Anda di halaman 1dari 24

A.

Definisi

Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan (sel) hati. Peradangan ini
ditandai dengan peningkatan kadar enzim hati. Peningkatan ini disebabkan oleh
adanya gangguan atau kerusakan membran hati. Istilah Hepatitis dipakai untuk
semua jenis peradangan pada sel-sel hati, yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus,
bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak
yang berlebih dan penyakit autoimune. Pada umumnya penyakit hepatitis ini
dibagi menjadi 2 macam yakni hepatitis akut dan hepatitis kronis. Hepatitis akut
merupakan perangan hati yang terjadi selama 6 bulan saja, sedangkan hepatitis
kronis merupakan peradangan hati yang terjadi selama 6 bulan lebih. Penyakit
Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di
Indonesia, yang terdiri dari Hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis A dan E, sering
muncul sebagai kejadian Luar Biasa, ditularkan secara fecal oral dan biasanya
berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, bersifat akut dan dapat
sembuh dengan baik. Sedangkan Hepatitis B, C dan D (jarang) ditularkan secara
parenteral, dapat menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis dan lalu kanker hati.

B. Epidemiologi

Penyakit hepatitis adalah penyakit kronis yang menahun, dimana pada saat orang
tersebut telah terinfeksi, kondisi masih sehat dan belum menunjukkan gejala dan
tanda yang khas tetapi penularan terus berjalan. Menurut hasil Riskesdas tahun
2013 bahwa jumlah orang yang di diagnosis hepatitis di fasilitas pelayanan
kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada, menunjukkan peningkatan 2 kali
lipat dibandingkan dari data tahun 2007 dan 2013, hal ini dapat memberikan
petunjuk awal tentang upaya pengendalian di masa lalu, peningkatan kasus,
potensial masalah di masa yang akan datang apabila tidak segera dilakukan upaya-
upaya yang serius.

1
Gambar 2. Prevalensi hepatitis tahun 2007 dan 2013

Pada tahun 2013 secara Nasional diperkirakan terdapat 1,2 % penduduk di


Indonesia mengidap penyakit Hepatitis, dan kondisi ini meningkat 2 kali lipat
dibandingkan tahun 2007, yaitu sekitar 0,6 %. Apabila dikonversikan ke dalam
jumlah absolut penduduk Indonesia tahun 2013 sekitar 248.422.956 jiwa, maka
bisa dikatakan bahwa 2.981.075 jiwa penduduk Indonesia terinfeksi Hepatitis.
Dari grafik di atas juga dapat dilihat pada tahun 2007, lima provinsi dengan
prevalensi Hepatitis tertingggi adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
NAD, Gorontalo dan Papua Barat sedangkan pada tahun 2013 ada 13 provinsi
yang memiliki angka prevalensi di atas rata-rata Nasional yaitu Nusa Tenggara
Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Utara, NAD, Nusa Tengara Barat, Maluku Utara, Kalimantan Tengah,
Sumatera Utara, Kalimantan Selatan.

2
C. Etiologi

Pada prinsipnya, penyebab hepatitis terbagi atas infeksi dan bukan infeksi.
Hepatitis yang sering terjadi umumnya disebabkan oleh infeksi virus.

1. Infeksi virus
Hepatitis A
Hepatitis A merupakan tipe hepatitis yang paling rigan. Hal ini disebabkan
infeksi virus hepatitis A (HVA) umumnya tidak sampai menyebabkan
kerusakan jaringan hati.
Hepatitis B
Hepatitis B merupakan tipe hepatitis yag berbahaya. Penyakit ini lebih
sering menular dibandingkan hepatitis jenis lainnya. Hepatitis B menular
melalui ontak darah atau cairan tubuh yang mengandung virus hepatitis B
(HVB).
Hepatitis C
Hepatitis C menyebabkan peradangan hati yang cukup berat, diperkirakan
80% menjadi hepatitis kronis (menahun) dan dapat berkembang menjadi
sirosis. Hepatitis C menular melalui darah, biasanya karena transfusi atau
jarum suntik yang terkontaminasi virus hepatitis C.
Hepatitis D
Hepatitis D sering dijumpai pada penderita hepatitis B. Penyebabnya
adalah virus hepatitis delta. Penularan hepatitis D menyerupai penularan
pada hepatitis B yakni melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh yang
mengandung VHD.
Hepatitis E
Hepatitis E mempunyai sifat menyerupai hepatitis A, demikian juga untuk
model penularannya tetapi dengan tingkat keparahan yang lebih ringan.
Penyebabnya adalah virus hepatitis E. Hepatitis E menyebar melalui
makanan dan minuman yang tercemar feses yang mengandung HVE.
Hepatitis E bisa didapati di tempat dengan sumber air yang bercampur
kegiatan mandi cuci kakus (MCK).

3
2. Penyakit lain yang mungkin timbul
Diabetes Mellitus, hiperlipidemia (kadar lemak,termasuk kolesterol dan
trigliserida, dalam darah menjadi tinggi atau berlebihan), dan obesitas
sering terkait dengan penyakit hati. Ketiga kelainan ini membebani
kerjahati dalam metabolisme lemak. Akibatnya, akan terjadi kebocoran
sel-sel yang berlanjut dengan kerusakan sel dan peradangan hati yang
disebut steatohepatitis.
3. Alkohol
Minuman beralkohol dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Hepatitis
terjadi akibat konsumsi alkohol yang berlebihan atau dalam jangka waktu
lama. Di dalam tubuh, alkohol dipecah menjadi zat-zat kimia lain.
Sejumlah zat tersebut bersifat racun sehingga menyebabkan kerusakan sel
hati. Minuman keras menurut departemen kesehatan RI adalah “semua
jenis minuman yang beralkohol tetapi bukan obat yang meliputi minuman
keras gol. A, minuman keras gol. B, dan minuman keras Gol. C”.
Golongan A memiliki kadar ethanol 1-5%, golongan B memiliki kadar
ethanol 5-20% dan golongan C kadar ethanolnya 20-55%. Banyak
minuman keras beredar di pasaran. Contoh produk minuman keras
golongan A diantaranya: bintang biru, green sand, san Miguel, anker bir.
Minuman keras golongan B diantaranya: anggur, whisky, Mc. Donald,
orang tua anggur. Minuman keras golongan C diantaranya: mansion
house, schotch brandy, Mc. Donald, orang tua anak.
Data di Amerika Serikat menunjukkan 50% kecelakaan lalu lintas yang
fatal disebabkan oleh pengemudi mabuk. Alkohol juga bisa digunakan
sebagai antiseptik dan pengawet. Karena itu, alkohol bisa memabukkan
dan bisa membersihkan luka. Tetapi tidak berarti alkohol untuk pembersih
luka itu sama dengan alkohol yang terkandung dalam minuman atau tape.
Alkohol pembersih bakteri atau kuman
Alkohol swab adalah sejenis antiseptic atau pembersih kuman atau
bakteri yang digunakan untuk jari tangan atau permukaan kulit lainnya
yang berbahan dari kertas tissu basah yang mengandung alcohol, alcohol

4
swabs biasa digunakan pada saat akan mengambil sample darah pada jari
tangan, agar jari tangan tersebut bersih dan higienis dari kotoran kuman
dan bakteri. Alcohol swabs ini hanya digunakan sekali pakai tidak
dianjurkan untuk penggunaan lebih dari 1 kali karna jika alcohol swabs
telah terbuka kemasannya maka alcohol swabs akan cepat mengering
terkena angin dan tidak akan berfungsi dengan baik saat digunakan
kembali. Penggunaan alcohol swabs ini hanya untuk penggunaan
permukaan kulit luar tidak dapat digunakan untuk penggunaan kulit dalam
yang terbuka. Alcohol swabs terdiri dari 70% Ethyl Alcohol yang aman
untuk digunakan sebagai pembersih permukaan kulit luar.
4. Obat-obatan atau zat kimia
Sejumlah obat atau zat kimia dapat menyebabkan hepatitis. Sesuai dengan
fungsi hati yang berperan dalam metabolisme, penetralisir, atau dalam
detoksifikasi zat kimia, termasuk obat. Oleh karena itu, zat kimia dapat
menmbulkan rekasi yang sama seperti reaksi karena infeksi virus hepatitis.
Gejala dapat terjadi dalam waktu 2 minggu- 6 bulan setelah obat
diberikan. Obat-obat yang cenderung berinteraksi dengan sel-sel hati,
antara lain halotan (sering digunakan obat bius), isoniasid (antibiotik untuk
TBC), metildopa (obat antihipertensi), fenitoin dan asam valproat (obat
antiepilepsi), serta parasetamol (pereda demam). Jika dosis parasetamol
berlebihan, terlebih jika dikonsumsi bersama alkohol dapat menyebabkan
kerusakan hati yang cukup parah bahkan kematian.
5. Penyakit autoimun
Autoimun terjadi karena adanya gangguan pada sistem kekebalan
(imunisasi) yang merupakan kelainan genetik. Sistem kekebalan tubuh
nustru menyerang sel atau jaringan tubuh itu sendiri (hati). Gangguan ini
terjadi karena ada faktor pencetus, yakni kemungkinan suatu virus atau zat
kimia tertentu. Sekitar 30% kasus hepatitis autoimun mempunyai
gangguan autoimun pada organ tubuh lain.

D. Klasifikasi

5
a. Hepatitis A (HAV)

Virus Hepatitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak


berselubung berukuran 27 nm. Ditularkan melalui jalur fekal-oral, snitasi
yang jelek, kontak antara manusia, dibawah oleh air dan makanan.masa
inkubasinya 15-49 hari dengan rata-rata 30 hari. Infeksi ini mudah terjadi di
dalam lingkungan dengan hygiene dan sanitasi yang buruk dengan penduduk
yang sangat padat.

b. Hepatitis B (HBV)

Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang


memiliki ukuran 42 nm yang ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan
karier atau penderita infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan
perinatal dari ibu kepada bayinya. Masa inkubasi 26-160 hari dengan rata-rata
70-80 hari. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter
gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis
serta onkologi. Laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam
hubungan seksual dan para pemakai obat-obat IV.

c. Hepatitis C (HCV)

Virus hepatitis C (HCV) meruakan virus RNA kecil terbungkus lemak


yang diamternya 30-60 nm. Ditlularkan melalui jalur parenteral dan
kemungkinan juga disebabkan oleh kontak seksual.masa inkubasi virus 15-60
hari dengan rata-rata 50 hari. Faktor resiko hampir sama dengan hepatitis B.

6
Gambar 3. Virus Hepatitis A, Virus Hepatitis B, dan Virus Hepatiits C.

d. Hepatitis D (HDV)

Virus hepatitis D (HDV) merupakan virus RNA berukuran 35 nm.


Penualrannya teruatam melalui serum dan menyerang orang yang memiliki
kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita henovilia. Masa inkubasi
dari virus ini 21-140 hari dengan rata-rata 35 hari. Faktor resiko hepatitis D
hampir sama dengan hepatitis B.

7
Gambar 4. Virus Hepatitis D

e. Hepatitis E (HEV)

Virus Hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya


32-36 nm. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia
meskipun resikonya rendah. Masa inkubasi 15-65 hari dengan rata-rata 42
hari. Faktor resiko perjalanan ke negara dengan insiden tinggi hepatitis E dan
makan-makanan, minum –minuman yang terkontaminasi.

Gambar 5. Virus Hepatitis E

E. Patofisiologi

Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan ilfiltrat


pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degenrasi dan
nekrosis sel perenchyn hati. Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam
memblokir system dranage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan
ini menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekskresikan ke
dalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah
sebagai hiperbulirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit
hapatoceluler jaundice. Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan
timbulnya sakit dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara
komplit dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan
kematian. Hepatitis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya

8
gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier
penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker
hati.

F. Manifestasi Klinis

Menurut mansjoer dkk (2000) manifestasi klinik dari hepatitis adalah:

1. Stadium praikterik berlangsung elama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit


kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri
dari perut kanan atas, urine menjadi lebih coklat.
2. Stadium ikterik yang berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula
terikat pada sclera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan
berkurang tapi pasien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin
berwarna kelabu atau kuningmuda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pasca ikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan
tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari
orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang
biasanya berbeda.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan USG

Pemeriksaan USG pada kasus hepatitis dapat memberikan informasi mengeani


pembesaran hati, gambaran jaringan hati secara umum atau ada idaknya sumbatan
saluran empedu. USG dapat membuktikan ada tidaknya embesaran hati yakni dari
pengamatan tepi hati terlihat tumpul atau tidak, tepi hati yang tumpul
menunjukkan adanya pembesaran hati. USG dapat membuktikan ada tidaknya
pembesran ahti. USG juga dapat melihat banyak tidaknya jaringan ikat (fibrosis).
Selain itu, karena hepatitis merupakan proses peradangan maka pada USG
densitas (kepadatan) hati terlihat lebih gelap jika dibandingkan dengan densitas
ginjal yang terletak dibawahnya.

2. Tes darah

9
Hitung darah lengkap. LED-anemia, trombositosis dan kenaikan penanda
menunjukkan adanya proses penyakit kronis. Biokimiawi hasil tes fungsi hati
yang abnormal menunjukkan kemungkinan keganasan.

3. CT scan

Sangat bermanfaat untuk menentukan sifat massa retroperitoneal dan mungkin


lebih sensitif dalam mengidenfitikasi pembesaran KGB intra abdomen.

4. MRI

Banyak digunakan, khususnya bagi massa adrenal atau massa yang berasal dari
tulang.

5. Biopsi

Jika ada keraguan mengenai sifat suatu massa intra abdomen, biasanya bisa
dilakukan aspirasi sel untuk pemeriksaan sitologi atau biopsi perkuatan dengan
bantuan USG atau CT scan.

H. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan farmokologi

Terapi tanpa obat tidak menjamin kesembuhan, untuk itu dilakukan cara
lain dengan menggunakan obat-obatan. Golongan obat yang digunakan
antara lain adalah aminoglikosida, antiamuba, antimalaria, antivirus,
diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan multivitamin
dengan mineral.

 Aminoglikosida
Antibiotika digunakan pada kasus abses hati yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Diberikan 3 kali sehari secara teratur selama tujuh hari
atau sesuai petunjuk dokter. Antibiotika kombinasi biasanya
digunakan untuk mencegah ketidakaktifan obat yang disebabkan oleh
enzim yang dihasilkan bakteri

10
 Antiamuba
Antiamuba seperti dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline,
diloxanide furoate, emetine, etofamide, metronidazole, secnidazole,
teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang digunakan
untuk amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses
hati karena amuba dapat diminimalkan.
 Antimalaria
Antimalaria, misalnya klorokuin, dapat juga digunakan untuk
mengobati amubiasis. Obat ini mencegah perkembangan abses hati
yang disebabkan oleh amuba.
 Antivirus
Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita
hepatitis B. Virus hepatitis B membawa informasi genetik DNA.
Obat ini mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi
kemampuan virus hepatitis B berproliferasi. Lamivudine
merupakan analog nukleosida deoxycytidine dan bekerja dengan
menghambat pembentukan DNA virus hepatitis B. Pengobatan
dengan lamivudine akan menghasilkan HBV DNA yang menjadi
negatif pada hampir semua pasien yang diobati selama 1 bulan.
Lamivudin akan meningkatkan angka serokonversi HBeAg,
mempertahankan fungsi hati yang optimal,dan menekan terjadinya
proses nekrosis-inflamasi. Lamivudine juga mengurangi
kemungkinan terjadinya fibrosis dan sirosis serta dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya kanker hati. Profil keamanan lamivudine
sangat memuaskan, dimana profil keamanannya sebanding dengan
plasebo. Lamivudine diberikan peroral sekali sehari, sehingga
memudahkan pasien dalam penggunaannya dan meningkatkan
kepatuhan penggunaan obat. Oleh karenanya penggunaan
lamivudine adalah rasional untuk terapi pada pasien dengan
hepatitis B kronis aktif. Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV)
pada koinfeksi hepatitis C, saat ini tersedia ARV gratis di

11
Indonesia. ARV yang tersedia gratis adalah Duviral (Zidovudine +
Lamivudine) dan Neviral (Nevirapine). Sedangkan Efavirenz
(Stocrin) tersedia gratis dalam jumlah yang amat terbatas.
Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum untuk penderita
yang sedang mendapat pengobatan interferon dan Ribavirin, karena
beratnya efek samping terhadap gangguan faal hati.
Zidovudine, termasuk Duviral dan Retrovir harus ketat dipantau
bila digunakan bersama Ribavirin (untuk pengobatan hepatitis C),
karena masing-masing dapat menimbulkan anemia. Anemia dapat
diantisipasi dengan pemberian eritropoietin atau tranfusi darah.
Neviraldapat mengganggu faal hati. Jadi, kadar hemoglobin dan
leukosit serta tes faal hati (SGOT, SGPT, bilirubin, dan lain-lain)
harus dipantau ketat.
Menurut tim ahli Amerika (DHHS, April 2005), Nevirapin
walaupun dapat menimbulkan gangguan faal hati, boleh digunakan
pada penderita dengan koinfeksi hepatitis C, dengan pemantauan
yang seksama. Konsensus Paris 2005 menganjurkan pemberian
Pegylated Interferon-Ribavirin selama 48 minggu. Koinfeksi
dengan hepatitis C memerlukan penatalaksanaan yang lebih khusus
dan komprehensif. Jenis kombinasi ARV juga perlu dipantau lebih
ketat terhadap gangguan faal hati, anemia dan leukopenia.
Peginterferon dan Ribavirin dalam kombinasi dengan Interferon
selain bermanfaat mengatasi hepatitis C juga untuk hepatitis D.
Ada juga obat-obatan yang merupakan kombinasi imunologi dan
antivirus yang tampaknya dapat menekan kadar virus hepatitis C
dalam darah secara lebih efektif dari pada terapi ulang dengan
interferon saja.
Thymosin alpha 1 adalah suatu imunomodulator yang dapat
digunakan pada terapi hepatitis B kronik sebagai monoterapi atau
terapi kombinasi dengan interferon.
 Diuretik

12
Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu
mengatasi edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa
asites. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan
keseimbangan elektrolit atau gangguan ginjal berat karena
menyebabkan ekskresi elektrolit. Obat diuretik lain yang digunakan
dalam penyakit hati selain spironolakton adalah furosemid yang
efektif untuk pasien yang gagal memberikan tanggapan terhadap
Spironolactone. Obat lain seperti Thiazide atau Metolazone dapat
bermanfaat pada keadaan tertentu.

Kolagogum, kolelitolitik dan hepatic protector.


Golongan ini digunakan untuk melindungi hati dari kerusakan yang
lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Kolagogum misalnya:
calcium penthothenat, phosphatidyl choline, silymarin dan
ursodeoxycholic acid dapat digunakan pada kelainan yang
disebabkan karena kongesti atau insufisiensi empedu, misalnya
konstipasi biliari yang keras, ikterus dan hepatitis ringan, dengan
menstimulasi aliran empedu dari hati. Namun demikian, jangan
gunakan obat ini pada kasus hepatitis akut atau kelainan hati yang
sangat toksis

Multivitamin dengan mineral


Golongan ini digunakan sebagai terapi penunjang pada pasien
hepatitis dan penyakit hati lainnya. Biasanya penyakit hati
menimbulkan gejala-gejala seperti lemah, malaise, dan lain-lain,
sehingga pasien memerlukan suplemen vitamin dan mineral. Hati
memainkan peranan penting dalam beberapa langkah metabolisme
vitamin. Vitamin terdiri dari vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak (fat-soluble) seperti vitamin A, D, E dan K atau yang larut
dalam air (water-soluble) seperti vitamin C dan B-kompleks.
kompleks.

13
Penyimpanan vitamin B12 biasanya jauh melebihi kebutuhan
tubuh; defisiensi jarang terjadi karena penyakit hati atau gagal hati.
Tetapi, ketika masukan gizi makanan menurun, biasanya tubuh
juga kekurangan tiamin dan folat. Biasanya suplemen oral cukup
untuk mengembalikan tiamin dan folat ke level normal.
Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak tidak hanya
membutuhkan asupan gizi makanan yang cukup tetapi juga
pencernaan yang baik serta penyerapan yang baik oleh tubuh. Oleh
sebab itu, produksi bilirubin dalam saluran cerna atau usus
dibutuhkan untuk penyerapan vitamin-vitamin ini dengan baik.
Bilirubin bekerja sebagai deterjen, memecah-mecah dan
melarutkan vitamin-vitamin ini agar mereka dapat diserap tubuh
dengan baik. Jika produksi bilirubin buruk, suplemen oral vitamin-
vitamin A, D, E, K mungkin tidak akan cukup untuk
mengembalikan level vitamin ke level normal. Penggunaan larutan
serupa deterjen dari vitamin E cair meningkatkan penyerapan
vitamin E pada pasien dengan penyakit hati tahap lanjut. Larutan
yang sama juga dapat memperbaiki penyerapan vitamin A, D, dan
K jika vitamin K diminum secara bersamaan dengan vitamin E.
Asupan vitamin A dalam jumlah yang cukup, dapat membantu
mencegah penumpukan jaringan sel yang mengeras, yang
merupakan karakteristik penyakit hati. Tetapi penggunaan vitamin
yang larut lemak ini untuk jangka panjang dan dengan dosis
berlebihan dapat menyebabkan pembengkakan hati dan penyakit
hati. Vitamin E dapat mencegah kerusakan pada hati dan sirosis,
menurut percobaan dengan memberi suplemen vitamin E pada
tikus dalam jumlah yang meningkatkankadar vit. E di hati. Tikus-
tikus itu kemudian diberi karbon tetraklorida yang bersifat
hepatotoksis, untuk melihat apakah suplemen vitamin E yang
dilakukan sebelumnya dapat melindungi mereka baik dari
kerusakan hati akut atau kronis dan sirosis. Suplemen vitamin E

14
meningkatkan kandungan vitamin dalam tiga bagian hati dan
mengurangi kerusakan oksidatif pada sel-sel hati, tetapi tidak
memiliki dampak perlindungan apapun pada infiltrasi lemak hati.
Sirosis juga tampak dapat dicegah dalam kelompok tikus yang
diberi suplemen vitamin E. Tampaknya vitamin E memberi cukup
perlindungan terhadap nekrosis akibat karbon tetraklorida dan
sirosis, mungkin dengan mengurangi penyebaran proses oksidasi
lipid dan mengurangi jangkauan kerusakan oksidatif di hati.

Terapi dengan Vaksin


Interferon merupakan sistem imun alamiah tubuh dan bertugas
untuk melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani
hepatitis B, C dan D. Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu
mencegah berulangnya hepatitis B setelah transplantasi hati.
Interferon adalah glikoprotein yang diproduksi oleh sel-sel tertentu
dan T-limfosit selama infeksi virus. Ada 3 tipe interferon manusia,
yaitu interferon α, interferon β dan interferon γ; yang sejak tahun
1985 telah diperoleh murni dengan jalan teknik rekombinan DNA.
Pada proses ini, sepotong DNA dari leukosit yang mengandung gen
interferon, dimasukkan ke dalam plasmid E.coli. Dengan demikian
kuman ini mampu memperbanyak DNA tersebut dan mensintesis
interferon
Ada juga vaksin HBV orisinil pada tahun 1982 yang berasal dari
pembawa HBV, kini telah digantikan dengan vaksin mutakhir hasil
rekayasa genetika dari ragi rekombinan. Vaksin mengandung
partikel-partikel HBsAg yang tidak menular. Tiga injeksi serial
akan menghasilkan antibody terhadap HbSAg pada 95 % kasus
yang divaksinasi, namun tidak memiliki efek terhadap individu
pembawa.

15
3. PROSES KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Klien

Menurut Tucker (1998) 70%-80% dari sebagian pasien hepatitis adalah


orang dengan mengkonsumsi alkohol berlebihan, infeksi virus hepatitis A

16
(HAV) biasanya mengenai pasien dewasa muda, serum virus B (HBV)
mengenai semua kelompok umur, non-A, non-B, Hepatitis C hanya
sedikit yang diketahui mengenai virus hepatitis tetapi manifestai
gejalanya menyerupai HBV.

3.1.2 Riwayat penyakit sekarang


Pasien mengeluh adanya ikterus, anoreksia, mual, muntah, kulit gatal,
dan gangguan pola tidur. Pada beberapa pasien juga mengeluh demam
ringan, nyeri otot, nyeri dan merasa ada benjolan pada abdomen kanan
atas, keluhan nyeri kepala, keluahan riwayat mudah mengalami
perdarahan, serta bias didapatkan adanya perubahan kesadaran secara
progresif sebagai respons dari hepatic ensefalopati, seperti agitasi
(gelisah), tremor, disorientasi, confussion, kesadaran delirium sampai
koma.
3.1.3 Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat menderita hepatitis virus, khususnya hepatitis B dan C,


riwayat penggunaan alcohol, dan riwayat penyakit kuning yang
penyebabnya belum jelas.

3.1.4 Riwayat penyakit psikososialspiritual

Akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya pemenuhan


informasi intervensi keperawatan dan pengobatan. Pada pasien dalam
kondisi terminal, pasien dan keluarga membutuhkan dukungan perawat
atau ahli spiritual sesuai dengan keyakinan pasien.

3.1.5 Pola Fungsional

Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan


hati
a. Aktivitas
1) Kelemahan
2) Kelelahan

17
3) Malaise
b. Sirkulasi
1) Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
2) Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
c. Eliminasi
1) Urine gelap
2) Diare feses warna tanah liat
d. Makanan dan Cairan
1) Anoreksia
2) Berat badan menurun
3) Mual dan muntah
4) Peningkatan oedema
5) Asites
e. Neurosensori
1) Peka terhadap rangsang
2) Cenderung tidur
3) Letargi
4) Asteriksis
f. Nyeri / Kenyamanan
1) Kram abdomen
2) Nyeri tekan pada kuadran kanan
3) Mialgia
4) Atralgia
5) Sakit kepala
6) Gatal ( pruritus )
g. Keamanan
1) Demam
2) Urtikaria
3) Lesi makulopopuler
4) Eritema
5) Splenomegali

18
6) Pembesaran nodus servikal posterior
h. Seksualitas
1) Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan
3.1.6 Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan menuurt Marilynn E.
Doenges. 2000 Rencana Asuhan Keperawatan. page 535-536:
1. Laboratorium
a. Tes fungsi hati seperti:
- AST (SGOT)/ALT (SGPT): awalnya meningkat dapat
meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak
menurun.
- Alkali Fospatase: agak meningkat (kecuali ada kolestatis
berat)
- Bilirubin serum: diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200
mg/ml prognosis buruk mungkin berhubungan dengan
peningkatan nekrosis seluler)
b. Darah Lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan
hidup SDM (gangguan enzim hati)
c. Leukimia : tromobositopenia mungkin ada (splenomegali)
d. Feses : warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
e. Albumin serum menurun
f. Anti-HAVIgM : positif pada tipe A
g. HbsAG : dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).
h. Urinalisa : peninggian kadar bilirubin, protein/hematuria dapat
terjadi
i. Tes ekskresi BSP : kadar darah meningkat
2. Radiologi
a. Foto polos abdomen : menunjukan densitas klasifikasi pada
kandung empedu, pankreas, hati juga dapat menimbulkan
splenomegali

19
b. Skan hati: membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan
parenkim
3. Pemeriksaan Tambahan
Biopsi hati : menunjukan diagnosis dan luasnya nekrosis
3.2 Diagnosa keperawatan

Menurut beberapa ahli terdapat berbagai diagnosa adalah :


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi
dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah
sekunder terhadap inflamasi hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap
hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
3.3 Intervensi

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai
tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda
mal nutrisi.]
Intervensi
1240. Peningkatan berat badan
 Dukung peningkatan asupan kalori
 Lakukan perawatan mulut sebelum makan
 Berikan istirahat yang cukup

20
 Yakinkan bahwa pasien duduk sebelum makan atau disuapi
makan
 Instruksikan cara meningkatkan asupan kalori
1100. Manajemen Nutrisi
 Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi
 Monitor kalori dan asupan makanan
 Anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan
(misalnya buku harian makanan)
b. Nyeri Akut
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku
dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan
lokasinya)
Intervensi
 Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik onset atau durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
 Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
 Gali bersama pasien faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
 Berikan informasi mengeani nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi akibat ketidaknyamanan
akibat prosedur.
 Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri.
c. Hypertermi
Definisi : Peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal
Kriteria Hasil :
- Tidak terjadi peningkatan suhu
- Suhu dalam batas normal

21
Intervensi :
3740. Perawatan Demam
 Pantau suhu dan tanda-tanda vital
 Monitor warna kulit dan suhu
 Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan
yang tidak dirasakan
 Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan
 Fasilitasi istirahat
3900. Pengaturan suhu
 Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam
 Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien
 Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan
d. Keletihan
Definisi : Rasa letih luar biasa dan penurunan kapasitas kerja fsik dan
jiwa pada tingkat yang biasanya secara terus menerus.
Kriteria Hasil:
- Kualitas tidur yang cukup
- Keletihan menurun
Intervensi:
0180. Manajemen Energi
 Monitor asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang
adekuat
 Monitor atau catat waktu dan lama istirahat atau tidur pasien
 Anjurkan pasien untuk memilih aktivitas yang membangun
ketahahan
 Tingkatkan tirah baringatau pembatasan kegiatan
 Anjurkan tidur siang bila diperlukan
e. Resiko kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil : Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
Intervensi

22
3550. Manajemen Pruritus
 Tentukan penyebab dari terjadinya pruritus
 Berikan kompres dingin untuk meringankan iritasi
 Instruksikan pasien untuk menghindari sabun mandi dan minyak
yang mengandung parfum
 Instruksikan pasien untuk tidak memakai pakaian yang ketat dan
berbahan wol atau sintetis
 Instruksikan pasien untuk mempertahankan potongan kuku dalam
keadaan pendek
 Intruksikan pasien untuk meminimalisir keringat dengan
menghindari lingkungan yang hangat dan panas.

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. (2015). 29 Juta Penduduk Lebih Penduduk Indonesia Mengidap


Hepatitis. Diakses dari
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/article/view/15073000001/w-a-s-p-a-d-
a-2-9-juta-lebih-penduduk-indonesia-mengidap-hepatitis.html pada
tanggal 06 Januari 2018

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Situasi Dan Analisis Hepatitis. Jakarta:


Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Diakses
dari

23
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
hepatitis.pdf pada tanggal 06 Januari 2018

Kuli Bitcoin. (2015). Terapi non farmakologi penyakit hepatitis. Diakses dari
http://www.terapinonfarmakologi.com/2015/01/terapi-non-farmakologi-
penyakit_12.html pada tanggal 07 Januari 2018

Sari, W., L. Indrawati, dan O. G. Djing . (2008). Care Your Self, Hepatitis.
Jakarta: Penerbit Plus. Diakses dari https://books.google.co.id/books?
isbn=9793927453

24

Anda mungkin juga menyukai