Anda di halaman 1dari 10

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan An. Z dengan Fraktur Femur


di ruang Bima RSUD Jombang yang dimulai tanggal 3 januari 2022, telah di sahkan
dan di setujui oleh :
Nama : Ratna Nurhayati
Hari : Senin
Tanggal : 3 januari 2022

Jombang, 3 januari 2022

Mahasiswa

( Ratna Nurhayati )

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(.…………………………………) (………………………………...)

Mengetahui
Kepala Ruangan Bima
RSUD Jombang

( …………………………………… )
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTURE FEMUR

I.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001)
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005)
fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan
atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan
sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak
(otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.

I.2 Etiologi
I.2.1 Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan
kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
I.2.2 Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon
tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.
I.2.3 Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.

I.3 Tanda Dan Gejala


I.3.1 Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau
kerusakan jaringan sekitarnya.
I.3.2 Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
I.3.3 Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
I.3.4 Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
I.3.5 Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot,
paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
I.3.6 Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan.
I.3.7 Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
I.3.8 Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

I.4 Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment.
(Brunner & Suddarth, 2002)

I.5 Pemeriksaan Penunjang


I.5.1 Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
I.5.2 Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
I.5.3 Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
I.5.4 Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
I.5.5 Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
I.5.6 Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan
transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera
atau tindakan pembedahan.

I.6 Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau
lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanen jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur
femur yaitu:
I.6.1 Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,
dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka
dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat
trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.
I.6.2 Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-
30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam
darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil
yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya
yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu
setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan
pireksia.
I.6.3 Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot,
saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta
otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom
kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat,
disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar
kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh
trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
I.6.4 Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia
tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini
sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid,
os. Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2008).
I.6.5 Atropi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-
sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada
pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse)
sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot
(Suratum, dkk, 2008).
I.7 Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi
serta usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur :
I.7.1 Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi
karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan
kuat pasien mengalami fraktur.
I.7.2 Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan
bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperban.
I.7.3 Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini
tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli
dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada
posisi semula.
I.7.4 Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan
dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap
stabil.
I.7.5 Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
I.7.6 Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post
operasi.

Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang


ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi). (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :
1.7.1 Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan : pembersihan luka, exici,
hecting situasi, antibiotik.
Ada bebearapa prinsipnya yaitu :
1.7.1.1 Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang
membahayakan jiwa airway, breathing, circulation.
1.7.1.2 Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
1.7.1.3 Pemberian antibiotika.
1.7.1.4 Debridement dan irigasi sempurna.
1.7.1.5 Stabilisasi.
1.7.1.6 Penutup luka.
1.7.1.7 Rehabilitasi.
1.7.1.8 Life saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai
penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat
lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk
terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat
yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi
organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and
circulation.
1.7.1.9 Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang
tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui
bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi
masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah
waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu
penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah
tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas
penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas
ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,
penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
1.7.1.10 Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat
bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian
antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai
pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas
untuk kuman gram positif maupun negatif.
1.7.1.11 Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah
patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal
yang mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan
cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah
banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
1.7.1.12 Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan
stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada
derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada
derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi
dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan
fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera
dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita.
1.7.2 Seluruh Fraktur
1.7.2.1 Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya.
1.7.2.2 Reduksi/Manipulasi/Reposisi
1.7.2.3 Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi
fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.
1.7.2.4 OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu
dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open
reduction and external fixation=OREF) sehingga diperoleh
stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah
memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak
sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan
pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk
mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah
lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan
bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa
tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna),
sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak;
baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada
kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).
1.7.2.5 ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan
internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF
untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu
dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra
Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang
dengan tipe fraktur tranvers.
1.7.2.6 Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur.
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
1.7.2.7 Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.  Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskule
WOC FRAKTUR FEMUR (REGINA, 2019)
Trauma pada tulang Tekanan yang
Kelemahan tulang
(kecelakaan) berulang (kompresi)
abnormal (ex.
Osteoporosis)
FRAKTUR
FEMUR

Pre operasi Post operasi

Diskontinuitas tulang Tindak Penggu Post


an naan de
Pergeseran Laserasi kulit Spasme operasi bebat/g entr
fragmen tulang otot ips y
Fragmen tulang
deformitas berhubungan Menstimul Menstimula

dengan dunia luar asi si


Ekstermitas
nosiseptor nosiseptor
tidak dapat
Kontaminasi diperifer diperifer
berfungsi
oleh bakteri
Implus
Hambatan Implus
nyeri
mobilitas nyeri
Resiko Kerusakan diteruska
fisik diterus
infeksi integritas n ke
kan ke
kulit medula
medula
spinalis
spinalis

Impkus nyeri masuk ke


thalamus

Nyerin akut Implus nyeri


masuk ke
thalamus

Ketidakmampuan Hambatan
menggerakan mobilitas fisik Resiko infeski
ekstermitas

Anda mungkin juga menyukai