Anda di halaman 1dari 19

Hepatitis (plural: hepatitides) adalah peradangan pada hati karena toxin, seperti kimia

atau obat ataupun agen penyebab infeksi. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut
"hepatitis akut", hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis".

Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama kelima satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A,
B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis
infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang utama
adalah alkohol dan obat-obatan.

Virus adalah parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus bersifat parasit
obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup
dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki
perlengkapan seluler untuk bereproduksi sendiri. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil
asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam
bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom
virus akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik
maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.

Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota
(organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofag atau
fag digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain
yang tidak berinti sel).

Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan
fungsi biologisnya secara bebas jika tidak berada dalam sel inang. Karena karakteristik khasnya
ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influenza
dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus

Jenis Virus Hepatitis

 Virus hepatitis A

Virus hepatitis A terutama menyebar melalui vecal oral. Penyebaran ini terjadi akibat buruknya
tingkat kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah yang penyebarannya
terjadi melalui air dan makanan.
Hepatitis A biasanya akan sembuh dengan sendirinya tanpa menjadi kronis. Setelah sembuh,
maka akan kebal terhadap Hepatitis A, tetapi tidak kebal terhadap jenis penyakit hepatitis yang
lain.
5 persen dari penderita Hepatitis B akan menjadi kronis, karena tidak ditangani dengan baik.
Pada pemakai narkoba suntikan yang menggunakan jarum bersama-sama yang marak pada masa
lampau, maka 18 persen tertular Hepatitis B, 40 persen tertular HIV dan 70 persen tertular
Hepatitis C. Jadi Hepatitis C sangat mudah menular melalui transfer cairan (virulen).
Penderita Hepatitis C sebenarnya hanya 0,8 persen, tetapi sebagian besar akan menjadi kronis,
sehingga jumlah penderita kronisnya hampir sama dengan penderita Hepatitis B kronis, yaitu
sekitar 1 juta orang.[1]

Pencegahan

Vaksin

Distribusi global penyakit hepatitis B, yang berwarna merah (gelap) lebih banyak penderitanya
daripada yang berwarna terang.

Vaksin tersedia untuk pencegahan hepatitis A dan B yang merupakan vaksin tunggal ataupun
vaksin gabungan. Kekebalan terhadap Hepatitis A mencapai 99-100% sebulan setelah menerima
vaksin yang ke-2 kalinya (vaksin yang kedua 6 bulan kemudian setelah yang pertama). Vaksin
hepatitis A tidak boleh digunakan untuk yang berusia di bawah satu tahun.[2] Vaksin Hepatitis B
telah tersedia sejak tahun 1986 dan telah diterapkan sedikitnya pada 177 program nasional
imunisasi untuk anak-anak. Kekebalan terjadi pada lebih 95% anak-anak dan dewasa muda yang
menerima 3 dosis rekombinan vaksin, sebulan setelah vaksin yang ketiga (jadwal vaksinasi
adalah 0, 1 bulan dan 6 bulan). Vaksinasi pada bayi yang berumur kurang dari 24 jam dapat
mencegah penularan penyakit hepatitis B dari ibunya. Organisasi Kesehatan Dunia (World
Health Organization) merekomendasikan vaksinasi pada semua anak, terutama yang baru lahir di
negara-negara dimana hepatitis B marak terjadi (seperti Indonesia, terutama di NTB dan NTT)
untuk mencegah penularan secara vertikal dari ibu ke anak.[3]

Hepatitis A adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus hepatitis A yang disebarkan
oleh kotoran/tinja penderita; biasanya melalui makanan (fecal - oral).[1] Bberapa kasus hanya
memberikan sedikit atau tanpa gejala terutama bagi yang masih muda.[2] Waktu antara dan
gejala, antara 2-6 minggu.[3] Gejalanya biasanya berakhir dalam 8 minggu dan meliputi: mual
(nausea), muntah-muntah, mencret, kulit kuning (terutama bagian putih dari mata), demam, dan
nyeri abdomen.[2] Sekitar 10–15% dari penderita akan kambuh kembali dalam 6 bulan setelah
infeksi pertama.[2] Penyakit hepatitis A yang fatal jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi pada
lansia.[2]

Biasanya penyakit ini disebarkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh
kotoran penderita hepatitis A.[2] Kerang (Shellfish) yang tidak dimasak dengan matang, biasanya
menjadi sumber infeksi penyakit ini.[4] Dapat juga menyebar melalui kontak erat dengan
penderita.[2] Setelah terkena hepatitis A satu kali, maka orang tersebut akan kebal seumur
hidupnya terhadap penyakit ini.[5] Diagnosa membutuhkan tes darah, karena gejalanya seringkali
sama dengan penyakit lainnya.[2]

Vaksin hepatitis A efektif untuk pencegahan.[2][6] Bberapa negara merekomendasikan vaksinasi


untuk anak-anak dan pada yang beresiko tinggi dan belum pernah divaksin sebelumnya.[2][7]
Vaksinasi tampaknya efektif untuk seumur hidup.[2] Usaha pencegahan lainnya adalah mencuci
tangan dan memasak makanan dengan matang.[2] Tidak ada perawatan khusus yang bisa
dilakukan, kecuali istirahat dan pengobatan untuk mengatasi mual, atau mencret sesuai
kebutuhan.[2] Infeksi biasanya sembuh dengan sempurna dan tanpa penyakit hati berkelanjutan.[2]
Penanganan kegagalan hati yang akut, jika terjadi, bisa dilakukan transplantasi hati.[2]

Didunia terjadi sekitar 1,5 juta penderita hepatitis A dengan gejala setiap tahunnya[2] dengan
perkiraan sekitar 10 juta yang terinfeksi setiap tahunnya.[8] Umumnya terjadi di bagian dunia
dengan sanitasi yang buruk dan tidak cukup air bersih.[7] Di negara berkembang sekitar 90%
anak-anak pada umur sepuluh tahun pernah terinfeksi dan akan kebal pada saat dewasa kelak.[7]
Kadang-kadang terjadi wabah di negara berkembang yang agak maju, ketika anak-anak belum
terkena infeksi hepatitis A sebelumnya, tetapi juga tidak divaksinasi, demikian juga kebanyakan
yang lainnya.[7] Di athun 2010, Hepatitis A akut menyebabkan 102,000 kematian.[9] World
Hepatitis Day terjadi tiap tahun pada tanggal 28 Juli untuk mengingatkan akan virus hepatitis.[7]

Masa inkubasi

Penularan virus Hepatitis A atau Hepatitis Virus tipe A (HVA) melalui fecal oral, yaitu virus
ditemukan pada tinja. Virus ini juga mudah menular melalui makanan atau minuman yang sudah
terkontaminasi, juga terkadang melalui hubungan seks dengan penderita.

Gejala Hepatitis A biasanya tidak muncul sampai Anda memiliki virus selama beberapa
minggu. Hepatitis A sangat terkait dengan pola hidup bersih. Dalam banyak kasus, infeksi
Hepatitis A tidak pernah berkembang hingga separah Hepatitis B atau C, sehingga tidak akan
menyebabkan kanker hati. Meski demikian, Hepatitis A tetap harus diobati dengan baik karena
mengurangi produktivitas bagi yang harus dirawat di rumah sakit.
Waktu terekspos sampai kena penyakit kira-kira 2 sampai 6 minggu. Penderita akan mengalami
gejala-gejala seperti demam, lemah, letih, dan lesu, pada beberapa kasus, seringkali terjadi
muntah-muntah yang terus menerus sehingga menyebabkan seluruh badan terasa lemas. Demam
yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang lainnya yaitu pada
demam berdarah, tbc, thypus, dll.

Gejala

Gejala awal dari infeksi hepatitis A dapat tersaru dengan influenza, bahkan beberapa penderita,
terutama anak-anak, tidak menunjukkan gejala sama sekali. Masa inkubasi, sampai pertama kali
gejala muncul, setelah terjadi infeksi, biasanya 2-6 minggu.[10] 90% anak-anak yang terinfeksi
tidak menunjukkan gejala. Rata-rata masa inkubai adalah 28 hari.[3]

Gejala infeksi hepatitis A berhubungan langsung dengan usia, 80% dewasa memiliki gejala
sehubungan dengan virus hepatitis akut dan mayoritas anak-anak tidak menunjukkan gejala atau
infeksi yang tak terdeteksi.[11]

Gejala biasanya berakhir kurang dari 2 bulan, meskipun pada sebagian penderita dapat sakit
hingga 6 bulan lamanya.[12]

Tanda dan gejala Hepatitis A yaitu:

 Kelelahan
 Demam
 Mual dan muntah
 Kehilangan nafsu makan
 Menguningnya kulit dan bagian putih mata (jaundice), karena meningkatnya kadar
bilirubin
 Urin berwarna gelap seperti teh
 Mencret
 Kotoran BAB yang berwarna terang atau mirip tanah liat

Hepatitis A dapat dibagi menjadi 3 stadium:

 Pendahuluan (prodromal) dengan gejala letih, lesu, demam, kehilangan selera makan dan
mual;
 Stadium dengan gejala kuning (stadium ikterik); dan
 Stadium kesembuhan (konvalesensi). Gejala kuning tidak selalu ditemukan. Untuk
memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan enzim hati, SGPT, SGOT. Karena pada
hepatitis A juga bisa terjadi radang saluran empedu, maka pemeriksaan gama-GT dan
alkali fosfatase dapat dilakukan di samping kadar bilirubin.
Masa pengasingan yang disarankan

Selama 2 minggu setelah gejala pertama atau 1 minggu setelah penyakit kuning muncul. Pasien
juga diharapkan menjaga kebersihan. Dan lebih baik dirawat dirumah sakit agar mendapat
bantuan medis yang memadai

Pencegahan

Kasus-kasus ringan Hepatitis A biasanya tidak memerlukan pengobatan dan kebanyakan orang
yang terinfeksi sembuh sepenuhnya tanpa kerusakan hati permanen.

Perilaku hidup bersih seperti mencuci tangan pakai sabun sebelum makan dan sesudah dari toilet
adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi diri terhadap virus Hepatitis A. Orang yang
dekat dengan penderita mungkin memerlukan terapi imunoglobulin. Imunisasi hepatitis A bisa
dilakukan dalam bentuk sendiri (Havrix) atau bentuk kombinasi dengan vaksin hepatitis B
(Twinrix). Imunisasi hepatitis A dilakukan dua kali, yaitu vaksinasi dasar dan booster yang
dilakukan 6-12 bulan kemudian, sementara imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu dasar,
satu bulan dan 6 bulan kemudian. Imunisasi hepatitis A dianjurkan bagi orang yang potensial
terinfeksi seperti penghuni asrama dan mereka yang sering jajan di luar rumah.

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk Hepatitis A, sebab infeksinya sendiri biasanya akan
sembuh dalam 1-2 bulan. Namun untuk mengurangi dampak kerusakan pada hati sekaligus
mempercepat proses penyembuhan, beberapa langkah penanganan berikut ini akan diberikan saat
dirawat di rumah sakit.

1. Istirahat. Tujuannya untuk memberikan energi yang cukup bagi sistem kekebalan tubuh dalam
memerangi infeksi.

2. Anti mual. Salah satu dampak dari infeksiHhepatitis A adalah rasa mual, yang mengurangi
nafsu makan. Dampak ini harus diatasi karena asupan nutrisi sangat penting dalam proses
penyembuhan.

3. Istirahatkan hati. Fungsi hati adalah memetabolisme obat-obat yang sudah dipakai di dalam
tubuh. Karena hati sedang mengalami sakit radang, maka obat-obatan yang tidak perlu serta
alkohol dan sejenisnya harus dihindari selama sakit.

Pencegahannya untuk Hepatitis A adalah melakukan vaksinasi yang juga tersedia untuk orang-
orang yang berisiko tinggi.
 Virus hepatitis B

Penularannya tidak semudah virus hepatitis A. Virus hepatitis B ditularkan melalui darah atau
produk darah. Penularan biasanya terjadi di antara para pemakai obat yang menggunakan jarum
suntik bersama-sama, atau di antara mitra seksual (baik heteroseksual maupun pria
homoseksual).

Ibu hamil yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses
persalinan. Hepatitis B bisa ditularkan oleh orang sehat yang membawa virus hepatitis B. Di
daerah Timur Jauh dan Afrika, beberapa kasus hepatitis B berkembang menjadi hepatitis
menahun, sirosis dan kanker hati.

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B" (VHB), suatu
anggota famili Hepadnavirus[1] yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun
yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.[2] Virus ini
tidak menyebar melalui makanan atau kontak biasa, tetapi dapat menyebar melalui darah atau
cairan tubuh dari penderita yang terinfeksi. Seorang bayi dapat terinfeksi dari ibunya selama
proses kelahirannya. Juga dapat menyebar melalui kegiatan seksual,[3] penggunaan berulang
jarum suntik,[4] dan transfusi darah dengan virus di dalamnya.[5]

Mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan
Afrika.[6] Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.[7]

Infeksi karena Hepatitis B dapat dicegah melalui vaksinasi, di mana injeksi diberikan untuk
membuat tubuh kebal terhadapnya. Direkomendasikan pada semua masyarakat untuk mendapat
3 vaksinasi (0, 1 bulan, dan 6 bulan) terutama ketika masih bayi untuk memberikan proteksi
yang baik terhadap virus ini. Bagaimanapun, vaksinasi hanya memberikan proteksi maksimal
sekitar 90 persen, dan tidak menyingkirkan sama sekali resiko infeksi.[8]

Beberapa orang yang terinfeksi virus ini dapat dengan cepat mengalahkan virusnya. Kebanyakan
akan terinfeksi untuk seumur hidup. Biasanya terdapat sedikit atau tanpa gejala sama sekali.
Kadang-kadang hati rusak berat, menyebakan gagal hati. Gejala yang umum dari gagal hati
adalah jaundice, di mana kulit dan mata penderita menjadi kuning, karena zat-zat yang
diproduksi tumbuh dan seharusnya disaring oleh hati tidak dilakukan. Masalah lainnya adalah
hepatitis B dapat menyebabkan kanker hati.[9]

Tes darah dapat menemukan tanda-tanda proses kerusakan hati. Jika penderita memiliki tanda-
tanda tersebut, pengobatan hepatitis B dapat mencegah kerusakan hati yang disebakan virusnya.
Pengobatan anti virus diberikan, untuk mencegah virus memperbanyak diri dengan meng-kopi-
nya. Bagaimanapun, sekali virus masuk, maka tidak mungkin untuk menyingkirkannya
semuanya hingga tuntas.
Diagnosis

Dibandingkan virus HIV yang dapat menyebabkan AIDS, virus Hepatitis B (HBV) seratus kali
lebih ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan. Kebanyakan gejala
Hepatitis B tidak nyata.[10]

Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi
virus Hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di
dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati.
Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi.
Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi
Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan
histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi
Hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA (4,5). Pemeriksaan
virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena dapat
menggambarkan tingkat replikasi virus. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk
menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan
adanya aktivitas kroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi
gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang menunjukkan proses nekroinflamasi yang
lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki
respon serologi yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT
normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi
menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk
menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan
menentukan manajemen anti viral.[11]

Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B ringan. Gejala tersebut dapat berupa selera makan
hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai
nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama
seperti bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni
berwarna seperti teh.[11]

Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B
pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan
terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka
pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate
(antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis.[11]

Penularan
Hepatitis B merupakan bentuk Hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis
lainnya.[2] Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan umur.[12] Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan virus Hepatitis B ini menular.[13]

 Secara vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B
kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.
 Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik
telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara
bersama-sama (Hanya jika penderita memiliki penyakit mulut (sariawan, gusi
berdarah,dll), lendir (berciuman) atau luka yang mengeluarkan darah serta hubungan
seksual dengan penderita.

Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan di tes
terlebih dulu apakah darah yang diterima reaktif terhadap Hepatitis, Sipilis dan HIV.

Sesungguhnya, tidak semua yang positif Hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah,
dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virusnya
sudah tidak ada. Bagi pasangan yang hendak menikah, tidak ada salahnya untuk memeriksakan
pasangannya untuk menenularan penyakit ini.

Pencegahan

Vaksin untuk mencegah hepatitis B telah rutin direkomendasikan diberikan pada bayi sejak 1991
di Amerika Serikat.[14] Kebanyakan vaksin diberikan dalam 3 dosis selama beberapa bulan.
Timbalan pada vaksin dinyatakan sebagai konsentrasi antibodi anti-HBs sekurang-kurangnya
10 mIU/ml pada serum tubuh tervaksinasi. Vaksin lebih efektif diberikan pada anak-anak dan 95
persennya memiliki antibodi perlawanan tersebut. Antibodi tersebut turun menjadi 90% pada
usia 40 tahun dan menjadi sekitar 75 persen bagi mereka yang telah berusia 60 tahun. Proteksi
vaksinasi bersifat jangka panjang, bahkan sesuadah antibodi turun di bawah 10 mIU/ml.
Vaksinasi pada saat kelahiran direkomendasikan untuk semua bayi dengan ibu yang terinfeksi.[15]
Kombinasi dari hepatitis B immune globulin dan pemberian awal dari vaksin hepatitis B
mencegah penularan hepatitis B pada saat kelahiran sebesar 86% hingga 99%.[16]

Semua yang beresiko bersinggungan dengan cairan tubuh seperti darah harus divaksinasi, jika
belum lakukan segera.[14] Tes untuk menguji efektifitas imunisasi direkomendasikan dan dosis
lanjutan vaksin diberikan kepada mereka yang belum cukup kebal.[14]

Pada bayi tabung, pencucian sperma tidak diperlukan bagi laki-laki yang menderita hepatitis B
untuk mencegah penularan, kecuali pasangan wanitanya belum efektif tervaksinasi.[17] Pada
wanita dengan hepatitis B, resiko penularan dari ibu ke bayinya menggunakan teknik IVF
maupun kehamilan normal adalah sama.[17]
Mereka yang beresiko tinggi terinfeksi harus dites apakah ada pengobatan yang efektif pada
mereka yang memiliki penyakit ini.[18] Kelompok yang ditapis direkomendasikan termasuk
mereka yang belum divaksinasi dan salah satu dari: masyarakat dari daerah yang tingkat hepatitis
B-nya lebih dari 2 persen (Indonesia termasuk), mereka yang terjangkit HIV, pengguna narkoba
suntik, lelaki yang memiliki aktivitas seksual dengan lelaki, dan mereka yang tinggal bersama
dengan penderita hepatitis B.[18]

Perawatan

Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan
sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh
kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-
bulan dengan diet dan istirahat yang baik.[2]

Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik (menahun) dan dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.[12] Saat ini ada beberapa perawatan yang dapat
dilakukan untuk Hepatitis B kronis yang dapat meningkatkan kesempatan bagi seorang penderita
penyakit ini. Perawatannya tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan
modulator sistem kebal seperti Interferon Alfa ( Uniferon).[20]

Selain itu, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan. Tumbuhan obat atau herbal
yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan Hepatitis diantaranya
mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang
dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan
produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk
pengobatan Hepatitis, antara lain yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma
longa), sambiloto (Andrographis paniculata), meniran (Phyllanthus urinaria), daun serut/mirten,
jamur kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum), akar alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput
mutiara (Hedyotis corymbosa), pegagan (Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia
augusta), buah mengkudu (Morinda citrifolia), jombang (Taraxacum officinale). Selain itu juga
ada pengobatan alternatif lain seperti hijamah/bekam yang bisa menyembuhkan segala penyakit
hepatitis, asal dilakukan dengan benar dan juga dengan standar medis.[2]

 Virus hepatitis C

Menyebabkan minimal 80% kasus hepatitis akibat transfusi darah. Virus hepatitis C ini paling
sering ditularkan melalui pemakai obat yang menggunakan jarum bersama-sama. Jarang terjadi
penularan melalui hubungan seksual. Untuk alasan yang masih belum jelas, penderita "penyakit
hati alkoholik" seringkali menderita hepatitis C.
Hepatitis C adalah infeksi yang terutama menyerang organ hati. Penyakit ini disebabkan oleh
virus hepatitis C (HCV).[1] Hepatitis C seringkali tidak memberikan gejala, namun infeksi kronis
dapat menyebabkan parut (eskar) pada hati, dan setelah menahun menyebabkan sirosis. Dalam
beberapa kasus, orang yang mengalami sirosis juga mengalami gagal hati, kanker hati, atau
pembuluh yang sangat membengkak di esofagus dan lambung, yang dapat mengakibatkan
perdarahan hingga kematian.[1]

Seseorang terutama terkena hepatitis C melalui kontak darah, penggunaan narkoba suntik,
peralatan medis yang tidak steril, dan transfusi darah. Sekira 130–170 juta orang di dunia
menderita hepatitis C. Para ilmuwan mulai meneliti HCV pada tahun 1970-an, dan memastikan
keberadaan virus tersebut pada tahun 1989.[2] Virus ini tidak diketahui menyebabkan penyakit
pada hewan lain.

Suntikan interferon dan kapsul ribavirin yang dapat dikombinasikan merupakan obat-obatan
standar untuk HCV di Indonesia. Memerlukan waktu 6 bulan pengobatan (HCV saja tanpa
adanya HIV) dengan biaya Rp 60 Juta, tetapi dapat diperpanjang menjadi setahun. Sebenarnya
ada obat baru yang disebut Direct Acting Antiviral (DDA) yang obat generiknya hanya Rp 14
Juta untuk pengobatan hanya tiga bulan saja, tetapi sayangnya obat generik ini belum ada di
Indonesia, sedangkan obat patennya mencapai Rp 800 Juta hingga Rp 1 Milyar. Dari 100 pasien,
setelah 15-20 tahun, maka 5-10 pasien akan mengalami sirosis hati dan 2-5 pasien akan
mengalami kanker hati atau gagal hati. Jadi cukup banyak yang dapat sembuh, tetapi pengidap
HCV di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 3-4 Juta orang.[3] Pasien dengan sirosis atau
kanker hati mungkin memerlukan transplantasi hati, namun biasanya virus muncul kembali
setelah transplantasi.[4] Tidak ada vaksin untuk hepatitis C.

Gejala dan Tanda

Hepatitis C menunjukkan gejala akut hanya pada 15% kasus.[5] Gejalanya seringkali ringan dan
tidak kentara, termasuk penurunan nafsu makan, sakit kepala, letih, nyeri otot atau nyeri sendi,
dan menurunnya berat badan.[6] Hanya sedikit kasus infeksi akut yang terkait dengan ikterus.[7]
Infeksi ini dapat sembuh sendiri tanpa diobati pada 10-50% penderita, dan lebih sering
menyerang perempuan usia muda dibandingkan dengan kelompok lain.[7]

Infeksi kronis

Delapan puluh persen penderita yang terpajan virus hepatitis C akan mengalami infeksi kronis.[8]
Sebagian besar pengalaman menunjukkan gejala minimal atau bahkan tidak menunjukkan gejala
sama sekali selama sepuluh tahun pertama infeksi,[9] meskipun hepatitis C kronis dapat ditandai
dengan kelelahan.[10] Hepatitis C menyebabkan sirosis dan kanker hati pada orang yang telah
terinfeksi selama bertahun-tahun.[4] Sekitar 10–30% orang yang terinfeksi selama lebih dari 30
tahun akan mengalami sirosis.[4][6] Sirosis lebih banyak terjadi pada orang yang juga terinfeksi
hepatitis B atau HIV, pecandu alkohol, dan pada laki-laki.[6] Orang yang mulai terkena sirosis
memiliki risiko dua puluh kali lebih besar terkena kanker hati, sebanyak 1-3% per tahun.[4][6]
Pada pecandu alkohol, risiko ini menjadi 100 kali lebih besar.[11] Hepatitis C merupakan
penyebab utama pada 27% kasus sirosis dan 25% kasus kanker hati.[12]

Sirosis hati dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi pada vena yang mengalir ke hati,
akumulasi cairan di perut, mudah memar atau berdarah, vena melebar, khususnya di lambung
dan esofagus, sakit kuning (kulit menguning), dan kerusakan otak.[13]

Efek pada organ di luar hati

Meskipun jarang, hepatitis C juga dapat berkaitan dengan Sindrom Sjögren (kelainan autoimun),
kadar trombosit darah yang rendah (di bawah normal), penyakit kulit kronis, diabetes, dan
limfoma non-Hodgkin.[14][15]

Penyebab

Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal,
dengan sense positif.[4] Virus ini merupakan anggota genushepacivirus dalam famili Flaviviridae.
[10]
Terdapat tujuh genotipe utama HCV.[16] Di Amerika Serikat, genotipe 1 merupakan penyebab
pada 70% kasus hepatitis, genotipe 2 pada 20%, dan genotipe lainnya masing-masing 1%.[6]
Genotipe 1 juga merupakan genotipe yang paling banyak ditemui di Amerika Selatan dan Eropa.
[4]

Penularan

Hepatitis C infection in the United States by source

Metode utama penularan di negara maju adalah melalui penggunaan narkoba suntik (IDU). Di
negara berkembang metode penularan utamanya adalah melalui transfusi darah dan prosedur
medis yang tidak aman[17] Penyebab penularan ini belum diketahui pada 20% kasus;[18] namun
banyak di antara kasus-kasus ini yang kemungkinan besar disebabkan oleh IDU.[7]
Penggunaan narkoba suntik

Penggunaan narkoba suntik merupakan faktor risiko utama penularan virus hepatitis C di banyak
negara di dunia.[19] Kejadian di 77 negara menunjukkan bahwa 25 negara memiliki angka
hepatitis C pada populasi pengguna narkoba suntik antara 60% dan 80%, termasuk di Amerika
Serikat[8] dan Cina.[19] Di dua belas negara angkanya lebih besar dari 80%.[8] Sebanyak sepuluh
juta pengguna narkoba suntik terinfeksi hepatitis C; Cina (1,6 juta), Amerika Serikat (1,5 juta),
dan Rusia (1,3 juta) memiliki total terbanyak.[8] Angka hepatitis C pada warga binaan di lembaga
pemasyarakatan di Amerika Serikat sepuluh hingga dua puluh kali lipat dibandingkan dengan
populasi umum, dan penelitian ini mengaitkannya dengan perilaku berisiko seperti penggunaan
narkoba suntik dan pembuatan tato dengan peralatan yang tidak steril.[20][21]

Pajanan terkait layanan kesehatan

Transfusi darah, produk darah, dan transplantasi organ tanpa penapisan HCV menimbulkan
risiko yang tinggi terkena infeksi.[6] Amerika Serikat mewajibkan penapisan universal pada 1992.
Sejak saat itu angka infeksi menurun dari sebelumnya satu dari 200 unit darah,[22] menjadi hanya
satu dari 10.000, hingga satu dari 10.000.000 unit darah[7][18]. Risiko rendah tetap ada karena
terdapat periode sekitar 11-70 hari antara seorang pendonor darah yang kemungkinan menderita
hepatitis C dan hasil pemeriksaan darah yang positif.[18] Beberapa negara belum melakukan
penapisan hepatitis C karena masalah biaya.[12]

Orang yang tertusuk jarum suntik bekas pakai penderita HCV memiliki peluang 1,8% untuk
tertular penyakit hepatitis C.[6] Risiko tersebut menjadi lebih tinggi jika jarum yang digunakan
berlubang dan luka tusuk tersebut dalam.[12] Terdapat risiko paparan mukus ke darah; namun
risiko tersebut rendah, dan tidak ada risiko jika pajanan darah tersebut terjadi pada kulit yang
utuh.[12]

Peralatan rumah sakit juga dapat menularkan hepatitis C termasuk: penggunaan ulang jarum
suntik dan spuit, vial obat yang digunakan berkali-kali, kantong infus, dan peralatan bedah yang
tidak steril.[12] Standar yang buruk di fasilitas pelayanan kesehatan umum dan gigi menjadi
penyebab utama penularan HCV di Mesir, negara dengan angka infeksi tertinggi di dunia.[23]

Hubungan seksual

Tidak diketahui apakah hepatitis C dapat ditularkan melalui hubungan seksual.[24] Meskipun
terdapat hubungan antara aktivitas seksual berisiko tinggi dan hepatitis C, belum jelas apakah
penularan penyakit tersebut disebabkan oleh penggunaan narkoba yang tidak dikatakan oleh
pasien atau disebabkan oleh seks itu sendiri.[6] Bukti yang ada mendukung bahwa tidak ada risiko
pada pasangan heteroseksual yang tidak berhubungan seks dengan orang lain selain pasangan
mereka.[24] Aktivitas seksual yang melibatkan trauma berat pada tepi bagian dalam saluran anus,
seperti penetrasi anus, atau yang terjadi ketika terdapat infeksi menular seksual, termasuk HIV
atau ulkus genital, cukup berisiko .[24] Pemerintah Amerika Serikat merekomendasikan
penggunaan kondom hanya untuk mencegah penularan hepatitis C pada orang yang bergonta-
ganti pasangan .[25]

Tindik di bagian tubuh

Tato juga dapat meningkatkan risiko penularan hepatitis C hingga dua atau tiga kali lipat.[26] Ini
bisa disebabkan karena peralatan yang tidak steril atau karena tinta yang digunakan
terkontaminasi virus.[26] Tato atau tindik badan yang dilakukan sebelum pertengahan tahun
1980an atau yang dilakukan secara tidak profesional menjadi salah satu penyebabnya, karena
masih buruknya teknik steril dalam kondisi tersebut. Risiko tersebut semakin meningkat jika tato
yang dibuat lebih besar.[26] Hampir setengah dari warga binaan di lapas menggunakan peralatan
pembuatan tato secara bersama-sama.[26] Tato yang dibuat di tempat pembuatan tato yang sah
jarang dikaitkan dengan infeksi HCV.[27]

Kontak dengan darah

Benda perawatan pribadi seperti pisau cukur, sikat gigi, dan peralatan manikur atau pedikur
dapat berkontak dengan darah. Penggunaan peralatan pribadi bersama-sama dengan orang lain
berisiko menularkan HCV.[28][29] Orang-orang harus waspada terhadap luka iris dan luka terbuka
atau perdarahan lain.[29] HCV tidak menular melalui kontak biasa, seperti berpelukan, berciuman,
atau penggunaan bersama peralatan makan atau peralatan memasak.[29]

Penularan dari ibu ke anak

Penularan hepatitis C dari ibu yang terinfeksi ke anaknya terjadi pada kurang dari 10%
kehamilan.[30] Tidak ada tindakan yang dapat mencegah risiko ini.[30] Penularan dapat terjadi
selama kehamilan dan saat persalinan.[18] Persalinan yang berlangsung lama dikaitkan dengan
semakin tingginya risiko penularan.[12] Tidak ada bukti bahwa pemberian ASI menularkan HCV;
namun, ibu yang terinfeksi harus menghindari pemberian ASI jika puting ibu mengalami pecah-
pecah dan berdarah,[31] atau jumlah virus dalam tubuhnya banyak.[18]

Diagnosis
Profil serologi infeksi Hepatitis C

Tes diagnosis untuk hepatitis C termasuk: antibodi HCV, ELISA, Western blot, dan RNA HCV
kuantitatif.[6] Polymerase chain reaction (PCR) dapat mendeteksi RNA HCV satu hingga dua
minggu setelah infeksi, sedangkan antibodi baru terbentuk dan baru dapat ditemukan dalam
waktu yang lebih lama.[13]

Hepatitis C kronis merupakan infeksi dengan virus hepatitis C yang menetap selama lebih dari
enam bulan berdasarkan keberadaan RNA-nya.[9] Karena infeksi kronis umumnya baru
menunjukkan gejala setelah berpuluh tahun,[9] dokter biasanya baru menemukan kasus pada saat
pemeriksaan fungsi hati atau saat melakukan penapisan rutin pada orang berisiko tinggi.
Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara infeksi akut dan infeksi kronis.[12]

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan hepatitis C biasanya dimulai dengan pemeriksaan darah untuk mendeteksi apakah
ada antibodi terhadap HCV dengan menggunakan uji imunoasai enzim (enzyme immunoassay).
[6]
Jika hasil pemeriksaan ini positif, dilakukan pemeriksaan kedua untuk memastikan uji
imunoasai dan untuk menentukan beratnya penyakit.[6] Uji imunoblot rekombinan memastikan
uji imunoasai tersebut, dan reaksi rantai polimerase RNA HCV menentukan beratnya.[6] Jika
tidak ada RNA dan hasil imunoblot positif, orang tersebut pernah mengalami infeksi namun
sudah teratasi baik dengan pengobatan maupun secara spontan; jika imunoblot negatif, artinya
uji imunoasai salah.[6] Uji imunoasai baru akan memberikan hasil positif enam hingga delapan
minggu setelah infeksi.[10]

Enzim hati dapat bervariasi selama tahap awal infeksi;[9] rata-rata enzim tersebut mulai
meningkat tujuh minggu setelah infeksi.[10] Enzim hati tidak terlalu berkaitan dengan beratnya
penyakit.[10]

Biopsi

Biopsi hati dapat menentukan derajat kerusakan hati, namun prosedur tersebut memiliki
beberapa risiko.[4] Perubahan khas yang biasanya terdeteksi melalui biopsi meliputi limfosit di
dalam jaringan hati, folikel limfoid di dalam trias hepatika, dan perubahan pada saluran empedu.
[4]
Terdapat beberapa pemeriksaan darah untuk menentukan tingkat kerusakan dan
menyingkirkan perlunya biopsi.[4]

Penapisan

Hanya 5–50% dari orang-orang yang terinfeksi di Amerika Serikat dan Kanada yang mengetahui
status mereka.[26] Pemeriksaan hepatitis C sangat dianjurkan untuk orang berisiko tinggi,
termasuk orang yang memiliki tato.[26] Penapisan juga disarankan pada orang dengan
peningkatan kadar enzim hati, karena seringkali hal ini merupakan satu-satunya tanda hepatitis
kronis.[32] Penapisan rutin tidak disarankan di Amerika Serikat.[6]

Pencegahan

Hingga tahun 2011, belum ada vaksin untuk hepatitis C. Vaksin sedang dikembangkan dan
sebagian menunjukkan hasil yang menjanjikan.[33] Kombinasi strategi pencegahan, seperti
program pertukaran jarum suntik dan pengobatan untuk penyalahgunaan zat terlarang,
menurunkan risiko hepatitis C hingga 75% pada pengguna narkoba suntik.[34] Penapisan pada
pendonor darah penting dilakukan pada tingkat nasional, sesuai dengan universal precautions
(pencegahan universal) di fasilitas layanan kesehatan.[10] Di negara-negara yang tidak memiliki
pasokan spuit steril yang cukup, penyedia layanan kesehatan sebaiknya memberikan obat oral
dibandingkan dengan obat suntik.[12]

Tata laksana

HCV menyebabkan infeksi kronis pada 50–80% orang yang terinfeksi. Sekitar 40-80% dari
kasus ini dapat dibersihkan dengan pengobatan.[35][36] Pada kasus yang jarang, infeksi dapat bersih
tanpa pengobatan.[7] Orang yang menderita hepatitis C kronis harus menghindari alkohol dan
obat-obat yang dapat merusak hati,[6] dan harus mendapat vaksinasi untuk hepatitis A dan
hepatitis B.[6] Orang yang mengalami sirosis harus menjalani pemeriksaan ultrasonografi untuk
mendeteksi kanker hati.[6]

Obat-obatan

Orang yang terbukti mengalami kelainan hati karena infeksi HCV harus berobat.[6] Pengobatan
saat ini menggunakan kombinasi interferon pegilasi dan obat antivirus ribavirin selama 24 atau
48 minggu, bergantung pada tipe HCV.[6] Hasilnya lebih baik pada 50–60% pasien yang diobati.
[6]
Kombinasi boceprevir atau telaprevir dengan ribavirin dan peginterferon alfa meningkatkan
respons antivirus terhadap hepatitis C genotipe 1.[37][38][39] Efek samping pengobatan sering
terjadi; setengah dari pasien yang diobati terserang gejala yang mirip flu, dan sepertiga dari
mereka mengalami masalah emosional.[6] Pengobatan yang dilakukan dalam enam bulan pertama
akan lebih efektif daripada pengobatan yang dilakukan setelah hepatitis C menjadi kronis.[13] Jika
seseorang mengalami infeksi baru dan virus belum dapat dihilangkan setelah delapan hingga dua
belas minggu, pasien tersebut sebaiknya menjalani pengobatan interferon pegilasi selama 24
minggu.[13] Bagi pasien dengan thalasemia (kelainan darah), ribavirin sepertinya dapat
digunakan, namun meningkatkan kebutuhan akan transfusi.[40] Para ahli yang mendukung
mengklaim terapi alternatif sebagai terapi yang bermanfaat pada hepatitis C termasuk milk thistle
(silybum), ginseng, dan colloidal silver/perak koloid.[41] Namun, belum ada terapi alternatif yang
terbukti memberikan hasil yang lebih baik pada hepatitis C, dan tidak ada bukti bahwa terapi
alternatif memberikan efek sedikitpun pada virus.[41][42][43]

Prognosis

Respons terhadap pengobatan berbeda-beda berdasarkan genotipenya. Respons berlanjut terjadi


pada kira-kira 40-50% orang dengan HCV genotipe 1 yang menjalani pengobatan selama 48
minggu.[4] Respons berlanjut terjadi pada 70-80% dari pasien dengan HCV genotipe 2 dan 3 yang
menjalani pengobatan selama 24 minggu.[4] Respon berlanjut terdapat pada kira-kira 65% dari
pasien dengan genotipe 4 yang menjalani pengobatan selama 48 minggu. Bukti pengobatan pada
penyakit dengan genotipe 6 masih sangat sedikit saat ini, dan bukti yang ada adalah pengobatan
selama 48 minggu dengan dosis yang sama seperti dosis yang diberikan kepada pasien penyakit
genotipe 1.[44]

Epidemiologi

Prevalensi hepatitis C di seluruh dunia tahun 1999

Disability-adjusted life year untuk hepatitis C pada 2004 per 100.000 penduduk

  no data   35-40

  <10   40-45

  10-15   45-50
  15-20   50-75

  20-25   75–100

  25-30   >100

  30-35

Antara 130 dan 170 juta jiwa, atau ~3% dari populasi dunia, hidup dengan hepatitis C kronis.[45]
Sekitar 3–4 juta orang terinfeksi setiap tahunnya, dan lebih dari 350.000 orang meninggal setiap
tahun akibat penyakit yang berkaitan dengan hepatitis C.[45] Angka tersebut meningkat tinggi
pada abad ke-20 akibat kombinasi pengguna narkoba suntik dan pemberian obat suntik atau
peralatan medis yang tidak disterilkan.[12]

Di Amerika Serikat, sekitar 2% penduduk menderita hepatitis C,[6] dengan 35.000 hingga
185.000 kasus baru per tahun. Angka tersebut telah menurun di negara Barat sejak 1990-an
karena penapisan darah semakin ketat sebelum transfusi.[13] Angka kematian per tahun akibat
HCV di Amerika Serikat berkisar 8.000 hingga 10.000. Kemungkinan angka mortalitas tersebut
masih akan meningkat, karena sakit atau meninggalnya orang yang terinfeksi melalui transfusi
sebelum masa pemeriksaan HCV.[46]

Angka infeksi lebih tinggi di beberapa negara di Afrika dan Asia.[47] Negara dengan angka
infeksi yang sangat tinggi meliputi Mesir (22%), Pakistan (4,8%) dan Cina (3,2%).[45] Angka
yang tinggi di Mesir dikaitkan dengan kampanye pengobatan massal untuk schistosomiasis yang
sekarang dihentikan, menggunakan spuit kaca yang tidak disterilisasi dengan benar.[12]

Sejarah

Pada pertengahan 1970-an, Harvey J. Alter, Kepala Bagian Penyakit Menular di Departemen
Kedokteran Transfusi di National Institutes of Health, dan tim penelitiannya menunjukkan
bahwa sebagian besar kasus hepatitis pasca-transfusi darah tidak disebabkan oleh virus hepatitis
A maupun B. Meski terdapat temuan ini, usaha penelitian yang dilakukan pada tingkat
internasional untuk mengidentifikasi virus gagal selama dekade berikutnya. Pada tahun 1987,
Michael Houghton, Qui-Lim Choo, dan George Kuo di Chiron Corporation, berkolaborasi
dengan Dr. D.W. Bradley dari Centers for Disease Control and Prevention, menggunakan
pendekatan kloning molekuler baru untuk mengidentifikasi organisme asing dan
mengembangkan suatu uji diagnostik.[48] Pada 1988, Alter mengonfirmasi virus tersebut dengan
memverifikasi keberadaannya di sebuah panel spesimen hepatitis non A dan non B. Pada April
1989, penemuan HCV dipublikasikan dalam dua artikel di jurnal Science.[49][50] Penemuan
tersebut membawa kemajuan berarti dalam hal diagnosis dan pengobatan antivirus yang lebih
baik.[48] Pada tahun 2000, Drs. Alter dan Houghton diberi penghargaan yakni Lasker Award for
Clinical Medical Research karena telah "merintis karya yang membawa ke penemuan virus yang
menyebabkan hepatitis C dan pengembangan metode penapisan sehingga telah menurunkan
risiko hepatitis terkait transfusi darah di AS dari 30% pada 1970 menjadi hingga hampir nol pada
2000."[51]

Chiron mendaftarkan beberapa paten virus dan diagnosisnya.[52] Aplikasi paten pesaingnya dari
CDC dibatalkan pada 1990 setelah Chiron membayar $1,9 juta kepada CDC dan $337.500
kepada Bradley. Pada 1994, Bradley menuntut Chiron, berusaha membatalkan validasi paten,
berhasil membuat dirinya diakui sebagai rekan penemu (ko-inventor), dan mendapatkan kerugian
dan pendapatan dari royalti. Dia membatalkan tuntutannya pada 1998 setelah kalah sebelum
sidang banding.[53]

Masyarakat dan budaya

The World Hepatitis Alliance mengadakan Hari Hepatitis Sedunia, yang diselenggarakan setiap
tahun pada tanggal 28 Juli.[54] Biaya pengobatan hepatitis C cukup bermakna baik terhadap
pribadi maupun masyarakat. Di Amerika Serikat rata-rata biaya kesehatan seumur hidup untuk
penyakit ini diperkirakan 33.407 dolar AS pada tahun 2003,[55] dengan biaya transplantasi hati
kira-kira 200.000 dolar AS pada 2011.[56] Di Kanada biaya satu kali pengobatan antivirus
mencapai 30.000 dolar Kanada pada 2003,[57] sedangkan di Amerika Serikat biaya tersebut
berkisar antara 9.200 dan 17.600 pada dollar AS 1998.[55] Di banyak wilayah di dunia banyak
orang yang tidak mampu membayar obat antivirus karena mereka tidak memiliki asuransi atau
asuransi kesehatan mereka tidak menanggung obat antivirus.[58]

Penelitian

Sejak 2011, sekitar seratus obat sedang dikembangkan untuk hepatitis C.[56] Obat-obatan ini
termasuk vaksin untuk hepatitis, imunomodulator, dan penghambat cyclophilin.[59] Pengobatan
baru yang menjanjikan ini telah terwujud karena pemahaman yang lebih baik mengenai virus
hepatitis C.[60]

 Virus hepatitis D

Hanya terjadi sebagai rekan-infeksi dari virus hepatitis B dan virus hepatitis D ini menyebabkan
infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Yang memiliki risiko tinggi terhadap virus ini adalah
pecandu obat.
 Virus hepatitis E

Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A, yang hanya terjadi
di negara-negara terbelakang.

Hepatitis E adalah suatu penyakit yang menyerang hati (liver) yang disebabkan oleh Virus
Hepatitis E. Penyebarannya melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh virus ini.
Virus ini menurut lebih mudah menyebar pada daerah yang memiliki sanitasi yang buruk.

Indikasi Penyakit

Tanda orang yang terkena hepatitis E ini mengalami gejala-gejala yang lebih sering dimiliki
orang dewasa daripada anak-anak. Jika ada, gejala biasanya muncul secara tiba-tiba; seperti
demam, rasa letih, hilang nafsu makan, rasa mual, sakit perut, air seni berwarna tua, warna
kekuningan pada mata dan kulit. Penyakit Hepatitis E terjadi lebih parah pada wanita hamil,
terutama pada 3 bulan terakhir masa kehamilan. Masa inkubasi hepatitis E rata-rata 40 hari
(rentang: 15-60 hari).

Diagnosa atas virus ini dilakukan pada seseorang yang mengalami gejala-gejala tersebut apabila
ia tidak terdiagnosa terjangkit oleh Hepatitis A, B, dan C.

 Virus hepatitis G

Jenis baru dari virus hepatitis yang telah terdeteksi baru-baru ini. namun belum terlalu diketahui.

Virus-virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis:

Anda mungkin juga menyukai