasi, sebaiknya
dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan untuk melihat kadar anti HBS. Anti
HBS adalah antibodi terhadap antigen permukaan VHB (HBs-Ag). Dengan
begitu dapat dinilai apakah tubuh telah memiliki kekebalan terhadap
hepatitis B atau tidak. Jika tubuh telah memiliki cukup kekebalan terhadap
hepatitis B maka imunisasi hepatitis B tidak diperliukan lagi. Namun pada
kenyataannya pemeriksaan kadar anti-HBs lebih mahal daripada harga
vaksin hepatitis B. Dengan begitu bagi mereka yang beresiko tinggi
tertular VHB imunisasi bisa langsung diberikan.
Imunisasi hepatitis B sangat dianjurkan untuk kelompok orang berikut:

Bayi baru lahir


Anak dan remaja yang belum mendapat imunisasi hepatitis B
Keluarga yang salah satu anggota keluarganya terinfeksi virus hepatitis

B
Pekerja medis
Pekerja laboratorium

13

2.

Penderita gangguan penyakit yang sering cuci darah atau mendapat

transfusi darah.
Pekerja seks
Pengguna narkoba
Pecinta tato
Tidak menggunakan barang orang lain
Barang-barang yang dapat menyebabakan luka dapat menjadi

media penularan virus hepatitis B. Barang-barang tersebuat antara lain


pisau cukur, gunting kuku, sikat gigi, dan lain-lain.
3. Melakukan hubungan seks sehat dan aman
Melakukan hubungan seks dengan bergonta ganti pasangan
beresiko tinggi tertular hepatitis B. Jika suami atau istri terinfeksi hepatitis
B maka sang suami wajib menggunakan kondom saat berhubungan
seksual.
4. Jika terinfeksi hepatitis B jangan mendonorkan darah
Palang

merah

Indonesia

akan

melakukan

serangkaian

pemeriksaan pada darah yang di donorkan. Jika ternyata sejumlah darah


pada bank darah terinfeksi virus hepatitis B maka darah tersebut akan
dimusnahkan.
5. Bersihkan ceceran darah
Jika ada ceceran darah meski sedikit harus segera dibersihkan.
Penggunaan larutan pemutih pakaian diyakini dapat membunuh virus.
Pengobatan
Terapi terhadap hepatitis B dilakukan dengan:

14

Interferon
Nukleosida analog: Lamivudin,Adefovir,Entecavir
Pegylated Interferon
Pegylated Interferon + Nukleosid analog

Diagnosis
a.

HBsAg (antigen permukaan virus hepatitis B merupakan


material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat
oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif,
artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatitis
B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi
VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6
bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien
menjadi karier VHB.

b.

Anti-HBsAg (antibodi terhadap HBsAg) merupakan antibodi


terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya antibodi
terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit
hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah
mendapat vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat
terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg
posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis
Bmenunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi VHB.

c.

HBeAg (antigen VHB), yaitu antigen e VHB yang berada di


dalam darah. HbeAg bernilai positif menunjukkan virus VHB sedang
aktif bereplikasi atau membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini
infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu

15

maka akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki


HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan
penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.
d.

Anti-Hbe (antibodi HbeAg) merupakan antibodi terhadap


antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai
positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.

e.

HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti)


VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang terinfeksi
VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.
Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan

antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti
HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG
anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis
pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB.
II.1.2.3 Hepatitis C
Gejala
Hepatitis C banyak diperoleh melalui penggunaan obat intravena,
kontak seksual, hemodialisa atau peralatan rumah tangga yang
berhubungan dengan pekerjaan atau terpapar perinatal. Umumnya
hepatits C ringan, kurang dari 25% pasien berkembang menjadi penyakit
kuning. Keluhan utama frekuensi terbatas untuk lelah dan malaise. Karena
Hepatitis C menular dari orang ke orang melalui kontak dengan darah
yang terinfeksi virus Hepatitis C, aktivitas yang meningkatkan kontak

16

dengan darah tersebut perlu dipertimbangkan sebagai faktor resiko.


Faktor resiko yang paling umum adalah pengguna obat bius suntik dan
darah serta produk transfusi darah. Faktor resiko lain seperti tato dan
tindik tubuh. Tinta atau jarum tato yang digunakan untuk membuat tato
atau menindik dapat menjadi pembawa virus Hepatitis C dari satu
pelanggan ke pelanggan lainnya, jika pelaku tidak melakukan sterilisasi
pada perlengkapannya.
Luka karena jarum suntik, yang seringkali terjadi pada petugas
kesehatan, dapat menjadi alat penularan virus Hepatitis C. Probabilitas
penularan virus Hepatitis C melalui jarum suntik lebih besar dibanding
dengan virus HIV.
Diagnosis
Diagnosis hepatitis C ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk
menilai kadar antibodi. Selain itu pemeriksaan molekuler juga dilakukan
untuk melihat partikel virus. Sekitar 80% kasus infeksi hepatitis C berubah
menjadi

kronis.

menunjukkan

Pada

adanya

kasus
enzim

ini

hasil

alanine

pemeriksaan

aminotransferase

laboratorium
(ALT)

dan

peningkatan aspartate aminotransferase (AST).


Pemeriksaan molekuler dilakukan untuk mendeteksi RNA VHC. Tes
ini terdiri dari tes kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan
teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Tes yang dapat mendeteksi
RNA VHC ini dilakukan untuk mengkonfirmasi viremia (adanya VHC
dalam darah) dan juga menilai respon terapi. Tes ini juga berguna bagi
pasien yang anti-HCV-nya negatif tetapi memiliki gejala klinis hepatitis C.

17

Selain itu tes ini juga dilakukan pada pasien hepatitis yang belum
teridentifikasi jenis virus penyebabnya.

Tes Antibodi HCV


Mendiagnosis infeksi HCV mulai dengan tes antibodi, serupa dengan
tes yang dilakukan untuk diagnosis infeksi HIV. Antibodi terhadap HCV
biasanya dapat dideteksi dalam darah dalam enam atau tujuh minggu
setelah virus tersebut masuk ke tubuh, walaupun kadang kala untuk
beberapa orang dibutuhkan tiga bulan atau lebih. Bila tes antibodi HCV
positif, tes ulang biasanya dilakukan untuk konfirmasi. Tes konfirmasi ini
dapat tes antibodi lain atau tes PCR. Bila kita tes positif untuk antibodi
terhadap HCV, ini berarti kita pernah terpajan oleh virus tersebut pada
suatu waktu. Karena kurang lebih 20 persen orang yang terinfeksi HCV
sembuh tanpa memakai obat, biasanya dalam enam bulan setelah
terinfeksi, langkah berikut adalah untuk mencari virus dalam darah.

Tes Viral Load HCV


Untuk mencari HCV, dokter kita mungkin meminta tes PCR kualitatif
untuk menentukan adanya virus hepatitis C di darah kita. Dokter juga
dapat meminta tes PCR kuantitatif mirip dengan tes yang dipakai
untuk mengukur viral load HIV untuk mengetahui apakah ada HCV
dan menentukan viral load HCV kita. Tes viral load ini adalah tes
laboratorium yang sangat penting. Berbeda dengan tes viral load untuk
HAV, yang dapat membantu meramalkan cepat-lambatnya perjalanan
18

penyakit menuju AIDS, tes viral load HCV tidak dapat menentukan bil
atau kapan seseorang dengan hepatitis C akan menjadi sirosis atau
gagal hati. Namun viral load HCV dapat membantu meramalkan
keberhasilan pengobatan. Sebagai petunjuk praktis, semakin rendah
viral load HCV, semakin mungkin kita berhasil dalam pengobatan untuk
HCV. Tes viral load HCV juga terpakai pada waktu kita dalam

pengobatan untuk menentukan apakah terapi berhasil.


Tes Genotipe
Tidak semua virus hepatitis C adalah sama. Ada sedikitnya enam
genotipe HCV yang berbeda yang berarti bentuk genetis saling
berbeda. Lagi pula, beberapa genotipe ini dibagi menjadi subtipe.
Misalnya, HCV genotipe 1 dibagi dalam subtipe a dan b.

Tes Enzim Hati


Seperti dengan hepatitis A dan B, enzim hati yang paling penting
dipantau adalah SGPT dan SGOT. Pada kurang lebih dua pertiga orang
dengan hepatitis C kronis, tingkat SGPT terus-menerus tinggi, dan hal
ini menunjukkan pengrusakan terus-menerus pada sel hati. Namun
untuk sepertiga orang dengan hepatitis C kronis, tingkat SGPT tetap
normal. Banyak di antara orang ini akan hidup dengan infeksi HCV
tanpa masalah apa pun pada hati. Tetapi sebagian orang ini dengan
tingkat SGPT yang normal bahkan rendah dapat mengalami kerusakan
pada hati yang terjadi pelan-pelan. Tingkat SGOT juga sering tinggi
pada orang dengan hepatitis C kronis. Namun tingkat SGOT biasanya

19

lebih rendah daripada tingkat SGPT. Bila sirosis terjadi, tingkat SGOT
dapat naik di atas tingkat SGPT

ini tanda bahwa kerusakan hati

bertambah buruk.

Biopsi Hati
Viral load HCV dan pemeriksaan enzim hati adalah tes yang sangat
berguna. Namun, tes ini tidak dapat menentukan apakah ada
kerusakan pada hati oleh infeksi HCV, dan bila ada, berat kerusakan
tersebut. Untuk menentukan ini, biopsi hati sering dibutuhkan, terutama
untuk mengetahui kapan sebaiknya memulai terapi.

Pencegahan.
Tidak ada vaksin HCV yang tersedia pada saat ini, rekomendasi
yang umum untuk mencegah HCV adalah tindakan umum untuk
mencegah infeksi blood-borne dan pemeriksaan anti-HVC pada darah,
organ dan jaringan donor.
Kita dapat mencegah penularan Hepatitis C. Cara penyebaran
yang

paling

efesien

Hepatitis

adalah

melalui

suntikan

yang

terkontaminasi oleh darah, misalnya di saat memakai obat suntik. Jarum


suntik dan alat suntik sebelum digunakan harus steril dengan demikian
menghentikan penyebaran penyakit Hepatitis C di antara pengguna obat
suntik.
II.1.2.4 Hepatitis D
Gejala

20

Biasanya muncul secara tiba-tiba gejala seperti flu, demam,


penyakit kuning, urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam
kemerahan. Pembengkakan pada hati. Hepatitis D sering dijumpai pada
penderita hepatiti B. penyebabnya adalah virus hepatits Delta (VHD) dari
family Satellite, VHD merupakan jenis virus yang ukurannya sangat kecil
dan sangat tergantung pada VHB, hal ini disebabkan virus hepatitis D
membutuhkan selubung VHB untuk dapat menginfeksi sel-sel hati.
Penularan hepatis D menyerupai penularan pada hepatitis B. Tipe D
(hepatitis delta) merupakan 50% hepatitis tiba-tiba dan parah, dengan
angka kematian yang tinggi. Di Amerika serikat, 1% dari penderita
hepatitis D mati dengan gagal hati dalam waktu 2 minggu dan infeksi
kebanyakan menyerang para pemakai obat-obatan intravena dan
penderita hemofilia. Masa inkubasi adalah 1-90 hari. Tingkat keparahan
mencapai 2-70%.
Tiga bentuk dari infeksi HDV menandakan HDV-HBV, HDV akut
super infeksi, dan HDV infeksi kronik. HDV terutama ditransmisikan oleh
pemaparan melalui infeksi darah.
Pencegahan
Vaksinasi hepatitis B HBV-HDV co-infeksi HBV-HDV super-infeksi.
Pengobatan
Interferon-alfa dan transplantasi hati.
II.1.2.5 Hepatitis E
Gejala

21

Biasanya muncul tiba-tiba. Umumnya tidak ada gejala pada anakanak. Orang dewasa mungkin mengalami gejala seperti flu dengan sakit
perut, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan mual.Hepatitis E
(diidentifikasi tahun 1990) mempunyai sifat yang menyerupai hepatitis A,
demikian juga dengan model penularannya, tetapi tingkat keparahan yang
lebih ringan. Penyebabnya adalah virus hepatits E (VHE) dari family
Calcivirus, masa inkubasi 14-60 hari. Hepatitis E juga dikenal sebagai
hepatitis epidemik non-A dan Non-B, yang artinya, virus hepatitis tersebut
tidak menyerupai virus hepatitis A maupun B. seperti hepatitis A, hepatits
E sering bersifat akut dengan masa kesakitan singkat, tetapi terkadang
dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati.
Wanita yang terinfeksi HIV selama trimester ketiga amat berisiko
untukberkembangnya janin.
Pengobatan
Tidak ada. Biasanya akan sembuh setelah beberapa minggu atau bulan
II.1.2.6 Hepatitis F
Belum lama ditemukan, bahan-bahan genetisnya belum dianalisa
secara lengkap.
II.1.2.7 Hepatitis G
Ditemukan di tahun 1996 dan relatif banyak ditemukan pada donor
darah. Kebanyakan infeksi (via transfusi dan jarum yang terscemar )
berlangsung tanpa gejala nyata, seperti halnya pada hepatitis akut.

22

Tabel 1. Perbedaan virus Hepatitis A sampai E


VIRUS HEPATITIS
A

RNA

DNA

RNA

RNA

RNA

Keluarga

Picorna

Hepadna

Flavi/Pesti

Viroid

Calici

Masa
inkubasi

15-45 hari

30-180 hari

15-150 hari

30-180 hari

15-60 hari

Feses, orang
kontak
langsung,
makanan
terkontaminasi
HAV

Kontak darah,
cairan kelamin,
ibu ke bayi,
gigitan
manusia,
kontak seksual

Kontak darah
atau alat
terkontaminasi
darah. Ibu ke
bayi. Tidak
mudah menular
lewat seks

Akut

Akut atau
kronis

Akut atau
kronis

Gejala

Kadang tidak
ada. Urin
pekat, lelah,
demam, mual,
muntah, sakit
abdomen,
jaundice.

Kadang tidak
ada. Kadang
mirip flu, urin
pekat, berak
ringan,
jaundice, lelah,
demam.

Sama dengan
HBV

Sama
dengan HBV

Sama dengan
HBV

Karier

Tidak

Ya

Ya

Ya

Tidak

Siapa
punya
resiko

Kontak di
rumah, seks,
tinggal
serumah, turis
ke negara
berkembang,
seks anal/oral,
jarum suntik

Bayi dari ibu


dengan HBV,
seks bergantiganti
pasangan,
menyuntik
NAZA, petugas
UGD, seks
anal/oral,
pasien
hemodialisis

Bayi dari ibu


HCV, seks
berganti-ganti
pasangan,
penerima
transfusi,
petugas
kesehatan,
penyuntik
NAZA, pasien
hemodialisis

Penyuntik
NAZA, seks
anal/oral,
seks dengan
pengidap
HDV

Turis ke negara
berkembang,
wanita hamil

Sirosis

Tidak

Ya

Ya

Ya

Tidak

Hepatoma

Tidak

Ya

Ya

Ya

Tidak

Puncak
SGPT

800 1.000

1.000 1.500

300 800

1.000
1.500

Fluktuasi

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

Genom

Cara
penularan

Tipe
penyakit

Kontak
darah, seks
dengan
pengidap
HDV

Feses, oral,
kontaminasi
suplai air

Akut atau
kronis

Akut

800 1.000
Tidak

23

SGPT
Vaksin

Dua dosis
vaksin bagi
siapapun
diatas 2 tahun

Tiga dosis
untuk semua
umur

Tidak ada

Vaksin HBV
mencegah
infeksi HDV

Tidak ada

Pengobata
n

Simptomatik

Simptomatik

Simptomatik

Simptomatik

Simptomatik

Antiviral

Antiviral

Antiviral

Mencegah

Immune
globulin 2
minggu setelah
terpapar,
vaksinasi,
mencuci
tangan dengan
sabun setelah
ke wc,
gunakan
pemutih untuk
membersihkan
lantai yang
terkena feses,
seks aman
(dengan
kondom)

Immune
globulin 2
minggu setelah
terpapar,
vaksinasi
melindungi
selama 18
tahun,
bersihkan
darah yang
tercecer
dengan
pemutih,
gunakan
sarung tangan
pelindung,
jangan
bergantian alat
cukur, sikat
gigi, jarum
suntik, dan
seks aman

Bersihkan
darah tumpah
dengan
pemutih,
gunakan
sarung tangan
pelindung,
jangan
bergantian alat
cukur, sikat
gigi, jarum
suntik, dan
seks aman

Vaksin
hepatitisB,
seks aman

Hindari minum
yang mungkin
terkontaminasi
atau yang tidak
steril

II.1.2.8 Hepatitis Karena Penyebab Lain


a. Hepatitis karena bakteri atau parasit
Amebiasis hati atau abses hati ameba
Nama lain : amebiasis hepatik, amebiasis ekstraintestinal.Merupakan
kumpulan nanah di hati yang disebabkan oleh parasit intestinal yaitu
Entamoeba histolytica.

24

Organisme tersebut dibawa melalui darah ke hati dimana abses


terbentuk, terjadi pembengkakan hati dan nyeri bila ditekan.
Pasien mungkin atau tidak mungkin mempunyai gejala infeksi
intestinal bersamaan dengan abses hati.
Faktor resiko (penyebab) untuk abses amebik hati diantaranya
malnutrisi, usia tua, kehamilan, penggunaan steroid, penyakit yang
berbahaya, immunosuppresi, dan pecandu alkohol. Kunjungan ke daerah
tropis juga merupakan suatu faktor resiko. Di Amerika, kebiasaan orangorang dan laki-laki homoseksual dikenal sebagai kelompok dengan faktor
resiko

tertinggi.

Gejala

diantaranya

demam,

sakit

abdominal,

ketidaknyamanan keseluruhan, rasa gelisah atau khawatir, atau perasaan


tidak enak (kurang enak badan), berkeringat, kedinginan, berat badan
berkurang, mencret, penyakit kuning (jaundice), dan sakit tulang sendi
(mungkin terjadi).
Leptospirosis
Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme dari genus Leptospira,
yang masuk ke dalam darah melalui kulit, selaput lendir, saluran cerna,
dan sebagainya. Setelah berkembang biak mikroorganisme itu lalu
menyebar ke organ-organ dan jaringan tubuh. Penyakit yang berat akan
menimbulkan banyak keluhan dan gejala seperti mual, muntah, mencret,
pembesaran hati dan limfa, dan sebagainya.
TBC Hati

25

Penyakit ini merupakan TBC di luar paru-paru (ekstrapulmoner) yang


disebabkan

Mycobacterium tuberculosis. Kondisi ini timbul akibat

penyebaran kuman melalui pembuluh darah dari penyakit asalnya di paruparu atau dari penjalaran melalui saluran limfa maupun penjalaran
langsung dari organ-organ yang terinfeksi di sekitarnya. Penyakit ini
menyebabkan kelainan fungsi hati maupun kelainan histologi berupa
pembentukan granuloma, fibrosis, dan sebagainya.
b. Hepatitis karena obat-obatan
Obat-obatan yang lazim digunakan dapat menyebabkan efek toksik
atas hati yang dapat menyerupai hampir setiap penyakit hati yang timbul
secara alamiah yang mengenai manusia. Sekitar 2% dari semua kasus
ikterus pada pasien dirumah sakit diinduksi obat. Dalam setiap pasien
penyakit hati, penting mencatat semua obat yang telah digunakan dalam 3
bulan terakhir. Dokter harus mempunyai data dan catatan mengenai
semuanya. Riwayat harus mencakup dosis, cara pemberian, lama dan
obat yang bersamaan lainnya.
Tabel 2. Klasifikasi Reaksi Obat Pada Hati

Jenis
Nekrosis zona 3

Gambaran
Gagal multi-organ, tergantung
dosis

Lemak mikrovesikular

Mengenai anak
Sindroma seperti Reye Sirosis
Waktu paruh lama
Sirosis
Hipertensi porta
Sirosis

Hepatitis alkoholik
Fibrosis
Veskular penyakit venooklusif
Peliosis dan dilatasi vas

Tergantung dosis

Contoh
CCl4
Parasetamol
Halotan
Valprat
Perhesilin
Amiodaron
Metotreksat
Vinil klorida
Vitamin A
Radiasi
Sitotoksis
Azatioprin

26

sinusoideum
Obstruksi vena hepatica
Hepatitis akuta

Hipersensitif umum

Efek trombotik
Nekrosis
membentuk
jembatan jangka singkat, akut,
Jangka lama, hepatitis aktif
kronika
Sering dengan granuloma

Kolestasis kanalikular
Hepato-kanalikular

Tergantung dosis, reversible


Ikterus
obstruktif
bedah
reversible

Duktular

Berhubungan
gagal ginjal
Kolestasis

Kolangitis
sklerotikans
Neoplastik
Hiperplasia nodular fokal
Karsinoma sel hati
Adenoma

dengan

usia,

Jinak. Menampilkan lesi desak


ruang
Sangat jarang. Relatif jinak
Bisa pecah. Biasanya bergresi

Hormon seks
Hormon seka
Metildopa
Isoniazid
Halotan
Ketokonazol
Sulfonamid
Kuinidin
Alopurinol
Hormon seks
Klorpromazin
Eritromisin
Nitrofurantoin
Azatioprin
Benosaprofen
FUDR
(intraarteri)
Hormon seks
Hormon seks
Hormon seks

a. Hepatitis akibat alkohol


Hepatitis ini terjadi pada pecandu alkohol yang minum secara
berlebihan setiap hari. Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh
toksisitas produk akhir metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan
ion hidrogen. Pada hepatitis alkohol, infiltrasi neutrofil hati dan sekresi
sitokin tumor necrosis factor alpha (TNF-) mendorong terjadinya
peradangan tersebut. Sel-sel hati dirangsang mengalami apoptosis
(kematian sel terprogram) yang dapat menyebabkan jaringan parut dan
fibrosis. 20 30% diantaranya akan berkembang menjadi sirosis hati, juga
dapat reversible jika ingesti alkohol dihentikan.
b. Hepatitis akibat makanan tercemar

27

Yang terkenal adalah zat hepatotoksik yang bernama aflatoxin,


suatu mikotoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus yang
biasanya tumbuh pada bahan makanan. Dikenal beberapa macam
spesies Aspergillus dan Penicillium yang dapat mengeluarkan aflatoxin,
terdiri dari B1, B2, G1, G2 yang masing-masing jenis mempunyai struktur
kimia dan toksisitas yang berbeda. Yang paling beracun adalah aflatoxin
B1. Aflatoxin ini umumnya mencemari beberapa bahan makanan yang
disimpan di rumah termasuk kacang tanah, tembakau, oncom, dan jamur.
II.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit hepatitis ini bermacam - macam. Bisa dari
virus, alkohol, narkoba, obat, ataupun racun. Virus hepatitis sendiri terdiri
dari beberapa jenis, yaitu hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G. Bentuk dari
penyakit hepatitis ada bisa mengakibatkan penyakit yang akut (misal:
Hepatitis A), bisa juga mengakibatkan hepatitis kronik (misal: hepatitis B
dan C) dan ada pula yang kemudian bisa berkembang menjadi kanker hati
(misal: hepatitis B dan C)
Penukaran penyakit hepatitis dapat terjadi melalui kontak dengan
cairan penderita, misal: darah, jarum suntik, transfusi darah, dll. Untuk
hepatitis C, tidak akan menular bila hanya melalui jabat tangan,
berpelukan, bersin, kontak biasa, serta batuk. Asalkan tidak terpapar oleh
darah penderita hepatitis C, penyakit ini tidak akan menular. Seorang
penderita penyakit hepatitis C dapat menularkan ke orang lain dalam
jangka kurang lebih 2 minggu setelah dirinya terinfeksi.

28

Dua penyebab utama hepatitis adalah penyebab virus dan


penyebab non virus. Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah
hepatitis yang disebabkan oleh virus.
1. Hepatitis virus dapat dibagi ke dalam hepatitis
a. Hepatitis A (HAV)
b. Hepatitis B (HBV)
c. Hepatitis C (HCV)
d. Hepatitis D (HDV)
e. Hepatitis E (HEV)
f. Hepatitis F (HFV)
g. Hepatitis G (HGV)
Semua jenis virus tsb merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B
yang merupakan virus DNA
2. Hepatitis non virus yaitu :
a. Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatis dan selanjutnya menjadi alkohol
b.

sirosis
Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis

toksik dan hepatitis akut


c. Bahan Beracun (hepatotoksik)
d. Akibat Penyakit Lain (Reactive Hepatitis)
II.1.3 Patofisiologi
Infeksi virus hepatitis dapat bervariasi mulai dari gagal hati berat
sampai hepatitis anikterik subklinis. Yang terakhir ini lebih sering
ditemukan pada infeksi HAV, dan seringkali mengira menderita flu. Infeksi
HBV biasanya lebih berat dibandingkan HAV, dan insiden nekrosis masif
dan payah hati berat lebi sering terjadi.
Gejala-gejala prodormal timbul pada semua penderita dan dapat
berlangsung selama satu minggu atau lebih sebelum timbul ikterus

29

(meskipun tidak semua pasien akan mengalami ikterus) yang dibagi


dalam tiga stadium :
1.

Stadium Pra Ikterik


Pada stadium ini berlangsung selama 4-7 hari, klien mengeluh sakit

kepala, lemah, anoreksia, mual dan muntah, demam, nyeri pada otot, dan
nyeri di perut kanan atas, urin menjadi lebih coklat.
2.

Stadium Ikterik
Stadium ini berlangsung selama -6 minggu, ikterik mula-mula terlihat

pada sklera. Kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan


berkurang tetapi klien masih lemah, anoreksia, dan muntah,urin berwarna
gelap, tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar
dan terasa nyeri.
3.

Stadium Post I
Pada stadium ini ikterik mereda, warna urin dan tinja normal lagi,

penyembuhan pada anak lebih cepat dari orang dewasa pada akhir bulan
kedua karena penyebab yang biasanya berbeda. Banyak pasien
mengalami artritis, urtikaria dan ruam kulit sementara. Terkadang dapat
terjadi gomerulonefritis. Manifestasi ekstra hepatik dari hepatitis virus ini
dapat menyerupai sindrom penyakit serum dan dapat disebabkan oleh
kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.

30

II.1.4 Mekanisme Test


Berbagai pemeriksaan yang secara spesifik dapat menunjukkan
adanya penyakit ini :
1. Tes kimia darah
a. Bilirubin
Bilirubin sebagian besar berasal dari sel darah merah tua yang
dihancurkan di limpa. Adapun sisanya berasal dari sumber-sumber lain
seperti myoglobin dan sitokrom. Juga
bilirubin

neonatal,

terkonjugasi), bilirubin

bilirubin

dikenal sebagai

langsung

(dikenal

bilirubin total,

sebagai

bilirubin

tidak langsung (dikenal sebagai bilirubin tak

terkonjugasi).
Angka normal bilirubin pada orang sehat sebagai berikut :
Bilirubin terkonjugasi

: sampai 0,4 mg%

Bilirubin tak terkonjugasi


: sampai 0,7 mg%
Bilirubin total
: sampai 1,1 mg%
Jika bilirubin direk meningkat kemungkinan terdapat penghambatan
terhadap liver atau saluran empedu, mungkin disebabkan karena batu
empedu, hepatitis, trauma, reaksi obat-obatan, atau penggunaan alkohol
jangka panjang. Kenaikan juga terjadi akibat kerusakan sel-sel parenkim
hati sehingga bilirubin masuk ke peredaran darah dengan cara penetrasi.
Jika bilirubin indirek meningkat, hemolisis darah adalah kemungkinan

31

penyebabnya, dan juga karena produksi yang meningkat, pengambilan


(uptake) yang berkurang, atau terjadi gangguan konjugasi di hati.
Jaundice (kulit berwarna kekuningan dan pada bagian putih mata)
merupakan akibat dari kadar bilirubin yang tinggi Peningkatan bilirubin
dapat disebabkan oleh masalah metabolisme. Terlalu banyak bilirubin
dapat berarti terlalu banyak sel darah merah yang menjadi rusak, atau
menunjukkan liver tidak dapat mengambil/menghilangkan bilirubin dari
darah. Juga kerusakan pada saluran empedu, kerusakan kimia atau fisika
liver (sirosis), atau ketidaknormalan yang bersifat turun temurun (Gilberts,
Rotors, Dubin-Johnson, Crigler-Najjar syndromes).
b. SGOT
Serum glutamic oxaloacetic transaminase. Nama lain : Aspartate
aminotransferase. Enzim ini terdapat dalam sel-sel organ tubuh, terutama
pada otot jantung baru kemudian pada sel-sel hati, otot tubuh, ginjal, dan
pankreas. SGOT sebagian besar terikat dalam organel, sisanya yang
hanya sebagian kecil dalam sitoplasma. Pada hepatoma terdapat
peningkatan SGOT yang mencolok.
Angka normal tertinggi untuk pengukuran SGOT adalah 40 U
Karmen (17 mU per cc)
c. SGPT
Serum glutamic pyruvic transaminase. Nama lain : Alanine
aminotransferase. Enzim ini terdapat dalam sel-sel jaringan tubuh tetapi
yang terbanyak dan sebagai sumber utamanya adalah sel-sel hati.
Kebalikan dari SGOT, enzim SGPT ini sebagian besar terikat dalam

32

sitoplasma sehingga pada kerusakan membran sel hati, kenaikannya lebih


menonjol.
Angka normal tertinggi untuk pengukuran SGPT adalah 35 U
Karmen (13 mU per cc). Adapun rasio normal SGOT : SGPT adalah
1,15.Tes SGPT mendeteksi luka pada liver.
Level SGPT yang sangat tinggi (lebih dari 10 kali dari kadar normal)
biasanya disebabkan karena hepatitis akut, sering karena infeksi virus.
Pada hepatitis akut, level ALT biasanya tetap tinggi selama 1-2 bulan,
tetapi dapat berlangsung lama sekitar 3-6 bulan untuk kembali ke keadaan
normal.Kadar SGPT biasanya tidak tinggi pada hepatitis kronik, sering
kurang dari 4 kali lebih tinggi dari level normal.
d. Protein plasma (albumin dan globulin)
Hati merupakan sumber utama protein serum. Sel-sel parenkim hati
melakukan

sintesis

albumin,

fibrinogen,

faktor-faktor

koagulasi,

plasminogen, transferin, seruloplasmin, haptoglobulin, dan betaglobulin.


Gamma

globulin

disintesis

dalam

sel-sel

limfosit

dan

sistem

retikuloendotel baik di dalam maupun di luar hati.


Pada penyakit hati terjadi penurunan kadar albumin dan kenaikan
kadar globulin akibat peningkatan gama globulin. Besarnya perubahan
tersebut tergantung dari tingkat keparahan dan lamanya sakit. Dengan
cara elektoforesis ternyata pada orang yang normal didapat perbandingan
kadar sebagai berikut :

33

Albumin

52 68%

Alfa-1 globulin

2 6%

Alfa-2 globulin

3 11%

Beta globulin

8 16%

Gama globulin

10 25%.

e. Asam empedu.
Senyawa steroid yang berasal dari kolesterol, merupakan bagian
padat terpenting dari empedu. Asam empedu hanya dibuat dalam jaringan
hati. Di hati, asam empedu mengalami proses konjugasi dengan asam
amino glisin dan taurin sehingga terbentuk garam empedu primer yaitu
garam asam kolat dan asam kenodeoksilat yang kemudian disalurkan ke
dalam usus.
Kadar garam empedu dalam darah dapat meningkat karena :
penyakit

parenkim

hati

(keadaan

ini

menyebabkan

menurunnya

kemampuan hati untuk membersihkan garam empedu dari dalam darah)


dan bendungan empedu ekstra maupun intra hepatik (Keadaan ini
menyebabkan aliran empedu ke usus terhambat sehingga kadar garam
empedu darah meningkat). Angka normal kadar asam empedu total puasa
adalah 3,5 8,3 mikromol per liter.
f. Fosfat alkali.

34

Alkaline
mempercepat

phosphatase
hidrolisis

merupakan

fosfat

organik

sekelompok
dengan

enzim

yang

melepaskan

fosfat

anorganik. Enzim ini terdapat dalam banyak jaringan, terutama berasal


dari hati, tulang, mukosa usus, dan plasenta. Alkaline phosphatase
meningkat bila terjadi kolestasis.
Angka alkaline phosphatase normal untuk orang dewasa adalah 1,5
4,0 U Bodansky, atau 3,0 13,0 U King Amstrong, atau 0,8 3,0 U
Bessy Lowey, atau 21,0 85,0 IU. Nilai ALP yang tinggi biasanya berarti
tulang atau liver telah mengalami kerusakan atau telah rusak.
g. Gamma-GT
Gamma-glutamil

transferase.

Nama

lain

Gamma-glutamil

transpeptidase. Enzim ini terutama terdapat dalam hati, pankreas dan


ginjal. Angka GGT normal pada laki-laki adalah sampai 28 IU sementara
pada wanita sampai 18 IU.
2. Tes serologi.
Pemeriksaan kadar antigen maupun antibody terhadap virus
penyebab hepatitis. Tes ini

bertujuan untuk mengetahui jenis virus

penyebab hepatitis :
a.Hepatitits A : HAV Agb, Anti-HAV
b.Hepatitis B : HBsAg, HBcAg, HBeAg, Anti-HBs, AntiHBc, Anti-HBe.
c. Hepatitis C : HCVAg, Anti-HCV
d.Hepatitis D : HDVAg, Anti-HDV

35

e.Hepatitis E : Anti HEV IgG, anti HEV IgM

II.1.5 Pengobatan
Secara luas belum terdapat pengobatan yang spesifik untuk
hepatitis. Hati mempunyai daya regenerasi yang cukup tinggi, sehingga
pada kerusakan 90% massa hati masih dapat mempertahankan hidup.
Dalam hal ini terapi suportif hanya diperlukan untuk membantu
kelangsungan fungsi vital.
Penderita penyakit hepatitis diberi obat untuk mengatasi peradangan
yang terjadi di hati. Selain itu pada kasus penyakit hepatits yang
disbebakan oleh virus, penderita diberi antivirus dengan dosis yang tepat.
Tujuan pemberian antivirus adalah untuk menekan replikasi virus.
Antivirus bekerja menghambat salah

satu

tahapan tersebut,

tergantung jenis antivirusnya. Beberapa macam antivirus diantaranya,


adalah :
1. Interferon
Interferon

merupakan

sitokin

yang

memiliki

antivirus,

imonomudulator, yang diproduksi oleh tubuh sebagai respon dari berbagai


stimulus. Ada tiga tipe utama interferon : alfa, beta, gamma
2. Lamivudin
Lamivudin merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin
dimetabolisme menjadi bentuk trifosfat yang aktif. Lamivudin bekerja
dengan cara menghentikan sintetis DNA.Pemberian lamivudin dapat
meredakan peradangan hati, menormalkan kadar enzim ALT dan

36

mengurangi jumlah virus hepatitis B pada penderita. Terapi lamivudin


untuk jangka panjang menunjukkan menurunnya resiko fibrosis, sirosis
dan kanker hati. Namun lamivudin memiliki kelemahan yang cukup vital
yaitu dapat menimbulkan resistensi virus. Efek samping yang mungkin
muncul dari pemberian lamivudin antara lain rasa lemah, mudah lelah,
gangguan saluran pencernaan, mual, muntah, nyeri otot, nyeri sendi, sakit
kepala, dan demam. Efek samping yang berbahaya lainnya adalah radang
pankreas, meningkatnya kadar asam laktat, dan pembesaran hati. Terapi
lamivudin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
3. Ribavirin
Merupakan analog guanosin yang cincin purin-nya tidak lengkap.
Setelah mengalami fofirilasi intrasel, ribavirin trifosfat mengganggu tahap
awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi mRNA, serta
menghambat sintesa ribonukleoprotein.
4. Adefovir
Merupakan analog nukleotida asiklik. Adefovir telah memiliki satu
gugus fosfat dan hanya membutuhkan satu langkah fosfirilasi saja
sebelum menjadi aktif. Adefovir merupakan penghambat replkasi HBV
sangata kuat yang bekerja tidak hanya sebagai DNA chain terminator.
5. Entekavir
Merupakan analog deoksiganosin yang memiliki aktivitas antihepadnavirus yang kuat. Entecavir berfungsi untuk menghambat enzim
polymerase yang dibutuhkan dalam sintesis DNA virus. Kelebihan
entecavir adalah jarang menimbulkan resistensi virus setelah terapi jangka
panjang. Sedangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah

37

nyeri kepala, pusing, mengantuk, diare, mual, muntah, nyeri pada ulu hati
dan insomnia.
Terapi medis yang biasa diberikan pada penderita penyakit
hepatitis diantaranya adalah:
1. Istirahat di tempat tidur
Penderita penyakit hepatitis harus menjalani istirahat di tempat tidur
saat mengalami fase akut. Jika gejala klinis cukup parah, penderita perlu
dirawat di rumah sakit. Penderita harus mengurangi aktivitas hariannya.
Tujuan dari istirahat ini adalah memberi kesempatan pada tubuh untuk
memulihkan sel-sel yang rusak
2. Pola makan sehat
Tidak ada larangan spesifik terhadap makanan tertentu bagi
penderita penyakit hepatitis. Sebaiknya semua makanan yang dikonsumsi
pasien mengandung cukup kalori dan protein. Satu-satunya yang dilarang
adalah makanan maupun minuman beralkohol.
Biasanya penderita penyakit hepatitis akut merasa mual di malam
hari. Oleh karena itu sebaiknya asupan kalori diberikan secara maksimal
di pagi hari. Jika penderita mengalami rasa mual yang hebat atau bahkan
muntah terus menerus maka biasanya makanan diberikan dalam bentuk
cair melalui infus.

38

3. Pemberian obat dan antivirus


Penderita

penyakit

hepatitis

diberi

obat

untuk

mengatasi

peradangan yang terjadi di hati. Selain itu pada kasus penyakit hepatitis
yang disebabkan oleh virus, penderita diberi antivirus dengan dosis yang
tepat. Tujuan pemberian antivirus ini adalah untuk menekan replikasi
virus.Virus

membutuhkan

sel

inang

untuk

melakukan

replikasi

(menggandakan diri). Sel inang dalam kasus hepatitis adalah sel-sel hati.
Proses replikasi virus melalui beberapa tahapan. Tahap pertama virus
melakukan penetrasi (masuk) ke dalam sel inang (sel hati). Tahap kedua
virus melakukan pengelupasan selubung virus. Tahap ketiga adalah
sintesis DNA virus. Tahap keempat adalah tahap replikasi. Tahap terakhir
adalah tahap pelepasan virus keluar dari sel inang dalam bentuk virusvirus baru. Virus-virus baru inilah yang siap menginfeksi sel-sel hati
lainnya.
Antivirus bekerja menghambat salah satu tahapan tersebut,
tergantung jenis antivirusnya. Beberapa macam antivirus diantaranya
adalah interferon, lamivudin, ribavirin, adepovir dipivoksil, entecavir, dan
telbivudin.

Antivirus

diberikan

berdasarkan

hasil

tes

darah

dan

pemeriksaan fisik dan laboratorium. Hasil penelitian menunjukan bahwa


terapi antivirus akan lebih efektif pada kasus hepatitis aktif.
Fungsi hati dan ginjal harus terus di monitor selama terapi antivirus,
sehingga efek samping dapat dicegah sedini mungkin. Pada kasus

39

hepatitis C, kombinasi terapi interferon dan ribavirin adalah yang


dianjurkan.
1. Vaksin hepatitis A
Havrisx (Smith kline Biologikal Sa Belgium-Bio Farma), cairan
injeksi 360 Elisa Unit (K), suspense virus hepatitis A yang telah
dilemahkan dengan formaldehid (GBM yang dikembangkan dengan
sel diplod manusia) 320 antigen unit/ml dijerap pada aluminium
hidroksida. Injeksi intramuscular 0,5 ml 6 bulan sebagai dosis
tunggal: dosis penguat 0,5 ml6 bulan kemudian; dosis penguat
lanjutan 0,5 ml tiap 10 tahun. Anak dibawah 16 tahun, tidak

dianjurkan menggunakanya.
Havrisx (Smith kline Biologikal Sa Belgium-Bio Farma), cairan
injeksi 1440 Elisa unit (K). suspense virus hepatitis A HM175 yang
dikemibangkan dalam sel diplod manusia yang telah dilemahkan
dengan formalehid 1440 ELISA unit/ml dijerap pada aluminium
hidroksida. Injeksi intramuscular 1ml 6 bulan sebagai dosis tunggal;
dosis penguat 1 ml 6-12 bulan. Anak dibawah 16 tahun 0,5ml.
individu yang telah selesai diimunisasi dengan dosis primer Havrix
yunior

monodose,

bila

memerlukan

dosis

penguat

dapat

penggunakan 4 dosis tunggal Harvix 1440.


2. Vaksin Hepatitis B
Engeris B (Smith kline Biologikal Sa Belgium-Bio Farma), Cairan
injeksi (K). suspense antigen permukaan hepatitis B (dibuat dari sel
ragi dengan teknik DNA rekomendasi) 20 mikrogram/ml dijerap
pada aluminium hidroksida. 0,5 ml vial; 1ml prefilled syrige. Otot

40

deltoid adalah tempat injeksi terpilih pada orang dewasa;


anterolateral terpilih pada bayi dan anak; bokong tidak boleh

digunakan karena evikasi vaksin dapat berkurang.


Hb-Vax (Merck Sharp Done, Pharos Indonesia) cairan injeksi 10
mcg/ml (K). suspense antigen permukaan hepatitis B (dibuat dari
sel ragi dengan teknik DNA rekomendasi) 10 mikrogram/ml dijerap
pada aluminium hidroksida. 1 ml vial; 1ml prefilled syrige. Otot
deltoid adalah tempat injeksi terpilih pada orang dewasa;
anterolateral terpilih pada bayi dan anak; bokong tidak boleh

digunakan karena evikasi vaksin dapat berkurang.


Bimmugen (The Chemo-Sero Therapeuutic Researce Institute, Bio

Farma) cairan injeksi 20 mcg/ml (K).


Gen Hevac B pasteur (Institut Pasteur, Bio Farma) Cairan injeksi 20

mcg/0,5ml (K)
Hepa B (Korea Green Ctoss Comporation, Bio Farma) cairan

Injeksi 20 mcg/ml
Hepaccine-B cairan injeksi 3mcg/ml (K)
3. Interferon
Interferon adalah protein alami yang disintesis oleh sel-sel sistem
imun tubuh sebagai respon terhadap adanya virus, bakteri, parasit, atau
sel kanker. Ada tiga jenis. Interferon yang memiliki efek antivirus.
Ketiganya adalah interferon alfa, beta dan gamma. Efek antivirus yang
paling baik diberikan oleh interferon alfa. Interferon alfa bekerja hampir
pada setiap tahapan replikasi virus dalam sel inang.
Interferon alfa digunakan untuk melawan virus hepatitis B dan virus
hepatitis C. Interferon diberikan melalui suntikan. Efek samping interferon

41

timbul beberapa jam setelah injeksi diberikan. Efek samping dari


pemberian interferon diantaranya adalah rasa seperti gejala flu, demam,
mengigil, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi. Setelah beberapa jam, gejala
dari efek samping tersebut mereda dan hilang. Efek samping jangka
panjang yang dapat timbul adalah gangguan pembentukan sel darah yaitu
menurunnya jumlah sel granulosit (granulositopenia) dan menurunnya
jumlah trombosit (trombositopenia), mengantuk bahkan rasa bingung.
4. Lamivudin
Lamivudin adalah antivirus jenis nukleotida yang menghambat
enzim reverse transcriptase yang dibutuhkan dalam pembentukan DNA.
Lamivudin diberikan pada penderita hepatitis B kronis dengan replikasi
virus aktif dan peradangan hati. Pemberian lamivudin dapat meredakan
peradangan hati, menormalkan kadar enzim ALT dan mengurangi jumlah
virus hepatitis B pada penderita. Terapi lamivudin untuk jangka panjang
menunjukkan menurunnya resiko fibrosis, sirosis dan kanker hati. Namun
lamivudin memiliki kelemahan yang cukup vital yaitu dapat menimbulkan
resistensi virus. Efek samping yang mungkin muncul dari pemberian
lamivudin antara lain rasa lemah, mudah lelah, gangguan saluran
pencernaan, mual, muntah, nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, demam,
serta kemerahan pada. Efek samping yang berbahya lainnya adalah
radang pankreas, meningkatnya kadar asam laktat, dan pembesaran hati.
Namun umumnya efek samping tersebut dapat ditolerir oleh pasien. Terapi
lamivudin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

42

5. Ribavirin
Ribavirin dapat menghambat replikasi RND dan DNA virus.
Ribavirin tersedia dalam bentuk tablet, spray (semprot), dan suntikan.
Pada penderita hepatitis C, ribavirin biasanya ditujukan sebagai terapi
kombinasi bersamaan dengan terapi interferon alfa. Efek samping pada
penggunaan ribavirin spray adalah iritasi ringan pada mata, bersin-bersin
dan kemerahan pada kulit. Sementara terapi ribavirin tablet dan injeksi
dapat menimbulkan efek samping berupa nyeri kepala, gangguan saluran
pencernaan, kaku badan, dan mengantuk. Pemakaian jangka lama
ribavirin dapat menyebabkan anemia, limfopenia serta berkurangnya
pembentukan sel darah. Ribavirin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil
dan pasien hepatitis C dengan kerusakan ginjal.
6. Adepovir dipivoksil
Adepovir

dipivoksil

berfungsi

sebagai

penghenti

proses

penggandaan untai DNA (DNA chain terminator), meningkatkan jumlah sel


yang berperan dalam sistem imun (sel NK) dan merangsang produksi
interferon dalam tubuh. Kelebihan adepovir dipivoksil dibandingkan
dengan lamivudin adalah jarang menimbulkan resistensi virus.
Efek samping yang ditimbulkan adepovir dipivoksil antara lain
adalah nyeri pada otot, punggung, persendian, dan kepala. Selain itu
terdapat juga gangguan pada saluran pencernaan seperti mual atau diare,
gejala flu, radang tenggorokan, batuk dan peningkatan kadar alanin

43

aminotransfrase. Gangguan fungsi ginjal juga dapat terjadi pada dosis


berlebih.
7. Telbivudin
Telbivudin adalah jenis antivirus yang relatif baru. Terapi telbivudin
diberikan pada pasien hepatitis B dengan replikasi virus dan peradangan
hati yang aktif. Telbivudin berfungsi menghambat enzim DNA polymerase
yang membantu proses pencetakan material genetic (DNA) virus saat
bereplikasi. Meski belum didukung data yang cukup bahwa telbivudin
aman bagi ibu hamil, sebaiknya terapi telbivudin tidak diberikan pada ibu
hamil mupun menyusui. Efek samping dari terapi telbivudin antara lain
adalah mudah lelah, sakit kepala, pusing, batuk, diare,mual, nyeri otot,
dan rasa malas.
8. Entecavir
Entecavir berfungsi untuk menghambat enzim polymerase yang
dibutuhkan dalam sintesis DNA virus. Kelebihan entecavir adalah jarang
menimbulkan resistensi virus setelah terapi jangka panjang. Sedangkan
efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah nyeri kepala, pusing,
mengantuk, diare, mual, muntah, nyeri pada ulu hati dan insomnia.

44

II.1.6 Daftar Obat

Nama
Generik
Interferonalfa

Nama
paten/Aske
s
Alfanative
injeksi

Interferonalfa-2b
Interferonalfa-2a

Intron-A
kalferon
pegasys
Referon-A

Lamivudin

3TC HBV
3TC larutan

Indikasi

Dosis
Pemberian

Efek
samping

demam,
malaise,
kelelahan,
dan
nyeri
otot. Selain
itu,
interferon
juga bersifat
toksik atau
beracun
terhadap
hati, ginjal,
sumsum
tulang, dan
jantung.
B Dewasa, anak >12 tahun: 100 mg 1x Diare, nyeri
sehari. Anak usia 2-11 tahun: 3 mg/kg perut, ruam
1x sehari (maksimum 100 mg/hari)
malaise,

Mekanisme kerja

Hepatitis
B
Hepatitis B kronik
kronik
dan Interferon alfa 2a, SC/IM 4,5 x10 6 unit
hepatitis
C 3xseminggu, interferon alfa-2b SC
3x106
unit
3xseminggu,dosis
kronik
ditingkatkan jika terjadi toleransi.

Hepatitis C Hepatitis C kronik


Interferon alfa 2a dan 2b, SC 3x10 6
kronik
unit 3x seminggu, selama 12 minggu.
Lakukan tes HC RNA dan jika pasien
tidak memberikan respon, lanjutkan
selam 6-12 bulan, penginterferon
alfa-2a SC, 180 g SC 1x seminggu,
penginterferon alfa-2b SC, 0,5 g/kg
(1g/kg digunakan untuk infeksi
genotip 1) 1x seminggu.

Setelah berikatan
dengan reseptor
seluler yang
spesifik, interferon
mengaktifasi jalur
transduksi sinyal
JAK-STAT
menyebabkan
translokasi inti
kompleks protein
seluler yang
berikatan dengan
interferon-spesifik
response element

Hepatitis
kronik

L-enantiomer
analog
deoksisitidin.

45

minum
Bebas
Alkohol
Lamivudin

Adefovir
dipivoksil

Hepsera

Ribavirin

Rebetol
Virazide
Copegus
Ribavirin

Infeksi HBV.
Efektif pada
terapi infeksi
HBV
yang
resisten
terhadap
lamivudin
Untuk

hepatitis
C
kronik
atau
pada pasien
>18
tahun
yang
mengalami

relaps
setelah

Peroral dosis tinggal 10 mg/hari

dengan interferon-alfa-2b
interferon alfa-2b; 3x 106 unit SC
3xseminggu dan ribavirin perhari
berdasarkan berat badan : >75kg,
ribavirin 400 mg pagi dan 600 mg
sore hari, 75 kg, ribavirin 600 mg pagi
dan malam hari
dengan penginterferon alfa-2a
penginterferon alfa-2a : 180 g SC

lelah,
demam,
anemia,
neutropenia,
trombositop
enia,
neuropati,
jarang
pankreatitis
Pada
umumnya
adefovir 10
mg/hari
dapat
ditoleransi
dengan baik
Hemolisis,
anemia,
neutropenia,
mulut
kering,
hiperhidrolisi
s, asthenia,
lemah,
demam,

Lamivudin bekerja
dengan cara
mengehntikan
sintetis DNA,
secara kompetitif
menghambat
polimerase virus.

Adefovir
merupakan
penghambat
replikasi HBV
(virus hepatitis B)

Merupakan
analog guanosin
yang cincin purinnya tidak lengkap
setelah
mengalami
fosforilasi intrasel,
ribavirin trifosfat
mengganggu
46

Entecavir

Baraclude

mendapat
1xseminggu dengan ribavirin perhari
terapi dengan berdasarkan berat badan dan genotip
interferon alfa HCV
genotip 1: <75 kg,400 mgpagi dan
600 mg malam hari, >75 kg 600 mg
pagi dan malam hari, genotip 2 &3,
400 mg pagi dan malam hari
dengan penginterferon alfa-2b
penginterferon alfa-2b:1,5 g/kg SC
1xseminggu
dan
ribavirin
berdasarkan berat badan:
<65 kg,SC penginterferon alfa-2b
100 g 1xseminggu,oral ribavirin 400
mg pagi dan malam hari, 65-80 kg,
SC 120 g 1x seminggu, ribavirin 400
mg pgi dan 600 mg malam hari, 8085kg, SC 150 g 1xseminggu, oral
ribavirin 400 mg pagi hari dan 600
mg malam hari, >85 kg, SC 150 g
1xseminggu, ribavirin 600 mg pagi
dan malam hari.
Hepatitis
B Dws dan remaja>16 th yang belum
kronik
pernah mendapat terapi nukleosida
0,5 mg1x/hari.pasien dengan riwayat
viremia hepatitis B dan resisten

sakit kepala,
gejala
menyerupai
flu,
kekakuan,
berat badan
menurun,
gangguan
GI, artralgia,
mialgia,
insomnia,
somnolen,
batuk,
dispnea,
faringitis,
alopsia,
depresi.

tahap awal
transkripsi virus,
seperti proses
capping dan
elongasi mRNA,
serta
menghambat
sintesa
ribonukleoprotein.

Sakit
kepala,
lelah,
pusing,

47

Adefovir
dipivoksil

Hepsera

Ribavirin

Rebetol
Virazide
Copegus
Ribavirin

Infeksi HBV.
Efektif pada
terapi infeksi
HBV
yang
resisten
terhadap
lamivudin
Untuk

hepatitis
C
kronik
atau
pada pasien
>18
tahun
yang
mengalami

relaps
setelah
mendapat
terapi dengan
interferon alfa

lamivudin 1 mgx/hari
Peroral dosis tinggal 10 mg/hari

dengan interferon-alfa-2b
interferon alfa-2b; 3x 106 unit SC
3xseminggu dan ribavirin perhari
berdasarkan berat badan : >75kg,
ribavirin 400 mg pagi dan 600 mg
sore hari, 75 kg, ribavirin 600 mg pagi
dan malam hari
dengan penginterferon alfa-2a
penginterferon alfa-2a : 180 g SC
1xseminggu dengan ribavirin perhari
berdasarkan berat badan dan genotip
HCV
genotip 1: <75 kg,400 mgpagi dan
600 mg malam hari, >75 kg 600 mg
pagi dan malam hari, genotip 2 &3,
400 mg pagi dan malam hari
dengan penginterferon alfa-2b

mual
Pada
umumnya
adefovir 10
mg/hari
dapat
ditoleransi
dengan baik
Hemolisis,
anemia,
neutropenia,
mulut
kering,
hiperhidrolisi
s, asthenia,
lemah,
demam,
sakit kepala,
gejala
menyerupai
flu,
kekakuan,
berat badan
menurun,
gangguan

Adefovir
merupakan
penghambat
replikasi HBV
(virus hepatitis B)

Merupakan
analog guanosin
yang cincin purinnya tidak lengkap
setelah
mengalami
fosforilasi intrasel,
ribavirin trifosfat
mengganggu
tahap awal
transkripsi virus,
seperti proses
capping dan
elongasi mRNA,
serta
menghambat
sintesa
48

penginterferon alfa-2b:1,5 g/kg SC


1xseminggu
dan
ribavirin
berdasarkan berat badan:
<65 kg,SC penginterferon alfa-2b
100 g 1xseminggu,oral ribavirin 400
mg pagi dan malam hari, 65-80 kg,
SC 120 g 1x seminggu, ribavirin 400
mg pgi dan 600 mg malam hari, 8085kg, SC 150 g 1xseminggu, oral
ribavirin 400 mg pagi hari dan 600
mg malam hari, >85 kg, SC 150 g
1xseminggu, ribavirin 600 mg pagi
dan malam hari.
Cat : Obat yang tercetak tebal adalah obat ASKES

GI, artralgia, ribonukleoprotein.


mialgia,
insomnia,
somnolen,
batuk,
dispnea,
faringitis,
alopsia,
depresi.

49

50

51

52

II.2 SIROSIS
II.2.1 Definisi
Sirosis adalah hasil akhir dari rusaknya hepatosit yang ditandai
dengan rusaknya struktur normal hati akibat terbentuknya jaringan ikat
dan nodul.Komplokasi dari sirosis adalah hipertensi portal, varises di
saluran cerna : varises esophagus, asites, ensefalopati hati dan gangguan
pembekuan darah (koagulapati). Penyebab sirosis bermacam-macam
yang terbanyak karena alcohol, infeksi hepatitis B dan C.
Sirosis hati adalah penyakit hati menurun yang difus ditandai
dengan

adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya

dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas.
Pembentukan jaringan ikat

dan usaha regenerasi nodul. Distorsi

arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro


menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus

dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,

degenerasi dan regenerasi sel hati sehingga timbul kekacauan dalam


susunan parenkim hati.
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya

dengan pasti, merupakan stadium terakhir dari penyakit

hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti, merupakan


stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari
hati.

54

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis


hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan
nekrosis sel hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel hati disertai nodul sehingga terjadi pengerasan dari hati.
II.2.2 Etiologi
Penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
Alkohol adalah salah satu penyebab terjadinya sirosis hepatis
karena sifat
alkohol itu sendiri yang merupakan zat toksik bagi tubuh yang langsung
terabsorbsi oleh hati yang dapat juga mengakibatkan perlemakan hati.
3. Virus hepatitis
Hepatitis virus yang telah menginfeksi sel hati semakin lama akan
berkembang menjadi sirosis hepatis.
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
Kelebihan zat besi juga akan semakin memperberat kerja hati
sehingga hati tidak dapat mengolah zat besi yang dapat diabsorbsi tubuh
tetapi zat besi akan tertimbun dalam jumlah banyak yang dapat
menyebabkan sirosis hepatis.
6. Penyakit wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan)
7. Zat toksik

56

Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :


1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh
alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).
Penyebab lain dari sirosis hati yaitu :
1. Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg.
Pada hipertensi portal terjadi kenaikan tekanan dalam sistem portal
yang lebih dari 15 mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini akan
menyebabkan limpa membesar (splenomegali), pelebaran pembuluh
darah kulit pada dinding perut di sekitar pusar (caput medusae), pada
dinding perut yang menandakan sudah terbentuknya sistem kolateral,
wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh darah vena esofagus atau
cardia (varices esofagus) yang dapat menimbulkan muntah darah
(hematemesis), atau berak darah (melena). Kalau pendarahan yang
keluar sangat banyak maka penderita bisa timbul syok (renjatan). Bila
penyakit akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan ke arah
kanker hati (hepatoma).

2. Penyakit
Penyakit-penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis
hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatitis, kegagalan

58

jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika, penyakit Wilson,


kelebihan zat besi (hemokromatosis), zat toksik, dan lain-lain.
3. Malnutrisi
Malnutrisi biasa terjadi karena buruknya nafsu makan dan
terganggunya penyerapanlemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak, yang disebabkan oleh berkurangnya produksi garam-garam
empedu.
4. Alkoholisme
Alkoholisme menyebabkan akumulasi lemak di hati, hiperlipidemia,
dan akhirnya sirosis. Mekanisme kerja etanol yang sebenarnya dalam
jangka waktu masih belum pasti. Tidak jelas apakah mobilisasi asam
lemak ekstra memainkan peranan tertentu pada penimbunan lemak atau
tidak, tetapi beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan kadar
asam lemak bebas pada tikus setelah pemberian etanol dengan dosis
tunggal intoksikasi. Meskipun demikian, konsumsi etanol untuk jangka
waktu lama akan mengakibatkan penimbunan asam lemak di hati, yang
berasal dari hasil sintesis endogen dan bukan dari jaringan adipose.
Sintesis protein di hati tidak terganggu setelah ingesti etanol. Ada bukti
kuat mengenai peningkatan sintesis triasilgliserol hepatik, penurunan
oksidasi asam lemak dan penurunan aktivitas siklus asam sitrat, yang
terjadi akibat oksidasi etanol di dalam sitosol hepatik oleh enzim alkohol
dehidrogenase sehingga timbul produksi NADH (nikotinamid adenin
dinukleutida dehidrogenase) yang berlebihan.
NADH yang dihasilkan bersaing dengan ekuivalen pereduksi dari
substrat lainnya untuk rantai respirasi yang menghambat oksidasinya.
Efek neto penghambatan oksidasi asam lemak adalah menyebabkan

60

peningkatan esterifikasi asam lemak di dalam triasilgliserol, yang


tampaknya menjadi penyebab perlemakan hati.
5. Penyakit Wilson
Penyakit Wilson merupakan penyakit genetik dengan kegagalan
untuk mengekspresikan tembaga ke dalam empedu sehingga terjadi
akumulasi tembaga di hati, otak, ginjal, dan sel darah merah. Keadaan ini
dapat

dianggap

sebagai

ketidakmampuan

untuk

mempertahankan

keseimbangan tembaga yang mendekati nol, sehingga terjadi toksisitas


tembaga.

Peningkatan

kadar

tembaga

di

sel

hati

menghambat

perangkaian tembaga dengan aposeruloplasmin dan mengakibatkan


kadar tembaga yang rendah di dalam plasma. Dengan bertambahnya
jumlah tembaga, penderita dapat mengalami anemia hemolitik, penyakit
hati kronis, sirosis, hepatitis) dan sindrom neurologi akibat akumulsi
tembaga di ganglia basalis serta pusat otak lainnya.
II.2.3 Patofisiologi
Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan nekrosis
meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan
ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa
disuf dan nodul sel hati. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga
kolaps dan berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat
menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal
dengan sentral (brinding necrosis). Beberapa sel tumbuh kembali
membentuk nodul dengan berbagai ukuran, dan ini menyebabkan distorsi
percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran daerah portal dan
menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan

62

nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis


dan septa aktif jaringan kolagen berubah dari reversibel mejadi irreversibel
bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal dan
parenkim hati sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan
monokin sebagai mediator fibrinogen, septal aktif ini berasal dari portal
menyebar ke parenkim hati. Kolagen sendiri terdiri dari 4 tipe yaitu dengan
lokasi daerah sentral, sinusoid, jaringan retikulin (sinusoid portal), dan
membran basal. Pada semua sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan
semua jenis kolagen tersebut. Pembentukan jaringan kolagen dirangsang
oleh nekrosis hepatoseluler dan asidosis laktat merupakan faktor
perangsang. Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik
dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis
luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul
regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi fibrosis pasca
nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya
sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang
menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis/nekrosis bridging dengan
melalui

hepatitis

kronik

agresif

diikuti

timbulnya

sirosis

hati.

Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun


sels yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadi
proses imunologis yang berlangsung terus menerus sampai terjadi
kerusakan hati.
Struktur permanen hati berubah karena kerusakan sel yang
berkepanjangan (penyakit hati kronis 6 bulan). Sebagian besar

64

gangguan hati kronis berkembang menjadi sirosis yang ditandai dengan


terbentuknya jaringan ikat dan jaringan parut serta nodul. Proses
perkembangan tersebut ireversibel dan dapat menyebabkan gagal hati.
Seringkali sirosis berkembang menjadi kanker hati. Jaringan parut yang
terjadi dapat menghambat aliran darah yang masuk ke hati yang berakibat
pada peningkatan tekanan darah di vena portal (hipertensi portal).
Hipertensi portal juga dapat terjadi akibat pembengkakan hati, sumbatan
di vena portal, hambatan aliran darah dari vena

hepatika ke jantung.

Hipertensi portal menyebabkan menumpuknya cairan di ruang peritoneal


(asites) dan pemebasaran limfa.
menurunnya

Penyakit hati lanjut menyebabkan

sintesa protein plasma sehingga terjadi udem interstisial

yang menyeluruh.

Asites
Asites adalah penumpukan cairan limfa di ruang peritonel yang
disebabkan oleh beberapa hal antara lain karena aktivasi system reninangiotensin yang menimbulkan retensi air dan natrium. Asites seringkali
disertai dengan peritonitis bacterial spontan yang dapat menyebabkan
kematian.

Vasodilator

yang mungkin berperan

adalah nitrit oksida,

peptide intestinal vasoaktif, senyawa P dan prostaglandin.


Hipertensi portal dan Varises
Jaringan ikat akan merubah sinusoid

(pembuluh darah di hati)

sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menimbulkan hipertensi

66

portal. Hipertensi portal akan menyebabkan timbulnya varises pada


saluran cerna. Bila tekanan portal 12 mmHg lebih besar dari tekanan vena
kava akan beresiko terhadap pecahnya varises. Perdarahan varises dapat
menyebabkan kematian.
Ensefalopati Hati
Ensefalopati hati adalah sindroma neuropsikiatri yang kompleks
terjadi karena menumpuknya senyawa nitrogen yang berasal dari saluran
cerna di sirkulasi sistemik. Senyawa ini akan masuk ke sistem saraf pusat
dan berakibat pada perilaku dan kesadaran. Manifestasi dari ensefalopati
hati bervariasi dari kelainan mental yang hanya dapat dideteksi dengan
test psikologi sampai ke koma yang dalam. Hal ini juga berkaitan dengan
gagal ginjal fulminan akut.

Gangguan Pembekuan Darah (Koagulopati)


Gangguan pembekuan darah terjadi karena terganggunya sintesa
hati yang berakibat menurunnya faktor pembeku darah. Selain itu
hipertensi portal juga menyebabkan penurunan platelet. Sebanyak 40 %
penderita sirosis akan mengalami perpanjangan waktu perdarahan (> 10
menit) dan penurunan jumlah platelet < 100 000/ml.
II.2.4 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis atau tanda gejala yang menyertai dari penyakit
sirosis hepatis ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pembesaran hati

68

Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati


yang cepat.
2. Obstruksi portal dan asites.
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dispepsia kronis atau diare.
3. Varises gastrointestinal
Distensi pembuluh darah akan membentuk varises/hemoroid
tergantung lokasinya. Adanya tekanan yang tinggi dapat menimbulkan
ruptur dan pendarahan. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan/varises pada lambung dan esofagus.
4. Edema
Konsentrasi albumin plasma menurun, produksi aldosteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Defisiensi vitamin dan anemia Karena pembentukan, penggunaan
dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin
A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai,
khususnya

sebagai

fenomena

hemoragik

yang

berkaitan

dengan

defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal


bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati
turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan

70

mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk


melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran mental
Kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik
yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada
sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif,
orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Gejala

terjadi

akibat

perubahan

morfologi

dan

lebih

menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi daripada etiologinya.


Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut:
1. Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual,
muntah, dan diare.
2. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
3. Asites (perut membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di
rongga perut), hidrotoraks, dan pembengkakan pada tungkai bawah
sekitar tulang (edema pretibial).
4. Ikterus (penyakit kuning), kadang-kadang urin menjadi lebih tua
warnanya atau kecoklatan.
5. Hepatomegali (pembengkakan hati), bila lebih lanjut hati dapat
mengecil karena fibrosis. Bila secara klinis didapati adanya demam,
ikterus, dan asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab lain,
dikatakan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan
timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
6. Kelainan pembuluh darah, seperti kolateral-kolateral di dinding
abdomen dan toraks, caput medusa (pelebaran pembuluh darah kulit

72

pada dinding perut disekitar pusar), wasir dan vena esofagus atau
cardia (varices esofagus).
7. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme,
yaitu:
a. Impotensi, atrofi testis (buah zakar mengecil), ginekomastia,
hilangnya rambut aksila, dan pubis.
b. Amenore, hiperpigmentasi areola mammae (warna yang sangat
coklat pada puting payudara.
c. Spider nevi (lengan atas akan bisa timbul bercak mirip laba-laba) dan
telapak tangan bewarna merah (eritema palmaris).
d. Hiperpigmentasi.
8. Jari tubuh.
II.2.4 Mekanisme Test
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna

mengkin

bisa

ditegakkan

diagnosis

dengan

bantuan

pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan


pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada
kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi
karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis
hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit
karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya
komplikasi.

74

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium


a. Darah. Kadar darah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih
menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
b. Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT), gamma GT akibat
kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada
sirosis inaktif.
c. Albumin dan globulin serum. Perubahan fraksi protein yang paling
sering terjadi pada penyakit hati adalah penurunan kadar albumin dan
kenaikan kadar globulin akibat peningkatan globulin gamma.
d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel
hati.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit, penting pada penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet.
f. Pemanjangan masa protrombin, menandakan penurunan fungsi hati.
g. Peningkatan kadar gula darah menandakan ketidakmampuan sel hati
membentuk glikogen.
h. Pemeriksaan marker serologi petanda virus seperti HBsAg/HBsAb,
HBeAg/HbeAb, HBv DNA penting untuk menentukan etiologi sirosis
hepatis.
Pemeriksaan Fisik
a. Hati: Biasanya membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya
prognosis kurang baik. Konsistensi hati biasanya kenyal, tepi tumpul
dan nyeri tekan.
b. Splenomegali (limpa membesar)
c. Ascites dan vena kolateral di perut dan ekstra abdomen. Manifestasi di
luar perut : Spider nevi di tubuh bagian atas, bahu, leher, dada,
pinggang, caput medusae.

76

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain


ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur
barium untuk melihat varices esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk
melihat

besar

dan

panjang

varises

serta

sumber

pendarahan,

pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan,


angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP).
Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan
melakukan biopsi hati. Dengan pemeriksaan histipatologi dari sediaan
jaringan hati dapat ditentukan keparahan dan kronisitas dari peradangan
hatinya,

mengetahui

penyebab

dari

penyakit

hati

kronis,

dan

mendiagnosis apakah penyakitnya suatu keganasan ataukah hanya


penyakit sistemik yang disertai pembesaran hati.
Penatalaksanaan
1.
Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus,
2.

asites, dan demam.


Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein,
2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800
mg) atau III (1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet

3.

tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).


Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah
protein dalam makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian
diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan
tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau
meningginya hasil metabolisme protein dalam darah viseral dapat

78

mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan


4.

protein yang cukup perlu diperhatikan.


Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-

5.

obatan yang jelas tidak hepatotoksik.


Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam

amino essensial berantai cabang dan glukosa.


6.
Roboransia, vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum
bahan yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asites dan edema adalah:
1.

Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah
garam (200-500 mg per hari), kadang-kadang asites dan edema telah
dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah
pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.

2.

Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan


pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan
dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 sampai 4 hari
tidak terdapat perubahan.

3.

Bila terjadi asites refrakter (asites yang dapat dikendalikan dengan


terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis.
Walaupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan
sampai ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis
banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umumnya parasentesis
aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6-8 g untuk
setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran
70%. Walaupun demikian, untuk mencegah pembentukan asites

80

setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik


biasanya tetap diperlukan.
4.

Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat


badan 1 kg/2 hari atau keseimbangan cairan negatif 600-800 ml/hari.
Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat
mencetuskan ensefalopati hepatik.

Prognosis
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan
hepatoselular, beratnya hipertensi portal, dan timbulnya komplikasi lain.
Sirosis berkembang sangat cepat. Jika penderita sirosis alkoholik dini
segera berhenti mengkonsumsi alkohol, proses pembentukan jaringan
parut di hati biasanya akan berhenti, tetapi jaringan parut yang terbentuk
akan menetap. Secara umum, prognosisnya lebih buruk bila terjadi
komplikasi serius, seperti muntah darah,

asites

atau

fungsi otak

abnormal.
Kanker hati (karsinoma hepatoseluler) lebih sering terjadi pada
penderita sirosis yang disebabkan oleh infeksi hepatitis B atau hepatitis C,
kelebihan zat besi (hemokromatosis) dan penyakit penimbunan glikogen
yang sudah berlangsung lama. Kanker hati juga bisa terjadi pada
penderita sirosis karena penyalahgunaan alkohol.

Klasifikasi Child dipakai sebagai penunjuk prognosis yang tidak


baik dari pasien sirosis.
Kriteria Child (modifikasi) pada penderita sirosis hepatis :
Kriteria
Child A (minimal)
Child B (sedang)

Child C (berat)

82

Bilirubin

< 2 mumol/dl

2-3 mumol/dl

> 50 mumol/dl

Albumin

> 3,5 g/dl

3-3,5 g/dl

< 3 g/dl

Asites

Tidak ada

Terkontrol

Sulit dikontrol

Defisit

Tidak ada

Minimal

Koma

neurologik

Baik

Cukup

Kurang

Nutrisi
Mortalitas Child A pada operasi sekitar 10-15%, Child B 30%, dan Child C
di atas 60%.
Mekanisme tes :
Sistem klasifikasi Child-Plug menggunakan kombinasi penemuan
fisik dan laboratorium untuk menilai dan menetapkan keparahan sirosis
dan digunakan sebagai predictor ketahanan hidup pasien, luaran operasi,
dan resiko perdarahan varises.
Kriteria dan penilaian Child-Plug Gradung penyakit hati kronis
Nilai
1

Bilirubin (mg/dl)

1-2

2-3

>3

Albumin (mg/dl)

>3,5

2,8 3,5

<2,8

Asites

Tidak ada

Ringan

Sedang

Ensefalopati (tingkat)

Tidak ada

1 dan 2

3 dan 4

Prothrombin time (perpanjangan Kedua)

1-4

4-6

>6

Nilai 5-6: grade A

Nilai 7-9: grade B

Nilai 10-15: grade C

II.2.5 Pengobatan
Pengobatan pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba
dengan interferon (IFN). Sekarang telah dikembangkan perubahan
strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan pengobatan IFN seperti kombinasi IFN dengan ribavirin,
terapi induksi IFN, terapi dosis IFN tiap hari.

84

1. Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk
jangka waktu 24-48 minggu.
2. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan
dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa
kombinasi dengan RIB.
3. Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis
3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan
jaringan hati.
II.2.5.1 Terapi sirosis dengan komplikasi hipertensi portal dan
varises.
1. Mencegah Episode Perdarahan Awal (Profilaksis Awal)
Obat yang digunakan adalah beta bloker non selektif: propanolol
dan nadolol. Penggunaan obat ini seumur hidup kecuali bila tidak dapat
diterima. Rata-rata penurunan terjadinya perdarahan sekitar 25%.
Penggunaan nitrat masih diperdebatkan. Usulan untuk digunakan
bersamaan dengan beta bloker untuk meningkatkan efektivitas atau bila
pasien tidak dapat menerima beta bloker. Pemberian nitrat dianjurkan
pada pasien dengan umur <50 tahun.
Propanolol hidroklorida
Indikasi

Hipertensi; feokromositoma; angina; aritmia, kardiomiopati


obstruktif hipertropik, takikardi ansietas, dan tirotoksikosis;
profilaksis setelah infark miokard; profilaksis migrain dan

86

tremor essensial.
Kontraindikasi

Asma atau riwayat paru obstruktif, gagal jantung yang tak


terkendali, bradikardi yang nyata, sindrom penyakit sinus,
blok

AV

derajat

dua

dan

tiga,

syok

kardiogenik,

feokromositoma.
Peringatan

Kehamilan

dan

menyusui;

hindari

putus

oabat

yang

mendadak pada angina; kurangi dosis oral pada penyakit


hati; memburuknya fungsi hati pada hipertensi portal; kurangi
dosis awal pada gangguan ginjal; diabetes; MG; pada
anafilaksis respon terhadap adrenalin berkurang.
Efek samping

Bradikardi,

gagal

jantung,

gangguan

konduksi,

bronkospasme, vasokonstriksi perifer, gangguan saluran


cerna, fatigue, gangguan tidur, jarang ruam kulit dan mata
kering

(reversibel

bila

obat

dihentikan),

eksaserbasi

psoriasis.
Dosis

Hipertensi portal, dosis awal 40 mg 2 kali sehari, tingkatkan


sampai 80 mg 2 kali sehari sesuai dengan frekuensi jantung
maksimal 160 mg 2 kali sehari.

Nadolol
Indikasi

Hipertensi;

angina;

aritmia,

profilaksis

migrain

dan

tirotoksikosis
Kontraindikasi

Lihat propanolol

Efek samping

Lihat propanolol

Dosis

80 mg sehari bila perlu, ditingkatkan dengan interval 1

88

minggu, maksimal 240 mg sehari.


2. Terapi Perdarahan Varises Akut
Prinsip pengobatan adalah menurunkan tekanan portal. Obat yang
digunakan adalah okreotid, somatostatin, vasopresin dan terlipresin.
Obat

Dosis dan pemberian

Somatostatin

250 g/jam.Infus IV selama 48 jam atau


lebih jika pasien re-bleed

Octreotide

50 g/jam. Infus IV selama 48 jam atau


lebih jika pasien re-bleed

Terlipressin dengan atau tanpa sediaan 1-2 mg bolus setiap 4-6 jam selama 48
temple gliseril trinitrat 10 mg yang diganti jam
setiap 24 jam
Vasoppressin

dengan

sediaan

temple 20 unit di atas 15 menit, 0,4 unit/menit

gliseril trinitrat 10 mg yang diganti setiap 24 infuse IV sampai perdarahan berhenti


jam

selama 12 jam

3. Mencegah Perdarahan Ulang (Profilaksis Sekunder)


Perdarahan ulang adalah resiko terjadinya kematian. Terapi obat
yang digunakan adalah beta bloker misalnya nadolol dan dapat
dikombinasi dengan nitrat misalnya isosorbit dinitrat. Terapi yang lebih
dianjurkan adalah endoscoppic injection scelotheraphy (EIS) atau
endoscopic band ligation (EBL) atau bila tidak berhasil terapi

yang

dianjurkan adalah TIPS.


II.2.5.2 Terapi sirosis dengan komplikasi asites dan peritonitis bakteri
1.

spontan
Asites

90

Obat

2.

Dosis per
hari

keuntungan

Efek samping

Spironolakton

100-600 mg

Antagonis
aldosteron Slow
diuresis

Ginekomastia,
mengantuk, letargi,
ruam, sakit kepala,
ataksida, impotensi,
jarang agranulositosis

Furosemide

40-160 mg

Diuresis cepat

Rasa tidak enak pada


abdominal, hipotensi
ortostatik,gangguan
GI,penglihatan
kabur,pusing

Bumetamide

1-4 mg

Diuresis cepat

Nefrotoksik,dehidrasi,
hipokalemia,
hiponatraemia

Amiloride

5-10 mg

Sebagai
agen
hemat kalium atau
dieresis
lemah,
digunakan
jika
kontraindikasi
terhadap
Spironolakton

Hiperkalemia,
hypoatraemia,
hypochloraemia
(khusnya dikombinasi
denan thiazie), lemah,
sakit kepala, nausea,
muntah,
konstipasi,
impotensi,
diare,
anoreksia, mulut kering,
nyeri perut, flatulen

Metolazone

Dosis awal 5 Berfungsi dalam Hyponatraemia


mg
induksi
dieresis hipokalemia
dalam
kasus
resistensi

atau

Peritonitis Bakterial Spontan


Obat
Ampisillin

Dosis
Dewasa :
Oral 250-500 mg
setiap 6 jam.Max 4

Kontraindikasi
Hipersensitivitas
terhadap penicillin

Efek Samping
Reaksi
alergi,
anafilaksis, diare,
mual,
muntah,
nyeri abdomen,
92

g sehari.IM/IV,500
mg-1 g setiap 4-6
jam

superinfeksi

Anak-anak:
Oral 7,5-25 mg/kg
setiap 6 jam sampai
4 g sehari. IM/IV,
10-25 mg/kg setiap
6 jam, max 50
mg/kg setiap 4 jam
Cefotaksim

Dewasa :IV 1-2 g


setiap
8-12
jam,max
12
g
sehari

Hipersensitivitas
Pankreatis,
terhadap penicillin, anafilaksis
sefalosporin
atau
carbapenem

Anak-anak: IV 2550 mg/kg setiap 8


jam
Ceftriakson

Dewasa :IM/IV 1-2


g 1x sehari (atau
dalam
dosis
terbagi), max 4 g
sehari

Hipersensitivitas
Pankreatis,
terhadap penicillin, anafilaksis
sefalosporin
atau
carbapenem

Anak-anak : IM/IV
50 mg/kg 1x sehari
Ofloksasin

Dewasa : 400 mg Hipersensitivitas


setiap 12 jam
terhadap
fluorokuinolon

Mual, insomnia,
sakit kepala

II.2.5.3 Terapi sirosis dengan komplikasi hepatik ensefalopati


Obat
Lactulose

Dosis
15-30 ml per oral 2-4 x
sehari

Efek samping
Flatulen, rasa tidak enak
pada perut, diare,
ketidakseimbangan
elektrolit

94

Metronidazole

400-800 mg per oral Gangguan GI, mual,


per hari dalam dosis anoreksia, rasa kecap
terbagi
logam, muntah, urtikaria,
pruritus

Neomisin

2-4 g per oral per hari Nausea, muntah, diare,


dalam dosis terbagi
reaksi aleri, jarang
ototoksisitas, nefrotoksisitas

96

Terapi Perdarahan Varises Akut


Obat
Sediaan
Somatostatin
Somatostatin

Dosis dan pemberian


Indikasi/Mekanisme
Efek Samping
250 Awal : 3,5 mcg/kg yaitu 250 mcg Terapi fistula intestinal dan Pemberian yg terlalu

mcg; 3 mg

scr bolus IV selama tdk < 1 mnt, pankreas.

Terapi cepat

segera diikuti dengan pemberian simptomatik

dapat

u/sekresi menyebabkan

sensari

infus IV 3,5 mcg/kgBB/jam (1amp berlebihan dr tumor endokrin panas dan kemerahan
3 mg) selama 12 jam. Pemebrian pd sal.GI. terapi perdarahan pd wajah, mual, nyeri
secara terus menerus min 48 akut
jam.

dan

berat

yg abdomen,

diakibatkan o/ulus gaster.

bradikardi,

diare,
ggn

pd

kadar glukosa darah,


hipertensi
Octreotide

Sandostatin

atau

tanpa

sediaan

temple

gliseril

hipotensi.
50 g/jam. Infus IV selama 48 Tumor karsinoid, akromegali, Mual, muntah,

(oktreotid 0,1 mg/ml)

jam atau lebih jika pasien re- asoaktif usus Peptide Tumor berminyak,

Sandostatin LAR

bleed

(oktreotid 20 mg/vial)
Terlipressin/glypressin

Terlipressin
dengan

dan

(VIPomas)

1-2 mg bolus setiap 4-6 jam varises


selama 48 jam

tinja

sembelit,

sakit perut, atau gas


esofagus,

dapat terjadi
yang Sakit

kepala,

dapat terjadi pada tahap bradikardia, hipertensi,


akhir dari sirosis hati atau Pengurangan
gagal hati.

Sementara aliran darah

97

trinitrat
yang

10

mg

ke kulit, menyebabkan

diganti

ia menjadi pucat, Perut

setiap 24 jam
Vasoppressin

Pitressin

dengan

sediaan

temple

gliseril

trinitrat
yang

10

kram, Diare.
20 unit di atas 15 menit, 0,4 Indikasi : Diabetes insipidus, Pucat, mual, cekungan,
unit/menit

infuse

IV

sampai kranial, perdarahan varises kejat perut, serangan

perdarahan berhenti selama 12 esofagus.

mg

jam

angina, reaksi alergi.

Mekanisme : Menurunkan

diganti

tekanan portal.

setiap 24 jam

Asites
Obat

Sediaan

Dosis per hari

Keuntungan

Indikasi/Mekanisme

Efek samping

98

Spironolakton

Furosemide

Aldacton
tab. 100-600 mg
(spironolakton 25
mg dan 100 mg).

Antagonis
aldosteron Slow
diuresis

Ggn udem, gagal jantung


kongestif sirosis hati, sindrom
nefropatik, udem idropatik,
hipertensi, pengobatan primer
aldosteronisme.

Carpiaton
tab.
(spironolakton 25
mg dan 100 mg).

Hipertensi esensial, udem akibat


payah jantung kongenstif, udem
dengan sirosis hati dengan atau
tanpa udem, udem akibat
sindom nefropatik.

Letonal
tab.
(spironolakton 25
mg dan 100 mg).

Hipertensi esensial, ggn udem


payah jantung kongenstif, sirosis
hati

Yekapiodenton
tab. (spironolakton
100 mg).
Afrosic
40-160 mg
(furosemid 40 mg)

Sirosis hepatik, udem jantung,


hipertensi esensial.

Diurefo
(furosemid 40 mg)

Diuresis cepat

Oedema (jantung, paru, ginjal)


Diuretik

Ginekomastia,
mengantuk, letargi,
ruam, sakit kepala,
ataksida, impotensi,
jarang
agranulositosis

Rasa tidak enak pada


abdominal, hipotensi
ortostatik,gangguan
GI,penglihatan
kabur,pusing

Terapi tambahan pada edema


99

Edemin
(furosemid 10 mg)

paru aktif.
Udem hipertensif dan perifer,
udem (serebral,paru, ginjal,
jantung), eksites hati

Farsiretik
(furosemid 40 mg)

Udema yg disebabkan oleh


payah jantung, sirosis hati,
peny.ginjal termasuk sindrom
nefropatik,

Furosemide
(furosemid 40 mg)

Husamid
(furosemid 40 mg)

Edema karena gagal jantung


kongestid, sirosis hati,
peny.ginjal termasuk sindrom
nefropatik,
Edema gagal jantung, penyakit
hati, dan penyakit ginja

Bumetamide

Bumex

1-4 mg

Diuresis cepat

Amiloride

Midamor

5-10 mg

Sebagai
agen Hipertensi,
hemat
kalium kongestif.
atau
dieresis
lemah, digunakan
jika kontraindikasi
terhadap
Spironolakton

gagal

Nefrotoksik,dehidrasi,
hipokalemia,
hiponatraemia
jantung Hiperkalemia,
hypoatraemia,
hypochloraemia
(khusnya dikombinasi
denan
thiazie),
lemah, sakit kepala,
nausea,
muntah,

100

Metolazone

Mykrox Tab

Dosis awal 5 Berfungsi dalam Gagal


jantung
mg
induksi
dieresis hipertensi.
dalam
kasus
resistensi

konstipasi, impotensi,
diare,
anoreksia,
mulut kering, nyeri
perut, flatulen
kongestiv, Hyponatraemia atau
hipokalemia

101

Peritonitis Bakterial Spontan


Obat
Sediaan

Ampisillin
Aktoralin Dry Sirup,
Ambiopi, Ampi, Ampisilin
Kaps., Bannsipen,
Bimapen, Binotal,
Bintapen, Biopenam Syrup,
Broadapen, Cinam,
Corsacillin, Dancillin,
Erphacillin, Hufam,
Kemocil, Lactapen,
Megapen, Novapen,
Parpicillin, Penbritin,
Phapin, Picyn, Primacillin,
Rampicillin, Ronexol,
Ultrapen, Xepaxillin.
Cefotaksim

Ceofotaxime,Cefoxal

Ceftriakson

Ceftriaxone, Cevtrox.

Dosis
Dewasa :
Oral 250-500 mg
setiap 6 jam.Max 4
g sehari.IM/IV,500
mg-1 g setiap 4-6
jam
Anak-anak:
Oral 7,5-25 mg/kg
setiap 6 jam sampai
4 g sehari. IM/IV,
10-25 mg/kg setiap
6 jam, max 50
mg/kg setiap 4 jam

Kontraindikasi
Hipersensitivitas
terhadap penicillin

Indikasi/Mekanisme
Efek Samping
Peritonitis
Bakterial Reaksi
alergi,
Spontan
anafilaksis, diare,
mual,
muntah,
nyeri abdomen,
superinfeksi

Dewasa :IV 1-2 g


setiap 8-12 jam,max
12 g sehari
Anak-anak: IV 25-50
mg/kg setiap 8 jam
Dewasa :IM/IV 1-2 g
1x
sehari
(atau

Hipersensitivitas
Peritonitis
terhadap
penicillin, Spontan
sefalosporin
atau
carbapenem

Bakterial Pankreatis,
anafilaksis

Hipersensitivitas
Peritonitis
terhadap
penicillin, Spontan

Bakterial Pankreatis,
anafilaksis

102

Ofloksasin

Ofloxacin, Ostrid, Oxaflox

dalam
dosis
terbagi), max 4 g
sehari
Anak-anak : IM/IV
50 mg/kg 1x sehari
Dewasa : 400 mg
setiap 12 jam

sefalosporin
carbapenem

Hipersensitivitas
terhadap
fluorokuinolon

atau

Peritonitis
Spontan

Bakterial Mual, insomnia,


sakit kepala

103

Terapi sirosis dengan komplikasi hepatik ensefalopati


Obat
Sediaan
Dosis
Lactulose
15-30 ml per
Lactulose (G)
oral 2-4 x
Cephulac, Chronulac,
sehari
Constilac, Constulose,
Duphalac, Evalose

Metronidazole

Neomisin

Anmerob, Corsagyl, Elyzol,


Farizol,
Farnat,
Fasiprim,
Fladazol,
Fladex,
Fladystin,

Flagyl Forte, Flagyl IV, Fametia,


Flapozil, Heronid, Metrofusin,
Molazol, Neo Gynoxa, Novagyl,
Promuba,
Provagin,
Ragyl
Forte,
Selesnizol,
Supplin,Tismazol, Trichodazol,
Trichostatic, Trinida, Trogiar,
Trogyl, Vagizol, Vagistin.

Indikasi/ Mekanisme
Terapi sirosis dengan
komplikasi hepatik
ensefalopati

Efek samping
Flatulen, rasa tidak enak
pada perut, diare,
ketidakseimbangan
elektrolit

400-800 mg per Terapi sirosis dengan


oral per hari komplikasi hepatik
dalam
dosis ensefalopati
terbagi

Gangguan GI, mual,


anoreksia, rasa kecap
logam, muntah, urtikaria,
pruritus

2-4 g per oral Terapi sirosis dengan


per hari dalam komplikasi hepatik

Nausea, muntah, diare,


reaksi aleri, jarang

104

dosis terbagi

ensefalopati

ototoksisitas,
nefrotoksisitas

105

II.3 HIV/AIDS
II.3.1 Definisi
Virus penyebab AIDS yang menyerang system kekebalan
tubuh manusia, sehingga tubuh tidak mampu lagi melindungi. HIV
adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, adalah
penyakit lain (infeksi oportunistik) dan dapat berlangsung lama/
bertahun-tahun tanpa memberikan gejala. Infeksi oportunistik
adalah infeksi yang umumnya tidak berbahaya pada orang dengan
tubuh normal namun dapat berakibat fatal pada ODHA ( Orang
Dengan HIV/AIDS) karena sistem kekebalan tubuhnya lemah.
Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency
Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat akibat
menurunnya system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus
HIV. HIV/AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency

Syndrome)

dapat

diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan


oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV
(Human immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviradae.
AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu
penyakit retrovirus oportunitik, neoplasma sekunder dan kelainan
neurologik. AIDS adalah merupakan stadium akhir dari suatu
kelainan imunologik dan klinis kontinum yang dikenal sebagai
spektrum infeksi HIV.

106

Penderita AIDS dimasyarakat digolongkan kedalam 2


kategori yaitu :
1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis
(penderita AIDS positif).
2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis
(penderita AIDS negatif).
Klasifikasi infeksi HIV berdasarkan gambaran klinik (WHO 2006)
Klasifikasi berkaitan dengan
Fase Klinik
manisfestasi klinik
Tanpa gejala
1
Ringan
2
Lanjut
3
Parah
4
Fase Klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh
limfe), menetap dan menyeluruh
Fase klinik 2
Penurunan berat badan (< 10 %) tanpa sebab. Infeksi
saluran

pernapasan

atas

(sinusitis,

tonsillitis,

otitis

media,

pharyugitis) berulang, herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut


berulang, popular pruritic eruptions, seborrhoeic, dermatitis, infeksi
jamur pada kuku.
Fase klinik 3
Penurunan berat badan (>10 %) tanpa sebab. Diare kronik
(tanpa sebab) sampai > 1 bulan. Demam menetap (intermiten atau
tetap > 1 bulan). Kandidiasis oral menetap. Tuberculosis pulmonal
(baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat (misalnya
pneumonia, empyema (nanah di rongga tubuh terutama pleura),
abses pada otot skelet, infeksi sendi atau tulang), meningitis,

108

bakteremia,

gangguan

inflamasi

berat

pada

pelvik,

acute

necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis, atau periodontitis anemia


yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dl), neutropenia (<0,5 x 10 9
/l) dan trombositopenia kronik (<50 x 109 /l)
Fase klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis
pneumonia (pneumonia karena pneumocystis carinii), pneumonia
bakteri berulang, infeksi herpes simpleks kronik (orolabial, genital,
atau anorektal > 1 bulan), oesophageal candidiasis (or candidiasis
of trachea, bronchi, or lungs), TBC ekstrapulmonal, Kaposi
sarcoma. Cytomegalovirus infection (retinitis atau di organ lain),
toksoplasma

di

SSP,

HIV

encephalopathy,

extrapulmonary

cryptoccosis termasuk meningitis, disseminated non-tuberculosis


mycobacteria

infection,

leukoencephalopathy,

chronic

progressive
cryptosporidiosis,

multifocal
disseminated

mycosis (coccidiomycosis or histoplamosis), septisemia berulang


(termasuk non-typhoidal salmonella), lymphoma, symptomatic HIVassociated nephropathy or HIV-associated cardiomyopathy.
II.3.2 Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika
Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas

110

kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi


HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA.
Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat
berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus
ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV
yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan
seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan
keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV
selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat
ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Penyakit AIDS disebabkan oleh berbagai macam infeksi bakteri,
parasit, jamur, dan virus yang bersifat opportunistik (menunjukkan
mikroorganisme yang tidak biasanya menyebabkan penyakit namun
menjadi patogenik di bawah keadaan tertentu atau menunjukkan penyakit
atau infeksi yang disebabkan oleh organisme demikian) atau keganasan
seperti sarkoma kaposi (Sarkoma yang ditandai oleh sel anaplastik yang
besar atau raksasa) dan limfoma primer (Setiap kelainan neoplastik
jaringan limfosel) di otak.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti
(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris
tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverse
transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas :
b. Lipid yang berasal dari membran sel host.
c. mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari gp 120 dan gp 41,
setiap paku disebut trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41.

112

d. Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi


(Tabel 3).

e. gp 120 : glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope (sampul)


yang tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan
antibodi, yang berfungsi mengenali secara spesifik reseptor dari
permukaan target sel dan secara tidak langsung berhubungan dengan
membran virus lewat membran glikoprotein.
f. gp 41 : transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans
membran virus, mempercepat fusion (peleburan) dari host dan
membran virus dan membawa HIV masuk ke sel host.
g. RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA.
h. Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa
memfasilitasi perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti host.
i. Nukleocapsid : mengikat RNA genome.
j. Capsid protein : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA
genom dan 3 macam enzim (reverse transcriptase, protease dan
integrase).

114

Gambar 1. Virologi HIV

Bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia,


sehingga HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan
berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, iodium hipoklorit
dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar
utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah
mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag
dan sel glia jaringan otak.
Gejala
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan
umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita
hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung
daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah
kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat
dalam

beberapa

tahun

dan

perlahan

kekebelan

tubuhnya

116

menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang


berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan
menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa
telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita
penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
1.Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas
sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus
lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal
penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda
dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap
mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta
mengalami diarhea yang kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting
syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah
normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam
tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena
gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan
yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang
bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central
yang

mengakibatkan

kurang

ingatan,

sakit

kepala,

susah

berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak


melambat.

Pada

system

persyarafan

ujung

(Peripheral)

akan

118

menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek
tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan
Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan
virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan
berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada
jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada
kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak)
serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali
mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal
terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit
syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya
yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita
banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal
sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease (PID)' dan mengalami masa
haid yang tidak teratur (abnormal).
Selain itu ada pula gejala yakni Bisa dilihat dari 2 gejala yaitu
gejala Mayor (umum terjadi) dan gejala Minor (tidak umum terjadi):
Gejala Mayor:
-

Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan


Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala Minor:
-

Batuk menetap lebih dari 1 bulan

120

Dermatitis generalisata
Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
Kandidias orofaringeal
Herpes simpleks kronis progresif
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Retinitis virus sitomegalo

II.3.3 Patofisiologi
Transmisi HIV
Tabel 4. Transmisi HIV

Infeksi HIV terjadi lewat 3 cara utama : seksual , perenteral, dan


perinatal. Hubungan seks, baik anal maupun vaginal, adalah moduas
yang paling umum. Kemungkinan penularan hubungan seks lewat anal
0,1 - 3 % per kontak dan 0,1 0,2 % per kontak seks vaginal. Pada
umumnya resiko meningkat dengan tingkat keparahan partner seks.
Individu yang beresiko tinggi pada hubungan heteroseksual adalah
seorang dengan penyakit menular seks ulseratif, banyak partner seks,

partner seks pengguna obat parenteral.


Penggunaan jarum atau peralatan suntikan lainnya yang terkontaminasi
oleh pengguna obat terlarang adalah penyebab utama transmisi
parenteral dan akhir akhir ini jumlahnya seperempat dari kasus AIDS
yang dilaporkan di Amerika.

122

Petugas kesehatan mempunyai resiko yang kecil tertular HIV akibat


pekerjaannya, sebagian besar penularan karena luka akibat jarum

suntik.
Infeksi perinatal atau penularan vertical, penyebab utama (> 90 % pada
infeksi anak. Resiko penularan ibu-anak sekitar 25 % terjadi pada
kasus tidak menyusui atau terapi ARV. Pemberian air susu ibu (ASI)
dapat juga menularkan HIV.
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis
limposit T helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4).
Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi
imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi
karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan
membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel
lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus
masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian
dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar
dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang
berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi
HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur
hidup.

124

Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian


dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami
replikasi

(penggandaan),

sehingga

ada

kesempatan

untuk

berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun


akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel
lymfosit T4. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun
kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis
sebagai

dampak

dari

infeksi

HIV

tersebut.

Masa

antara

terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa


inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21
bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh
rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau
hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur
126

dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi.


HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf,
menyebabkan kerusakan neurologis.
Tahap-tahap HIV Berubah Menjadi AIDS
Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul
gejala AIDS:
1. Tahap 1: Periode Jendela
- HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap
-

HIV dalam darah


Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa

sehat
Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6

bulan
2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
- HIV berkembang biak dalam tubuh
- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan
-

merasa sehat
Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena

telah terbentuk antibody terhadap HIV


Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya
tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih

pendek)
3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
- Sistem kekebalan tubuh semakin turun
- Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan
-

kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll


Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya

tahan tubuhnya
4. Tahap 4: AIDS
- Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
- berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah
128

II.3.4 Manifestasi Klinik


Manifestasi klinik infeksi HIV primer bervariasi, tetapi pasien sering
mengalami gejala viral atau mononucleosis-likeillness seperti demam,
faringitis, dan adenopati (gangguan kelenjar terutama kelenjar limpa).

Gejalanya dapat hilang setelah 2 minggu


Kemungkinan perkembangan AIDS berhubungan dengan beban virus
RNA, pada suatu studi, kecepatan berkembang dalam 5 tahun adalah
8 %, 26 %, 49%, dan 62 % untuk kopi virus/ml atau <4530, <4531

menjadi 13020, 13021 menjadi 36270 dan >36270 kopi virus.


Sebagian besar anak lahir dengan HIV tanpa gejala. Pada
pemeriksaan fisik mereka sering menunjukkan tanda-tanda yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya seperti Gangguan kelenjar limpa,
pembesaran hati, pembesaran limpa, perkembangan terganggu dan
kehilangan berat badan, atau lahir kurang berat tanpa sebab,
hipergamaglbulinemia, fungsi sel monokleus (monosit) berubah, dan
perubahan rasio sel T.

Tabel 5. Klasifikasi berdasarkan status imunologi (nilai CD4) untuk menetapkan infeksi
HIV

130

Gambaran Klinis infeksi HIV dapat disebakan HIV-nya


sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi oportunistik,
atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi
dalam tahap-tahap keadaan klinis dan jumlah CD4.
Menurut Loraine M.Wilson (2005) AIDS memiliki beragam
manifestasi klinis meliputi:
a. Keganasan
Sarkomo Kaposi (SK) adalah jenis keganasan yang tersering di
jumpai pada laki-laki homoseks atau biseks yang terinfeksi oleh
HIV (20%),tetapi jarang pada orang dewasa lain (kurang dari 2%)
dan sangat jarang pada anak. Tanda lesi berupa bercak-bercak
merah-kekuningan di kulit,tetapi warna juga mungkin bervariasi dari
ungu tua, merah muda, sampai merah coklat. Gejala: demam,
penurunan berat badan, dan keringat malam.
b. Sistem Syaraf Pusat (SSP)
Gejala tanda awal limfoma system syaraf pusat (SSP) primer
mencakup nyeri kepala, berkurangnya ingatan jangka pendek
,kelumpuhan

syaraf

kranialis,

hemiparesis,

dan

perubahan

kepribadian.
c. Respiratorius
Pneumonia pneumocystis carinii, Gejala: demam, batuk kering
non produktif, rasa lemah, dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal

132

Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya


selera makan, mual, vomitus, kandidiasis oral serta esophagus,
dan diare kronis
e. Neurologik
Manifestasi dini nerologik penyakit AIDS ensefalopati HIV
mencakup

gangguan

daya

ingat,

sakit

kepala,

kesulitan

berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis


dan ataksia. Pada stadium lanjut mencakup gangguan kognitif
global, kelambatan pada respon verbal, gangguan efektif seperti
pandangan yang kosong, hiperefleksi parafresis spastic, psikosis,
halusinasi, tremor, inkontinensia, kejang, mutisme dan kematian.
f. Integumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunis
serta malignasi. Infeksi oportunistik seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan di sertai dengan pembentukan vesikel yang
nyeri dan merusak integritas kulit. Moluskum kontangiosum
merupakan infeksi yang di tandai oleh pembentukan plak yang
disertai deformitas. Dermatitis seboreika akan di sertai ruam yang
difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta
wajah. Penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas
atau dengan dermatitis atopik seperti exzema atau psoriasis.
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada
seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena

134

symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah bermula dari


gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita
penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan
sebagai berikut:
Rasa lelah dan lesu
Berat badan menurun secara drastis
Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
Mencret dan kurang nafsu makan
Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
Pembengkakan leher dan lipatan paha
Radang paru-paru
Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya
ada 2 hal antara lain tumor dan infeksi oportunistik :
1.

Manifestadi tumor, diantaranya :


a. Sarkoma kaposi;kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh.
Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok
homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang
menjadi sebab kematian primer.
b. Limfoma ganas ;terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang

2.

syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun.


Manifestasi Oportunistik, diantaranya :
Manifestasi pada Paru-paru
a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS
merupakan infeksi paru-paru PCP dengan gejala sesak nafas,
batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
b. Cytomegalo Virus (CMV)

136

Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada


paru-paru

tetapi

dapat

menyebabkan

pneumocystis.

CMV

merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS.


c. Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan
sulit disembuhkan.
d. Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan
cepat menyebar ke organ lain diluar paru.
Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun
lebih 10% per bulan.
3.

Manifestasi Neurologis
Sekitar

10%

kasus

AIDS

nenunjukkan

manifestasi

Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit.


Kelainan

syaraf yang

umum adalah

ensefalitis,

meningitis,

demensia, mielopati dan neuropari perifer.


II.3.5 Mekanisme Test
Untuk memastikan perlu tidaknya anda segera memulai
pengobatan HIV, sebaiknya dilakukan dua jenis tes darah:
a. Tes viral load untuk melihat banyaknya HIV dalam darah. Semakin
banyak HIV dalam sistim anda, semakin cepat penurunan jumlah T-sel
anda. Hal ini membuat viral load menjadi alat prediksi yang cukup baik
untuk memperkirakan permasalahan-permasalahan kesehatan yang

138

mungkin terjadi bila anda tidak melakukan pengobatan. Tes viral load
juga bermanfaat untuk mengukur keberhasilan pengobatan HIV yang
anda lakukan.
b. Tes T-cell, juga disebut tes jumlah CD4, yang melihat seberapa kuat
sistim kekebalan tubuh. T-sel merupakan sel darah putih khusus yang
semakin banyak dimiliki jika semakin kuat sistim kekebalan tubuh.
Ketika terinfeksi HIV, virus tersebut masuk ke dalam beberapa T-sel,
bereplikasi, dan memperbanyak HIV. Semakin rendah jumlah T-sel
anda, semakin besar risiko anda untuk jatuh sakit. Jumlah T-sel
normal untuk orang tanpa HIV biasanya antara 500 hingga 1,600.
Apabila

tes

CD4

tidak

dapat

dilaksanakan,

maka

terapi

antiretroviral sebaiknya dimulai ketika:


Infeksi HIV Stadium IV, tanpa memandang jumlah limfosit total
Infeksi HIV Stadium III, tanpa memandang jumlah limfosit total
Infeksi HIV Stadium II dengan jumlah limfosit total <1200/mm 3
Sasaran terapi adalah mencapai
efek penekanan
maksimum replikasi HIV. Sasaran sekunder adalah peningkatan
limfosit sekunder CD4 dan perbaikan kualitas hidup. Sasaran akhir
adalah penurunan mortalitas dan morbiditas
Pendekatan umum terapi infeksi HIV :

Pengukuran peridik, teratur RNA HIV di Plasma dan hitung CD4 untuk
menentukan kemjuan terapi dan untuk mengawali atau memodifikasi

regimen terapi.
Penentuan terapi harus secara individual berdasarkan CD4 dan beban

virus
Penggunaan kombinasi ARV poten untuk menekan replikasi HIV
sampai dibawah tingkat sensitivitas penetapan virus HIV membatasi

140

kemampuan memilih variant HIV yang resisten terhadap ARV, yaitu


vaktor utama yang membatasi kemampuan ARV menghambat replikasi
virus dan menghambat perbaikan.
II.3.6 Pengobatan
Terapi dengan kombinasi ARV menghambat replikasi virus
adalah strategi yang sukses pada terapi HIV. Tujuan terapi dengan
ARV

adalah

menekan

replikasi

HIV

secara

maksimum,

meningkatkan limfosit CD4 dan memperbaiki kualitas hidup


penderita yang pada gilirannya akan dapat menurunkan morbiditas
dan mortalitas. Seperti obat-obat antimikroba lainnya maka
kompleksitas antara pasien, patogen dan obat akan mempengaruhi
seleksi obat dan dosis. Karakteristik pasien akan mempengaruhi
farmakokinetik obat. Karakteristik mikroba meliputi mekanisme
kerja, pola kepekaan, dan resistensi. Farmakodinamik obat
merupakan integrasi hubungan antara kepekaan mikroba dengan
farmakokinetik pasien. Untuk menjamin tercapainya target terapi,
interaksi farmakodinamik antara antimikroba.
Ada tiga golongan obat ARV yaitu :
a. Reverse transcriptase Inhibitor (RTI)
1. Analog nukleosida (NARTI) atau Analog nukleotida (NtARTI).
Mekanisme kerja : Menghambat perkembangan (replikasi) virus
dengan menghambat menghambat enzim reverse transkriptase
selama proses transkripsi RNA virus pada DNA pejamu dan merusak
perpanjangan rantai DNA provirus. Golongan obat ini bekerja pada
tahap awal perkembangan virus, saat proses perubahan Ribo

142

Nucleic Acid (RNA) menjadi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA).Obat


yang termasuk NRTI antara lain zidovudin, zalcitabine, abacavir,
didanosine, stavudine, lamivudine, dan tenofovir.
2. Non nukleosida (NNRTI)
NNRTI akan berikatan langsung dengan bagian non substrat
hidrofobik

spesifik

menginaktifkannya.

dari
Obat

enzim
yang

reverse
termasuk

transkriptase
NNRTI

antara

dan
lain

efavirenz, nevirapine, delavirdine, dan etravirine.


b. HIV Protease inhibitor (PI)
Menghambat protease HIV dengan mencegah pembelahan
gag dan gag pol prekusor protein dalam sel yang terinfeksi secara
akut dan kronis, menahan pematangan sehingga dengan cara
demikian memblocking aktivitas infeksi virion yang baru muncul.
Aksi utamanya adalah mencegah gelombang infeksi berikutnya.
Obat

yang

termasuk

golongan

PI

antara

lain

saquinavir,

amprenavir, ritonavir, indinavir, lopinavir, dan atazanavir.


c. Fusion inhibitor.
Mekanisme kerja : menghambat masuknya virus ke dalam sel
pejamu, dengan cara berikatan dengan subunit gp41, sehingga
tidak terjadi penggabungan antara sel dan virus. Obat yang
termasuk FI adalah enfuvirtide.
Bila terjadi kegagalan terapi dapat disebabkan oleh resistensi
atau pasien tidak dapat mentoleransi reaksi obat yang tidak
diinginkan

maka

terapi

harus

ditukar.

Regimen

yang

144

direkomendasikan dan perubahan terapi dapat dilihat di table di


bawah ini:
Tabel 3.Rekomendasi regimen lini pertama terapi dan perubahan terapi ke lini kedua
infeksi HIV pada orang dewasa

Regimen lini pertama


Standar

Regimen lini kedua


Rti

AZT or d4T + 3TC +

ddI + ABC atau

NVP or EFV

TDF + ABC atau

Pi
PI/r

TDF + 3TC ( AZT)

Alternatif

TDF + 3TC + NVP atau

ddI + ABC atau

EFV

ddI + 3TC ( AZT)

ABC + 3TC +

ddI + 3TC ( AZT) atau

NVP atau EFV

TDF + 3TC (AZT)

AZT atau d4T + 3TC +

EFV atau or NVP ddI

TDF atau ABC


3TC lamivudine, ABC abacavir, AZT zidovudine (also known as ZDV), d4T stavudine, ddI
didanosine, NFV nelfinavir, NNRTI non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, NRTI
nucleoside reverse transcriptase inhibitor, NVP nevirapine, PI protease inhibitor, /r :
ritonavir dosis rendah, TDF tenofovir dosoproxil fumarate

Di indonesia biasa menggunakan kombinasi lini pertama


obat-obatan ART yang terdiri dari 5 obat, Terdiri dari 3 obat
golongan NRTI dan 2 obat golongan NNRTI. Rejimen yang sering
dipakai adalah memakai 2 NRTI dan 1 NNRTI. Kelima obat ART itu
adalah :
1.
2.
3.
4.
5.

Zidovudin (AZT) NRTI


Lamivudin (3TC) NRTI
Stafudin (D4T) NRTI
Nevirapin (NVP) NNRTI
Efavirens (EFV) NNRTI

146

Dari kelima obat tersebut dapat dibuat 4 pilihan rejiman pada lini pertama,
yaitu :
1. AZT-3TC-NVP
2. AZT-3TC-EFV
3. D4T-3TC-NVP
4. D4T-3TC-EFV
Tidak diperkenankan untuk menggabungkan antara AZT dengan D4T atau
menggabungkan NVP dengan EFV.

148

1. Reverse transcriptase inhibitor (RTI):


Golongan obat anti-HIV pertama. Obat golonganini menghalang penciptaan DNA virus dari RNA dengan membuat sel tiruan
yang mengganggu proses ini. Sebagian besar adalah analog nukleosida (NRTI); tenofovir adalah analog nukleotida.
Nama
Nama Paten
Indikasi
Dosis/Cara
Efek Samping
Mekanisme
Generik
pemakaian
Zidovudine Retrovir,
Infeksi
HIV Oral:
pemberian Sakit kepala, rasa malas, Zidovudine bekerja dengan
(Nama lain :
tanpa
gejala berdasarkan around mual, anoreksia, muntah, menghambat kerja reverse
AZT, ZDV)
dengan penyakit the clock untuk konstipasi,
transcriptase, enzim yang
progresif
mempertahankan
granulositopenia, anemia, digunakan oleh HIV untuk
(seperti
puncak kadar obat peningkatan transaminase, membuat DNA dari RNA.
menurunnya
dalam serum; dapat rasa lemas, kardiomiopati,
kekebalan),Geja diberikan
tanpa nyeri
dada,
vaskulitis,
la infeksi HIV tergantung makanan syncope, ansietas, bingung,
dan
Penyakit 2.
Tidak
boleh depresi, mania, pingsan,
tingkat
lanjut diberikan
secara insomnia,
mengantuk,
dengan
AIDS suntikan
seizure,
vertigo,
rash,
atau hubungan intramuscular (IM) pruritus,
perubahan
kompleks AIDS 3. Intravena: hindari pigmentasi
kulit/kuku,
infus secara cepat sindrom
steven
atau injeksi bolus; johnson,urtikaria,
pada neonatus infus gynecomastia, kram perut,
selama 30 menit; dispepsia,
disfagia,
pada dewasa infus flatulens, ulser pada mulut,
selama 1 jam; Dosis: pankreatitis,
anemia
Pencegahan
hemolitik,
leukopenia,

149

transmisi dari ibu ke


janinnya:
;
Nenonatus:
perhatian
harus
segera diberikan 612
jam
setelah
kelahiran
dan
dilanjutkan sampai
usia 6 minggu Oral:
o Bayi cukup bulan:
2 mg/kg/dosis setiap
6 jam o Bayi dengan
usia saat dilahirkan
30 minggu dan
35
minggu:
2
mg/kg/dosis setiap
12 jam; pada usia 2
minggu
dosis
ditingkat menjadi 2
mg/kg/dosis setiap 8
jam o Bayi dengan
usia saat dilahirkan
< 30 minggu: 2
mg/kg/dosis setiap

limfadenopati,
hepatitis,
hepatomegali,
hiperbilirubinemia,
jaundice, asidosis laktat,
arthralgia, sakit punggung,
myalgia, neuropati, spasmus
otot,
rhabdomyolisis,
fotofobia,hilang
pendengaran,
lain-lain
(
alergi,
anafilaksis,
angiodema, flu)

150

12 jam; saat usia 4


minggu
dosis
ditingkatkan menjadi
2 mg/kg/dosis setiap
8 jam Intravena: jika
tidak
dapat
menerima obat per
oral o Bayi cukup
bulan:
1.5
mg/kg/dosis setiap 6
jam o Bayi dengan
usia saat dilahirkan
30 minggu dan
35 minggu: 1.5
mg/kg/dosis setiap
12 jam; pada usia 2
minggu
dosis
ditingkatkan menjadi
1.5
mg/kg/dosis
setiap 8 jam o Bayi
dengan usia gestasi
< 30 minggu: 1.5
mg/kg/dosis setiap
12 jam; pada usia 4

151

minggu
dosis
ditingkatkan menjadi
1.5
mg/kg/dosis
setiap 8 jam; Ibu o
Oral: 5x100 mg/hari
atau 3x200 mg/hari
atau 2x300 mg/hari.
Terapi dimulai pada
usia kehamilan 1434
minggu
dan
dilanjutkan sampai
saat persalinan o
Intravena diberikan
selama
proses
kelahiran: 2 mg/kg
selama
1
jam
dilanjutkan dengan
infus intravena 1
mg/kg/jam sampai
pemotongan
tali
pusat.;Terapi untuk
HIV Anak usia 6
minggu -12 tahun: o
Oral: 160 mg/m2/x

152

setiap
8
jam;
(maksimum 200mg
tiap
8
jam).
Beberapa
institusi
lain menggunakan
dosis 180 mg/ m2240 mg/ m2 setiap
12
jam
ketika
diberikan
sebagai
kombinasi dengan
ARV lainnya, namun
data
penggunaan
dosis ini pada anak
masih terbatas. o
Intravena:
infus
kontinyu
20
mg/m2/jam;
infus
intermiten
120
mg/m2/dosis setiap 6
jam; Dewasa: o
Oral: 2 x 300
mg/hari atau 3 x 200
mg/hari o Intravena:
1 mg/kg/dosis setiap

153

Didanosine

Videx, (Nama Terapi


Lain : ddI)
dewasa

4 jam around the


clock (6x/hari) Jika
ada gangguan ginjal
(CLcr
<15mL/menit
:
membutuhkan
penurunan
dosis
minor Hemodialisis:
dosis
setelah
hemodialisis 100 mg
Hemodialis
kontinyu: 100 mg
setiap 8 jam Jika ada
gangguan
hati:
ringan atau sedang
atau
pasien
sirosisdosis
dapat
dikurangi dan harus
dilaksanakan
monitoring berkala
untuk
mengetahui
toksisitas
hematologinya.
pada 1. tablet kunyah:
obat ini bekerja pada HIV
dan tablet 200 mg hanya sakit kepala, darah tinggi, RT
dengan
cara
154

anak anak boleh


digunakan
dengan infeksi sekali
sehari.
HIV lanjut
Sekurang-kurangnya
gunakan 2 tablet,
tapi jangan lebih dari
4
tablet,
secara
bersama-sama agar
mencapai
buffer
yang cukup. Tablet
harus dukunyah atau
dilarutkan sebelum
dikonsumsi. Untuk
melarutkan,
campurkan 1 oz air
dengan
tablet
kemudian
diaduk
sampai
tercampur
dan
minum
secepatnya. Dapat
juga ditambahkan 1
oz jus apel sebagai
pelarut
awal.
Larutan dengan jus
apel stabil selama 1
jam
pada
suhu

atau seluruh badan terasa


tidak enak. Efek samping
ini biasanya lambat laun
membaik atau hilang.
Efek samping ddI yang
paling umum adalah diare,
sakit kepala, muntah dan
ruam.
Diare,
yang
disebabkan dapar dalam
tablet, dapat menjadi berat.
Efek samping lebih jarang
terjadi dengan versi EC.
Sangat jarang, ddI dapat
mengakibatkan masalah hati
yang
gawat
disebut
hipertensi
portal.
Efek
samping lain yang paling
berat akibat ddI adalah
neuropati
perifer,
pankreatitis dan asidosis

menghentikan pembentukan
rantai DNA virus. (aksi
kerja
:
Tablet
kunyah/dilarutkan (videx):
50 mg, 100 mg [semua
mengandung
36.5
mg
fenilalanin dan rasa orange])

155

ruangan.
Jangan
campur dengan jenis
jus
lainnya.
2.
Pediatric
powder
untuk larutan oral:
bubuk
harus
dicampur dengan air
yang
telah
dipurifikasi menjadi
konsentransi inisial
20 mg/mL kemudian
diencerkan dengan
suspensi
antacid
yang sesuai menjadi
campuran akhir 10
mg/mL.
Kocok
sebelum
digunakan.
;Dosis
pengobatan
pada
infeksi HIV Anak:
per oral (pada perut
kosong) usia 2
minggu-8 bulan: 100
mg/m2, 2 x/hari; 50
mg/m2 dapat juga
156

digunakan
untuk
usia 2 minggu-4
bulan > 8 bulan:
120 mg/m2, 2 x/hari;
kisaran dosis: 90150 mg/m2, 2 x/hari;
pasien
dengan
penyakit
susunan
saraf pusat perlu
dosis lebih tinggi.
Remaja
atau
Dewasa:
dosis
berdasarkan
berat
badan. Disarankan
frekuensi 2x /hari
untuk
didanosin
tablet/larutan oral
Tablet
kunyah,
bubuk untuk larutan
oral pediatrik: o <60
kg:
2x125mg/hari
atau 1x250 mg/hari
o 60 kg: 2x200
mg/hari atau 1x400
mg/hari Kapsul
157

Zalcitabine

Hivid, (Nama
Lain : ddC),
dideoxycytidin
e

Infeksi
HIV
terutama pada
pasien
HIV
dewasa tingkat
lanjut yang tidak
responsive
terhadap
zidovudin,
dalam
kombinasi
dengan anti HIV
lainnya (bukan
didonasin).

lepas lambat: o <60


kg: 1x250mg/hari o
60
kg:
1x400
mg/hari Modifikasi
dosis
dengan
tenofovir:(
kapsul
lepas lambat) <60
kg ClCr 60
mL/menit:
1x200
mg/hari 60 kg
ClCr 60 mL/menit:
1x250 mg/hari
Diberikan per oral Neuropati
2,25 mg per hari stomatitis,
(satu tablet 0,75 mg pancreatitis
setiap 8 jam)

perifer, Obat ini bekerja pada HIV


ruam
dan RT
dengan
cara
menghentikan pembentukan
rantai DNA virus.

158

Stavudine

Zerit, (Nama Infeksi


HIV 40 mg setiap 12 jam
Lain : d4T)
terutama HIV (30 mg setiap 12 jam
tingkat lanjut, bila BB<60 kg)
dikombinasikan
dengan antiHIV
lainnya.

Dibanding
dengan
lamivudin efek neuropathy
stavudin lebih besar.;> 10%
Pada susunan saraf pusat :
Sakit kepala, kulit-rash,
saluran pencernaan : mual,
muntah,
diare,
hepar
peningkatan transaminase,
sistem saraf dan kulit,
neuropati perifer, macammacam
:
peningkatan
amilase;1% - 10% Pada hati
:
Peningkatan
bilirubin.;Laporan
kasus
sesudah dipasarkan, sakit
perut,
alergi,
anemia,
anoreksia, panas, hepatitis,
hepatomegali,
kerusakan
hati, hepatic steanosis, tidak
dapat tidur, laktat asidosis,
leukopenia,
myalgia,
pancreatitis, redistribution
fat, thrombositopenia

Stavudin adalah analog


thymidin,
yang
mempengaruhi viral DNA
HIV- yang
bergantung
Dpada DNA polimerase,
menghambat replikasi virus,
nukleosida
reverse
transcriptase

Tenovir

Truvada,
Tenofovir
Dosis tenofovir yang
Tenofovir
sakit
kepala,
darah
tinggi,
(Nama Lain : disetujui pada biasa untuk dewasa
fumarate

disoproxil
(TDF) adalah
159

Gabungan
FTC & TDF)

2001 di AS
sebagai
obat
antiretroviral
(ARV)
untuk
orang terinfeksi
HIV. Pada 2010,
tenofovir
disetujui untuk
dipakai
oleh
remaja berusia
antara
12-18
tahun.
Pada
2011, tenofovir
disetujui untuk
dipakai
oleh
anak
berusia
antara
2-12
tahun. Obat ini
belum diuji coba
terhadap orang
berusia di atas
65 tahun.

adalah
300mg
sebagai satu pil
sekali sehari, dengan
atau tanpa makan.
Bila dipakai bersama
dengan
ddI,
tenofovir
harus
dipakai dengan perut
kosong, atau 30
menit sebelum atau
jam sesudah ddInya.
Anak berusia 2-5
tahun akan memakai
bentuk
serbuk.
Untuk yang berusia
6-12
tahun,
disediakan pil yang
mengandung 150mg,
200mg dan 250mg.
Takaran tergantung
pada usia dan berat
badan.

atau seluruh badan terasa


tidak enak. Efek samping
ini biasanya lambat laun
membaik atau hilang. Efek
samping tenofovir yang
paling umum adalah mual,
muntah, dan hilang nafsu
makan. Tenofovir dapat
mengakibatkan kerusakan
pada
ginjal.
Tingkat
kreatinin pada pengguna
tenofovir harus dipantau.
Tenofovir
juga
dapat
merusakkan hati, sehingga
sebaiknya kesehatan hati
juga
sebaiknya
dipantau.Tenofovir
dapat
menyebabkan
kehilangan
kepadatan
tulang.
Penggunaan
suplemen
kalsium dan vitamin D
dapat membantu masalah
ini. Hal ini terutama untuk
orang dengan osteopenia

analog
adenosin
5monofosfat,
yang
berinterferensi dengan viral
RNA HIV yang bergantung
dengan DNA polymerase,
mengakibatkan
inhibisi
replikasi
virus.
TDF
dihidrolisis
menjadi
tenofovir dan selanjutnya
difosforilasi
menjadi
tenofovir difosfat.
Tenofovir
termasuk
golongan analog nukleotida
atau nucleotide reverse
transcriptase
inhibitor
(NtRTI). Obat golongan ini
menghambat enzim reverse
transcriptase. Enzim ini
mengubah bahan genetik
(RNA) HIV menjadikannya
bentuk DNA. Ini harus
terjadi
sebelum
kode
genetik
HIV
dapat
dimasukkan ke kode genetik
sel yang terinfeksi HIV.
160

atau osteoporosis dan juga


untuk
remaja,
karena
kepadatan tulang umumnya
meningkat pada masa itu.
2. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI):
Golongan obat ini juga mengganggu proses penciptaan DNA virus dari RNA, dengan mengikat pada enzim reverse
transcriptase dan menghalangi kegiatannya.
Nama
Nama Paten
Indikasi
Dosis/cara
Efek Samping
Mekanisme
Generik
pemakaian
Rilpivirine Edurant,
Rilpivirine
Rilpivirine dipakai
Rilpivirine
termasuk
Jika
kita
mulai
memakai
ART,
(Nama Lain : disetujui di AS sebagai
tablet.
golongan non-nucleoside
RPV)
pada
2011 Dosis harian untuk kita mungkin mengalami efek reverse
transcriptase
sebagai
obat dewasa
adalah samping sementara, misalnya inhibitor (NNRTI). Obat
antiretroviral
25mg. Rilpivirine sakit kepala, darah tinggi, atau golongan ini menghambat
(ARV)
untuk harus
dipakai seluruh badan merasa tidak enak. enzim
reverse
orang terinfeksi bersamaan dengan Efek samping ini biasanya lambat transcriptase. Enzim ini
laun membaik atau hilang.
HIV. Rilpivirine makan
mengubah bahan genetik
Efek
samping
yang
paling
umum
disetujui untuk
(RNA)
HIV
akibat
rilpivirine
adalah
depresi,
dipakai
oleh
menjadikannya
bentuk
insomnia
(masalah
tidur)
dan
orang yang baru
DNA. Perubahan ini harus
ruam
pada
kulit.
Pastikan
semua
mulai memakai
terjadi sebelum kode
efek
samping
yang
kita
alami
obat
untuk
genetik
HIV
dapat
melawan HIVdimasukkan
ke
kode

161

Nevirapine

nya. Obat ini


paling berhasil
pada
Odha
dengan
viral
load
(lihat
Lembaran
Informasi (LI)
125) di bawah
100.000. Obat
ini
belum
ditelitikan pada
orang dewasa
yang lebih tua.
Obat ini tidak
disetujui untuk
dipakai
oleh
anak
dan
remaja.
Viramune,
Nevirapine
(Nama Lain : disetujui di AS
NVP)
pada
1996
sebagai
obat
antiretroviral
(ARV)
untuk
orang terinfeksi

Nevirapine tersedia
dengan bentuk pil
berisi 200mg. Dosis
nevirapine
yang
dianjurkan
untuk
orang
dewasa
adalah 200mg per

dibahas dengan dokter.

genetik sel yang terinfeksi


HIV.

> 10% : Ruam, ALT > 250


unit/L, Dermatologik: Rash (1520%), Gastrointestinal: diare (1520%), Hematologik: netropenia
(10%-11%). ;1% - 10%: CNS :
Sakit kepala (1-4%), demam (811%), Gastrointestinal: Stomatitis

Sebagai
agen
nonnucleoside
reverse
transcriptase
inhibitor,
nevirapine
memiliki
aktivitas melawan HIV-1
dengan mengikat enzim
reverse
transcriptase.
162

HIV. Nevirapine
diuji coba pada
orang dewasa
serta anak dan
bayi di atas usia
dua
bulan.
Orang dengan
penyakit
hati
sebaiknya tidak
memakai
nevirapine.

hari untuk dua


minggu
(masa
awal),
kemudian
400mg per hari
(200mg dua kali
sehari).
Penting
mengikuti jadwal
ini
untuk
menghindari risiko
efek samping yang
berat. Versi sirop
juga tersedia untuk
anak. Versi baru
dengan
nama
Viramune XR yang
dapat dipakai sekali
sehari disetujui oleh
FDA-AS
pada
2011, tetapi belum
tersedia
di
Indonesia.

ulseratif (4%), nausea, abdominal


pain (2%), Hematologik: anemia
Hepatik: hepatitis, meningkatkan
LFT (2-4%), ;Neuromuscular dan
skeletal:
neuropati
perifer,
parastesia (2%), mialgia.;< 1%
(cukup penting atau mengancam
jiwa)
:
Nekrosis
hepatic,
hepatotoksisitas, hipersensitivitas
berat/reaksi dermatologis (skin
rash, demam, melepuh, lesi oral,
konjungtivitis, edema wajah,
nyeri otot atau sendi, general
malaise, hepatitis, ;eusinofilia,
granulositosis,
limfadenopati,
atau disfungsi ginjal), sindrom
Steven-Johnson. Jika terjadi
hipersensitivitas
berat,
penggunaan harus dihentikan
secara
permanen.;Overdosis/toksikologi
: Belum ada reaksi toksisitas
yang dilaporkan setelah ingesti
akut sejumlah besar tablet
nevirapine.

;Replikasi
HIV-1
terhambat
akibat
pengeblokan
aktivitas
DNA polymerase RNADependent dan DNAdependent

163

3. Protease inhibitor:
Golongan obat ini menghalangi kegiatan protease, sebuah enzim yang memotong rantai protein HIV menjadi protein tertentu
yang diperlukan untuk merakit tiruan virus yang baru. Catatan: /r di belakang nama protease inhibitor berarti obat tersebut
dikuatkan dengan ritonavir takaran rendah. Misalnya, SQV/r berarti saquinavir dikuatkan ritonavir.
Nama
Nama Paten
Indikasi
Dosis/cara
Efek Samping
Mekanisme
Generik
pemakaian
Tipranavir Aptivus,
terapi
Obat
golongan
ini
Tipranavir dipakai Efek samping yang paling mencegah pekerjaan enzim
Telzir, (Nama antiretroviral
sebagai
kapsul umum yang diakibatkan protease. Protease HIV
Lain : TPV)
(ART)
lunak.
Takaran oleh tipranavir termasuk bertindak seperti gunting
normal untuk orang diare, mual, muntah, sakit kimia.
Enzim
ini
dewasa
adalah perut, kelelahan dan sakit memotong bahan baku
500mg plus ritonavir kepala. Perempuan yang HIV menjadi potongan
200mg dengan dosis memakai pil KB dapat khusus yang dibutuhkan
dua kali sehari. mengalami ruam kulit.
untuk membangun virus
dapat baru. Protease inhibitor
Kapsul mengandung Tipranavir
250mg, jadi kita memburukkan masalah hati. merusak gunting ini.
harus memakai dua Pasien dengan hepatitis B
tablet tipranavir plus atau hepatitis C yang
tipranavir
dua kapsul ritonavir memakai
dua kali sehari. Pada sebaiknya dipantau dengan
2008,
tipranavir hati-hati. Beberapa orang
dalam bentuk sirop yang memakai tipranavir
disetujui di AS untuk mengembangkan hepatitis,

164

orang dewasa dan


anak berusia di atas
dua tahun.
Tipranavir
harus
dipakai
dengan
makanan.
Dengan
cara ini, tingkat
tipranavir
dalam
darah menjadi cukup
tinggi.
Makanan
yang kaya lemak
dapat meningkatkan
tingkat
tipranavir
dalam darah.

yang dapat menyebabkan


kegagalan
hati,
walau
jarang.
Kurang lebih 10% pasien
mengembangkan ruam kulit
atau kulit yang peka
terhadap cahaya matahari,
kadang kala dengan sakit
sendi atau pegal, gatal-gatal,
dan sesak pada tenggorok.
Tipranavir
dapat
menyebabkan peningkatan
besar
pada
tingkat
kolesterol dan trigliserida
(lemak dalam darah). untuk
informasi mengenai lemak
darah. Hal ini sedikitnya
didorong oleh ritonavir
yang
dipakai
bersama
dengan tipranavir. Tingkat
lemak darah yang tinggi
dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung. Pastikan
tingkat lemak dalam darah

165

diukur sebelum kita mulai


pakai
tipranavir,
dan
kemudian secara berkala.

Saquinavir

Invirase,
digunakan untuk
(Nama Lain : pengobatan oleh
SQV,
orang berusia 16
Saquinavir
tahun
keatas.
mesylate)
Saquinavir
hasrus selalu di
konsumsi
dengan
antiHIV medicine

Pada 2003, FDA di


AS
menyetujui
takaran
Invirase
1.000mg plus 100mg
ritonavir
dengan
dosis dua kali sehari.
Takaran
Invirase
yang dikuatkan ini
menghasilkan
tingkat obat yang
jauh lebih tinggi
dibandingkan
dengan
Invirase
sendiri, dan bahkan
lebih
tinggi
dibandingkan
Fortovase. Sekarang
saquinavir
paling

Efek samping saquinavir


umumnya
ringan.
Kebanyakan orang dapat
memakainya tanpa masalah.
Namun beberapa orang
mengalami mual, diare, dan
sakit perut. Bila dipakai
bersama ritonavir, beberapa
orang dapat mengalami efek
samping ritonavir.
Pada
2010,
FDA-AS
mengeluarkan
peringatan
bahwa
penggunaan
saquinavir
dikuatkan
dengan ritonavir membawa
risiko
yang
rendah
menyebabkan
denyut
jantung yang abnormal.

Saquinavir ini adalah tipe


anti-HIV
yang
MENGHAMBAT
berkembangnya virus HIV
dan
disebut
Protease
Inhibitor (PI) dengan cara
mem-blok protease, enzim
HIV.
Dengan
penghambatan ini, virus
HIV
akan
dihambat
replikasi nya, sehingga
mengecilkan aliran virus
HIV dalam peredaran
darah penderita.

166

umum
dipakai
dengan takaran ini.
Pada akhir 2004
FDA
menyetujui
bentuk
Invirase
dengan
500mg
dalam
satu
pil.
Dengan bentuk ini,
jumlah pil yang
harus
dipakai
dikurangi dari lima
per dosis dengan
bentuk 200mg lama
menjadi dua per
dosis. Takaran yang
berbeda
mungkin
dipakai
dalam
beberapa kombinasi.
Saquinavir
harus
diminum tidak lebih
dari dua jam setelah
makan. Saquinavir
diserap lebih baik
bila diminum setelah

Dokter
diusulkan
memeriksa jantung sebelum
mulai
penggunaan
saquinavir.

167

makan
makanan
dengan
tingkat
kalori, lemak dan
protein yang tinggi.
Aturan ini mungkin
kurang penting bila
dipakai saquinavir
dikuatkan
dengan
ritonavir.
Namun
aturan makan yang
resmi belum diubah.
Di rumah, saquinavir
dapat disimpan pada
suhu ruang dalam
botol yang ditutup
rapat.

Ritonavir

Norvir, (Nama Ritonavir


Lain : RTV)
disetujui di AS
pada
1996
sebagai
obat
antiretroviral
(ARV)
untuk

Ritonavir disediakan
dengan
bentuk
kapsul atau tablet.
Takaran penuh (bila
ritonavir
dipakai

Efek samping paling berat


dari ritonavir adalah mual,
muntah, kembung, dan
diare. Beberapa orang juga
mengalami kesemutan atau

Ritonavir adalah protease


inhibitor. Obat golongan
ini mencegah pekerjaan
enzim protease. Protease
HIV bertindak seperti
gunting kimia. Enzim ini

168

orang terinfeksi
HIV. Obat ini
ditelitikan pada
orang
dewasa
dan anak usia
satu bulan ke
atas.

tanpa
protease
inhibitor lain) adalah
600mg dengan dosis
dua kali sehari.
Untuk anak di atas
usia satu bulan,
ritonavir
disetujui
dengan takaran 350400mg per meter
persegi
luas
permukaan badan.
Namun,
sekarang
ritonavir
sangat
jarang
dipakai
dengan dosis penuh.
Sekarang ritonavir
lebih sering dipakai
untuk menguatkan
protease
inhibitor
lain dalam darah.
Biasanya
100mg
atau 200mg dipakai
dengan setiap dosis.
Penting
kita

mati rasa di sekitar mulut,


atau rasa makanan menjadi
aneh. Walau sangat jarang,
ritonavir
dapat
menyebabkan ruam kulit
yang gawat, yang disebut
sebagai sindrom StevensJohnson. Langsung lapor
pada dokter kalau kita
mengalami masalah kulit
waktu memakai ritonavir.
Dalam uji coba klinis,
sekitar sepertiga orang yang
memakai ritonavir dengan
dosis penuh harus berhenti
memakainya akibat efek
samping. Namun ada jauh
lebih sedikit efek samping
bila
ritonavir
dipakai
dengan takaran rendah
sebagai penguat.
Untuk banyak orang, efek
samping ritonavir hanya
berlanjut
selama
2-4

memotong bahan baku


HIV menjadi potongan
khusus yang dibutuhkan
untuk membangun virus
baru. Protease inhibitor
merusak gunting ini.

169

mengetahui takaran
ritonavir
yang
diresepkan
oleh
dokter, dan cara
penggunaannya.

minggu. Bila berlanjut lebih


dari empat minggu, efek
samping umumnya tidak
pernah hilang.

4. Integrase inhibitor:
Golongan obat ini menghalangi kegiatan integrase, sebuah enzim yang memasukkan DNA virus ke dalam unting DNA sel
yang terinfeksi
Nama
Nama Paten
Indikasi
Dosis/cara
Efek Samping
Mekanisme
Generik
pemakaian
Raltegravi Isentress,
Raltegravir
Pada uji coba terhadap Raltegravir adalah obat
boleh manusia, efek samping yang pertama dalam golongan
r
(Nama Lain : disetujui di AS Raltegravir
dipakai
dengan
atau paling lazim pada orang antiretroviral (ARV) yang
RGV)
pada
2007
makanan. yang memakai raltegravir disebut sebagai integrase
sebagai
ARV tanpa
untuk
orang Raltegravir tersedia adalah diare, mual dan sakit inhibitor.
Saat
HIV
sebagai
tablet
terinfeksi HIV.
kepala. Laporan dari orang menulari sebuah sel dalam
400mg.
Dosis
Obat ini pertama
yang memakai raltegravir tubuh manusia, DNA
raltegravir
untuk
diuji coba pada
juga termasuk ruam dan (kode
genetik)
HIV
orang
dewasa
adalah
orang
dewasa
depresi. Pada kasus yang dipadukan dalam DNA sel
400mg
dua
kali
dengan
HIV
jarang, ruam kulit dapat induk,langkah
5.
sehari.
Juga
ada
yang
sudah
menjadi berat dan gawat. Pemaduan ini dibantu oleh
tablet
yang
dapat
menjadi resistan
Hubungi
dokter enzim
integrase.

170

terhadap ARV
lain.Untuk
informasi
mengenai
resistansi. Pada
akhir
2008,
raltegravir
disetujui untuk
dipakai
oleh
pasien
yang
baru
mulai
ART.
Raltegravir
belum disetujui
untuk
dipakai
oleh anak, ibu
hamil,
dan
orang
lanjut
usia.

secepatnya
bila
kita Raltegravir menghambat
dikunyah,
yang mengalami ruam berat pekerjaan
enzim
ini,
dipakai dua kali waktu
kita
pakai dengan akibat DNA HIV
sehari.
raltegravir.
tidak dipadukan pada
Raltegravir
juga
DNA sel induk. HIV
boleh dipakai oleh
menulari sel tersebut,
anak. Dosis untuk
tetapi
tidak
mampu
anak di bawah 12
menggandakan diri.
tahun
tergantung
pada berat badan.
Merck menelitikan
dosis 800mg sekali
sehari. Dosis ini
kurang efektif untuk
mengendalikan HIV
dibandingkan dosis
dua kali sehari yang
disetujui. Perbedaan
dalam
efektivitas
lebih besar pada
pasien yang mulai
penggunaannya
dengan viral load
lebih dari 100.000.

171

5. Entry Inhibitor:
Golongan obat ini menecegah pengikatan HIV pada sel.
Nama
Nama Paten
Indikasi
Dosis/cara
Generik
pemakaian
Enfuvirtide
Enfuvirtide Fuzeon,
enfuvirtide
(Nama Lain : disetujui di Bila
AS
pada
ditelan,
obat
T-20)
2003
dihancurkan
oleh
sebagai obat asam dalam perut. Hal
antiretroviral ini berarti enfuvirtide
(ARV) untuk
tidak dapat dipakai
orang
sebagai
pil.
dengan
Enfuvirtide disuntik di
infeksi
HIV.
bawah kulit. Proses
Enfuvirtide
ini disebut suntikan
sudah
subcutaneous.
ditelitikan
pada orang Dosis normal untuk
dewasa dan orang dewasa adalah
anak berusia 90mg per suntikan
dua
kali
di atas enam dipakai
bulan.
sehari. Takaran untuk

Efek Samping

Mekanisme

Efek samping yang paling


umum yang diakibatkan
oleh enfuvirtide adalah
reaksi kulit pada tempat
suntikan. Hampir semua
orang
yang
memakai
enfuvirtide
mengalami
reaksi ini. Reaksi ini dapat
sangat ringan, sekadar kulit
jadi merah. Tetapi reaksi
dapat lebih berat, termasuk
gatal, pembengkakan, nyeri,
kulit menjadi keras, atau
gumpalan keras. Setiap
reaksi
dapat
bertahan

Enfuvirtide adalah obat


yang
dipakai
sebagai
bagian
dari
terapi
antiretroviral (ART). Obat
ini juga dikenal sebagai
Fuzeon (nama merek) atau
T-20. Enfuvirtide dibuat
oleh Roche dan Trimeris.
Enfuvirtide belum tersedia
sebagai versi generik. Saat
ini enfuvirtide belum
tersedia secara umum di
Indonesia.
Enfuvirtide adalah obat
pertama dalam golongan
antiretroviral (ARV) yang
172

anak
berdasarkan
berat badan. Suntikan
enfuvirtide
sekali
sehari sedang diteliti.
Bila
dokter
kita
meresepkan
enfuvirtide, kita akan
dilatih
untuk
menyiapkan suntikan,
serta bagaimana dan
di mana disuntik.
Penyiapan
suntikan
enfuvirtide
membutuhkan waktu
kurang lebih 40 menit.
Kita
dapat
menyiapkan
kedua
dosis harian sekaligus.
Hindari
menyuntik
dekat saraf besar
(tanya
dokter
mengenai ini). Juga,
jangan
menyuntik
pada tempat yang

sampai satu minggu.


Dengan dua suntikan setiap
hari, orang yang memakai
enfuvirtide
mungkin
mengalami reaksi pada
beberapa
tempat
di
tubuhnya pada waktu yang
sama. Namun hanya sedikit
berhenti
memakai
enfuvirtide akibat reaksi
kulit.
Efek samping lain yang
paling
umum
yang
diakibatkan oleh enfuvirtide
adalah sakit kepala, nyeri
dan mati rasa pada kaki,
pusing, dan kesulitan tidur.
Orang
yang
memakai
enfuvirtide
tampaknya
mengalami
tingkat
pneumonia bakteri yang
lebih tinggi. Pastikan dokter
tahu bila kita mengalami

disebut sebagai fusion


inhibitor.
Saat
menularkan
sel,
HIV
mengikat pada permukaan
sel. Setelah itu, HIV
masuk pada sel melalui
proses
peleburan
(fusion).
Enfuvirtide
mencegah
proses
peleburan ini, dengan
begitu
menghambat
penularan sel oleh HIV.

173

sebelumnya
masalah paru.
menimbulkan reaksi,
atau pada tahi lalat,
tato, jaringan bekas
luka, memar, atau
pada pusar.
Semacam penyuntik
baru
(disebut
Biojector) yang tidak
membutuhkan jarum
dipertimbangkan
untuk
penggunaan
dengan
enfuvirtide.
Namun perkembangan
alat ini dihentikan
pada Oktober 2007.
Enfuvirtide
adalah
golongan ARV baru.
Hal ini berarti obat ini
tetap manjur terhadap
HIV
yang
sudah
mengembangkan
resistansi
terhadap
ARV lain. Namun

174

enfuvirtide
tidak
boleh dipakai sebagai
monoterapi
(tanpa
ARV
lain).
Enfuvirtide
harus
dipakai
dalam
kombinasi
dengan
ARV lain.
Maraviroc

Maraviroc
Selzentry,
disetujui
di Maraviroc
tersedia
Celsentri,
AS
pada
sebagai tablet dilapisi
(Nama Lain :
2007
dengan isi 150mg dan
MVC)
sebagai ARV 300mg.
Takaran
untuk orang maraviroc tergantung
terinfeksi
pada ARV lain yang
HIV.
dipakai. Dosis baku
Maraviroc
adalah 300mg dua kali
hanya boleh
Takaran
dipakai oleh sehari.
150mg
dibutuhkan
orang
dengan virus bila dipakai beberapa
termasuk
yang tropis ARV
delavirdine
dan
CCR5.
Maraviroc
kebanyakan protease
belum
inhibitor.
Takaran

Efek samping maraviroc


yang paling umum termasuk
batuk,
demam,
infeksi
saluran pernapasan atas,
ruam, otot pegal, sakit
perut, dan pusing. Orang
yang memakai maraviroc
juga dapat mempunyai
risiko lebih tinggi terhadap
masalah jantung, misalnya
serangan
jantung
atau
merasa pusing waktu berdiri
secara cepat. Maraviroc
dapat meningkatkan beban
pada
hati.
Bila
kita

Maraviroc bekerja tidak


dengan
menyerang
virus HIV di dalam
tubuh pasien, tetapi
menyerang sel yang
terinfeksi dari pasien
sebagai gantinya.
Maraviroc adalah obat
pertama
dalam
golongan antiretroviral
(ARV) yang disebut
sebagai
attachment
inhibitor.
Saat
menulari sebuah sel
dalam tubuh manusia,
HIV mengikat pada
protein tertentu pada

175

disetujui
untuk
dipakai oleh
anak,
ibu
hamil, orang
dengan
penyakit hati
yang berat,
dan
orang
lanjut usia.

600mg
dipakai
dengan
efavirenz,
etravirine dan obat
lain
yang
dapat
mengurangi
tingkat
maraviroc
dalam
darah. Dosis harus
dikurangi bila dipakai
oleh pasien dengan
masalah ginjal yang
berat.
Maraviroc
boleh
dipakai dengan atau
tanpa makanan.

memakai
maraviroc,
sebaiknya lapor ke dokter
bila dialami tanda apa saja
adanya
masalah
hati,
misalnya ruam, kulit atau
mata menjadi kuning, air
seni
berwarna
gelap,
muntah atau sakit perut.
Namun
maraviroc
tampaknya
mengurangi
parutan pada hati (fibrosis).

permukaan
sel
tersebut.
Protein
tersebut
disebut
sebagai
koreseptor.
Setelah terikat, HIV
masuk pada sel melalui
proses
peleburan
(fusion).
Maraviroc
menghambat
pekerjaan satu jenis
koreseptor
yang
disebut sebagai CCR5.
Saat
koreseptor
tersebut dirintang, HIV
tidak mampu menulari
sel itu

176

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1 Hepatitis adalah peradangan pada hati (liver) yang disebabkan oleh
berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan.
Penatalaksanaan hepatitis dilakukan dengan terapi

interferon,

ribavirin, dan lamivudin.


2 Hepatitis kronik yang berlangsung secara lama menyebabkan sirosis
hepatitis. Sirosis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya
peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi
jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati.
3 Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan
suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh
Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh.
Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu
memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan.
Salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah
penderita yang terus meningkat adalah upaya pencegahan yang
dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat
dalam lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan terapi RTI (NARTI dan
NtARTI), NNRTI dan PI.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Hepatitis . [serial on internet]. Maret 2013 [dikutip 7
November 2013]. Available from : file: http///MATERI%20ASKEP
HEPATITIS.htm

177

2. Aru W. Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi
kelima. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
3. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Panduan
Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang Dewasa dan Remaja.
Available from: http://spiritia.or.id/Dok/pedomanart2.pdf. [Accesed 22
April 2011].
4. Djoerban, Zubairi, Djauzi Samsuridjal. W. Sudoyo, Aru, dkk. 2001.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta. FK UI
5. Gunawan, Gan Sulstia. 2009. Farmakolgi dan Terapi. Departemen
Farmakolgi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. Universitas
Indonesia. Jakarta
6. ISFI, 2007, ISO Indonesia, Volume 46, Penerbit Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia
7. Louisa M dan Setiabudy R. Antivirus. Di dalam : Ganiswarna SG,
editor. Farmakologi dan Terapi. Ed. 4. Bagian Farmakologi Universitas
Indonesia. Jakarta. 1995. hal. 647
8. Mansjoer, A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Jilid 1.
MediaAesculapius. Jakarta. 2001.
9. Price S.A, Wilson L.M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit edisi VI. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran : EGC.
10. Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses dan praktik Ed.4. Jakarta: EGC
11. Rafsan. Laboratorium Analysis . [serial on internet]. 2012 [dikutip 7
November 2013]. Available from : file:http//Tentang Hepatitis
Laboratorium Analysis.htm
12. Siregar, Fazidah A. 2004. PENGENALAN DAN PENCEGAHAN AIDS.
Universitas Sumatera Utara.Fakultas Kesehatan Masyarakat
13. Sutopo, Widjaja. Hepatitis Virus . [serial on internet]. 2012 [dikutip 7
November 2013]. Available from : http//HepatitisVirus Dokita Dokter
Kita.com. htm
14. Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2010. Obat-Obat Penting. Elex
Media Komputindo. Jakarta

178

15. Yulinah, E., dkk. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta.
2008.
16. Neal, 2005, At a Glance: Farmakologi Medis, EMS, Jakarta
17. Finkel, R., Clark, M. A., Cubeddu, L.X., 2009, Lippincott's Illustrated
Reviews: Pharmacology, 4th Edition, LWW, Philadelphia
18. DHHS guidelines 2012 (http://aidsinfo.nih.gov/guidelines)
19. Wells, BG., Dipiro, J., Schwinghammer, T., and Hamilton, C., 2006,
Pharmacotherapy Handbook, 6th Ed., McGraw Hill
20. Robert R., et al., 2008, Clinical Immunology, 3 rd Ed., Elsevier,
Philadelphia

179

Anda mungkin juga menyukai