Oleh :
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan laporan kasus “Asuhan Keperawatan
Pada Tn.J Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Dengan Diagnosa Medik
Choledocolitiasis Di Ruang Said Bin Zaid Rsud Al-Ihsan”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
laporan ini.
Kami berharap semoga laporan yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................................3
C. Manfaat......................................................................................................................3
A. Pengertian..................................................................................................................4
B. Etiologi.......................................................................................................................4
C. Manifestasi klinis.......................................................................................................5
D. Patofisiologi...............................................................................................................6
E. Pathways....................................................................................................................9
F. Komplikasi....................................................................................................................9
G. Pemeriksaan penunjang...........................................................................................10
H. Penatalaksanaan Medis............................................................................................13
A. PENGKAJIAN.........................................................................................................17
1. Identitas Klien..........................................................................................................17
3. Riwayat Kesehatan..................................................................................................17
4. Riwayat Psikososial-Spiritual..................................................................................18
6. Pengkajian Fisik.......................................................................................................23
ii
7. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................32
8. Penatalaksanaan Medis............................................................................................33
B. Analisa Data.............................................................................................................35
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................................43
BAB V PENUTUP.................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................45
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolelitiasis adalah kristal atau endapan yang ada di dalam kandung empedu
serta saluran empedu dan bahkan bisa terjadi pada keduanya yang bisa mengeras
serta bisa menyebabkan pembentukan batu (Febyan, 2017; Wibowo et al, 2010).
Terbentuknya kolelitiasis pada 3 mekanisme utama, yaitu supersaturasi kolestrol,
sekresi bilirubin berlebihan, serta hipomotilitas kandung empedu (Tanaja, 2017).
1
2
B. Tujuan
Tujuan dari laporan kasus ini untuk menggambarkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan kolelitiasis.
C. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
Meningkatkan penambahan pengetahuan pada masyarakat untuk mengatasi
penyakit batu empedu (kolelitiasis).
2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Memperluas pengetahuan ilmu serta teknologi terapan untuk bidang keperawatan
dalam penatalaksanaan tindakan mandiri perawat.
3. Bagi Penulis
Memperluas pengalaman untuk mengimplementasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan kolelitiasis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu
empedu bisa terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstrahepatik, atau
saluran empedu intra hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut
kolesistolitiasis, dan yang terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus
koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedangkan bila terdapat di dalam saluran
empedu intra hepatik disebelah proksimal duktushepatikus kanan dan kiri disebut
hepatolitiasis. Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut dengan kolelitiasis
(Permanasari, 2018).
B. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat
terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor
resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Jenis Kelamin Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.
2. Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
4
5
C. Manifestasi klinis
1. Simtomatik
Penderita penyakit kolelitiasis dapat mengalami dua jenis gejala, yaitu gejala
yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang
terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa
bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti rasa penuh, distensi
abdomen, dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas.
2. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial
kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60
menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Rasa
nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah, dan bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam setelah memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali
serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan
intensitasnya.
6
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh
batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh
dinding abdomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh bagian
kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran
kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam, dan menghambat
pengembangan rongga dada.
3. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan
presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan
diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal
yang mencolok pada kulit.
4. Perubahan Warna Urin dan Feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut dengan “ clay-colored”.
5. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E,K yang
larut lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-
vitamin ini jika defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu proses pembekuan darah normal. Bilamana batu empedu terlepas
dan tidak lagi menyumbat duktussistikus, kandung empedu akan mengalirkan
isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif
singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini
dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis
generalisata.
7
D. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan
fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik (Garden, 2007).
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi
yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau
partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada
saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung
empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Sekresi kolesterol
berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal,
kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai
8
E. Pathways
F. Komplikasi
1. Ikterik pada sclera dan kulit (jaundice).
2. Kecenderungan pendarahan (karena defesiensi vitamin K).
3. Peritonitis umum bila terjadi ruptur.
10
Peritonitis adalah inflamasi pada lapisan perut sebelah dalam yang dikenal
sebagai peritoneum. Komplikasi ini terjadi akibat pecahnya kantong empedu
yang mengalami peradangan parah. Tersumbatnya saluran ini menjadi rentan
terserang bakteri penyebab infeksi. Komplikasi ini umumnya dapat ditangani
dengan antibiotik dan prosedur kolangiopankreatografi retrograde endoskopik
(ERCP). Gejala pada infeksi ini adalah sakit di perut bagian atas yang menjalar
ke tulang belikat, sakit kuning, demam tinggi, dan linglung.
4. Gangren atau empyema kandung empedu.
5. Perforasi kandung empedu.
6. Fistula dan abses hati Nanah terkadang dapat muncul dalam kantong empedu
akibat infeksi yang parah. Jika ini terjadi, penanganan dengan antibiotik saja
tidak cukup dan nanah akan perlu disedot
7. Kolesistitis kronis
Peritonitis adalah inflamasi pada lapisan perut sebelah dalam yang dikenal
sebagai peritoneum. Komplikasi ini terjadi akibat pecahnya kantong empedu
yang mengalami peradangan parah. Tersumbatnya saluran ini menjadi rentan
terserang bakteri penyebab infeksi. Komplikasi ini umumnya dapat ditangani
dengan antibiotik dan prosedur kolangiopankreatografi retrograde endoskopik
(ERCP). Gejala pada infeksi ini adalah sakit di perut bagian atas yang menjalar
ke tulang belikat, sakit kuning, demam tinggi, dan linglung.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan kelainan
pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktuskoledukus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledukus.
Kadar fosfatase alkaliserum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut. Enzim hati AST (SGOT),
11
ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar protrombin menurun bila obstruksi
aliran empedu dalam usus menurunkan absorbs vitamin K.
2. Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan penyakit
kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun
demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup klasifikasi untuk
dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan icterus. Disamping
itu, pemerikasaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur
ini akan memberikan hasil paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya dalam keadaan distensi. Penggunaan ultra
sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
5. Kolesistografi
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama, namun untuk
penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemempuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi, serta mengosongkan
13
isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan
dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu
yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu,
bayangannya akan nampak pada foto rontgen. Kolesistografi oral akan gagal
pada keadaan ileus paralitik, muntah, kehamilan, kadar bilirubin serum diatas
2mg/dl, obstruksi pilorus, ada reaksi alergi terhadap kontras,dan hepatitis karena
pada keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu. Cara ini juga memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan
dibandingkan ultrasonografi.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Non-Pembedahan
a. Penatalaksanaan Supotif dan Diet Sekitar 80% pasien dengan inflamasi akut
kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, pengisapan
nasogastric, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai
gejala akut meredadan evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika
kondisi pasien semakin memburuk.
b. Pengangkatan batu tanpa pembedahan Beberapa metode telah digunakan
untuk melarutkan batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut
14
jarum yang halus ditusukkan lewat dinding abdomen dan tepi hati ke dalam
kandung empedu dengan dipandu oleh USG atau pemindai CT. Getah
empedu diaspirasi untuk memastikan bahwa penempatan jarum telah adekuat,
dan kemudian sebuah kateter dimasukkan ke dalam kandung empedu tersebut
untuk dekompresasi saluran empedu.
e. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah
kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedusampai edema
mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung
empedu biasanya juga mengandung batu, dan umumnya koledokostomi
dilakukan bersama-sama kolesistektomi.
I. Pengkajian
1. Identitas
a) Identitas Klien
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpulmeliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan kliendan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan cholelitiasis adalah nyeri kolik abdominal.
Keluhan nyeri seperti terbakar. Rasa sakit yang paling hebat sering terletak di
abdomen kanan atas dan dapat menyebar ke bahu kanan atau daerah punggung.
17
Skala nyeri pada klien dengan cholelitiasis bervariasi pada rentang 2-4 (dari 0-4)
yaitu nyeri berat sampai nyeri tak tertahankan/berat sekali. Onset nyeri bervariasi
sesuai dengan derajat okulasi atau obstruksi duktus dan keterlibatan saraf lokal
akibat peningkatan kontraksi bilier. Lama nyeri biasanya berkisar 30-90 menit
sampai relaksasi peristaltik terjadi. Kondisi nyeri juga biasanya disertai demam
sampai menggigil dan di sertai dengan gangguan gastrointestinal seperti sakit
perut, rasa seperti terbakar di epigastik, mual, muntah, anoreksia, dan malaise.
(R) : Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar ke
punggung atau bahu kanan.
(S) : Nyeri terasa saat melakukan inspirasi (T): Nyeri dirasakan sejak dua hari
yang lalu
e) Pola Nutrisi
f) Pola Eliminasi
Frekuensi BAB, warn, bau, konsistensi feses dan keluhan klien yang berkaitan
dengan BAB.
h) Pola istirahat/tidur
Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur
i) Pola aktivitas/latihan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Sistem Pernafasan
19
Terjadi perubahan dan frekuensi pernapasan menjadi lebih cepat akibat nyeri,
penurunan ekspansi paru
c. Sistem cardiovaskuler
d. Sistem pencernaan
e. Sistem perkemihan
Jumlah aoutput urine mungkin sedikit karena kehilangan cairan tubuh saat
operasi atau karena adanya muntah. Biasanya terpasang kateter
f. Sistem persyarafan
Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunkan GCS dan di kaji semua fungsi
nerfus kranialis. Tidak ada kelainan pada sitim persyarafan
g. Sistem penglihatan
h. Sistem pendengaran
Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya nyeri
tekan, uji kemapuan pendengan dengan tes Rinne, Webber, dan Schwabach.
Tidak ada keluhan pada sistem pendengaran
i. Sistem muskuloskeletal
20
j. Sistem Integumen
Adanya luka operasi pada abdomen. Turgor kulit menurun akibat kurangnya
volume cairan, suhu tubuh dapat meningkat apabila terjadi infeksi. Bilirubin
terkonjugasi akan meningkat dalam darah di akibatkan oleh absorpsi cairan
empedu oleh kapiler darah sebagai dampak adanya obstruksi. Ikterus akan timbul
k. Sistem Endokrin
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pre-Operasi
c. Resiko tinggi defisit nutrisi berhubungan dengan obstruksi aliran empedu, mual,
muntah
Diagnosa Post-Operasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas
otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu, adanya port
de entry untuk post op laparaskopi kolelitiasis.
21
K. Intervensi Keperawatan
Pre-Operasi
a. Manajemen nyeri
b. Manajemen hypovolemia
c. Manajemen nutrisi
Post-Operasi
A. PENGKAJIAN
- Tanggal masuk : 30-01-2023, pukul 23.0
- No register : 00858899
1. Identitas Klien
Nama : Tn. J
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku bangsa :-
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat :-
3. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama :
21
23
4. Riwayat Psikososial-Spiritual
a. Support system : (dukungan keluarga, lingkungan, fasilitas kesehatan
terhadap penyakitnya)
Klien mengatakan sebelum sakit keluarganya selalu mendukung klien dengan
membantu aktivitas klien dirumah, saat sakit keluarga mendukungnya agar
cepat sembuh dan membantu merawat klien. Klien mengatakan tempat
tinggalnya dekat dengan puskesmas yang mendukung dalam pengobatan
klien
b. Komunikasi : (pola interaksi sosial sebelum dan saat sakit)
Klien mengatakan sebelum sakit, dan selama dirawat adalah orang yang baik,
akrab dengan keluarganya, tetap menjaga hubungan baik, baik itu dengan
keluarga, tenaga kesehatan, ataupun pasien lain selama dirawat, dan
keadaannya saat ini tidak menjadi penghambat.
24
alasannya)
28
6. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan Umum
c. Nadi : 82x/mnt
d. Pernafasan : 20x/mnt
e. Suhu : 36,5
f. TB/BB :
✓ Sebelum masuk RS : 68 Kg
a. Sistem Penglihatan
( ) Asimetris
✓ Pergerakan bola mata : Dapat melihat ka arah kanan, kiri, atas, dan bawah
✓ Kornea : Jernih
✓ Sklera : Anikterik
✓ Pupil : Isokor
Ukuran : …..................
✓ Ketajaman penglihatan : Dapat melihat dari jarak dekat dan jarak jauh
b. Sistem Pendengaran
✓ Kesimetrisan : Simetris
c. Sistem wicara
d. Sistem Pernafasan
✓ RR : 20x/mnt
✓ Irama : Ireguler
✓ Kedalaman : () Dalam
( ) Dangkal
31
Jika Ya, :
• Konsistensi : Kental
✓ Nadi : 82 x/mnt
Irama : (√ ) Teratur
() Tidak teratur
( ) Dingin
( ) Sianosis
( ) Kemerahan
f. Sirkulasi jantung
( ) Tidak teratur
( ) Gemetaran
( ) Kesemutan
g. Sistem Neurologi
Nyeri Kepala hebat : Tidak ada Penurunan kesadaran : Tidak ada Muntah
proyektil : Tidak ada Papil eodema : Tidak ada
33
Nervus I (olfaktorius):
Nervus II (optikus):
Nervus IV (trochlear) :
Nervus V (trigeminus) :
Nervus VI (abducens) :
Nervus IX (glosofaringeal) :
Nervus X (vagus) :
Nervus XI (aksesorius) :
Normal
34
R. Oppenheim :
Negatif, tidak ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain.
R. Hoffman :
Negatif, tidak timbul gerakan fleksi pada ibu jari, jari telunjuk, dan jari-jari
lainnya
R. Chaddock :
Negatif, tidak ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain.
R. Babinski :
Negatif, tidak ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain
Kaku kuduk :
Negatif, dagu klien dapat menyentuh dua jari yang diletakkan di incisura
jugularis, dan tidak terdapat suatu tahanan
Kernig sign :
Negatif, saat dilakukan ekstensi pada sendi lutut <135 derajat tidak timbul
rasa nyeri, sehingga ekstensi sendi lutut maksimal
Brudzinski 1 :
g. Sistem Pencernaan
35
Keadaan mulut
Penyebaran : Nyeri hanya di bagian perut luka post-op Lama : 1-3 menit
Skala : 5 (1-10)
Warna feses : (√) Kuning ( ) Putih seperti air cucian beras ( ) Coklat ( )
Hitam ( )
h. Sistem Imunologi
i. Sistem Endokrin
✓ Luka : ( ) Ya
(√) Tidak
✓ Exopthalmus : ( ) Ya
(√) Tidak
✓ Tremor : ( ) Ya
(√) Tidak
(√) Tidak
( ) Polipagia
j. Sistem Urogenital
✓ Urine :
k. Sistem Integumen
Warna : Hitam
✓ Keadaan kuku
Kekuatan : …….................
Warna : …….................
✓ Keadaan kulit
Tanda radang : Tidak ada Dekubitus : Tidak ada Pruritus : Tidak ada
l. Sistem Muskuloskeletal
7. Pemeriksaan Penunjang
2. USG
8. Penatalaksanaan Medis
B. Analisa Data
3. Jam : 14.00
Tindakan :
Memonitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
Memonitor efek samping
penggunaan analgetik ketorolac
RS :
Klien mengatakan masih
merasakan nyeri dibagian perut
yang terdapat luka post-operasi
RO :
Klien masih tampak meringis
Sabtu, 2. 1. Jam: 14.00 Jam: 21.00
4-02-2023 Tindakan: S :
3. Jam: 20.00
Tindakan:
Mengajarkan etika batuk
Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Menganjurkan meningkatkan
asupan cairan
RS:
Klien mengatakan mengerti
dengan penjelasan perawat
tentang etika batuk,
meningkatkan asupan nutrisi dan
cairan
RO:
Klien tampak mengerti dengan
penjelasan perawat tentang etika
batuk, meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, akan dilihat apakah terdapat kesenjangan antara teori dengan
praktek di lapangan (kasus nyata) pada pasien Tn. J dengan kolelitiasis di ruang Said bin
Zaid RSUD Al-Ihsan.
Pada kasus dilapangan, diagnosa yang bisa ditegakkan hanya ada 2, yaitu nyeri akut
dan risiko infeksi saja. Diagnosa lain seperti pola napas tidak efektif tidak dapat ditegakkan
sesuai teori karena pada Tn. J tidak ditemukan data seperti keluhan sesak, penggunaan otot
bantu tambahan, juga tidak ditemukan adanya suara napas tambahan.
Hal ini menyebabkan tidak semua intervensi secara teori dapat diterapkan pada
pasien dilapangan. Selain karena diagnosa yang tidak muncul, namun juga disesuaikan
dengan fasilitas dan kemampuan baik dari perawat maupun dari pasien itu sendiri. Seperti
pada intervensi manajemen nyeri.
Menurut teori, teknik untuk meringankan nyeri disebutkan beberapa contoh seperi
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain. Namun yang dapat dilakukan
pada pasien Tn. J adalah dengan cara kompres hangat.
48
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pengkajian dilakukan dengan metode wawancara dan pemeriksaan fisik pada
tanggal 31-01-2023 di Ruang Said bin Zaid RSUD Al-Ihsan.
2. Diagnosa keperawatan ditegakkan pada studi kasus adalah nyeri akut dan risiko
infeksi.
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan yaitu, manajemen nyeri dan
pencegahan infeksi.
4. Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
disusun berdasarkan kriteria.
5. Evaluasi keperawatan dilakukan dengan menggunakan metode Subyektif,
Obyektis, Assesment, dan Planning. Evaluasi keperawatan terakhir dilakukan
pada tanggal 04-02-2023
B. Saran
1. Institusi
Dengan adanya studi kasus ini, diharapkan sebagai bahan acuan atau referensi
dalam memberikan pendidikan kepada mahasiswa mengenai asuhan keperawatan
pada pasien dengan kolelitiasis.
2. Rumah sakit
Dengan adanya studi kasus ini, diharapkan sebagai bahan acuan atau refrensi
dalam memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit pada pasien dengan
kolelitiasis.
49
52
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta
: Selemba Medika. (2011).
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Diagnosa Medis Cholelitiasi Ruangan Ramelan
Surabaya . (2021).
Muttaqin, A. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medika. (2011).
Niah, Nurun (2019) Penerapan Terapi Relaksasi Nafas Dalam Dan Dzikir Untuk
Mengurangi Skala Nyeri Pada Pasien Post Oprasi Kolelitiasis
(Laparaskopi). Diploma Thesis, Universitas Islam Sultan Agung.
Nurafif, A. H. Asuhan Keperawatan Praktis. Yogjakarta: Mediaction. (2016).
Priyanto, A. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika. (2019).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.