Definisi
Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan (sel) hati. Peradangan ini
ditandai dengan peningkatan kadar enzim hati. Peningkatan ini disebabkan oleh
adanya gangguan atau kerusakan membran hati. Istilah Hepatitis dipakai untuk
semua jenis peradangan pada sel-sel hati, yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus,
bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak
yang berlebih dan penyakit autoimune. Pada umumnya penyakit hepatitis ini
dibagi menjadi 2 macam yakni hepatitis akut dan hepatitis kronis. Hepatitis akut
merupakan perangan hati yang terjadi selama 6 bulan saja, sedangkan hepatitis
kronis merupakan peradangan hati yang terjadi selama 6 bulan lebih. Penyakit
Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di
Indonesia, yang terdiri dari Hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis A dan E, sering
muncul sebagai kejadian Luar Biasa, ditularkan secara fecal oral dan biasanya
berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, bersifat akut dan dapat
sembuh dengan baik. Sedangkan Hepatitis B, C dan D (jarang) ditularkan secara
parenteral, dapat menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis dan lalu kanker hati.
B. Epidemiologi
Penyakit hepatitis adalah penyakit kronis yang menahun, dimana pada saat orang
tersebut telah terinfeksi, kondisi masih sehat dan belum menunjukkan gejala dan
tanda yang khas tetapi penularan terus berjalan. Menurut hasil Riskesdas tahun
2013 bahwa jumlah orang yang di diagnosis hepatitis di fasilitas pelayanan
kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada, menunjukkan peningkatan 2 kali
lipat dibandingkan dari data tahun 2007 dan 2013, hal ini dapat memberikan
petunjuk awal tentang upaya pengendalian di masa lalu, peningkatan kasus,
potensial masalah di masa yang akan datang apabila tidak segera dilakukan upaya-
upaya yang serius.
1
Gambar 2. Prevalensi hepatitis tahun 2007 dan 2013
2
C. Etiologi
Pada prinsipnya, penyebab hepatitis terbagi atas infeksi dan bukan infeksi.
Hepatitis yang sering terjadi umumnya disebabkan oleh infeksi virus.
1. Infeksi virus
Hepatitis A
Hepatitis A merupakan tipe hepatitis yang paling rigan. Hal ini disebabkan
infeksi virus hepatitis A (HVA) umumnya tidak sampai menyebabkan
kerusakan jaringan hati.
Hepatitis B
Hepatitis B merupakan tipe hepatitis yag berbahaya. Penyakit ini lebih
sering menular dibandingkan hepatitis jenis lainnya. Hepatitis B menular
melalui ontak darah atau cairan tubuh yang mengandung virus hepatitis B
(HVB).
Hepatitis C
Hepatitis C menyebabkan peradangan hati yang cukup berat, diperkirakan
80% menjadi hepatitis kronis (menahun) dan dapat berkembang menjadi
sirosis. Hepatitis C menular melalui darah, biasanya karena transfusi atau
jarum suntik yang terkontaminasi virus hepatitis C.
Hepatitis D
Hepatitis D sering dijumpai pada penderita hepatitis B. Penyebabnya
adalah virus hepatitis delta. Penularan hepatitis D menyerupai penularan
pada hepatitis B yakni melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh yang
mengandung VHD.
Hepatitis E
Hepatitis E mempunyai sifat menyerupai hepatitis A, demikian juga untuk
model penularannya tetapi dengan tingkat keparahan yang lebih ringan.
Penyebabnya adalah virus hepatitis E. Hepatitis E menyebar melalui
makanan dan minuman yang tercemar feses yang mengandung HVE.
Hepatitis E bisa didapati di tempat dengan sumber air yang bercampur
kegiatan mandi cuci kakus (MCK).
3
2. Penyakit lain yang mungkin timbul
Diabetes Mellitus, hiperlipidemia (kadar lemak,termasuk kolesterol dan
trigliserida, dalam darah menjadi tinggi atau berlebihan), dan obesitas
sering terkait dengan penyakit hati. Ketiga kelainan ini membebani
kerjahati dalam metabolisme lemak. Akibatnya, akan terjadi kebocoran
sel-sel yang berlanjut dengan kerusakan sel dan peradangan hati yang
disebut steatohepatitis.
3. Alkohol
Minuman beralkohol dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Hepatitis
terjadi akibat konsumsi alkohol yang berlebihan atau dalam jangka waktu
lama. Di dalam tubuh, alkohol dipecah menjadi zat-zat kimia lain.
Sejumlah zat tersebut bersifat racun sehingga menyebabkan kerusakan sel
hati. Minuman keras menurut departemen kesehatan RI adalah “semua
jenis minuman yang beralkohol tetapi bukan obat yang meliputi minuman
keras gol. A, minuman keras gol. B, dan minuman keras Gol. C”.
Golongan A memiliki kadar ethanol 1-5%, golongan B memiliki kadar
ethanol 5-20% dan golongan C kadar ethanolnya 20-55%. Banyak
minuman keras beredar di pasaran. Contoh produk minuman keras
golongan A diantaranya: bintang biru, green sand, san Miguel, anker bir.
Minuman keras golongan B diantaranya: anggur, whisky, Mc. Donald,
orang tua anggur. Minuman keras golongan C diantaranya: mansion
house, schotch brandy, Mc. Donald, orang tua anak.
Data di Amerika Serikat menunjukkan 50% kecelakaan lalu lintas yang
fatal disebabkan oleh pengemudi mabuk. Alkohol juga bisa digunakan
sebagai antiseptik dan pengawet. Karena itu, alkohol bisa memabukkan
dan bisa membersihkan luka. Tetapi tidak berarti alkohol untuk pembersih
luka itu sama dengan alkohol yang terkandung dalam minuman atau tape.
Alkohol pembersih bakteri atau kuman
Alkohol swab adalah sejenis antiseptic atau pembersih kuman atau
bakteri yang digunakan untuk jari tangan atau permukaan kulit lainnya
yang berbahan dari kertas tissu basah yang mengandung alcohol, alcohol
4
swabs biasa digunakan pada saat akan mengambil sample darah pada jari
tangan, agar jari tangan tersebut bersih dan higienis dari kotoran kuman
dan bakteri. Alcohol swabs ini hanya digunakan sekali pakai tidak
dianjurkan untuk penggunaan lebih dari 1 kali karna jika alcohol swabs
telah terbuka kemasannya maka alcohol swabs akan cepat mengering
terkena angin dan tidak akan berfungsi dengan baik saat digunakan
kembali. Penggunaan alcohol swabs ini hanya untuk penggunaan
permukaan kulit luar tidak dapat digunakan untuk penggunaan kulit dalam
yang terbuka. Alcohol swabs terdiri dari 70% Ethyl Alcohol yang aman
untuk digunakan sebagai pembersih permukaan kulit luar.
4. Obat-obatan atau zat kimia
Sejumlah obat atau zat kimia dapat menyebabkan hepatitis. Sesuai dengan
fungsi hati yang berperan dalam metabolisme, penetralisir, atau dalam
detoksifikasi zat kimia, termasuk obat. Oleh karena itu, zat kimia dapat
menmbulkan rekasi yang sama seperti reaksi karena infeksi virus hepatitis.
Gejala dapat terjadi dalam waktu 2 minggu- 6 bulan setelah obat
diberikan. Obat-obat yang cenderung berinteraksi dengan sel-sel hati,
antara lain halotan (sering digunakan obat bius), isoniasid (antibiotik untuk
TBC), metildopa (obat antihipertensi), fenitoin dan asam valproat (obat
antiepilepsi), serta parasetamol (pereda demam). Jika dosis parasetamol
berlebihan, terlebih jika dikonsumsi bersama alkohol dapat menyebabkan
kerusakan hati yang cukup parah bahkan kematian.
5. Penyakit autoimun
Autoimun terjadi karena adanya gangguan pada sistem kekebalan
(imunisasi) yang merupakan kelainan genetik. Sistem kekebalan tubuh
nustru menyerang sel atau jaringan tubuh itu sendiri (hati). Gangguan ini
terjadi karena ada faktor pencetus, yakni kemungkinan suatu virus atau zat
kimia tertentu. Sekitar 30% kasus hepatitis autoimun mempunyai
gangguan autoimun pada organ tubuh lain.
D. Klasifikasi
5
a. Hepatitis A (HAV)
b. Hepatitis B (HBV)
c. Hepatitis C (HCV)
6
Gambar 3. Virus Hepatitis A, Virus Hepatitis B, dan Virus Hepatiits C.
d. Hepatitis D (HDV)
7
Gambar 4. Virus Hepatitis D
e. Hepatitis E (HEV)
E. Patofisiologi
8
gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier
penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker
hati.
F. Manifestasi Klinis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Tes darah
9
Hitung darah lengkap. LED-anemia, trombositosis dan kenaikan penanda
menunjukkan adanya proses penyakit kronis. Biokimiawi hasil tes fungsi hati
yang abnormal menunjukkan kemungkinan keganasan.
3. CT scan
4. MRI
Banyak digunakan, khususnya bagi massa adrenal atau massa yang berasal dari
tulang.
5. Biopsi
Jika ada keraguan mengenai sifat suatu massa intra abdomen, biasanya bisa
dilakukan aspirasi sel untuk pemeriksaan sitologi atau biopsi perkuatan dengan
bantuan USG atau CT scan.
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan farmokologi
Terapi tanpa obat tidak menjamin kesembuhan, untuk itu dilakukan cara
lain dengan menggunakan obat-obatan. Golongan obat yang digunakan
antara lain adalah aminoglikosida, antiamuba, antimalaria, antivirus,
diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan multivitamin
dengan mineral.
Aminoglikosida
Antibiotika digunakan pada kasus abses hati yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Diberikan 3 kali sehari secara teratur selama tujuh hari
atau sesuai petunjuk dokter. Antibiotika kombinasi biasanya
digunakan untuk mencegah ketidakaktifan obat yang disebabkan oleh
enzim yang dihasilkan bakteri
10
Antiamuba
Antiamuba seperti dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline,
diloxanide furoate, emetine, etofamide, metronidazole, secnidazole,
teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang digunakan
untuk amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses
hati karena amuba dapat diminimalkan.
Antimalaria
Antimalaria, misalnya klorokuin, dapat juga digunakan untuk
mengobati amubiasis. Obat ini mencegah perkembangan abses hati
yang disebabkan oleh amuba.
Antivirus
Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita
hepatitis B. Virus hepatitis B membawa informasi genetik DNA.
Obat ini mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi
kemampuan virus hepatitis B berproliferasi. Lamivudine
merupakan analog nukleosida deoxycytidine dan bekerja dengan
menghambat pembentukan DNA virus hepatitis B. Pengobatan
dengan lamivudine akan menghasilkan HBV DNA yang menjadi
negatif pada hampir semua pasien yang diobati selama 1 bulan.
Lamivudin akan meningkatkan angka serokonversi HBeAg,
mempertahankan fungsi hati yang optimal,dan menekan terjadinya
proses nekrosis-inflamasi. Lamivudine juga mengurangi
kemungkinan terjadinya fibrosis dan sirosis serta dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya kanker hati. Profil keamanan lamivudine
sangat memuaskan, dimana profil keamanannya sebanding dengan
plasebo. Lamivudine diberikan peroral sekali sehari, sehingga
memudahkan pasien dalam penggunaannya dan meningkatkan
kepatuhan penggunaan obat. Oleh karenanya penggunaan
lamivudine adalah rasional untuk terapi pada pasien dengan
hepatitis B kronis aktif. Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV)
pada koinfeksi hepatitis C, saat ini tersedia ARV gratis di
11
Indonesia. ARV yang tersedia gratis adalah Duviral (Zidovudine +
Lamivudine) dan Neviral (Nevirapine). Sedangkan Efavirenz
(Stocrin) tersedia gratis dalam jumlah yang amat terbatas.
Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum untuk penderita
yang sedang mendapat pengobatan interferon dan Ribavirin, karena
beratnya efek samping terhadap gangguan faal hati.
Zidovudine, termasuk Duviral dan Retrovir harus ketat dipantau
bila digunakan bersama Ribavirin (untuk pengobatan hepatitis C),
karena masing-masing dapat menimbulkan anemia. Anemia dapat
diantisipasi dengan pemberian eritropoietin atau tranfusi darah.
Neviraldapat mengganggu faal hati. Jadi, kadar hemoglobin dan
leukosit serta tes faal hati (SGOT, SGPT, bilirubin, dan lain-lain)
harus dipantau ketat.
Menurut tim ahli Amerika (DHHS, April 2005), Nevirapin
walaupun dapat menimbulkan gangguan faal hati, boleh digunakan
pada penderita dengan koinfeksi hepatitis C, dengan pemantauan
yang seksama. Konsensus Paris 2005 menganjurkan pemberian
Pegylated Interferon-Ribavirin selama 48 minggu. Koinfeksi
dengan hepatitis C memerlukan penatalaksanaan yang lebih khusus
dan komprehensif. Jenis kombinasi ARV juga perlu dipantau lebih
ketat terhadap gangguan faal hati, anemia dan leukopenia.
Peginterferon dan Ribavirin dalam kombinasi dengan Interferon
selain bermanfaat mengatasi hepatitis C juga untuk hepatitis D.
Ada juga obat-obatan yang merupakan kombinasi imunologi dan
antivirus yang tampaknya dapat menekan kadar virus hepatitis C
dalam darah secara lebih efektif dari pada terapi ulang dengan
interferon saja.
Thymosin alpha 1 adalah suatu imunomodulator yang dapat
digunakan pada terapi hepatitis B kronik sebagai monoterapi atau
terapi kombinasi dengan interferon.
Diuretik
12
Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu
mengatasi edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa
asites. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan
keseimbangan elektrolit atau gangguan ginjal berat karena
menyebabkan ekskresi elektrolit. Obat diuretik lain yang digunakan
dalam penyakit hati selain spironolakton adalah furosemid yang
efektif untuk pasien yang gagal memberikan tanggapan terhadap
Spironolactone. Obat lain seperti Thiazide atau Metolazone dapat
bermanfaat pada keadaan tertentu.
13
Penyimpanan vitamin B12 biasanya jauh melebihi kebutuhan
tubuh; defisiensi jarang terjadi karena penyakit hati atau gagal hati.
Tetapi, ketika masukan gizi makanan menurun, biasanya tubuh
juga kekurangan tiamin dan folat. Biasanya suplemen oral cukup
untuk mengembalikan tiamin dan folat ke level normal.
Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak tidak hanya
membutuhkan asupan gizi makanan yang cukup tetapi juga
pencernaan yang baik serta penyerapan yang baik oleh tubuh. Oleh
sebab itu, produksi bilirubin dalam saluran cerna atau usus
dibutuhkan untuk penyerapan vitamin-vitamin ini dengan baik.
Bilirubin bekerja sebagai deterjen, memecah-mecah dan
melarutkan vitamin-vitamin ini agar mereka dapat diserap tubuh
dengan baik. Jika produksi bilirubin buruk, suplemen oral vitamin-
vitamin A, D, E, K mungkin tidak akan cukup untuk
mengembalikan level vitamin ke level normal. Penggunaan larutan
serupa deterjen dari vitamin E cair meningkatkan penyerapan
vitamin E pada pasien dengan penyakit hati tahap lanjut. Larutan
yang sama juga dapat memperbaiki penyerapan vitamin A, D, dan
K jika vitamin K diminum secara bersamaan dengan vitamin E.
Asupan vitamin A dalam jumlah yang cukup, dapat membantu
mencegah penumpukan jaringan sel yang mengeras, yang
merupakan karakteristik penyakit hati. Tetapi penggunaan vitamin
yang larut lemak ini untuk jangka panjang dan dengan dosis
berlebihan dapat menyebabkan pembengkakan hati dan penyakit
hati. Vitamin E dapat mencegah kerusakan pada hati dan sirosis,
menurut percobaan dengan memberi suplemen vitamin E pada
tikus dalam jumlah yang meningkatkankadar vit. E di hati. Tikus-
tikus itu kemudian diberi karbon tetraklorida yang bersifat
hepatotoksis, untuk melihat apakah suplemen vitamin E yang
dilakukan sebelumnya dapat melindungi mereka baik dari
kerusakan hati akut atau kronis dan sirosis. Suplemen vitamin E
14
meningkatkan kandungan vitamin dalam tiga bagian hati dan
mengurangi kerusakan oksidatif pada sel-sel hati, tetapi tidak
memiliki dampak perlindungan apapun pada infiltrasi lemak hati.
Sirosis juga tampak dapat dicegah dalam kelompok tikus yang
diberi suplemen vitamin E. Tampaknya vitamin E memberi cukup
perlindungan terhadap nekrosis akibat karbon tetraklorida dan
sirosis, mungkin dengan mengurangi penyebaran proses oksidasi
lipid dan mengurangi jangkauan kerusakan oksidatif di hati.
15
3. PROSES KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
16
(HAV) biasanya mengenai pasien dewasa muda, serum virus B (HBV)
mengenai semua kelompok umur, non-A, non-B, Hepatitis C hanya
sedikit yang diketahui mengenai virus hepatitis tetapi manifestai
gejalanya menyerupai HBV.
17
3) Malaise
b. Sirkulasi
1) Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
2) Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
c. Eliminasi
1) Urine gelap
2) Diare feses warna tanah liat
d. Makanan dan Cairan
1) Anoreksia
2) Berat badan menurun
3) Mual dan muntah
4) Peningkatan oedema
5) Asites
e. Neurosensori
1) Peka terhadap rangsang
2) Cenderung tidur
3) Letargi
4) Asteriksis
f. Nyeri / Kenyamanan
1) Kram abdomen
2) Nyeri tekan pada kuadran kanan
3) Mialgia
4) Atralgia
5) Sakit kepala
6) Gatal ( pruritus )
g. Keamanan
1) Demam
2) Urtikaria
3) Lesi makulopopuler
4) Eritema
5) Splenomegali
18
6) Pembesaran nodus servikal posterior
h. Seksualitas
1) Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan
3.1.6 Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan menuurt Marilynn E.
Doenges. 2000 Rencana Asuhan Keperawatan. page 535-536:
1. Laboratorium
a. Tes fungsi hati seperti:
- AST (SGOT)/ALT (SGPT): awalnya meningkat dapat
meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak
menurun.
- Alkali Fospatase: agak meningkat (kecuali ada kolestatis
berat)
- Bilirubin serum: diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200
mg/ml prognosis buruk mungkin berhubungan dengan
peningkatan nekrosis seluler)
b. Darah Lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan
hidup SDM (gangguan enzim hati)
c. Leukimia : tromobositopenia mungkin ada (splenomegali)
d. Feses : warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
e. Albumin serum menurun
f. Anti-HAVIgM : positif pada tipe A
g. HbsAG : dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).
h. Urinalisa : peninggian kadar bilirubin, protein/hematuria dapat
terjadi
i. Tes ekskresi BSP : kadar darah meningkat
2. Radiologi
a. Foto polos abdomen : menunjukan densitas klasifikasi pada
kandung empedu, pankreas, hati juga dapat menimbulkan
splenomegali
19
b. Skan hati: membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan
parenkim
3. Pemeriksaan Tambahan
Biopsi hati : menunjukan diagnosis dan luasnya nekrosis
3.2 Diagnosa keperawatan
20
Yakinkan bahwa pasien duduk sebelum makan atau disuapi
makan
Instruksikan cara meningkatkan asupan kalori
1100. Manajemen Nutrisi
Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi
Monitor kalori dan asupan makanan
Anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan
(misalnya buku harian makanan)
b. Nyeri Akut
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku
dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan
lokasinya)
Intervensi
Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik onset atau durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
Gali bersama pasien faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
Berikan informasi mengeani nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi akibat ketidaknyamanan
akibat prosedur.
Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri.
c. Hypertermi
Definisi : Peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal
Kriteria Hasil :
- Tidak terjadi peningkatan suhu
- Suhu dalam batas normal
21
Intervensi :
3740. Perawatan Demam
Pantau suhu dan tanda-tanda vital
Monitor warna kulit dan suhu
Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan
yang tidak dirasakan
Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan
Fasilitasi istirahat
3900. Pengaturan suhu
Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam
Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien
Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan
d. Keletihan
Definisi : Rasa letih luar biasa dan penurunan kapasitas kerja fsik dan
jiwa pada tingkat yang biasanya secara terus menerus.
Kriteria Hasil:
- Kualitas tidur yang cukup
- Keletihan menurun
Intervensi:
0180. Manajemen Energi
Monitor asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang
adekuat
Monitor atau catat waktu dan lama istirahat atau tidur pasien
Anjurkan pasien untuk memilih aktivitas yang membangun
ketahahan
Tingkatkan tirah baringatau pembatasan kegiatan
Anjurkan tidur siang bila diperlukan
e. Resiko kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil : Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
Intervensi
22
3550. Manajemen Pruritus
Tentukan penyebab dari terjadinya pruritus
Berikan kompres dingin untuk meringankan iritasi
Instruksikan pasien untuk menghindari sabun mandi dan minyak
yang mengandung parfum
Instruksikan pasien untuk tidak memakai pakaian yang ketat dan
berbahan wol atau sintetis
Instruksikan pasien untuk mempertahankan potongan kuku dalam
keadaan pendek
Intruksikan pasien untuk meminimalisir keringat dengan
menghindari lingkungan yang hangat dan panas.
DAFTAR PUSTAKA
23
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
hepatitis.pdf pada tanggal 06 Januari 2018
Kuli Bitcoin. (2015). Terapi non farmakologi penyakit hepatitis. Diakses dari
http://www.terapinonfarmakologi.com/2015/01/terapi-non-farmakologi-
penyakit_12.html pada tanggal 07 Januari 2018
Sari, W., L. Indrawati, dan O. G. Djing . (2008). Care Your Self, Hepatitis.
Jakarta: Penerbit Plus. Diakses dari https://books.google.co.id/books?
isbn=9793927453
24