Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

oleh :
Indri Nurmalasari
NIM P17320122503

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
POLTEKKES BANDUNG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
FRACTURE FEMUR

I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001)

Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur
(Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) fraktur
femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau
trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan
sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak
(otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.

Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa
fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan kontinuitas
tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak
langsung disertai dengan adanya kerusakan jaringan lunak.

I.2 Etiologi
I.2.1 Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan
kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
I.2.2 Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon

1
tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.

I.2.3 Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang


Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.

I.3 Tanda Dan Gejala


I.3.1 Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau
kerusakan jaringan sekitarnya.
I.3.2 Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
I.3.3 Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
I.3.4 Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
I.3.5 Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot,
paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
I.3.6 Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan.
I.3.7 Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
I.3.8 Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

I.4 Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh
karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment.
(Brunner & Suddarth, 2002)

I.5 Pemeriksaan Penunjang


I.5.1 Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
I.5.2 Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
I.5.3 Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
I.5.4 Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
I.5.5 Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
I.5.6 Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan
transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera
atau tindakan pembedahan.

I.6 Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan
sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen
jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:
I.6.1 Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,
dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka
dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat
trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.
I.6.2 Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-
30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam
darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil
yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya
yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu
setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan
pireksia.
I.6.3 Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot,
saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta
otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom
kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat,
disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar
kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh
trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
I.6.4 Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia
tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini
sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid,
os. Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2008).
I.6.5 Atropi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-
sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada
pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse)
sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot
(Suratum, dkk, 2008).

I.7 Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia.
Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur :
I.7.1 Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi
karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan
kuat pasien mengalami fraktur.
I.7.2 Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan
bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperban.
I.7.3 Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini
tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli
dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada
posisi semula.
I.7.4 Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan
dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap
stabil.
I.7.5 Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
I.7.6 Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post
operasi.

Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi


semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan
patah tulang (imobilisasi). (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :
1.7.1 Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan : pembersihan luka, exici,
hecting situasi, antibiotik.
Ada bebearapa prinsipnya yaitu :
1.7.1.1 Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang
membahayakan jiwa airway, breathing, circulation.
1.7.1.2 Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
1.7.1.3 Pemberian antibiotika.
1.7.1.4 Debridement dan irigasi sempurna.
1.7.1.5 Stabilisasi.
1.7.1.6 Penutup luka.
1.7.1.7 Rehabilitasi.
1.7.1.8 Life saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai
penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat
lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk
terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat
yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi
organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and
circulation.
1.7.1.9 Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang
tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui
bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi
masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah
waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu
penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah
tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas
penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas
ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,
penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
1.7.1.10 Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat
bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian
antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai
pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas
untuk kuman gram positif maupun negatif.
1.7.1.11 Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah
patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal
yang mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan
cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah
banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
1.7.1.12 Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan
stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada
derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada
derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi
dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan
fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera
dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita.
1.7.2 Seluruh Fraktur
1.7.2.1 Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya.
1.7.2.2 Reduksi/Manipulasi/Reposisi
1.7.2.3 Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi
fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.
1.7.2.4 OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu
dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open
reduction and external fixation=OREF) sehingga diperoleh
stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah
memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak
sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan
pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk
mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah
lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan
bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa
tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna),
sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak;
baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada
kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).
1.7.2.5 ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan
internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF
untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu
dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra
Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang
dengan tipe fraktur tranvers.
1.7.2.6 Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur.
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
1.7.2.7 Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.  Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
1.8 Pathway
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Fraktur Femur
II.1 Pengkajian
2.1.1 Pemeriksaan fisik: data fokus
2.1.1.1 Primery survey
a. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan
atau obstruksi,
b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas
teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan suara
napas vesikuler,
c. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah
dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan,
sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary refill >2 detik
apabila ada perdarahan.
d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor
apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla
spinalis.
e. Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi
pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin
menegang.
2.1.1.2 Secondary survey
a. Fokus Asesment
1. Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga,
dan mulut. Temuan yang dianggap kritis:
Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes?
2. Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher
bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena
jugularis, deviasi trakea atau tugging, emfisema kulit
3. Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot
asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap
kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan
gerakan dada para doksikal, suara paru hilang atau melemah,
gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak adekuat
(disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
4. Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang,
lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan
yang dianggap kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri
tekan pada abdomen bunyi dullness.
5. Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan.
Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan
tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik
6. Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka
laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi,
fungsi motorik, fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis:
Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun atau
menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
7. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan
dan tekanan darah.
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale): terjadi
penurunan kesadaran pada pasien.

II.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Nyeri akut (NANDA NIC-NOC, 2015: 317 [45])
II.2.1 Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of Pain);
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
II.2.2 Batasan karakteristik
II.2.2.1 Perubahan selera makan
II.2.2.2 Perubahan tekanan darah
II.2.2.3 Perubahan frekuensi jantung
II.2.2.4 Perubahan frekuensi pernapasan
II.2.2.5 Laporan isyarat
II.2.2.6 Diaforesis
II.2.2.7 Perilaku distraksi (mis. Berjalan mondar-mandir mencari orang lain dan
atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
II.2.2.8 Mengekspresikan perilaku (mis. Gelisah, merengek, menangis)
II.2.2.9 Masker wajah (mis. Mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu focus meringis)
II.2.2.10 Sikap melindungi area nyeri
II.2.2.11 Fokus menyempit (mis. gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
II.2.2.12 Indikasi nyeri yang dapat diamati
II.2.2.13 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
II.2.2.14 Sikap tubuh melindungi
II.2.2.15 Dilatasi pupil
II.2.2.16 Melaporkan nyeri secara verbal
II.2.2.17 Gangguan tidur
II.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen cedera (mis. biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik (NANDA NIC-NOC, 2011: 472)


2.2.1 Definisi : keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau
satu ekstremitas atau lebih (sebutkan tingkatnya) :
Tingkat 0 : mandiri total
Tingkat 1 : memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu
Tingkat 2 : memerlukan bantuan dari orang lain untuk pertolongan, pengawasan,
atau pengajaran
Tingkat 3 : membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan atau alat bantu
Tingkat 4 : ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktivitas
2.2.2 Batasan karaktersitik
Objektif
2.2.2.1 Penurunan waktu reaksi
2.2.2.2 Kesulitan membolak balik tubuh
2.2.2.3 Asyik dengan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya
peningkatan perhatian terhadap aktivitas orang lain, perilaku
mengendalikan, berfokus pada kondisi sebelum sakit atau ketunadayaan
aktivitas)
2.2.2.4 Dispnea saat beraktivitas
2.2.2.5 Perubahan cara berjalan (misalnya penurunan aktivitas dan kecepatan
berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan
menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke samping)
2.2.2.6 Pergerakan menyentak
2.2.2.7 Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus
2.2.2.8 Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
2.2.2.9 Keterbatasan rentang pergerakan sendi
2.2.2.10 Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
2.2.2.11 Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas
kehidupan sehari-hari)
2.2.2.12 Melambatnya pergerakan
2.2.2.13 Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
2.2.3 Faktor yang berhubungan
2.2.3.1 Intoleransi aktivitas
2.2.3.2 Perubahan metabolism selular
2.2.3.3 Ansietas
2.2.3.4 Indeks masa tubuh di atas perentil ke 75 sesuai usia
2.2.3.5 Gangguan kognitif
2.2.3.6 Konstraktur
2.2.3.7 Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
2.2.3.8 Fisik tidak bugar
2.2.3.9 Penurunan ketahanan tubuh
2.2.3.10 Penurunan kendali otot
2.2.3.11 Penurunan massa otot
2.2.3.12 Malnutrisi
2.2.3.13 Gangguan muskuloskeletal
2.2.3.14 Gangguan neuromuskular, nyeri
2.2.3.15 Agens obat
2.2.3.16 Penurunan kekuatan otot
2.2.3.17 Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik
2.2.3.18 Keadaan mood depresif
2.2.3.19 Keterlambatan perkembangan
2.2.3.20 Ketidaknyamanan
2.2.3.21 Disuse, kaku sendi
2.2.3.22 Kurang dukungan lingkungan (misal fisik atau sosial)
2.2.3.23 Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
2.2.3.24 Kerusakan integritas struktur tulang
2.2.3.25 Program pembatasan gerak
2.2.3.26 Keengganan memulai pergerakan
2.2.3.27 Gaya hidup monoton
2.2.3.28 Gangguan sensori perseptual

3.1 Perencanaan
No. Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi (NIC) Rasional
Dx (NOC)
1. Setelah dilakukan asuhan 1. Pemberian analgesik 1. Menggunakan agen-agen
keperawatan selama … x farmakologi untuk mengurangi
24 jam diharapkan pasien atau menghilangkan nyeri
tidak mengalami nyeri 2. Manajemen medikasi 2. Memfasilitasi penggunaan
dengan kriteria hasil : obat resep atau obat bebas
1. Memperlihatkan teknik secara aman dan efektif
relaksasi secara 3. Manajemen nyeri 3. Meringankan atau mengurangi
individual yang efektif nyeri sampai pada tingkat
untuk mencapai kenyamanan yang dapat
keamanan diterima oleh pasien
2. Mempertahankan 4. Manajemen sedasi 4. Memberikan sedative,
tingkat nyeri pada __ memantau respon pasien, dan
atau kurang memberikan dukungan
3. Melaporkan nyeri pada fisiologis yang dibutuhkan
penyedia layanan selama prosedur diagnostic
kesehatan atau terapeutik
4. Tidak mengalami
gangguan dalam
frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung atau
tekanan darah
2. Setelah dilakukan asuhan Exercice therapy : ambulation
keperawatan selama … x 1. Monitoring vital sign 1. Mencegah terjadinya
24 jam diharapkan pasien sebelum/sesudah latihan penurunan kondisi atau cedera
tidak mengalami hambatan dan lihat respon pasien pada pasien saat dilakukan
mobilitas fisik dengan saat latihan tindakan.
kriteria hasil : 2. Konsultasikan dengan 2. Meningkatkan mobilitas
1. Klien meningkat dalam terapi fisik tentang rencana pasien sesuai kondisi pasien
aktivitas fisik ambulasi sesuai dengan
2. Mengerti tujuan dari kebutuhan.
peningkatan mobilitas 3. Bantu pasien untuk 3. Membantu meningkatkan
3. Memverbalisasikan menggunakan tongkat saat kekuatan dan ketahanan otot.
perasaan dalam berjalan dan cegah
meningkatkan kekuatan terhadap cedera
dan kemampuan 4. Ajarkan pasien atau tenaga 4. Mampu melakukan tindakan
berpindah kesehatan lain tentang secara mandiri dan termotivasi
4. Memperagakan teknik ambulasi untuk meningkatkan mobilitas
kemampuan alat 5. Kaji kemampuan pasien 5. Mengetahui sejauh mana
5. Bantu untuk mobilisasi dalam mobilisasi peningkatan mobilisasi.
(walker) 6. Latih pasien dalam 6. Agar pasien mampu
pemenuhan kebutuhan melakukan aktivitas secara
ADLs secara mandiri mandiri.
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien 7. Meningkatkan motivasi pasien
saat mobilisasi dan bantu dalam melakukan aktivitas
pemenuhan kebutuhan sehari-hari
ADLs pasien
8. Berikan alat bantu jika 8. Mampu melakukan aktivitas
pasien memerlukan secara mandiri guna
meningkatkan mobilitas
9. Ajarkan pasien bagaimana 9. Meningkatkan kesejahteraan
merubah posisi dan berikan fisologis dam psikologis
bantuan jika diperlukan
III. Daftar Pustaka
Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

M a n s j o e r , A . ( 2 0 0 0 ) . Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit
Mediaction.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN NY N DENGAN FRAKTUR
FEMUR DI RUANG SAID BIN ZAID LANTAI 7 KANAN

Nama Mahasiswa : Indri Nurmalasari


Tanggal : 09/02/2023
Tempat : R. Said Bin Zaid Lt 7 Sayap Kanan
Nama Pasien : Ny. Neng Zakiah
Diagnosa Medis : Fraktur Femur Sinistra

A. RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama:
Nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang:


Klien mengeluh nyeri pada bagian paha kiri karena post operasi. Klien mengatakan terjatuh
1 minggu yang lalu pada saat mengepel lantai di rumah. Klien mengeluh tidak dapat
bergerak bebas dan tidak dapat berjalan karena rasa nyeri tersebut, klien tampak dibantu
saat aktivitas mengenakan pakaian. Klien mengatakan belum melakukan seka karena
merasa nyeri, gigi klien tampak kuning dan kotor. Klien tampak meringis . Paha kiri klien
tampak bengkak, sedikit merah, teraba suhu kaki panas, dan tampak terbalut perban post
operasi, luka post operasi tampak masih berdarah, tidak ada pus, luka tidak bengkak.
Terdapat perbedaan frekuensi nadi dorsalis pedis kanan 80x/menit, kiri 75x/menit.

PQRST: 5P
P : Klien mengeluh nyeri bagian paha kiri Pain : klien merasakan nyeri pada paha kiri
Q : Nyeri tidak menjalar pada area lain Pulse : nadi dorsalis pedis kanan : 80x/menit
hanya pada paha kiri saja Nadi dorsalis pedis kiri : 75x/menit
R: Nyeri seperti tertekan dan pegal Pallor : kulit tidak pucat
S: 7 (0-10) Paresis : lemahnya gerak pada kaki kiri,
T: terus menerus. Nyeri semakin berat adanya gangguan gerakan. Tidak mampu
apabila kaki kiri digerakan menggerakan fleksi, ekstensi, aduksi,
abduksi pada kaki kiri
Paresthesia: tidak ada kesemutan di paha kiri

TTV : TD: 125/70 mmHg


R: 20x/menit
N: 80x/menit
S: 36,5oC

Riwayat Penyakit Dahulu:


Klien mengatakan tidak pernah operasi sebelumnya, dan tidak pernah mengalami trauma
sebelumnya.

PEMERIKSAAN FISIK

A Kesadaran Umum
1. Kesadaran : CM E4M6V5
2. Tanda –tanda vital:
TTV : TD: 125/70 mmHg
R: 20x/menit
N: 80x/menit
S: 36,5oC

3. Sistem Penglihatan :
Posisi mata : simetris
Pergerakan bola mata : normal
Konjungtiva : tidak anemis
Reaksi terhadap cahaya : normal, miosis
Tanda – tanda radang : tidak ada
Keluhan : tidak ada

4. Sistem pendengaran
Kesimetrisan : simetris
Fungsi pendengaran : normal
Keluhan : tidak ada

5. Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi perifer
Nadi : 20x/menit
Nadi dorsalis pedis kanan : 80x/menit kiri 75x/menit
Irama : teratur
Denyut : kuat
Temperature kulit : hangat
Warna kulit : kemerah-merahan pada bagian paha kiri
CRT : <3detik
Varises : tidak ada
Edema : tidak

Sirkulasi jantung
Irama : teratur
Bunyi : murni
Keluhan : tidak ada

6. Sistem Muskuloskeletal
a) Keterbatas gerak, deformitas : Keterbatasan gerak pada tangan bagian kiri karena
nyeri
b) Rentang gerak: tidak dapat melakukan fleksi, ekstensi, abduksi, aduksi pada kaki
kiri
c) Sakit pada tulang dan sendi: iya, pada bagian femur sinistra
d) Tanda-tanda fraktur :
Klien mengatakan nyeri, tidak dapat bergerak bebas atau lemahnya gerak pada
kaki kiri, adanya gangguan gerakan. Tidak mampu menggerakan fleksi, ekstensi,
aduksi, abduksi.
Klien tampak meringis . Paha kiri klien tampak bengkak, sedikit merah, teraba
suhu kaki kiri panas, dan tampak terbalut perban post operasi. Terdapat perbedaan
frekuensi nadi dorsalis pedis kanan 80x/menit, kiri 75x/menit
Lokasi: femur sinistra
e) Kontraktur pada sendi ekstrimitas: iya, pada ekstremitas bawah: femur sinistra
f) Tonus otot/kekuatan otot :
5 5
5 2

g) Kelainan bentuk tulang/otot :


Sebelum operasi

h) Penggunaan alat bantu : tidak


i) Penggunaan Traksi, Gips, Spalk, ORIF/EP,
PSSW: klien post operasi ORIF pada paha kiri
Kebiasaan/aktivitas Sebelum masuk RS Saat sakit Ket
1. Pola nutrisi
a. Asupan (√) Oral (√) Oral
( ) Enteral () Enteral
( ) TPN ( ) TPN
b. Frekuensi makan 3x/Hari 3x/Hari
c. Nafsu makan (√) Baik (√) Baik (selalu habis)
( ) Sedang ( ) Sedang
alasannnya..... alasannnya.....
( ) Kurang () Kurang
alasannya........ Alasannya :
d. Diet Klien suka makan mie, bakso Klien memakan makanan
dari rumah sakit
e. Makanan tambahan Klien mengatakan terkadang klien makan Klien memakan makanan dari rumah
buah-buahan. sakit
f. Makanan alergi/tidak - -
boleh

Makanan yang dipantang - Klien dianjurkan makanan yang


berserat seperti sayur dan buah
kemudian tinggi kalori dan tinggi
protein seperti susu,
roti, telur, ayam, ikan, dll.
g. Perubahan BB dalam 3 ( ) Bertambah ( ) Bertambah Tidak
bulan terakhir 50 Kg ... Kg terkaji
(√) Tetap () Tetap
( ) Berkurang ( ) Berkurang
............Kg ............Kg
b. Jenis Air putih, teh, kopi Air putih,infus

2. Pola cairan
a. Asupan cairan (√) Oral (√) Oral
( ) Parenteral () Parenteral
c. Frekuensi 6x/hari 6x/hari

d. Volume 1000 cc/hari

3. Pola eliminasi

BAK

a. Frekuensi 4x/hari Klien memakai pampers

b. Jumlah out put 400cc/hari

c. Warna Kuning Kuning

d. Bau normal normal

e. Keluhan - -

BAB

a. Frekuensi 1x/hari Belum BAB

b. Warna Coklat Belum BAB

c. Bau Normal Belum BAB

d. Konsistensi Padat Belum BAB

e. Keluhan Tidak ada Belum BAB

f. Pemakaian pencahar Tidak ada -

4. Insensible Water Lose ..........cc/hari


5. Pola personal hygiene

a. Mandi 2x/hari Belum mandi 1 hari

b. Oral Hygiene 2x/hari Pagi


 Frekuensi Belum melakukan oral hygiene
 Waktu
c. Cuci Rambut 1x/mgg Belum mencuci rambut

6. Pola istirahat dan tidur

a. Lama tidur 8 jam/hari 8 jam/hari

b. Waktu
24.00-05.00 23.00-04.00
c. Kebiasaan sebelum tidur Tidak terkaji -

 Penggunaan obattidur - -
 Kegiatan lain
d. Kesulitan dalam tidur berdoa berdoa
 Menjelang tidur -
 Sering terbangun
 Merasa tidak -
nyamansetelah bangun
tidur
(jelaskan alasannya)
7. Pola aktivitas dan
latihan
a. Kegiatan dalam pekerjaan Ibu rumah tangga Klien hanya berbaring ditempat tidur

b. Waktu bekerja Klien hanya berbaring ditempat tidur


sepanjang hari
c. Kegiatan waktu luang - -
d. Keluhan dalam beraktivitas - Aktivitas dibantu seperti mengganti
pakaian
e. Olah raga -
 Jenis
 Frekuensi
f. Keterbatasan dalam hal: - Aktivitas dibantu seperti mengganti
 Mandi pakaian
 Menggunakan pakaian
 Berhias

8. Pola kebiasaan yang


mempengaruhi
kesehatan
a. Merokok () Ya
 Frekuensi (√ ) Tidak
 Jumlah
 Lama pemakaian
b. Minuman Keras ( ) Ya
 Frekuensi (√) Tidak
 Jumlah
 Lama pemakaian

c. Ketergantungan obat ( ) Ya
(√) Tidak
Jika Ya, jelaskan jenis, lama, frekuensidan
alasan pemakaian
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Diagnostik (jenis pemeriksaan dan hasil )


b. Pemeriksaan Laboratorium (jenis pemeriksaan dan hasil)

Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Darah
13.4 g/dl 13.0 – 18.0
Rutin
7440 sel/uL 3800 – 10600
Hemoglobin
4.57 juta/u 4.5 – 6.5
Lekosit
39.8 L 40 – 52
Eritrosit
408000 % 150000 –
Hematokrit
Sel/ 440000
Trombosit
uL
KIMIA KLINIK
25 mg/dl 10 – 50
Ureum
0.62 mg/dl 0.7-1.13
Kreatinin

IMUNOLOGI Negati
Rapid Antigen Covid19 f

C. PENATALAKSANAAN MEDIS
c. Jelaskan tindakan medis yang sudah dilakukan (operasi, pemasangan alat
invasif,dll)
d. Pemberian obat
(jelaskan : nama, dosis, cara kerja, rute, tujuan)
Nama Obat Dosis Cara Tujua
kerja n
Ceftriaxon 2x1 IV Obat antibiotik golongan
sefalosporin. Obat ini bekerja
dengan cara membunuh dan
menghambat pertumbuhan
bakteri penyebab infeksi di
dalam tubuh. Selain itu,
ceftriaxone juga dapat
digunakan untuk mencegah
infeksi pada saat operasi.
Keterolac Drip IV Obat anti inflamasi non steroid
yang digunakan untuk
meredakan
peradangan dan rasa nyeri.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DO: Terpeleset Nyeri Akut berhubungan
 Klien mengeluh nyeri pada bagian dengan agen pencedera
paha kiri fisik : trauma
 Klien mengatakan terjatuh 1 minggu
Fraktur femur
yang lalu pada saat mengepel lantai di
rumah.
 Klien mengeluh tidak dapat bergerak
bebas
Merangsang ujung saraf
 Klien mengeluh tidak dapat berjalan
karena rasa nyeri tersebut bebas
 P : Klien mengeluh nyeri bagian paha
kiri
Q : Nyeri tidak menjalar pada area
lain hanya pada paha kiri saja Medulla spinalis
R: Nyeri seperti tertekan dan pegal
S: 7 (0-10)
T: terus menerus. Nyeri semakin berat
apabila kaki kiri digerakan
Thalamus
DS :
 Klien tampak meringis
 Tampak paha kiri klien bengkak, Korteks serebri
 Tampak sedikit merah pada paha kiri
Teraba suhu kaki panas,
 Terdapat perbedaan frekuensi nadi
dorsalis pedis kanan 80x/menit, kiri Respon nyeri
75x/menit.
 Tonus otot :

5 5 Nyeri akut
5 2

 5P
Pain : klien merasakan nyeri pada
paha kiri

Pulse : nadi dorsalis pedis kanan


80x/menit
Nadi dorsalis pedis kiri
75x/menit
Pallor : kulit tidak pucat
Paresis : lemahnya gerak pada kaki
kiri, adanya gangguan gerakan. Tidak
mampu menggerakan fleksi, ekstensi,
aduksi, abduksi pada kaki kiri.
Paresthesia: tidak ada kesemutan di
paha kiri
2 DO: Terpeleset Gangguan mobilitas
fisik berhubungan
 Klien mengeluh tidak dapat bergerak dengan kerusakan
bebas dan tidak dapat berjalan karena integritas struktur tulang
rasa nyeri.
Trauma tulang
DS :
 Klien tampak dibantu saat aktivitas
mengenakan pakaian.
 Paha kiri klien tampak bengkak, sedikit Fraktur clavicula sinistra
merah, teraba suhu kaki panas, dan
tampak terbalut perban post operasi
 Paresis : lemahnya gerak pada kaki Diskontunuitas tulang
kiri, adanya gangguan gerakan. Tidak
mampu menggerakan fleksi, ekstensi,
aduksi, abduksi pada kaki kiri.
Perubahan jaringan
sekitar

Gangguan fungsi

Gangguan mobilitas fisik


3 DO: Faktor trauma Risiko infeksi
 Klien mengeluh nyeri pada bagian
berhubungan dengan
paha kiri karena post operasi.
DS: Fraktur femur ketidakadekuatan
 Paha kiri klien tampak bengkak, ketahanan tubuh
sedikit merah, teraba suhu kaki panas
 Tampak terbalut perban post operasi Luka primer : kerusakan
luka post operasi tampak masih integritas kulit
berdarah, tidak ada pus, luka tidak
bengkak.
Terputusnya jaringan

Tempat masuknya
mikroorganisme

Risiko infeksi

4 DO: Faktor trauma Defisit perawatan diri


 Klien mengatakan belum melakukan
berhubungan dengan
seka karena merasa nyeri
 Klien mengeluh tidak dapat bergerak Fraktur femur gangguan
bebas muskuloskeletal
DS: Post operasi
 Klien tampak dibantu saat aktivitas
mengenakan pakaian.
 Gigi klien tampak kuning dan kotor
Imobilisasi

Kemampuan tulang
untuk bergerak menurun

Pergerakan terbatas

Defisit perawatan diri


RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1 Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN NYERI I.08238
keperatawan selama 7 jam
dengan agen pencedera Observasi:
maka diharapkan nyeri
fisik : trauma menurun dengan kriteria hasil:  Identifikasi
(L.08066) lokasi,karakteristik, durasi,
kualitas nyeri
 Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi skala nyeri
 Meringis menurun
 Idenfikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik:
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
menguragi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi:
 Jelaskan penyebab,periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Ajarkan teknik
nornfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi DUKUNGAN MOBILISASI
keperatawan selama 7 jam
berhubungan dengan I.05173
maka diharapkan mobilitas
kerusakan integritas fisik meningkat dengan Observasi:
kriteria hasil : (I.05042)  Identifikasi adanya nyeri atau
struktur tulang
 Pergerakann ekstremitas keluhan fisik lainnya
meningkat  Identifikasi toleransi fisik
 Kekuatan otot meningkat melakkukan pergerakan
 Rentang gerak meningkat  Monitor frekuensi jantung dan
 Gerakan terbatas menurun tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
Terapeutik:
 Fasilitasi melakukan
pergerakan jika perlu
Edukasi:
 Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
 Anjurkan mobilisasi sederhana
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi PENCEGAHAN INFEKSI
keperatawan selama 7 jam
berhubungan dengan I. 14539
maka diharapkan tingkat
ketidakadekuatan infeksi menurun dengan Observasi:
kriteria hasil : (L.14137)  Monitor tanda dan gejala
ketahanan tubuh primer :
 Kemerahan menurun infeksi lokal dan sistemik
kerusakan integritas kulit  Nyeri menurun Terapeutik:
 Bengkak menurun  Berikan perawatan kulit
pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi

4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan intervensi DUKUNGAN PERAWATAN


keperatawan selama 7 jam
berhubungan dengan DIRI (I.11348)
maka diharapkan perawatan
gangguan muskuloskeletal diri meningkat dengan kriteria Observasi
hasil : (L.11103)  Identifikasi kebiasaan
 Kemampuan mandi aktivitas perawatan diri sesuai
meningkat usia
 Kemampuan mengenakan  Monitor tingkat
pakaian meningkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat
bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan
Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang
terapeutik (mis: suasana hangat,
rileks, privasi)
 Siapkan keperluan pribadi
(mis: parfum sikat gigi, dan
sabun mandi)
 Dampingi dalam
melakukan perawatan diri
sampai mandiri

Edukasi
 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan

TINDAKAN YANG DILAKUKAN


NO HARI/TGL TINDAKAN RESPON/HASIL TTD
1 Kamis/ Jam 08.30 Ku : compos mentis
-melakukan anamnesa TTV : TD: 125/70 mmHg
09/02/2023
-memonitor TTV R: 20x/menit
- pemeriksaan fisik N: 80x/menit Indri
S: 36,5oC
Sistem Muskuloskeletal
 Keterbatas gerak, deformitas :
Keterbatasan gerak pada tangan
bagian kiri karena nyeri
 Rentang gerak: tidak dapat
melakukan fleksi, ekstensi,
abduksi, aduksi pada kaki kiri
 Sakit pada tulang dan sendi:
iya, pada bagian femur sinistra
Tanda-tanda fraktur :
 Klien mengatakan nyeri, tidak
dapat bergerak bebas atau
lemahnya gerak pada kaki kiri,
adanya gangguan gerakan.
Tidak mampu menggerakan
fleksi, ekstensi, aduksi,
abduksi.
 Klien tampak meringis . Paha
kiri klien tampak bengkak,
sedikit merah, teraba suhu kaki
kiri panas, dan tampak terbalut
perban post operasi. Terdapat
perbedaan frekuensi nadi
dorsalis pedis kanan 80x/menit,
kiri 75x/menit
 Lokasi: femur sinistra
 Kontraktur pada sendi
ekstrimitas: iya, pada
ekstremitas bawah: femur
sinistra
 Tonus otot/kekuatan otot :
5 5
5 2

 Klien terpasang ORIF


 PQRST:
P : Klien mengeluh nyeri
bagian paha kiri
Q : Nyeri tidak menjalar pada
area lain hanya pada paha kiri
saja
R: Nyeri seperti tertekan dan
pegal
S: 7 (0-10)
T: terus menerus. Nyeri
semakin berat apabila kaki kiri
digerakan
 5P
Pain : klien merasakan nyeri
pada paha kiri
Pulse : nadi dorsalis pedis
kanan 80x/menit. Nadi dorsalis
pedis kiri 75x/menit
Pallor : kulit tidak pucat
Paresis : lemahnya gerak pada
kaki kiri, adanya gangguan
gerakan. Tidak mampu
menggerakan fleksi, ekstensi,
Jam 09.00 aduksi, abduksi pada kaki kiri
 Menjelaskan tujuan dan Paresthesia: tidak ada
prosedur mobilisasi kesemutan di paha kiri Indri
 Menganjurkan mobilisasi
sederhana
 Mengajarkan teknik
relaksasi
Jam 10.00
 Identifikasi kebutuhan
alat bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias Klien mengatakan paham dan Indri
mengerti
Klien bertanya mengenai gerakan
yang tidak boleh dilakukan
Klien melakukan mobilisasi
sederhana
Klien tampak merasa nyaman

Jam 10.10 Indri


 Menyediakan
lingkungan yang terapeutik Klien memerlukan air hangat saja,
(mis: suasana hangat,
karena pasta gigi dan sabun sudah
rileks, privasi)
 Menyiapkan ada
keperluan pribadi (mis:
parfum sikat gigi, dan
sabun mandi)
 Mendampingi dalam
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
Indri
Klien merasa nyaman
Klien mengatakan lebih segar
Jam 10.30
 Menganjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan Indri

Jam 10.40
 Memberikan
perawatan kulit pada area
edema
 Mencuci tangan
sebelum dan sesudah Klien mengatakan mengerti
kontak dengan pasien dan Indri
lingkungan pasien
 Mempertahankan
teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi

Jam 11.10
 Menjelaskan tanda Klien mengatakan nyeri saat
dan gejala infeksi diberikan perawatan luka/kulit
 Mengajarkan cara Klien meringis saat diberikan
memeriksa kondisi luka perawatan luka/kulit
atau luka operasi Klien kooperatif saat diberikan
perawatan luka
Klien bertanya mengenai cara
perawatan luka yang benar dan
salah
Klien mengatakan paham apa yang
diajarkan

EVALUASI
DX HARI EVALUASI TTD
TANGGAL
1 Kamis/ Jam 11.20
S : Klien mengeluh nyeri
09/02/2023
O : Klien tampak meringis, paha kiri tampak bengkak, teraba
teraba hangat, kekuatan otot Indri
5 5
5 2

A : masalah berlum teratasi


P : lanjutkan intervensi
2 Kamis/ Jam 11.30
S : Klien mengeluh sulit menggerakan kaki kiri
09/02/2023
O : Klien tampak meringis, klien tampak dibantu saat
aktivitas Indri
5 5
5 2
A : masalah berlum teratasi
P : lanjutkan intervensi
3 Kamis/ Jam 11.40
S : Klien mengeluh nyeri pada luka operasi
09/02/2023
O : luka klien tampak masih berdarah, tidak ada pus,
masih bengkak, teraba hangat Indri
A : masalah berlum teratasi
P : lanjutkan intervensi
4 Kamis/ Jam 11.50
S : Klien mengatakan lebih segar dan mengatakan
09/02/2023
nyaman
O : klien tampak lebih bersih dan lebih segar Indri
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai