Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.J DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN DENGAN DIAGNOSA MEDIK CHOLEDOCOLITIASIS DI
RUANG SAID BIN ZAID
RSUD AL-IHSAN

Oleh :

Alza Patra Kurdian P17320122501


Arina Ahda I P17320122502
Indri Nurmalasari P17320122503
Khuznul Maysharoh Khotimah P17320122504

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
PRODI PROFESI NERS
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan laporan kasus “Asuhan Keperawatan
Pada Tn.J Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Dengan Diagnosa Medik
Choledocolitiasis Di Ruang Said Bin Zaid Rsud Al-Ihsan”.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
laporan ini.

Kami berharap semoga laporan yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Bandung, Februari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................1

B. Tujuan........................................................................................................................3

C. Manfaat......................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................................4

A. Pengertian..................................................................................................................4

B. Etiologi.......................................................................................................................4

C. Manifestasi klinis.......................................................................................................5

D. Patofisiologi...............................................................................................................6

E. Pathways....................................................................................................................9

F. Komplikasi....................................................................................................................9

G. Pemeriksaan penunjang...........................................................................................10

H. Penatalaksanaan Medis............................................................................................13

BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................................17

A. PENGKAJIAN.........................................................................................................17

1. Identitas Klien..........................................................................................................17

2. Penanggung jawab klien..........................................................................................17

3. Riwayat Kesehatan..................................................................................................17

4. Riwayat Psikososial-Spiritual..................................................................................18

5. Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum dan Saat Sakit...............................................20

6. Pengkajian Fisik.......................................................................................................23

ii
7. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................32

8. Penatalaksanaan Medis............................................................................................33

B. Analisa Data.............................................................................................................35

Diagnosa Keperawatan Post-operasi..................................................................................35

C. Rencana Asuhan Keperawatan................................................................................36

D. Catatan Tindakan dan Evaluasi................................................................................39

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................................43

BAB V PENUTUP.................................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................45

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolelitiasis adalah kristal atau endapan yang ada di dalam kandung empedu
serta saluran empedu dan bahkan bisa terjadi pada keduanya yang bisa mengeras
serta bisa menyebabkan pembentukan batu (Febyan, 2017; Wibowo et al, 2010).
Terbentuknya kolelitiasis pada 3 mekanisme utama, yaitu supersaturasi kolestrol,
sekresi bilirubin berlebihan, serta hipomotilitas kandung empedu (Tanaja, 2017).

Pada Negara Indonesia sendiri penyakit kolelitiasis kurang mendapat


perhatian karena keadaannya tanpa gejala oleh karena itu sulit di temukan dan sering
terjadi kesalahan diagnosis serta belum ada data resmi mengenai angka kejadian
penyakit kolelitiasis dan baru ini mendapat perhatian setelah di klinis, untuk saat ini
penelitian tentang penyakit kolelitiasis sangat minim. Pada studi kolesitografi oral
terdapat laporan jumlah insidensi kolelitiasis terhadap wanita sekitar 76% serta pada
laki-laki 36% pada umur lebih 40 tahun dan bisa menimbulkan beberapa dampak
(Ginting, 2012; Cahyono, 2014).

Dampak dari penyakit kolelitiasis bisa menyebabkan terjadinya kolesistitis,


kolangitis, pankreatitis, jaundice, serta kanker kandung empedu. Meskipun
kolelitiasis bersifat jinak, namun dokter harus memutuskan terapi yang diperlukan
pada pasien dengan membagi pasien menjadi: penderita batu empedu asimtomatik
yang terdeteksi secara tidak sengaja, penyakit batu empedu simtomatik, penderita
batu empedu dengan gejala atipikal dan terdeteksi pada pemeriksaan pencitraan dan
pada gejala yang tipikal namun tidak terdeteksi batu empedu pada pencitraan serta
perlu adanya penanganan (Abraham et al, 2014).

Penanganan pada penyakit kolelitiasis terdapat 2 macam yaitu bedah serta


non bedah. Terapi non bedah bisa seperti lisis batu yaitu disolusi batu pada sediaan
garam empedu kolelitolitik, ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy) yaitu
suatu tindakan yang berguna untuk memecahkan batu yang ditembakkan melaui luar

1
2

tubuh menggunakan gelombang guna membuat batu terpecah menjadi halus,


sehingga pecahan tersebut dapat keluar bersamaan dengan air seni, dan bisa dengan
pengeluaran secara endoskopik. Pada terapi bedah bisa berupa laparaskopi
kolesistektomi, open kolesistektomi, dan eksplorasi saluran koledokus (Wibowo et
al., 2010). Pada kolelitiasis untuk indikasi kolesistektomi batu empedu tanpa
komplikasi biasanya di tangani dengan tindakan laparaskopi.

Laparaskopi adalah tindakan pembedahan minimal invasive dengan tahap


rongga peritoneum dimasuki gas (CO2) yang bertujuan menjadikan ruang yaitu
antaradinding depan perut serta pada organ viseral. Laparaskopi meraih popularitas
yaitu sebagai prosedur pilihan operasi digesif dan ginekologi (Hwang, 2014).
Laparaskopi kolesistektomi dapat menjadi prosedur penyakit batu empedu yang bisa
menyebabkan rasa nyeri.

Keluhan utama pada pasien dengan cholelitiasis adalah nyeri kolik


abdominal. Keluhan nyeri seperti terbakar. Rasa sakit yang paling hebat sering
terletak di abdomen kanan atas dan dapat menyebar ke bahu kanan atau daerah
punggung. Skala nyeri pada klien dengan cholelitiasis bervariasi pada rentang 2-4
(dari 0-4) yaitu nyeri berat sampai nyeri tak tertahankan/berat sekali. Onset nyeri
bervariasi sesuai dengan derajat okulasi atau obstruksi duktus dan keterlibatan saraf
lokal akibat peningkatan kontraksi bilier. Lama nyeri biasanya berkisar 30-90 menit
sampai relaksasi peristaltik terjadi. Kondisi nyeri juga biasanya disertai demam
sampai menggigil dan di sertai dengan gangguan gastrointestinal seperti sakit perut,
rasa seperti terbakar di epigastik, mual, muntah, anoreksia, dan malaise.

Nyeri menurut The International Associaation for Study of Pain adalah


pengalaman sensori serta keaadaan emosi seseorang yang berhubungan pada
rusaknya jaringan baik actual maupun potensial yang tidak menyenangkan (Zakiyah,
2015). Seseorang yang tidak bisa mengontrol nyeri bisa berakibat buruk yang
menyebabkan meningkatnya tanda vital yaitu tekanan darah, suhu, nadi, pernafasan
dan bisa menyebabkan perdarahan sehinnga akan memperlambat penyembuhan.
Untuk mengatasi nyeri secara non farmakologis bisa memakai teknik distraksi,
3

diantaranya distraksi visual, taktil, relaksasi pernafasan, audioterapi, dan intelektual


(Rilla, 2014). Teknik relaksasi berdasarkan keyakinan tubuh yang berespon terhadap
cemas yang dapat merangsang fikiran karena rasa nyeri maupun kondisi pada
penyakitnya.

Berdasarkan penjelasan yang dibahas diatas kami tertarik untuk melakukan


pemaparan kasus kolelitiasis.

B. Tujuan
Tujuan dari laporan kasus ini untuk menggambarkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan kolelitiasis.

C. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
Meningkatkan penambahan pengetahuan pada masyarakat untuk mengatasi
penyakit batu empedu (kolelitiasis).
2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Memperluas pengetahuan ilmu serta teknologi terapan untuk bidang keperawatan
dalam penatalaksanaan tindakan mandiri perawat.
3. Bagi Penulis
Memperluas pengalaman untuk mengimplementasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan kolelitiasis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu
empedu bisa terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstrahepatik, atau
saluran empedu intra hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut
kolesistolitiasis, dan yang terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus
koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedangkan bila terdapat di dalam saluran
empedu intra hepatik disebelah proksimal duktushepatikus kanan dan kiri disebut
hepatolitiasis. Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut dengan kolelitiasis
(Permanasari, 2018).

B. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat
terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor
resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

1. Jenis Kelamin Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.
2. Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

4
5

3. Obesitas Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi


insulin, diabetes militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan
dengan peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko
utama untuk pengembangan batu empedu kolesterol.
4. Obat-obatan Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan
kanker prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate danobat
fibrat hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi
bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol.
5. Diet Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam
desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik. Karbohidrat
dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu. Diet tinggi
kolesterol meningkatkan kolesterol empedu.

C. Manifestasi klinis
1. Simtomatik
Penderita penyakit kolelitiasis dapat mengalami dua jenis gejala, yaitu gejala
yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang
terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa
bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti rasa penuh, distensi
abdomen, dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas.
2. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial
kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60
menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Rasa
nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah, dan bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam setelah memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali
serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan
intensitasnya.
6

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh
batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh
dinding abdomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh bagian
kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran
kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam, dan menghambat
pengembangan rongga dada.
3. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan
presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan
diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal
yang mencolok pada kulit.
4. Perubahan Warna Urin dan Feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut dengan “ clay-colored”.
5. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E,K yang
larut lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-
vitamin ini jika defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu proses pembekuan darah normal. Bilamana batu empedu terlepas
dan tidak lagi menyumbat duktussistikus, kandung empedu akan mengalirkan
isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif
singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini
dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis
generalisata.
7

D. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan
fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik (Garden, 2007).
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi
yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau
partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada
saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung
empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Sekresi kolesterol
berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal,
kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai
8

kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak


absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin
dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol
dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel
hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam
tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu
beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu (Guyton, 1997;
Townsend, 2004).

Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui


duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu duktus sistikus
9

E. Pathways

F. Komplikasi
1. Ikterik pada sclera dan kulit (jaundice).
2. Kecenderungan pendarahan (karena defesiensi vitamin K).
3. Peritonitis umum bila terjadi ruptur.
10

Peritonitis adalah inflamasi pada lapisan perut sebelah dalam yang dikenal
sebagai peritoneum. Komplikasi ini terjadi akibat pecahnya kantong empedu
yang mengalami peradangan parah. Tersumbatnya saluran ini menjadi rentan
terserang bakteri penyebab infeksi. Komplikasi ini umumnya dapat ditangani
dengan antibiotik dan prosedur kolangiopankreatografi retrograde endoskopik
(ERCP). Gejala pada infeksi ini adalah sakit di perut bagian atas yang menjalar
ke tulang belikat, sakit kuning, demam tinggi, dan linglung.
4. Gangren atau empyema kandung empedu.
5. Perforasi kandung empedu.
6. Fistula dan abses hati Nanah terkadang dapat muncul dalam kantong empedu
akibat infeksi yang parah. Jika ini terjadi, penanganan dengan antibiotik saja
tidak cukup dan nanah akan perlu disedot
7. Kolesistitis kronis
Peritonitis adalah inflamasi pada lapisan perut sebelah dalam yang dikenal
sebagai peritoneum. Komplikasi ini terjadi akibat pecahnya kantong empedu
yang mengalami peradangan parah. Tersumbatnya saluran ini menjadi rentan
terserang bakteri penyebab infeksi. Komplikasi ini umumnya dapat ditangani
dengan antibiotik dan prosedur kolangiopankreatografi retrograde endoskopik
(ERCP). Gejala pada infeksi ini adalah sakit di perut bagian atas yang menjalar
ke tulang belikat, sakit kuning, demam tinggi, dan linglung.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan kelainan
pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktuskoledukus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledukus.
Kadar fosfatase alkaliserum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut. Enzim hati AST (SGOT),
11

ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar protrombin menurun bila obstruksi
aliran empedu dalam usus menurunkan absorbs vitamin K.
2. Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan penyakit
kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun
demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup klasifikasi untuk
dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.

3. Foto polos abdomen


Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa
jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus
besar di fleksura hepatika.
12

4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan icterus. Disamping
itu, pemerikasaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur
ini akan memberikan hasil paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya dalam keadaan distensi. Penggunaan ultra
sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.

5. Kolesistografi
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama, namun untuk
penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemempuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi, serta mengosongkan
13

isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan
dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu
yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu,
bayangannya akan nampak pada foto rontgen. Kolesistografi oral akan gagal
pada keadaan ileus paralitik, muntah, kehamilan, kadar bilirubin serum diatas
2mg/dl, obstruksi pilorus, ada reaksi alergi terhadap kontras,dan hepatitis karena
pada keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu. Cara ini juga memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan
dibandingkan ultrasonografi.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Non-Pembedahan
a. Penatalaksanaan Supotif dan Diet Sekitar 80% pasien dengan inflamasi akut
kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, pengisapan
nasogastric, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai
gejala akut meredadan evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika
kondisi pasien semakin memburuk.
b. Pengangkatan batu tanpa pembedahan Beberapa metode telah digunakan
untuk melarutkan batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut
14

(monooktanoin atau metiltertier butyl eter [MTBE]) ke dalam kandung


empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui selang atau kateter yang
dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu, atau melalui selang
atau drain yang dimasukkan melaui T-tube untuk melarutkan batu yang
belum dikeluarkan pada saat pembedahan, atau bisa juga melalui endoskop
ERCP, atau kateter bilier transnasal.
c. Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL), Prosedur noninvasif ini
menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shockwaves) yang
diarahkan pada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi sejumlah
fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan
listrik, yaitu piezoelektrik, atau muatan elektromagnetik. Energi ini
disalurkan ke dalam tubuh lewat rendaman air atau kantong yang berisi
cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut dialirkan kepada
batu empedu yang akan dipecah. Setelah batu dipecah secara bertahap,
pecahannya akan bergerak spontan dari kandung empedu atau duktus
koledokus dan dikeluatkan melalui endoscop atau dilarutkan dengan pelarut
asam empedu yang diberikan per oral. Litotripsi Intracorporeal. Batu yang
ada dalam kandung empedu atau duktus koledokus dapat dipecah dengan
menggunakan gelombang ultrasound, litotripsi hidrolik yang dipasang pada
endoscop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau
debris dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan
a. Koleksistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna, cidera duktus
biliaris, terjadi dalam kurang dari 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini telah terlihat dalam penelitian baru-baru ini,
yaitu kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistisi akut. Praktik pada saat ini
15

mencakup kolesistektomi segera dalam pasien dengan kolesistisi akut dalam


masa perawatan di rumah sakit yang sama. Jika tidak ada bukti kemajuan
setelah 24 jam penanganan medis, atau jika ada tanda-tanda penurunan klinis,
maka kolesistektomi darurat harus dipertimbangkan
b. Mini koleksistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4cm. Jika diperlukan, luka insisi dapat diperlebar untuk
mengeluarkan batu kandung empedu yang berukuran lebih besar. Drain
mungkin dapat atau tidak digunakan pada mini kolasistektomi. Biaya yang
ringan dan waktu rawat yang singkat merupakan salah satu alasan untuk
meneruskan bentuk penanganan ini.
c. Bedah kolesistotomi
Dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi
yang lebih luas, atau bila reaksi inflamasi yang akut membuat system bilier
tidak jelas. Kandung empedu dibuka melalui pembedahan, batu serta getah
empedu atau cairan drainase yang purulen dikeluarkan, dan kateter untuk
drainase diikat dengan jahitan kantung tembakau (purse-string-suture).
Kateter itu dihubungkan dengan sistem drainase untuk mencegah kebocoran
getah empedu disekitar kateter atau perembesan getah empedu ke dalam
rongga peritoneal. Setelah sembuh dari serangan akut, pasien dapat kembali
lagi untuk menjalani kolesistektomi. Maeskipun resikonya lebih rendah,
bedah kolesistotomi memiliki angka moertalitas yang tinggi (yang dilaporkan
sampai setinggi 20-30%) yang disebabkan oleh proses penyakit pasien yang
mendasarinya.
d. Kolesistotomi perkutan
Kolesistotomi perkutan telah dilakukan dalam penanganan dan penegakan
diagnosis kolesistisis akut pada pasien-pasien yang beresiko jika harus
menjalani tindakan pembedahan atau anastesi umum. Pasie- pasien ini
mencakup para penderita sepsis atau gagal jantung yang beratdan pasien-
pasien gagal ginjal, paru atau hati. Dibawah pengaruh anastesi local sebilah
16

jarum yang halus ditusukkan lewat dinding abdomen dan tepi hati ke dalam
kandung empedu dengan dipandu oleh USG atau pemindai CT. Getah
empedu diaspirasi untuk memastikan bahwa penempatan jarum telah adekuat,
dan kemudian sebuah kateter dimasukkan ke dalam kandung empedu tersebut
untuk dekompresasi saluran empedu.
e. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah
kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedusampai edema
mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung
empedu biasanya juga mengandung batu, dan umumnya koledokostomi
dilakukan bersama-sama kolesistektomi.

I. Pengkajian
1. Identitas

a) Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,


tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomorregister, diagnosa medik, alamat,
semua data mengenai identitaasklien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.

b) Identitas Penanggung Jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpulmeliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan kliendan alamat.

2. Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

Keluhan utama pada pasien dengan cholelitiasis adalah nyeri kolik abdominal.
Keluhan nyeri seperti terbakar. Rasa sakit yang paling hebat sering terletak di
abdomen kanan atas dan dapat menyebar ke bahu kanan atau daerah punggung.
17

Skala nyeri pada klien dengan cholelitiasis bervariasi pada rentang 2-4 (dari 0-4)
yaitu nyeri berat sampai nyeri tak tertahankan/berat sekali. Onset nyeri bervariasi
sesuai dengan derajat okulasi atau obstruksi duktus dan keterlibatan saraf lokal
akibat peningkatan kontraksi bilier. Lama nyeri biasanya berkisar 30-90 menit
sampai relaksasi peristaltik terjadi. Kondisi nyeri juga biasanya disertai demam
sampai menggigil dan di sertai dengan gangguan gastrointestinal seperti sakit
perut, rasa seperti terbakar di epigastik, mual, muntah, anoreksia, dan malaise.

b) Riwayat penyakit sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,


paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak
kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut).

(P) : Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak

(Q) : Nyeri dirasakan hebat

(R) : Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar ke
punggung atau bahu kanan.

(S) : Nyeri terasa saat melakukan inspirasi (T): Nyeri dirasakan sejak dua hari
yang lalu

c) Riwayat penyakit dahulu

Di sesuaikan dengan predisposisi penyebab cholelitiasis. Seperti kondisi obesitas,


penyakit DM, hipertensi, hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan
sekresi kolestrol hepatika merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan
batu empedu kolesterol. Kondisi kehamilan mulipara, pasca bedah reseksi usus,
penyakit crohn, reseksi lambung dan penggunaan obat-obatan hormonal
merupakan kejadian masalalu yang harus di pertimbangkan. Serta riwayat sirosis
18

hepatis yang menyebabkan splenomegali menjadi predisposisi utama gangguan


heme yang bisa meningkatkan batu kalsium.

d) Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit


kolelitiasis.

e) Pola Nutrisi

Pada klien cholelitiasis muncul gejala anoreksia, mual/muntah, regurgitasi


berulang, nyeri eigastrium, flatus dan sendawa, tidak dapat makan, dyspepsia,
dan tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentukan gas.

f) Pola Eliminasi

Frekuensi BAB, warn, bau, konsistensi feses dan keluhan klien yang berkaitan
dengan BAB.

g) Pola Aktivitas/Latihan Gejala : kelemahan. Tanda : gelisah.

h) Pola istirahat/tidur

Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur

i) Pola aktivitas/latihan

Kegiatan dalam pekerjaan, mobilisasi olahraga, kegiatan diwaktu luang dan


apakah keluhan yang diraskan klien menggangu aktivitas klien tersebut.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Kesadaran dapat compos mentis sampai koma tergantung beratnya kondisi


penyakit yang dialami, tanda-tanda vital biasanya normal kecuali bila ada
komplikasi lebih lanjut, badan tampak lemas.

b. Sistem Pernafasan
19

Terjadi perubahan dan frekuensi pernapasan menjadi lebih cepat akibat nyeri,
penurunan ekspansi paru

c. Sistem cardiovaskuler

Ditemukan adanya perdarahan sampai syok, tanda-tanda kelemahan, kelelahan


yang ditandai dengan pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan darah
dan nadi meningkat

d. Sistem pencernaan

Ditemukan perut kembung, penurunam bising usus karena puasa, penurunan


berat badan dan konstipasi. Cairan empedu tidak masuk ke dalam duodenium,
menyebabkan gangguan ingesti dan absorbsi karbohidrat dan lemak berkurang
maka akan menyebabkan nausea, muntah, diare, distensi abdomen.

e. Sistem perkemihan

Jumlah aoutput urine mungkin sedikit karena kehilangan cairan tubuh saat
operasi atau karena adanya muntah. Biasanya terpasang kateter

f. Sistem persyarafan

Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunkan GCS dan di kaji semua fungsi
nerfus kranialis. Tidak ada kelainan pada sitim persyarafan

g. Sistem penglihatan

Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya sekret/lesi, refleks pupil


terhadap cahaya, visus (ketajaman penglihatan). Tidak ada tanda-tanda penuruan
pada sistem penglihatan.

h. Sistem pendengaran

Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya nyeri
tekan, uji kemapuan pendengan dengan tes Rinne, Webber, dan Schwabach.
Tidak ada keluhan pada sistem pendengaran

i. Sistem muskuloskeletal
20

Ditemukan kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri

j. Sistem Integumen

Adanya luka operasi pada abdomen. Turgor kulit menurun akibat kurangnya
volume cairan, suhu tubuh dapat meningkat apabila terjadi infeksi. Bilirubin
terkonjugasi akan meningkat dalam darah di akibatkan oleh absorpsi cairan
empedu oleh kapiler darah sebagai dampak adanya obstruksi. Ikterus akan timbul

k. Sistem Endokrin

Riwayat dan gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit endokrin, periksa


ada tidaknya pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening. Biasanya tidak ada
keluhan pada sistem endokrin

J. Diagnosa Keperawatan
 Diagnosa Pre-Operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia


jaringan/nekrosis.

b. Resiko tinggi hipovolemia berhubungan dengan, muntah, distensi


dan hipermotilitas gaster.

c. Resiko tinggi defisit nutrisi berhubungan dengan obstruksi aliran empedu, mual,
muntah

 Diagnosa Post-Operasi

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular,


ketidakseimbangan perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi
trakeobronkial.

b. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas
otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu, adanya port
de entry untuk post op laparaskopi kolelitiasis.
21

K. Intervensi Keperawatan
 Pre-Operasi

a. Manajemen nyeri

b. Manajemen hypovolemia

c. Manajemen nutrisi

 Post-Operasi

a. Manajemen jalan napas


b. Manajemen nyeri
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
- Tanggal masuk : 30-01-2023, pukul 23.0

- Tanggal pengkajian : 31-01-2023 , pukul 09.00

- No register : 00858899

- Diagnosa Medis : Choledocolethiasis

1. Identitas Klien
Nama : Tn. J

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 30 tahun 3 bulan 1 hari

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Status perkawinan : Kawin

Suku bangsa :-

Agama : Islam

Alamat : Jl. Padarangkung Rt/Rw 03/07 Kab.Bandung

2. Penanggung jawab klien


Nama : Tn.A

Pekerjaan : Swasta

Alamat :-

Hubungan dengan klien : Adik

3. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama :

21
23

Klien mengatakan nyeri

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


P : Klien mengatakan nyeri

Q : Klien mengatakan nyerinya tidak sering, nyerinya seperti di tusuk-tusuk

R : Klien mengatakan nyeri di bagian perut yang terdapat luka post-op

S : Skala nyeri 5 (1-10)

T : Klien mengatakan nyerinya tidak berlangsung lama, nyeri dirasakan saat


bergerak dan ketika batuk.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Klien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang membuatnya


harus dirawat seperti ini

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Klien mengatakan keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit genetik


seperti DM atau hipertensi

4. Riwayat Psikososial-Spiritual
a. Support system : (dukungan keluarga, lingkungan, fasilitas kesehatan
terhadap penyakitnya)
Klien mengatakan sebelum sakit keluarganya selalu mendukung klien dengan
membantu aktivitas klien dirumah, saat sakit keluarga mendukungnya agar
cepat sembuh dan membantu merawat klien. Klien mengatakan tempat
tinggalnya dekat dengan puskesmas yang mendukung dalam pengobatan
klien
b. Komunikasi : (pola interaksi sosial sebelum dan saat sakit)
Klien mengatakan sebelum sakit, dan selama dirawat adalah orang yang baik,
akrab dengan keluarganya, tetap menjaga hubungan baik, baik itu dengan
keluarga, tenaga kesehatan, ataupun pasien lain selama dirawat, dan
keadaannya saat ini tidak menjadi penghambat.
24

c. System nilai kepercayaan : (sebelum dan saat sakit)

Klien mengatakan sebelum sakit jarang melakukan ibadah solat 5 waktu


karena sibuk dengan pekerjaannya, saat sakit tetap berusaha melaksanakan
solat 5 waktu meskipun hanya berbaring di tempat tidur.
25

5. Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum dan Saat Sakit

Kebiasaan/aktivitas Sebelum masuk rs Saat sakit


Pola nutrisi
Frekuensi makan : … x/hari 3x/hari 2x/hari
Nafsu makan : baik/tidak Nafsu makan baik Saat dikaji, klien mengatakan nafsu makan tidak
Alasan : baik karena klien merasakan mual dan n
Porsi makan yang dihabiskan 1 porsi (nasi dan lauk) Klien mengatakan hanya makan ½ porsi,
makanan tampak tidak habis
Makanan yang tidak disukai Tidak ada makanan yang tidak disukai Tidak ada makanan yang tidak disukai
Makanan yang membuat alergi Tidak ada makanan yang membuat Tidak ada makanan yang membuat alergi
alergi
Makanan pantangan Klien mengatakan sering Makanan yang diolah dengan cara digoreng,
mengkonsumi gorengan dan jeroan seperti kentang goreng, keripik kentang, dan
seperti usus sapi, babat, hati sapi ayam goreng, serta masakan bersantan..
Makanan diet Pewarna (+) Sayuran dan buah-buahan, daging rendah lemak,
Perasa (+) makanan tidak bersantan
Pengawet (+)
Perubahan bb dalam 3 bulan Bb : 68 kg Bb tidak mengalami perubahan selama 3 bulan
terakhir terakhir. Bb : 68 kg
Penggunaan alat (ngt,dll) Tidak menggunakan alat bantu makan Tidak menggunakan alat bantu makan
Pola cairan
Asupan cairan Oral Oral dan Parenteral
Jenis Air putih, kopi, alkohol Air putih
Frekuensi 4x 3x
Volume 600 cc Oral : 300 cc
Parenteral : 500 cc
Pola elmininasi
BAK
Frekuensi :…… x/hari 2x
Warna : Kuning tidak keruh Kuning sedikit keruh karena pasien kurang
minum
Bau Amonia Amonia
26

Jumlah output 1200 cc/hari 1000 cc/hari


Keluhan: Tidak ada keluhan saat BAK Tidak ada keluhan saat BAK
Penggunaan alat bantu Tidak menggunakan alat bantu seperti Tidak menggunakan alat bantu seperti kateter
(kateter,dll) kateter
BAB
Frekuensi 2x pada pagi dan sore hari Waktu tidak menentu
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Bau
Konsistensi Padat Padat
Keluhan Tidak ada keluhan saat BAB Tidak ada keluhan saat BAB
Pemakaian pencahar Tidak menggunakan pencahar Tidak menggunakan pencahar
Pola personal hygiene
Mandi 1x/hari Saat dikaji klien mengatakan hanya diseka
menggunakan tisu basah
Oral hygiene 1x/hari Saat dikaji klien mengatakan sudah menggosok
Frekuensi gigi pada pagi hari
Waktu
Cuci rambut 1x dalam 2 hari Saat dikaji klien mengatakan belum mencuci
rambut
Pola istirahat dan tidur
Lama tidur 7 jam/hari 5 jam/hari
Waktu 22.00-05.00 23.00-03.00
a. Kebiasaan sebelum Tidak ada Tidak ada
tidur
b. Penggunaan obat tidur
c. Kegiatan lain
Kesulitan dalam tidur Menjelang tidur berdoa terlebih Kadang terbangun dimalam hari karena merasa
- Menjelang tidur dahulu, tidur nyenyak nyeri pada bagian luka post-operasi
- Sering terbangun
Merasa tidak nyaman
setelah bangun tidur
(jelaskan
27

alasannya)
28

Pola aktivitas dan latihan


Kegiatan dalam pekerjaan Klien mengatakan bekerja menjadi Klien hanya berbaring ditempat tidur
pengusaha retail
Waktu bekerja 08.00-22.00 Klien hanya berbaring ditempat tidur sepanjang
hari
Kegiatan waktu luang Tidak ada Tidak ada
Keluhan dalam beraktivitas Tidak ada Klien mengatakan merasakan nyeri dibagian
perut saat beraktivitas
Olah raga Tidak ada Tidak ada
- Jenis
- Frekuensi
Keterbatasan dalam hal: Tidak ada Klien mengatakan aktivitas mandi,
- Mandi menggunakan pakaian, dibantu oleh keluarga
- Menggunakan pakaian
- Berhias
Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Merokok (√) Ya (√) Ya
- Frekuensi () Tidak () Tidak
- Jumlah
- Lama pemakaian
Minuman keras (√) Ya (√) Ya
- Frekuensi () Tidak () Tidak
- Jumlah Klien mengatakan sebelum sakit Klien mengatakan sebelum sakit sering
- Lama pemakaian sering mengkonsumsi alkohol mengkonsumsi alkohol
Ketergantungan obat ( ) Ya ( ) Ya
(√) Tidak (√) Tidak
Jika Ya, jelaskan jenis, lama, Jika Ya, jelaskan jenis, lama, frekuensi dan
frekuensi dan alasan pemakaian alasan pemakaian
29

6. Pengkajian Fisik
 Pemeriksaan Umum

a. Kesadaran : Komposmentis GCS: E4V5M6

b. Tekanan darah : 120/77 mmHg

c. Nadi : 82x/mnt

d. Pernafasan : 20x/mnt

e. Suhu : 36,5

f. TB/BB :

✓ Sebelum masuk RS : 68 Kg

✓ Saat dirawat di RS : 68Kg

 Pemeriksaan Fisik Per Sistem

a. Sistem Penglihatan

✓ Posisi mata : (√) Simetris

( ) Asimetris

✓ Kelopak mata : Tidak ada edema

✓ Pergerakan bola mata : Dapat melihat ka arah kanan, kiri, atas, dan bawah

✓ Konjungtiva : Tidak pucat (Ananemis)

✓ Kornea : Jernih

✓ Sklera : Anikterik

✓ Pupil : Isokor

Ukuran : …..................

Reaksi terhadap cahaya : Normal (membesar ketika diberikan cahaya)


30

✓ Lapang pandang : Dapat melihat ke segala arah

✓ Ketajaman penglihatan : Dapat melihat dari jarak dekat dan jarak jauh

✓ Tanda-tanda radang : Tidak ada

✓ Pemakaian alat bantu lihat : Tidak ada

✓ Keluhan lain : Tidak ada

b. Sistem Pendengaran

✓ Kesimetrisan : Simetris

✓ Serumen : Tidak ada (warna, konsistensi, bau)

✓ Tanda radang : Tidak ada

✓ Cairan dari telinga : Tidak ada

✓ Fungsi pendengaran : Normal

✓ Pemakaian alat bantu : Tidak ada

✓ Test Garpu Tala : -

c. Sistem wicara

✓ Kesulitan/gangguan wicara : Tidak ada

d. Sistem Pernafasan

✓ Jalan nafas : Tidak ada sumbatan jalan napas

✓ RR : 20x/mnt

✓ Irama : Ireguler

✓ Kedalaman : () Dalam

( ) Dangkal
31

✓ Suara nafas : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan

✓ Batuk : (√) Ya () Tidak

Jika Ya, :

• Warna sputum : Putih

• Konsistensi : Kental

• Terdapat darah : Tidak ada

✓ Penggunaan otot bantu nafas : Tidak terdapat penggunaan otot bantu


napas

✓ Penggunaan alat bantu nafas : Tidak ada

✓ WSD (tipe, undulasi, karakteristik cairan, jumlah cairan, tanda infeksi,dll)

e. Sistem Kardiovaskuler Sirkulasi Perifer

✓ Nadi : 82 x/mnt

Irama : (√ ) Teratur

() Tidak teratur

Denyut: ( ) Lemah (√ ) Kuat

✓ Distensi vena jugularis : Tidak ada

✓ Temperatur kulit : (√) Hangat

( ) Dingin

✓ Warna kulit : () Pucat

( ) Sianosis

( ) Kemerahan

✓ CRT : < 3detik


32

✓ Flebitis : Tidak ada

✓ Varises : Tidak ada

✓ Edeme (lokasi dan derajat) : Tidak ada

f. Sirkulasi jantung

✓ Kecepatan denyut apikal : 88x/mnt Irama : (√) Teratur

( ) Tidak teratur

✓ Bunyi jantung normal : Murni (lup-dup)

✓ Kelainan bunyi jantung : Tidak ada

✓ Keluhan : ( ) Lemah ( ) Lelah

( ) Palpitasi/berdebar ( ) Keringat dingin

( ) Gemetaran

( ) Kesemutan

( ) Kaki dan tangan dingin

✓ Nyeri dada : Tidak ada

(penyebaran, lokasi, intensitas, lama, skala)

✓ Ictus Cordis : .........................

✓ Kardiomegali : Tidak ada

g. Sistem Neurologi

✓ Glascow Coma Scale : E4M6V5

✓ Tanda peningkatan TIK

Nyeri Kepala hebat : Tidak ada Penurunan kesadaran : Tidak ada Muntah
proyektil : Tidak ada Papil eodema : Tidak ada
33

✓ Gangguan Neurologis : ………

Nervus I (olfaktorius):

Tidak ada gangguan, dapat mencium bau-bauan dengan normal

Nervus II (optikus):

Tidak ada gangguan penglihatan

Nervus III (okulomotor) :

Dapat menggerakan bola mata, pupil berespon terhadap cahaya

Nervus IV (trochlear) :

Dapat menggerakan mata ke dalam dan kebawah

Nervus V (trigeminus) :

Dapat menggerakan rahang kesegala sisi, reflex berkedip normal

Nervus VI (abducens) :

Dapat menggerakan bola mata ke luar, dan melihat ke samping.

Nervus VII (fasialis) :

Ekspresi normal, dapat tersenyum, mengangkat alis mata

Nervus VIII (vestibulokoklear) :

Tes pendengaran normal

Nervus IX (glosofaringeal) :

Dapat merasakan rasa manis, asin, pahit

Nervus X (vagus) :

Refleks menelan normal

Nervus XI (aksesorius) :

Normal
34

Nervus XII (hipoglosus) :

Tidak ada pembesaran lidah, pergerakan lidah normal

✓ Pemeriksaan Reflek Patologis

R. Oppenheim :

Negatif, tidak ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain.

R. Hoffman :

Negatif, tidak timbul gerakan fleksi pada ibu jari, jari telunjuk, dan jari-jari
lainnya

R. Chaddock :

Negatif, tidak ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain.

R. Babinski :

Negatif, tidak ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain

Kaku kuduk :

Negatif, dagu klien dapat menyentuh dua jari yang diletakkan di incisura
jugularis, dan tidak terdapat suatu tahanan

Kernig sign :

Negatif, saat dilakukan ekstensi pada sendi lutut <135 derajat tidak timbul
rasa nyeri, sehingga ekstensi sendi lutut maksimal

Brudzinski 1 :

Negatif, tidak timbul gerakan fleksi involunter pada kedua tungkai

g. Sistem Pencernaan
35

 Keadaan mulut

1. Gigi : (√) Caries ( ) Tidak

2. Gigi palsu : ( ) Ya (√) Tidak

3. Lidah kotor : ( ) Lidah kotor (√) Tidak

 Muntah : (√) Tidak () Ya

 Nyeri daerah perut : (√) Ya () Tidak Lokasi : Perut

Frekuensi : Sering (2-3x)

Penyebaran : Nyeri hanya di bagian perut luka post-op Lama : 1-3 menit

Skala : 5 (1-10)

 Bising usus : 13x/mnt

 Diare : (√) Tidak ( ) Ya

 Warna feses : (√) Kuning ( ) Putih seperti air cucian beras ( ) Coklat ( )
Hitam ( )

 Konsistensi feses : ( ) Setengah padat (√) Cair () Terdapat lender ( )


Berdarah

 Konstipasi : (√) Tidak ( ) Ya, lamanya hari

 Hepar : Tidak ada pembesaran hepar

 Abdomen : (√) Lembek ( ) Asites ( ) Kembung ( ) Distensi

 Colostomy : Tidak terdapat luka colostomy

 Terdapat luka post-operasi cholesistektomi dengan 3 lubang di perut


region kanan, luka tampak memanjang, tidak bernanah, dan tidak ada
tanda-tanda infeksi

 Penggunaan NGT : Tidak menggunakan NGT


36

 Tanda-tanda peritonitis : Distensi Abdomen (-) Ketegangan abdomen (-)


Massa (-)

Mengkilat (-) Iritable (-)

h. Sistem Imunologi

✓ Pembesaran kelenjar getah bening: Tidak ada

i. Sistem Endokrin

✓ Nafas berbau keton : ( ) Ya (√) Tidak

✓ Luka : ( ) Ya

(√) Tidak

Kondisi luka : ......................

✓ Exopthalmus : ( ) Ya

(√) Tidak

✓ Tremor : ( ) Ya

(√) Tidak

✓ Pembesaran kelj. Thyroid : ( ) Ya

(√) Tidak

✓ Tanda peningkatan gula darah : ( ) Polidipsi ( ) Poliuria

( ) Polipagia

j. Sistem Urogenital

✓ Distensi kandung kemih : Tidak ada

✓ Nyeri tekan : Tidak ada

✓ Nyeri perkusi : Tidak ada


37

✓ Urine :

( ) Anuria ( ) Hematuria ( ) Disuria ( ) Nocturia ( ) Oliguria

✓ Penggunaan kateter : Ada

✓ Keadaan genital : Tidak terkaji

k. Sistem Integumen

✓ Keadaan rambut : Rambut pendek Kekuatan : Tidak rontok

Warna : Hitam

Kebersihan : Bersih tidak ada ketombe

✓ Keadaan kuku

Kekuatan : …….................

Warna : …….................

Kebersihan : Kuku tampak bersih

✓ Tanda radang : Tidak ada

✓ Keadaan kulit

Turgor : Kembali dalam waktu < 3 detik Warna : Sawo matang

Kebersihan : Bersih Luka : Tidak ada

Tanda radang : Tidak ada Dekubitus : Tidak ada Pruritus : Tidak ada

Tanda perdarahan : Tidak ada Diaforesis : Tidak ada

✓ Luka bakar: Role of nine Tidak ada


38

l. Sistem Muskuloskeletal

✓ Rentang gerak : Terbatas

✓ Sakit pada tulang dan sendi: Tidak ada

✓ Tanda-tanda fraktur : Tidak ada Lokasi : …….................

✓ Kontraktur pada sendi ekstrimitas:

✓ Tonus otot/kekuatan otot : ..................

✓ Kelainan bentuk tulang/otot : Tidak ada

✓ Tanda radang sendi : Tidak ada

✓ Penggunaan alat bantu : Klien mengatakan tidak menggunakan alat bantu

✓ Penggunaan Traksi, Gips, Spalk, ORIF/EP, PSSW Jelaskan : Tidak ada

7. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Diagnostik (jenis pemeriksaan dan hasil )


1. Foto thorak

Foto asimetris, inspirasi cukup, faktor ekspos cukup


Medical device tidak ada
Posisi trakea masih ditengah
Cor besar, bentuk dan posisi tampak normal
Pleura, sinuses costophrenicus dan cardiophrenicus bilateral normal
39

2. USG

 Pemeriksaan Laboratorium (jenis pemeriksaan dan hasil)

Nama test Hasil Flag Unit Nilai rujukan


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 15.3 * g/dL 13.0-18.0
Leukosit 21060 * sel/uL 3800-10600
Eritrosit 5.53 juta/uL 4.5-6.5
Hematokrit 44.0 % 40-52
Trombosit 146000 sel/uL 150000-440000
KIMIA KLINIK
AST (SGOT) 40 U/L 10-34
ALT (SGPT) 52 * U/L 9-43
Ureum 44 mg/dL 10-50
Kreatinin 0.93 * mg/dL 0.9-1.15
Glukosa darah sewaktu 108 mg/dL 70-200

8. Penatalaksanaan Medis

 Jelaskan tindakan medis yang sudah dilakukan (operasi, pemasangan alat


invasif,dll)
40

 Pemberian obat(jelaskan : nama, dosis, cara kerja, rute, tujuan)

Nama obat Dosis Cara kerja Rute Tujuan


Ketorolac 3x30 mg Menginhibisi sintesis IV Obat anti inflamasi non
prostaglandin steroid yang digunakan
untuk meredakan
peradangan dan rasa nyeri.
Ceftriaxone 2x1 gr Ceftriaxone secara IV Obat untuk mengatasi
selektif dan ireversibel penyakit akibat infeksi
menghambat bakteri
pembentukkan
dinding sel bakteri
dengan mengikat
penicillin binding
protein (PBP) yang
berperan sebagai
katalis ikatan silang
polimer peptidoglikan
pembentuk dinding sel
bakteri
Metronidazole 3x500 mg Menghambat IV Metronidazole adalah
pembentukan protein antibiotik untuk mengobati
yang penting untuk infeksi bakteri di berbagai
pertumbuhan dan organ tubuh, termasuk di
perkembangan saluran pencernaan, paru-
mikroba, termasuk paru, darah, saluran
bakteri dan parasit. kemih, hingga kelamin
Pantoprazole 2x1 mg Menghambat sel-sel di IV Obat golongan Proton
lapisan lambung untuk Pump Inibitor (PPI) yang
menghasilkan asam digunakan untuk
lambung, sehingga meredakan gejala
produksi asam meningkatnya asam
lambung berkurang lambung seperti sakit maag
dan gejala refluks asam
lambung
41

B. Analisa Data

No Symptoms (S) Etiologi (E) Problem (P)


Post-operasi Agen cedera fisik Nyeri akut
1 DS: Cholesistektomi
Klien mengatakan masih ↓
terasa sakit di bagian Terputusnya kontiunitas
perutnya : jaringan
P : terasa sakit walaupun saat ↓
beristirahat Mengeluarkan zat-zat
Q : sakitnya seperti tersayat proteolitik (bradikinin,
R : sakit dibagian perut yang histamin, progtaslandin)
di operasi ↓
S : skala 5 Medula Spinalis
T : rasa sakitnya masih terus ↓
menerus Thalamus
DO: ↓
1. Klien tampak meringis Korteks serebri
2. N : 112x/menit ↓
Respon nyeri

Nyeri akut
DS: Agen cedera Resiko infeksi
DO: fisik
2 1. Klien telah dilakukan Cholesistektomi
tindakan pembedahan ↓
cholesistektomi Post-operasi
2. Terdapat luka post-op ↓
cholesistektomi dengan Tindakan invasive
3 lubang di perut ↓
region kanan Luka insisi
(epigastric ↓
region, umbilical Resiko infeksi
region, dan right
lumbal region)
3. S : 37,2

Diagnosa Keperawatan Post-operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (tindakan invasive

cholesistektomi) dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis

2. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif cholesistektomi


42

C. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Tindakan


No Keperawatan Kriteria Hasil (Operasional) Rasional
dan Data penunjang (SMART)
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen pencedera fisik intervensi keperawatan Observasi Observasi
(tindakan invasive selama 3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui lokasi,
cholesistektomi) dibuktikan tingkat nyeri menurun, karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
dengan mengeluh nyeri, dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas,
tampak meringis 1. Keluhan nyeri intensitas nyeri intensitas nyeri
menurun 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui skala
2. Meringis menurun 3. Idenfitikasi respon nyeri nyeri
3. Gelisah menurun non verbal 3. Untuk mengetahui respon
4. Kesulitan tidur 4. Identifikasi faktor yang nyeri non verbal
menurun memperberat dan 4. Untuk mengetahui faktor
5. Frekuensi nadi memperingan nyeri yang memperberat dan
membaik 5. Monitor keberhasilan memperingan nyeri
terapi komplementer 5. Untuk mengetahui sejauh
yang sudah diberikan mana keberhasilan terapi
6. Monitor efek samping komplementer yang
penggunaan analgetik sudah diberikan
ketorolac
43

Terapeutik 6. Untuk mengetahui efek


1. Berikan Teknik samping penggunaan
nonfarmakologis untuk analgetik
mengurangi nyeri (mis: Terapeutik
kompres hangat) 1. Untuk mengurangi
2. Kontrol lingkungan yang tingkat nyeri
memperberat rasa nyeri 2. Untuk mencegah
(mis: suhu ruangan, terjadinya kondisi yang
pencahayaan, dapat memperberat rasa
kebisingan) nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan 3. Untuk memfasilitasi
tidur (membatasi jumlah istirahat dan tidur
pengunjung, mengatur 4. Untuk memberikan
cahaya ruangan) strategi meredakan nyeri
Edukasi dengan tepat
1. Jelaskan penyebab, Edukasi
periode, dan pemicu 1. Agar klien dapat
nyeri mengetahui penyebab,
2. Jelaskan strategi periode, dan pemicu
meredakan nyeri nyeri
Kolaborasi 2. Agar klien dapat
Kolaborasi pemberian mengetahui dan mampu
ketorolac 3x30 mg IV melakukan strategi untuk
meredakan nyeri
Kolaborasi
Untuk mengurangi tingkat
nyeri
2. Resiko infeksi dibuktikan Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
dengan efek prosedur invasif intervensi pengungkapan (I.14539) Observasi (I.14539) Observasi
cholesistektomi selama 3 x 24 jam, maka 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk memonitor tanda
tingkat infeksi menurun, infeksi lokal dan dan gejala infeksi lokal dan
44

dengan hasil kriteria: sistemik sistemik


1. Demam menurun Terapeutik Terapeutik
1. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan

2. Kemerahan pasien dan lingkungan 1. Untuk menghindari resiko


menurun pasien tinggi terjadinya infeksi
3. Nyeri menurun 2. Pertahankan teknik aseptic Edukasi
4. Bengkak menurun pada pasien berisiko tinggi 1. Untuk mengetahui tanda
5. Kadar sel darah Edukasi dan gejala infeksi
putih membaik 1. Jelaskan tanda dan gejala 2. Untuk mengetahui
infeksi mencuci tangan dengan
2. Ajarkan cara mencuci benar
tangan dengan benar 3. Untuk mengetahui etika
3. Ajarkan etika batuk batuk
4. Anjurkan meningkatkan 4. Untuk mengetahui cara
asupan nutrisi meningkatkan asupan
5. Anjurkan meningkatkan nutrisi
asupan cairan 5. Untuk mengetahui cara
meningkatkan asupan
cairan
45

D. Catatan Tindakan dan Evaluasi

TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI


Tgl No No Tindakan Paraf SOAP Paraf
Dx. Urut (Respon Subjektif/RS & & Tiap pergantian dinas &
Kep Tindakan Objektif/RO atau Hasil) Nama (mengacu pada kriteriahasil) Nama
Selasa, 1. 1. Jam: 08.00 Jam: 14.00
31-01-2023 Tindakan: S :
Mengidentifikasi lokasi, P : terasa sakit walaupun
karakteristik, durasi, frekuensi, Khuznul saat beristirahat Khuznul
kualitas, intensitas nyeri Maysharoh Q : sakitnya seperti tersayat Maysharoh
Mengidentifikasi skala nyeri R : sakit dibagian perut yang di
Mengidenfitikasi respon nyeri operasi
non verbal S : skala 4
Mengidentifikasi faktor yang T : rasa sakitnya masih terus menerus
memperberat dan memperingan O:
nyeri Klien masih tampak meringis
Mengontrol lingkungan yang A :
memperberat rasa nyeri (mis: Tingkat nyeri belum menurun
suhu ruangan, pencahayaan, P :
kebisingan) Lanjutkan intervensi :
RS: - Mengidentifikasi lokasi,
Klien mengatakan masih karakteristik, durasi,
terasa sakit di bagian perutnya frekuensi, kualitas, intensitas
: nyeri
P : terasa sakit walaupun saat - Mengidentifikasi skala nyeri
beristirahat - Mengidenfitikasi respon
Q : sakitnya seperti tersayat nyeri non verbal
R : sakit dibagian perut yang di - Mengidentifikasi faktor yang
operasi memperberat dan
S : skala 5
46

T : rasa sakitnya masih terus


menerus
RO: memperingan nyeri
Klien tampak meringis - Mengontrol lingkungan yang

2. Jam: 11.00 kebisingan)


Tindakan: - Memberikan teknik
Memberikan teknik nonfarmakologis untuk
nonfarmakologis untuk Khuznul mengurangi nyeri (kompres Khuznul
mengurangi nyeri (kompres Maysharoh hangat) Maysharoh
hangat) - Menjelaskan penyebab,
Menjelaskan penyebab, periode, periode, dan pemicu nyeri
dan pemicu nyeri - Menjelaskan strategi
Menjelaskan strategi meredakan meredakan nyeri
nyeri - Memonitor keberhasilan
RS: terapi komplementer yang
Klien mengatakan mengerti sudah diberikan
dengan penjelasan yang - Memonitor efek samping
disampaikan oleh perawat penggunaan analgetik
RO:
Klien tampak mampu mengikuti
penjelasan dari perawat dan
dibantu oleh keluarga
47

3. Jam : 14.00
Tindakan :
Memonitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
Memonitor efek samping
penggunaan analgetik ketorolac
RS :
Klien mengatakan masih
merasakan nyeri dibagian perut
yang terdapat luka post-operasi
RO :
Klien masih tampak meringis
Sabtu, 2. 1. Jam: 14.00 Jam: 21.00
4-02-2023 Tindakan: S :

Memonitor tanda dan gejala Khuznul O : Khuznul


infeksi lokal dan sistemik Maysharoh Terdapat luka post-op cholesistektomi Maysharoh
Mencuci tangan sebelum dan dengan 3 lubang di perut region
sesudah kontak dengan pasien kanan (epigastric region, umbilical
dan lingkungan pasien region, dan right lumbal region)
Mempertahankan teknik aseptic A :
pada pasien berisiko tinggi Resiko infeksi belum menurun
RS: P :
RO: Lanjutkan intervensi :
Terdapat luka post-op - Memonitor tanda dan
cholesistektomi dengan 3 gejala infeksi lokal dan
lubang di perut region kanan sistemik
(epigastric region, umbilical - Mencuci tangan sebelum dan
region, dan sesudah kontak dengan pasien
right lumbal region)
48

2. Jam: 16.00 dan lingkungan pasien


Tindakan: - Mempertahankan teknik
Menjelaskan tanda dan gejala aseptic pada pasien
infeksi Khuznul berisiko tinggi Khuznul
Mengajarkan cara mencuci Maysharoh - Menjelaskan tanda dan Maysharoh
tangan dengan benar gejala infeksi
RS: - Mengajarkan cara
Klien dan keluarga mengatakan mencuci tangan dengan
mengerti dengan penjelasan benar
perawat mengenai tanda dan - Mengajarkan etika batuk
gejala infeksi - Menganjurkan
Klien dan keluarga mengatakan meningkatkan asupan nutrisi
sudah mengerti caranya - Menganjurkan
mencuci tangan dengan benar meningkatkan asupan cairan
RO:
Klien dan keluarga tampak
mengerti dan mampu mengikuti
penjelasan perawat tentang
tanda
dan gejala infeksi dan cara

mencuci tangan dengan benar


49

3. Jam: 20.00
Tindakan:
Mengajarkan etika batuk
Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Menganjurkan meningkatkan
asupan cairan
RS:
Klien mengatakan mengerti
dengan penjelasan perawat
tentang etika batuk,
meningkatkan asupan nutrisi dan
cairan
RO:
Klien tampak mengerti dengan
penjelasan perawat tentang etika
batuk, meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, akan dilihat apakah terdapat kesenjangan antara teori dengan
praktek di lapangan (kasus nyata) pada pasien Tn. J dengan kolelitiasis di ruang Said bin
Zaid RSUD Al-Ihsan.

Pada kasus dilapangan, diagnosa yang bisa ditegakkan hanya ada 2, yaitu nyeri akut
dan risiko infeksi saja. Diagnosa lain seperti pola napas tidak efektif tidak dapat ditegakkan
sesuai teori karena pada Tn. J tidak ditemukan data seperti keluhan sesak, penggunaan otot
bantu tambahan, juga tidak ditemukan adanya suara napas tambahan.

Hal ini menyebabkan tidak semua intervensi secara teori dapat diterapkan pada
pasien dilapangan. Selain karena diagnosa yang tidak muncul, namun juga disesuaikan
dengan fasilitas dan kemampuan baik dari perawat maupun dari pasien itu sendiri. Seperti
pada intervensi manajemen nyeri.

Menurut teori, teknik untuk meringankan nyeri disebutkan beberapa contoh seperi
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain. Namun yang dapat dilakukan
pada pasien Tn. J adalah dengan cara kompres hangat.

48
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Pengkajian dilakukan dengan metode wawancara dan pemeriksaan fisik pada
tanggal 31-01-2023 di Ruang Said bin Zaid RSUD Al-Ihsan.
2. Diagnosa keperawatan ditegakkan pada studi kasus adalah nyeri akut dan risiko
infeksi.
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan yaitu, manajemen nyeri dan
pencegahan infeksi.
4. Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
disusun berdasarkan kriteria.
5. Evaluasi keperawatan dilakukan dengan menggunakan metode Subyektif,
Obyektis, Assesment, dan Planning. Evaluasi keperawatan terakhir dilakukan
pada tanggal 04-02-2023

B. Saran
1. Institusi
Dengan adanya studi kasus ini, diharapkan sebagai bahan acuan atau referensi
dalam memberikan pendidikan kepada mahasiswa mengenai asuhan keperawatan
pada pasien dengan kolelitiasis.
2. Rumah sakit
Dengan adanya studi kasus ini, diharapkan sebagai bahan acuan atau refrensi
dalam memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit pada pasien dengan
kolelitiasis.

49
52

DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta
: Selemba Medika. (2011).
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Diagnosa Medis Cholelitiasi Ruangan Ramelan
Surabaya . (2021).
Muttaqin, A. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medika. (2011).
Niah, Nurun (2019) Penerapan Terapi Relaksasi Nafas Dalam Dan Dzikir Untuk
Mengurangi Skala Nyeri Pada Pasien Post Oprasi Kolelitiasis
(Laparaskopi). Diploma Thesis, Universitas Islam Sultan Agung.
Nurafif, A. H. Asuhan Keperawatan Praktis. Yogjakarta: Mediaction. (2016).
Priyanto, A. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika. (2019).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai